• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beda Fisik dan Psikologis pasien

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Beda Fisik dan Psikologis pasien "

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Beda Fisik dan Psikologis 12

Wednesday Mar 2014

Posted by Maria Nofaola in Kesehatan Mental ≈ Leave a comment Tagsbeda fisik dan mental, beda fisik dan psikis, fisik dan psikologis, kesehatan mental

Rate This

Tidak perlu malu untuk menanyakan perbedaan fisik dan psikologis. Justru dengan bertanya, kita akan memahaminya dengan tepat. Nah, untuk memahaminya secara jelas, mari kita telaah satu demi satu.

Psikologis adalah persamaan kata dari psikis, mental, atau jiwa. Kita bisa menggunakan salah satu kata itu kok. Ingat, baca dengan benar, ya! Jangan lupa satu huruf pun! S-I-K-O-L-O-G-I-S. Coba ulangi sekali lagi, P-S-I-K-O-L-O-G-I-S. Mengapa tidak boleh salah ucap dan kurang satu huruf? Karena, kalau lupa satu huruf, artinya akan berbeda. Jika membacanya kurang “S”, menjadi PSIKOLOGI. PSIKOLOGI itu adalah ilmunya, yaitu ilmu yang mempelajari tentang jiwa atau perilaku manusia. Kalau lupa dua huruf, kata itu berubah menjadi PSIKOLOG. Nah, PSIKOLOG itu adalah orangnya alias nama profesi si pelakunya yang menjadi ahli kejiwaan.

Berikut ini adalah penjelasan PSIKOLOGIS atau psikis:

Manusia itu terdiri dari dua bagian, bukan? Yaitu: (1) FISIK dan (2) PSIKIS atau PSIKOLOGIS.

(2)

Sakit fisik contohnya: – Sakit kepala

– Sakit perut

– Sakit di bagian dada – Sakit karena kulit terluka – Sakit karena keseleo – Sakit gigi

– Sakit patah tulang – Sakit karena stroke

– Dan masih banyak sakit pada bagian tubuh lainya.

Kemudian, contoh masalah psikis atau psikologis tadi: – Sulit tidur

– Selalu cemas dan was was – Ada perasaan bersalah

– Berpikir ada yang membahayakan jiwanya – Merasa sedang diintai atau diintip

– Tidak dapat merespon orang lain ketika ditanya – Dan masih banyak masalah psikis/psikologis lainnya

Apakah fisik dan psikis itu berkaitan?

Ya, dua hal itu akan saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Contoh fisik yang mempengaruhi psikis/psikologis, yaitu; saat kita sakit perut, pasti pikiran kita tidak tenang dan tidak mampu konsentasi belajar, bukan? Lalu, contoh kondisi psikis/psikologis yang mempengaruhi fisik, yaitu; kalau kita ketakutan akan membuat kesalahan melakukan

(3)

Nah, sekarang kamu sudah tahu perbedaan fisik dan psikologis, bukan? Melihat adalah salah satu cara yang vital bagi manusia untuk mengalami hidup. Indra, secara kolektif menghubungkan manusia dengan dunia. Ketika melihat wajah teman yang kita sayangi, merasakan tangan yang merangkul dan menenangkan di pudak kita, atau mendengar nama kita dipanggil. Kemampuan dalam memersepsikan dunialah yang

memungkinkan manusia untuk menjangkau dunia dengan berbagai cara yang di lakukan setiap hari.

2. SENSASI dan PERSEPSI

Sensasi (sensation) adalah proses menerima energi rangsangan dari lingkungan luar.

Rangsangan terdiri oleh sel reseptor khusus pada organ indra-mata, telinga, kulit, hidung, dan lidah. Ketika sel-sel reseptor mencatat adanya rangsangan, energi tersebut dikonversi menjadi impuls kimia listrik. Proses perubahan energi fisik menjadi energi kimia listrik yang disebut Transduksi (transduction).

Persepsi (perception) adalah proses mengatur dan mengartikan informasi sensoris untuk memberikan makna.

Otak memberikan makna terhadap sensasi melalui persepsi. Menemukan pola-pola bermakna dari informasi sensoris inilah yang disebut dengan persepsi. Proses merasa dan memersepsi memberikan sudut pandang tiga dimensi kepada kita tentang matahari terbenam, sebuah konser musik rock, sentuhan kasih sayang, rasa manis, dan juga aroma bunga dan mentol.

Psikologi sangat tertarik mengenai bagaimana kita mengindra dunia. Para peneliti sensasi dan persepsi memiliki kekhususan yang sangat luas, seperti oftalmologi (opthalmology), ilmu tentang struktur, fungsi dan penyakit mata. Audiologi (audiology), ilmu yang berhubungan dengan pendengaran. Neurologi (neurology), penelitian ilmiah mengenai sistem saraf, dan masih banyak yang lainnya. Untuk memahami sensasi dan persepsi dibutuhkan

(4)

fungsi dari organ indra, dan juga pengolahan otak terhadap informasi ini menjadi pengalaman.

Anda mungkin akan bertanya-tanya apa hubungannya mekanika penglihatan, pendengaran, perasa, pencium, dan peraba dengan psikologi. Apakah mahasiswa astronomi harus mengetahui bagaimana cara pembuatan teleskop? apakah mahasiswa biologi mempelajari bagian-bagian dan cara kerja mikroskop? hal yang penting diingat adalah, organ indra manusia dan kemampuan persepsi kita tidak sama dengan teleskop dan mikroskop, demikian juga dengan cara kerjanya. Teleskop

memberikan para ahli astronomi gambaran objektif dari benda-benda langit. Mikroskop memberikan gambaran objektif sel dan benda-benda mikro lainnya kepada para ahli biologi.

Akan tetapi, mata dan otak para ahli itulah yang memainkan peran aktif terhadap apa yang para ilmuwan "lihat". Persepsi bukanlah cerminan langsung dari dunia nyata, tetapi lebih kepada interpretasi yang diperhitungkan, sebuah proses konstruktif dan integratif.

(5)

KONSEP MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOANALISIS

KONSEP MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOANALISIS

Konsep psikoanalitik tentang perilaku manusia dikembangkan oleh Sigmund freud di eropa pada waktu yang kira – kira bersamaan dengan perkembangan behaviorisme di amerika serikat. Freud mengkombinasikan kognisi kesadaran, persepsi, memori gagasan tentang instingk yang

didasarkan secara biologis yang menghasilkan teori baru tentang perilaku manusia.

Asumsi dasar teori freud adalah bahwa sebagian besar prilaku manusia berasal dari proses bawah sadar (unconcius). Dengan proses bawah sadar freud memaksudkan keyakinan rasa takut, dan keinginan yang tidak disadari dalam diri seseorang tetapi tetap mempengaruhi prilakunya. Ia yakin bahwa banyak impuls yang dilarang atau dihukum oleh orang tua dan masyarakat selama masa kanak-kanak berasal dari instink bawaan. Karena setiap manusia lahir dengan implus tersebut, mereka

menimbulkan pengaruh yang pervasive(mendalam yang harus ditangani dengan cara tertentu.

Freud percaya bahwa semua tindakan kita memiliki suatu penyebab tetapi penyebab itu lebih sering merupakan motif bawah sadar ketimbang

penalaran rasional yang menggerakan prilaku kita. Freud berpendapat bahwa sifat manusia pada dasarnya negative, ia yakin bahwa manusia didorong oleh insting dasar seperti hewan (terutama seks dan agresi) dan kita secara terus menerus berjuang melawan suatu masyarakat yang menekankan pengendalian terhadap impuls tersebut.

Freud berpendapat bahwa kesadaran yang kita ketahui hanyaklah puncak dari gunung es mental. Dibalik permukaaan yang terlihat, terdapat bagian pikiran yang tidak disadari, yang mengandung berbagai harapan, gairah, dan rahasia yang menimbulkan perasaan bersalah, teriakan yang tidak terucapkan, dan komflik antara hasrat dan kewajiban yang tidak

terungkap. Banyak diantara dorongan dan fikiran ini yang bersifat seksual atau agresif. Kita tidak menyadarinya seiring dengan tenggelamnya kita dalam kehidupan sehari-hari, meskipun berbagai dorongan ini dapat muncul dalam mimpi, kesalahan ucap, ketidak sengajaan yang tampak, bahkan gurawan.

(6)

system tersebut memiliki fungsi, kelengkapan, prinsip-prinsip operasi, dinamisme, dan mekanismenya masing-masing , ketiga system kepribadian ini satu sama lain berkaitan serta membentuk suatu totalitas. Id adalah system kepribadian yang paling dasar, system yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Seperti manusia membayangkan (mengkhayalkan) makanan saat lapar. Ego adalah system kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan, menurut Freud ego

terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Superego adalah system kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluative. Menurut Freud, superego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figure yang berperan, berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua atau guru. Adapun fungsi utama dari superego adalah: (a) sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut

disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; (b) mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan; dan (c) mendorong individu kepada kesempurnaan.

Contoh:

Kasus IRJEN. Joko Susilo menggelapkan dana dari simulator SIM dan mendapatkan keuntungan yang menakjubkan.

Dari contoh diatas bisa dianalisis dengan teori psikoanalisa yaitu:

Id: Dorongan nafsu dari Irjen Joko Susilo dengan menggelapkan uang dari simulator untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya agar dia lebih

sejahtera menurut pandangannya.

Superego: Joko Susilo memikirkan norma yang akan dia terima ketika keinginan dalam id itu diwujudkan nyata. Dan dia memikirkan hukuman apa yang akan dia terima ketika menggelapkan uang tersebut. Missal, Penjara. Dan dia berfikir mengenai status dia sebagai penegak hukum, yang seharusnya melayani masyarakat dan menegakkan hukum.

Ego: melawan superego, dan mengimplementasi dari id. Irjen Joko Susilo mewujudkan apa yang diinginkan oleh Id karena dorongan id terlalu kuat. Maka dengan mewujudkan dorongan id tersebut Susilo mendapatkan hukuman dari masyarakat sekitar.

(7)

KONSEP MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOANALISIS

Konsep psikoanalitik tentang perilaku manusia dikembangkan oleh Sigmund freud di eropa pada waktu yang kira – kira bersamaan dengan perkembangan behaviorisme di amerika serikat. Freud mengkombinasikan kognisi kesadaran, persepsi, memori gagasan tentang instingk yang

didasarkan secara biologis yang menghasilkan teori baru tentang perilaku manusia.

Asumsi dasar teori freud adalah bahwa sebagian besar prilaku manusia berasal dari proses bawah sadar (unconcius). Dengan proses bawah sadar freud memaksudkan keyakinan rasa takut, dan keinginan yang tidak disadari dalam diri seseorang tetapi tetap mempengaruhi prilakunya. Ia yakin bahwa banyak impuls yang dilarang atau dihukum oleh orang tua dan masyarakat selama masa kanak-kanak berasal dari instink bawaan. Karena setiap manusia lahir dengan implus tersebut, mereka

menimbulkan pengaruh yang pervasive(mendalam yang harus ditangani dengan cara tertentu.

Freud percaya bahwa semua tindakan kita memiliki suatu penyebab tetapi penyebab itu lebih sering merupakan motif bawah sadar ketimbang

penalaran rasional yang menggerakan prilaku kita. Freud berpendapat bahwa sifat manusia pada dasarnya negative, ia yakin bahwa manusia didorong oleh insting dasar seperti hewan (terutama seks dan agresi) dan kita secara terus menerus berjuang melawan suatu masyarakat yang menekankan pengendalian terhadap impuls tersebut.

Freud berpendapat bahwa kesadaran yang kita ketahui hanyaklah puncak dari gunung es mental. Dibalik permukaaan yang terlihat, terdapat bagian pikiran yang tidak disadari, yang mengandung berbagai harapan, gairah, dan rahasia yang menimbulkan perasaan bersalah, teriakan yang tidak terucapkan, dan komflik antara hasrat dan kewajiban yang tidak

terungkap. Banyak diantara dorongan dan fikiran ini yang bersifat seksual atau agresif. Kita tidak menyadarinya seiring dengan tenggelamnya kita dalam kehidupan sehari-hari, meskipun berbagai dorongan ini dapat muncul dalam mimpi, kesalahan ucap, ketidak sengajaan yang tampak, bahkan gurawan.

(8)

ketiga system kepribadian ini satu sama lain berkaitan serta membentuk suatu totalitas. Id adalah system kepribadian yang paling dasar, system yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Seperti manusia

membayangkan (mengkhayalkan) makanan saat lapar. Ego adalah system kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip

kenyataan, menurut Freud ego terbentuk pada struktur kepribadian

individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Superego adalah system kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluative. Menurut Freud, superego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figure yang berperan, berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua atau guru. Adapun fungsi utama dari superego adalah: (a) sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; (b) mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai

dengan moral ketimbang dengan kenyataan; dan (c) mendorong individu kepada kesempurnaan.

Contoh:

Kasus IRJEN. Joko Susilo menggelapkan dana dari simulator SIM dan mendapatkan keuntungan yang menakjubkan.

Dari contoh diatas bisa dianalisis dengan teori psikoanalisa yaitu:

Id: Dorongan nafsu dari Irjen Joko Susilo dengan menggelapkan uang dari simulator untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya agar dia lebih

sejahtera menurut pandangannya.

Superego: Joko Susilo memikirkan norma yang akan dia terima ketika keinginan dalam id itu diwujudkan nyata. Dan dia memikirkan hukuman apa yang akan dia terima ketika menggelapkan uang tersebut. Missal, Penjara. Dan dia berfikir mengenai status dia sebagai penegak hukum, yang seharusnya melayani masyarakat dan menegakkan hukum.

(9)

(http://marianofaola.wordpress.com/2014/03/12/beda-fisik-dan-psikologis/) Email (http://books.google.co.id/books?

id=UgRK0UM3d00C&pg=PA33&lpg=PA33&dq=perilaku+dalam+perspekti

f+dalam+psikoanalisa&source=bl&ots=tBWpOmVBhL&sig=D-nu9i0N7VK20WF53M3A151tSFU&hl=id&sa=X&ei=EKQyVJfqCcePuASt2ICIB g#v=onepage&q=perilaku%20dalam%20perspektif%20dalam

%20psikoanalisa&f=false)

Teori Belajar Behavioristik dan Penerapannya dalam Pembelajaran

A. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik

Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive

reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.

(10)

Reinforcement;(3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).

Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik.

a.1 Teori Belajar Menurut Thorndike

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat

mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).

Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon. a.2 Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui

adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. a.3 Teori Belajar Menurut Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat

(11)

menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull

mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

a.4 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

a.5 Tori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui

interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak

(12)

yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya

mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami

hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya

masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

B. Analisis Tentang Teori Behavioristik

Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997)

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.

Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang

berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.

Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu

menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.

(13)

behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut. Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan teori behavioristik.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.

Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:

1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.

2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.

3) Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain

(meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.

Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan

kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk

(14)

reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

D. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah

pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan

menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori

behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada

penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,

karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah

(15)

Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari

pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam

menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan

pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa (Degeng, 2006).

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada

penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.

Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan

(16)

menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.

Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan

pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran

tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan

berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur

dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur

pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang

(17)

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka. Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah

terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan

pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada

penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.

Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan

penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar

menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar

(18)

Pengembangan Perilaku Perspektif Teori belajar Behavioristik

Prosedur-prosedur pengembangan tingkah laku baru

Di samping penggunaan reinforcement untuk memperkuat tingkah laku, ada dua metode lain yang penting untuk mengembangkan pola tingkah laku baru yakni shaping dan modelling.

Shaping

Kebanyakan yang diajarkan di sekolah adalah urutan tingkah laku yang kompleks, bukan hanya “simple response”. Tingkah laku yang kompleks ini dapat diajarkan melalui proses “shaping” atau “suc¬cessive

approximations” (menguatkan komponen-komponen respon final dalam usaha mengarahkan subyek kepada respon final tersebut), beberapa tingkah laku yang mendekati respon tersekolahnal. Bila guru membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan memberikan reinforcement pada langkah-langkah menuju keberhasilan, maka guru itu menggunakan

teknik yang disebut shaping. Reinforcement dan extinction merupakan alat agar terbentuknya tingkah laku operant baru.

Frazier dalam (Sri Esti,2006: 139) menyampaikan penggunaan shaping untuk memperbaiki tingkah laku belajar. Ia mengemukakan lima langkah perbaikan tingkah laku belajar murid antara lain:

• Datang di kelas pada waktunya.

• Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru. • Menunjukkan hasil-hasil tes dengan baik.

• Mengerjakan pokerjaan rumah. • Penyempurnaan.

(19)

Modelling.

Modelling adalah suatu bentuk belajar yang dapat diterangkan secara tepat oleh classical conditioning maupun oleh operant conditioning. Dalam modelling, seorang individu belajar menyaksikan tingkah laku orang lain sebagai model. Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari melalui modeling atau isekolahtasi, sehingga kadang-kadang disebut belajar dengan pengajaran langsung. Pola bahasa, gaya pakaian, dan musik dipelajari dengan mengamati tingkah laku orang lain. Modelling dapat terjadi, baik dengan “direct reinforcement” maupun dengan

“vicarious reinforcement”. Sekolahsalnya, seseorang yang menjadi idola kita menawarkan produk tertentu di layar TV. Kita akan merasa senang jika bisa memakai produk serupa.

Sangat mungkin kita belajar meniru karena di-reinforced untuk

melakukannya. Hampir sebagian besar anak mempunyai pengalaman belajar pertama termasuk reinforcement langsung dengan meniru model (orang tuanya). Hal yang biasa jika kita mendengar bahwa anak kita dengan bangga mengatakan, bahwa dia telah mengerjakan sebagaimana yang telah dikerjakan orang tuanya.

Modelling juga dapat dipakai untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan akadesekolahs dan motorik.

Clarizio (1981) memberi contoh bagus tentang bagaimana guru

menggunakan modelling untuk mengembangkan sekolahnat murid-murid terhadap literatur bahasa Inggris. la memberi contoh membaca buku bahasa Inggris kadang-kadang tertawa terbahak-bahak, tersenyum, mengerutkan dahi dan sebagainya, untuk membangkitkan sekolahnat anak terhadap buku itu.

Modelling bisa diterapkan di SEKOLAH dengan mengambil guru maupun orang lain atau anak lain yang sebaya sebagai model dari suatu tingkah laku, mungkin pelajaran akidah akhlak, Qur’an Hadits, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan lain-lain. Berkaitan dengan pengajaran keterampilan motorik dan akadesekolahs. Suatu sekolahsal siswa diajak ke suatu

(20)

Prosedur-prosedur Pengendalian atau Perbaikan Tingkah Laku.

Memperkuat Tingkah Laku Bersaing

Dalam usaha merubah tingkah laku yang tak diinginkan diadakan

penguatan tingkah laku yang diinginkan sekolahsalnya dengan kegiatan – kegiatan kerjasama, membaca dan bekerja di satu meja untuk mengatasi kelakuan-kelakuan menentang, melamun, dan hilir mudik.

Sekolahsalnya, sekelompok siswa SEKOLAH memperlihatkan tingkah laku yang tidak diinginkan, yaitu menarik rambut, mengabaikan perintah guru, berkelahi, berjalan sekeliling kelas. Sesudah menerapkan aturan-aturan kelas kepada siswa, guru melupakan atau mengabaikan tingkah laku siswa yang mengacau dan memuji tingkah laku siswa yang memberi kesempatan guru untuk mengajar. Dalam beberapa waktu, social reinforcement untuk tingkah laku yang tepat mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan.

Ekstingsi

Ekstingsi ialah proses di mana suatu operant yang telah terbentuk tidak mendapat reinforcement lagi. Ekstingsi dilakukan dengan

membuat/meniadakan peristiwa-peristiwa penguat tingkah laku. Ekstingsi dapat dipakai bersama-sama dengan metode lain seperti “modelling dan social reinforcement”. Sekolahsalnya, Ana salah seorang siswi kelas tiga SEKOLAH selalu mengacungkan tangan ketika guru mesekolahnta para siswa untuk menjawab pertanyaan. Tetapi guru tidak memberikan

perhatian pada Ana yang ingin menjawab pertanyaan gurunya tersebut. Suatu ketika Ana tidak mau lagi mengacungkan tangan ketika guru

mesekolahnta para siswa untuk menjawab pertanyannya meskipun ia bisa menjawabnya.

(21)

Ekstingsi berlangsung terutama jika reinforcement adalah per¬hatian. Apabila murid memperhatikan ke sana ke mari, maka perubahan interaksi guru murid akan menghentikan tingkah laku murid tersebut.

Satiasi

Satiasi adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah atau jera. Contoh: seorang ayah yang memergoki anak kecilnya merokok menyuruh anak merokok sampai habis satu pak sehingga anak itu bosan.

Krumboltz dan Krumboltz (1972) menyatakan jika tingkah laku yang diulang berbeda dengan tingkah laku yang tidak diinginkan maka satiasi tidak tepat. Yang tepat adalah menerapkan metode disiplin seperti

menulis 100 kali. Guru sebaiknya mencoba memperkuat tingkah laku yang tepat untuk menggantikan tingkah laku yang tidak diinginkan.

Perubahan Lingkungan Stimuli

Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi stimuli yang mempengaruhi tingkah laku itu. Jika murid terganggu oleh suara gaduh di luar kelas, ketukan jendela dapat menghentikan gangguan itu. Jika suatu tugas yang sulit mengecewakan murid, maka guru dapat mengganti dengan tugas yang kurang begitu sulit. Jika di kelas ada dua orang murid yang termenung saja, guru dapat menghampiri atau duduk di dekat mereka.¬

Hukuman

Untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman hendaknya dite¬rapkan di kelas dengan bijaksana. Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan

reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan murid, sedangkan reward menunjukkan apa yang mesti di¬lakukan oleh murid.

Bukti menunjukkan, bahwa hukuman atas kelakuan murid yang tak pantas lebih efektif daripada tidak menghukum.

(22)

• Pemberian stimulus derita, sekolahsalnya: bentakan, cemoohan, atau ancaman.

• Pembatalan perlakuan positif, sekolahsalnya: mengambil kembali suatu mainan atau mencegah anak untuk bermain-main bersama

teman-temannya.

Harus kita ingat dalam memberikan hukuman, bahwa hukuman sering tidak disetujui oleh kelompok teman sebaya. Sia-sialah guru menghukum seorang anak jika teman–temannya kelihatan tidak setuju terhadap

hukuman itu. Hukuman hendaknya dilaksanakan Iangsung, secara kalem, diser¬tai reinforcement dan konsisten.

Langkah-langkah Dasar Modifikasi Tingkah Laku

Berikut ini adalah langkah-langkah bagi guru SEKOLAH dalam

mengadakan analisa dan modifikasi tingkah laku pada peserta didik:

Mendefinisikan dan menyatakan secara operasional tingkah laku yang dapat diubah. Contoh, guru mendefinisikan dan menyatakan secara operasional tingkah laku yang akan diubah. Guru menulis tingkah laku khusus pada papan yang ditempelkan di kelas: (a) ”Saya akan tetap di tempat duduk, kecuali diberi izin untuk meninggalkannya” dan (b) ”Saya tidak akan bicara dengan teman dan gaduh selama mengikuti pelajaran.

Melakukan pengamatan terhadap frekuensi tingkah laku yang perlu diubah. Sekolahsalnya, berapa kali siswa meninggalkan tempat duduk dalam waktu satu jam atau selama pelajaran berlangsung? Guru

kemudian membuat catatan rata-rata pelanggaran dari aturan yang dia buat. Dia mengacak 12 observasi yang dia lakukan selama 5 menit tiap hari dalam beberapa hari. Ditemukan bahwa rata-rata siswa

meninggalkan tempat duduk 12 kali. Bicara dengan teman selama mengikuti pelajaran rata-rata 15 kali dalam satu hari. Dan sebagainya.

(23)

tepat, cobalah periksa untuk menentukan apakah individu dapat

mengatasi hambatan sehingga sampai pada tingkah laku yang diinginkan seperti dengan persekolahntaan verbal atau dengan mengembangkan suatu situasi di mana tingkah laku yang kita inginkan itu barangkali terjadi. Contoh, “marilah anak-anak kita bersihkan masjid agar bisa kita pakai untuk sholat berjamaah.”

Mengidentifikasi “reinforcers” yang potensial. Suatu stimuli tidak diperkuat secara tepat. Selain itu, apakah diperkuat pada suatu waktu tidak akan diperkuat lagi. Contoh, guru menciptakan ‘menu’ dari

reinforcement dengan mesekolahnta siswa untuk mengisi suatu survey reinforcement. Angket ini menanyakan tentang kegiatan yang mereka lakukan di kelas, makanan cesekolahlan yang mereka sukai, barang-barang yang mereka sukai, dan lain-lain.

Memperkuat tingkah laku yang diinginkan, dan jika perlu menggunakan prosedur-prosedur untuk memperlemah tingkah laku yang tidak pantas. Sekolahsalnya, guru memberi system token kepada kelas. Ia menjelaskan bagaimana setiap siswa akan mendapatkan angka setiap kali guru

‘menangkap’ siswa mengikuti aturan kelas. Angka ini dicatat oleh guru pada kartu identitas dan kemudian akan dibagikan pada hari tertentu.

Menyusun rekaman/ catatan tingkah laku yang diperkuat untuk

menentukan kekuatan-kekuatan atau frekuensi respon telah bertambah. Dengan membandingkan kemajuan pada waktu perlakuan (treatment) atau pada waktu belajar pada awal atau pada pertengahan belajar, kita akan tahu apakah kemungkinan reinforcement akan mempunyai dampak pada modifikasi tingkah laku. Jika reinforcement tidak berpengaruh pada tingkah laku, kita kemudian harus menentukan mengapa hal itu terjadi kemudian membuat penyesuaian. Sekolahsalnya, guru berusaha

mesekolahnimalisir tingkah laku siswa yang tidak diinginkan agar pada gilirannya tingkah laku tersebut tidak muncul sama sekali.

(24)

Pengajaran terprogram menerapkan prinsip-prinsip “operant conditioning” bagi belajar siswa di sekolah. Pengajaran ini ber¬langsung seperti halnya paket pengajaran diri sendiri yang menyajikan suatu topik yang disusun secara cermat untuk dipelajari dan dikerjakan oleh murid. Tiap-tiap pekerjaan murid langsung diberi “feedback”. Program dapat tertuang dalam buku-buku, mesin-mesin meng¬ajar, atau komputer (Computer Asisten Instruction).

Pengajaran terprogram berusaha memajukan belajar dengan: • Memerinci bahan pelajaran menjadi unit-unit kecil.

• Memaksa murid mereaksi unit-unit kecil itu.

• Memberitahukan hasil belajar secara langsung, dan • Memberi kesempatan untuk bekerja sendiri.

Ada bermacam-macarn pengajaran terprogram, antara lain:

• Program linear: program ini dikembangkan oleh Skinner. Penyusun Program menentukan urut-urutan kegiatan murid untuk menyelesai¬kan program. Tiap bagian program berisi perincian kecil pengetahuan.

• Program intrinsik atau “branching program”: Program ini

dikem¬bangkan oleh Croder. Dalam program ini respon-respon murid menentukan rute atau arah kegiatan murid-murid menentukan rute atau arah kegiatan murid itu. Rute-rute alternatif disebut “branches” yang merupakan prediktor-prediktor permasalahan yang akan mem¬perbaiki respon murid, Crowder menggunakan peryataan-per¬nyataan pilihan ganda.

Dalam pengajaran terprogram ada tiga kelakuan pokok murid dalam belajar, yaitu review, under-lining, dan note taking. Beberapa kriteria terhadap metode peng¬ajaran terprogram, antara lain : kurang

mengembangkan kreatifitas, kurang memberi pengalaman humanisasi, kurang memberi kesempatan untuk merespon dengan berbagai aktivitas.

(25)

Prinsip-prinsip pengajaran terprogram telah diterapkan dalam program-program pengajaran individual. Program pengajaran individ¬ual telah dikembangkan pada beberapa lembaga pendidikan seperti:

• Program for learning in Accordance With Needs (PLAN), pada Westinghouse Corporation.

• Individually Guide Education (IGE), pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Belajar Kognitif Universitas Pittsburgh.

Program pengajaran individual disusun dalam bentuk unit-unit belajar-mengajar dengan rumusan tujuan, bahan pelajaran, dan cara-cara untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Tiap-tiap unit belajar mengajar dimulai dengan tujuan belajar yang akan dicapai oleh murid, baru kemudian aktivitas belajarnya. Aktivitas belajar terdiri atas bahan-bahan pelajaran, pertanyaan tes, dan pertanyaan-pertanyaan diskusi. Jika murid dapat menyelesaikan tes-tes dengan baik, ia melanjutkan belajar pada unit-unit berikutnya. Jika ia gagal, ia

hendaknya berkonsultasi dengan guru.

Bagi siswa SEKOLAH, sistem ini dipakai untuk memantau kemajuan dan performance siswa dengan selalu didampingi oleh guru terutama bagi kelas rendah di SEKOLAH. Dengan menentukan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, serta Indikator siswa diarahkan dalam kegiatan belajar atau les baik privat maupun non privat. Dalam hal ini, bisa dicontohkan homeschooling seperti marak disekolahnati masyarakat saat ini.

Analisa Tugas

Komponen-komponen pengajaran yang penting menurut pandangan behaviorisme adalah kebutuhan akan:

• Perumusan tugas atau tujuan belajar secara behavioral. • Membagi “task” menjadi “subtasks”.

• Menentukan hubungan dan aturan logis antara “subtasks”.

(26)

• Memberi “feedback” pada setiap penyelesaian “subtasks” atau tujuan-tujuan tiap kompetensi dasar.

Salah satu fungsi guru yang terpenting setelah ia menen¬tukan tujuan ialah menganalisa tugas. Analisa tugas akan membantu guru dalam membimbing belajar murid. Bagi penyusun program, analisa tugas

membantu menentukan susunan bahan pelajaran dalam mesin mengajar. Perencanaan kurikulum dapat mengatur urutan unit-unit belajar.

Share this:

(27)

Teori Belajar Behavioristik, Kognitif, dan Humanistik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya penerimaanya. Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa. Belajar

merupakan suatu proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui situasi yang ada pada siswa.[1] Oleh karena itu, dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori belajar. Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan

penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.[2]

Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Di dalam masa perkembangan psikologi pendidikan ini muncullah secara beruntun beberapa aliran pasikologi pendidikan, masing-masing yaitu:

- Psikologi behavioristik; - Psikologi kognitif; dan - Psikologi humanistik.

Ketiga aliran psikologi pendidikan di atas tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari periode ke periode berikutnya. Dalam setiap periode

perkembangan aliran psikologi tersebut bermunculan teori-teori tentang belajar, yaitu:

(28)

- Teori belajar humanistik.[3]

Oleh sebab itu, kami akan membahas lebih lanjut tentang teori-teori belajar yang telah tersebut di atas pada pembahasan makalah ini.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah itu teori belajar behavioristik? 2. Apakah itu teori belajar kognitif? 3. Apakah itu teori belajar humanistik?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu teori belajar behavioristik. 2. Untuk mengetahui apa itu teori belajar kognitif. 3. Untuk mengetahui apa itu teori belajar humanistik.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Psikologi Behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman.[4] Teori behavioristik menjadi dominan mewarnai pemikiran selama tahun 1950-an. Berdasarkan hasil karya para ahli dan pemikir seperti John B. Watson, Ivan Pavlov, dan B.F. Skinner. Para psikolog behavioristik juga sering disebut “contemporary behaviorists” atau juga disebut “S-R psychologists”. Teori behavioristik berpendapat bahwa

semua perilaku dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lingkungan, bukan oleh kekuatan internal. Behavioristik berfokus pada perilaku yang dapat

(29)

Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar.[6]

Terdapat tiga macam teori behavioristik, yakni: connectionism

(koneksionisme), classical conditioning (pembiasaan klasik), dan operant conditioning (pembiasaan perilaku respons).[7]

1. Koneksionisme

Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an yang menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Berdasarkan eksperimennya, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons. Itulah sebabnya,

koneksionisme juga disebut “S-R Nond Theory” dan “S-R Psychology of Learning”. Di samping itu, teori ini juga terkenal dengan sebutan “Trial and Error Leraning”. Istilah ini menunjuk pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan.

Dari penelitiannya itu, Thorndike menemukan hukum-hukum sebagai berikut:

(1) Law of effect yaitu jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dengan respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (menggangu) efek yang dicapai respons, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respons tersebut.

(2) Law of readiness (hukum kesiapsiagaan) pada prinsipnya hanya merupakan asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan conductions unit (satuan perantaraan). Unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Jelas, hukum ini semata-mata bersifat

spekulatif yang menurut Reber (1988), hanya bersifat historis.

(30)

2. Pembiasaan Klasik

Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang

berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936), seorang ilmuwan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah Nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflek tersebut (Terrace, 1973).

Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan-hubungan antara conditioned stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan Unconditioned-response (UCR). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang dipelajari, sedangkan respons yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respons yang tidak dipelajari, dan respons yang tidak dipelajari itu disebut UCR.

Berdasarkan eksperimen Pavlov menyimpulakan bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki yang dalam hal ini CR.[9]

3. Pembiasaan Perilaku Respons

Teori pembiasaan perilaku respons (operant conditioning) ini diciptakan oleh Burrhus Frederic Skinner (lahir tahun 1904). Tema pokok yang

mempengaruhi karya-karyanya adalah bahwa tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri (Bruno, 1987).

“Operant” adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat (Rober, 1988). Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforce. Reinforce sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kamungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu.

Dalam eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang

(31)

satisfaction/kepuasan, sedangkan menurut Skinner fenomena tersebut melibatkan reinforcement/penguatan.

Selanjutnya, proses belajar dalam teori operant conditioning juga tunduk kepada dua hukum operant yang berbeda, yakni: law of operant

conditioning dan law of operant extinction. Menutut law of operant

conditioning, jika timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat.

Sebaliknya, menurut law of operant extinction, jika timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan musnah (Hintzman, 1987). Hukum-hukum ini pada dasarnya sama saja dengan hukum-hukum yang melekat dalam proses belajar menurut teori pembiasaan yang klasik.[10]

Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus. Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi

terhadap stimulus, guru tak mungkin dapat membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Guru berperan penting di dalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.[11]

Teori-teori belajar hasil eksperimen Thorndike, Skinner, dan Pavlov di atas, jika renungkan dan bandingkan dengan teori dan juga riset psikologi kognitif, mengandung banyak kelemahan, diantaranya:

a. Proses itu dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya;

b. Proses belajar itu bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki self-direction (kemampuan mengarahkan diri) dan self control (pengendalian diri) yang bersifat kognitif, dan karenannya ia bisa menolak merespons jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati; c. Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dengan hewan.[12]

B. Teori Belajar Psikologi Kognitif

(32)

belajar. Bidang psikologi kognitif sangat luas, tetapi umumnya dimulai dengan melihat bagaimana masukan sensori berubah menjadi keyakinan dan tindakan melalui proses kognisi.

Istilah psikologi kognitif diciptakan oleh Ulric Neisser tahun 1967 dalam sebuah bukunya yang berjudul Cognitive Psychology. Psikologi kognitif mengakui otak menjalankan fungsi utama, yaitu berpikir. Otak adalah sistem fisik murni yang bekerja (meskipun kompleks) dalam batas-batas hukum alam dan kekuatan sebab dan akibat. Pandangan ini disebut fungsionalisme kausal atau fungsionalisme.[13]

1. Teori Belajar Piaget

Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir pada anak.

Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:

a. Tahap Sensori Motor (dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun) Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit

memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau

memegang, mengecap, mencium dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.

(33)

c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)

Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu

menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.

d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun) Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir

mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.[14]

2. Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya

Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui

contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive, iconic dan simbolic. Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget.

Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek, melakukan pengetahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.

(34)

menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.

Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.

Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity (keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman. 2. Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.

3. Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.

4. Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.

5. Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.

3. Teori Belajar Bermakna Ausubel

Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna. Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar

menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.

(35)

mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada. Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat

mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan

mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.

Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan

pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :

a. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.

b. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya.

Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.

Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan

(36)

4. Teori Belajar “Cognitive-Field” dari Lewin

Tokoh dari teori kognitif adalah Kurt Lewin (1892-1947). Mengembangkan suatu teori belajar kognitif-field dengan menaruh perhatian kepada

kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencankup perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ; orang – orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang ia miliki.

Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada motivasi dari reward.[16]

C. Teori Belajar Humanistik

Aliran psikologi humanistik sangat terkenal dengan konsepsi bahwa esensinya manusia itu baik menjadi dasar keyakinan dan mengajari sisi kemanusiaan. Psikologi humanistik utamanya didasari atas atau

merupakan realisasi dari psikologi eksistensial dan pemahaman akan keberadaan dan tanggung jawab sosial seseorang. Dua psikolog yang ternama, Carl Rogers dan Abraham Maslow, memulai gerakan psikologi humanistik perspektif baru mengenai pemahaman kepribadian seseorang dan meningkatkan kepuasan hidup mereka secara keseluruhan.

Psikologi humanistik adalah perspektif psikologis yang menekankan studi tentang seseorang secara utuh. Psikolog humanistik melihat perilaku manusia tidak hanya melalui penglihatan pengamat, malainkan juga melalui pengamatan atas perilaku individu mengintegral dengan perasaan batin dan citra dirinya.

Studi psikologi humanistik melihat manusia, pemahaman, dan

(37)

Aliran ini menekankan pada pilihan kesadaran, respon terhadap

kebutuhan internal, dan keadaan saat ini yang menjadi sangat penting dalam membentuk perilaku manusia.

Pendekatan pengajaran humanistik didasarkan pada premis bahwa siswa telah memiliki kebutuhan untuk menjadi orang dewasa yang mampu mengaktualisasi diri, sebuah istilah yang digunakan oleh Maslow (1954). Aktualisasi diri orang dewasa yang mandiri, percaya diri, realistis tentang tujuan dirinya, dan fleksibel. Mereka mampu menerima dirinya sendiri, perasaan mereka, dan lain-lain di sekitarnya. Untuk menjadi dewasa dengan aktualisasi dirinya, siswa perlu ruang kelas yang bebas yang memungkinkan mereka menjadi kreatif.

Tujuan dasar pendidikan humanistik adalah mendorong siswa menjadi mandiri dan independen, mengambil tanggung jawab untuk

pembelajaran mereka, menjadi kreatif dan tertarik dengan seni, dan menjadi ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka. Sejalan dengan itu, prinsip-prinsip pendidikan humanistik disajikan sebagai berikut.

a. Siswa harus dapat memilih apa yang mereka ingin pelajari. Guru humanistik percaya bahwa siswa akan termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar jika terkait dengan kebutuhan dan keinginannya.

b. Tujuan pendidikan harus mendorong keinginan siswa untuk belajar dan mengajar mereka tentang cara belajar. Siswa harus memotivasi dan merangsang diri pribadi untuk belajar sendiri.

c. Pendidik humanistik percaya bahwa nilai tidak relavan dan hanya evaluasi diri (selfevaluation) yang bermakna. Pemeringkatan mendorong siswa belajar untuk mencapai tingkat tertentu, bukan untuk kepuasan pribadi. Selain itu, pendidik humanistik menentang tes objektif, karena mereka menguji kemampuan siswa untuk menghafal dan tidak

memberikan umpan balik pendidikan yang cukup kepada guru dan siswa. d. Pendidik humanistik percaya bahwa, baik perasaan maupun

pengetahuan, sangat penting dalam proses belajar dan tidak memisahkan domain kognitif dan afektif.

(38)
(39)

pengertian emosiiiiiiiii

Dalam kehidupan banyak sekali permasalahan, dalam berita-berita banyak dikabarkan orang masuk bui hanya karena tidak dapat menahan emosi. Pemukulan, adu fisik dan bahkan pembunuhan. Alangkah

sayangnnya permasalah itu timbul hanya karena masalah sepele dan emosi yang meluap-luap.

Beberapa kejadian buruk diakibatkan karena emosi, sungguhnya emosi sendiri itu apa? banyak pakar psikologi yang meguraikan emosi itu seperti apa, yaitu :

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti

meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995)

Pengertian Emosi

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta).

Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :

(40)

b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa

c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri

d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga

e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, dan kemesraan

f. Terkejut : terkesiap, terkejut

g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka h. malu : malu hati, kesal

Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut

Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada.

Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. T

etapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002 : xvi).

Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 65) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat

keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.

(41)

Read more: Pengertian Emosi BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan

penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.

Pembahasan tentang teori belajar yang telah dipaparkan di atas,

memberikan pandangan untuk dapat memberikan kesimpulan tentang poin – poin yang telah dibahas antara lain: belajar sebagai kegiatan siswa jika dipandang dari teori-teori tersebut adalah perubahan tingkah laku (behavioristik), untuk mempelajari proses mental, bagaimana cara berfikir, mengingat, merasakan dan belajar (kognitif), dan studi tentang melihat manusia secara utuh, tidak hanya melalui penglihatan pengamat tetapi juga pengamatan atas perilaku individu, mengintegralkan dengan perasaan batin dan citra rasa (humanistik).

Dari ketiga teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran perlu diterapkannya beberapa teori agar dengan

pembelajaran tersebut dapat tercapainya proses belajar yang diharapkan. Dari ketiga teori tersebut jika digabungkan maka sesuai dengan apa yang sampaikan oleh UNISCO bahwa untuk meningkatkan atau memajukan manusia harus dengan sistem pendidikan yang mengacu pada, belajar bekerja (learning to do), belajar mengetahui (learning to know), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup bersama (learning to live together).

Saran

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya prinsip pengelolaan tata ruang kantor dan juga adanya pandangan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang kantor maka,

‘ Arahan Perbendahaaran | Para 18 PP Bil.. Pegawai Pemeriksa ialah Pegawai bertanggungjawab untuk membuat pemeriksaan dan membuat kemaskini laporan pemeriksaan. Ia terdiri

Gambar 13 menunjukkan grafik hasil pengukuran terhadap jarak lift-up dengan pengaruh dari medan magnet pada laju aliran udara 935 cc/min dimana fenomena

Pemerintah sebetulnya bukan tidak memahami penderitaan dan tekanan kemiskinan yang dialami masyarakat desa pesisir khususnya para nelayan, salah satu program pembangunan

Cakupan pelayanan kesehatan anak balita Provinsi Papua Barat (Laporan B12 tahun 2013) sebesar 53,64% yang berarti belum mencapai target renstra 2013 yang sebesar 83%. Tertinggi

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapang serta penyusunan

yang direfleksikan dalam strategi, kebijakan, dan berbagai praktek perusahaan secara keseluruhan; dan (2) membuat suatu hubungan langsung antara aset intelektual

Dalam prosedur pengelolaan Premi AJISAKA pada Bringin Life Bandung upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut dengan cara perusahaan menghubungi nasabah yang