• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyimpangan Sosial Pedagang Kaki Lima d

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penyimpangan Sosial Pedagang Kaki Lima d"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENYIMPANGAN SOSIAL

PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA

MALANG

Yang dibina Oleh Bapak Panjilmo Putro S.pd M.si

Oleh:

Alfi Naba

NIS/NA: 5839 / 02

Kelas: X MIA 2 / X SOS 1

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur saya hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang pada kesempatan ini saya diijinkan untuk menulis artikel yang berjudul “Penyimpangan Sosial Pedagang Kaki

Lima di Kota Malang”

Ucapan terimakasih juga tidak lupa saya sampaikan kepada orang orang yang sudah

memfasilitasi saya untuk mengerjakan sebuah artikel ini sehingga saya mampu

menyelesaikannya dengan baik. Tidak lupa juga terima kasih juga saya sampaikan kepada

guuru yang sudah membimbing saya dengan ilmu ilmu yang diterangkannya selama pelajaran

lintas minat sosiologi, Bapak Panjilmo Putro.

Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi pembaca, dan saya menyadari bahwa arikel

yang saya buat ini masih belum sempurna oleh karna itu saya meminta kepada pembaca

untuk memberikan krtik dan sarannya yang bersifat membangun demi perbaikan kearah yang

sempurna. Akhir kata saya sampaikan terimakasih.

Malang, 29 Oktober 2014

(3)

Daftar Isi

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 1

1.2.1 Pengertian dari “Pedagang Kaki Lima” 1.2.2 Apa penyebab dari Pedagang Kaki Lima yang berjualan di sembarang tempat? 1.2.3 Apa dampak dari Pedagang Kaki Lima yang berjualan di sembarang tempat? 1.2.4 Bagaimana solusinya agar PKL tidak berjualan di sembarang tempat lagi? 1.3 Tujuan ... 1

1.4 Manfaat ... 1

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Sosiologi ... 2

2.2 Teori “ Pedagang Kaki Lima ” ... 4

BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Pengertian ... 5

3.2 Penyebab PKL yang berjualan di sembarang tempat ... 5

3.3 Pengaruh PKL yang berjualan di sembarang tempat ... 6

3.4 Solusi untuk PKL tidak lagi berjualan di sembarang tempat ... 8

(4)

3.6 Hasil Dokumentasi Wawancara ... 10

3.7 Profil Narasumber ... 11

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan ... 12

4.2 Saran ... 12

(5)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Ketidakseimbangan pembangunan desa dan kota menarik masyarakat desa untuk melakukan

urbanisasi ke wilayah per kota an. Hal ini menyebabkan jumlah angkatan kerja lebih banya

daripada jumlah ketersediaannya lapangan pekerjaan. Dalam situasi ini banyak pencari

pekerjaan lari kebidang wirausahaan salah satunya menjadi Pedagang Kaki Lima.

Saat ini di Kota Malang, banyak masyarakatnya yang memilih pekerjaannya sebagai

pedagang kaki lima. Sering kali Kota Malang mendapat masalah tentang Pedagang Kaki

Lima. Masalah tersebut salah satunya adalah Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di

sembarang tempat. Hal itu akan bisa menjadi dampak negatif bagi masyarakat sekitar dan

tatanan kota.

Jika pemerintah tidak cepat membuat solusi untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) ini, tatanan

kota yang indah menjadi terlihat kumuh.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Pengertian dari “Pedagang Kaki Lima”

1.2.2 Apa penyebab dari Pedagang Kaki Lima yang berjualan di sembarang tempat?

1.2.3 Apa dampak dari Pedagang Kaki Lima yang berjualan di sembarang tempat?

1.2.4 Bagaimana solusinya agar Pedagang Kaki Lima tidak berjualan di sembarang

tempat lagi?

1.3TUJUAN

Tujuan pembuatan artikel ini mengidentifikasi penyimpangan sosial yang disebabkan oleh

Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Malang.

1.4MANFAAT

Agar pembaca mengetahui penyimpangan sosial apa saja yang dilakukan oleh Pedagang Kaki

(6)

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1TEORI SOSIOLOGI

Penyimpangan sosial adalah bentuk perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang tidak sesuai

dengan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Penyimpangan sosial dapat

terjadi dimanapun dan dilakukan oleh siapapun. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar

atau kecil, dalam skala luas atau sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan

kehidupan dalam masyarakat.

Berikut teori penyimpangan sosial menurut para ahli:

James Vander Zander

Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan di luar batas

batas toleransi oleh sejumlah besar orang.

Robert M. Z. Lawang

Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma norma yang

berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang

dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut.

Bruce J. Cohen

Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang berhasil menyesuaikan diri dengan

kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.

Paul B. Horton

Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap

norma-norma kelompok atau masyarakat.

(7)

1. Berdasarkan sifatnya

Penyimpangan Bersifat Positif

Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan sosial yang mempunyai dampak positif

terhadap sistem sosial karena dianggap ideal dalam masyarakat.

Penyimpangan Bersifat Negatif

Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan sosial yang berwujud tindakan ke arah

nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan tercela karena tidak sesuai dengan norma-norma

yang berlaku.

2. Berdasarkan Pelakunya Penyimpangan Individual

Merupakan penyimpangan yang dilakukan oleh individu/personal yang bertentangan dengan

norma yang berlaku.

Penyimpangan Kelompok

Merupakan penyimpangan yang berbentuk tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang

yang tunduk pada norma kelompoknya yang bertentangan dengan norma yang berlaku dalam

mayarakat.

Penyimpangan Campuran

Merupakan penyimpangan yang dilakukan oleh suatu golongan sosial yang memiliki

organisasi yang rapi, sehingga individu ataupun kelompok didalamnya taat dan tunduk

kepada norma golongan dan mengabaikan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Faktor - Faktor Penyebab Penyimpangan Sosial

Faktor internal antara lain intelegensi atau tingkat kecerdasan, usia, jenis kelamin

dan kedudukan seseorang dalam keluarga.

Faktor eksternal antara lain kehidupan rumah tangga atau keluarga, pendidikan di

(8)

2.2 TEORI “PEDAGANG KAKI LIMA”

Pedagang kaki lima ialah orang (pedagang-pedagang) golongan ekonomi lemah, yang

berjualan barang kebutuhan sehari-hari, makanan atau jasa dengan modal yang relatif kecil,

modal sendiri atau modal orang lain, baik berjualan di tempat terlarang ataupun tidak. Istilah

kaki lima diambil dari pengertian tempat di tepi jalan yang lebarnya lima kaki (5 feet).

Tempat ini umumnya terletak ditrotoir, depan toko dan tepi jalan.

Menurut poerwadarminta (2000) Pedagang Kaki Lima atau biasa disingkat dengan kata PKL

adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu

sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang tambah tiga ‘kaki’ gerobak (yang sebenarnya adalah roda gerobak ) PKL memiliki karakteristik pribadi wirausaha, antara lain mampu mencari Dan menangkap

peluang usaha, memiliki keuletan, percaya diri dan kreatif, serta inovatif.

Adapun ciri-ciri pedagang kaki lima ialah :

1. Kegiatan usaha, tidak terorganisir secara baik

2. Tidak memiliki surat izin usaha

3. Tidak teratur dalam kegiatan usaha, baik ditinjau dari tempat usaha maupun jam kerja.

4. Bergerombol di trotoar, atau di tepi-tepi jalan protokol, di pusat-pusat dimana banyak

orang ramai.

5. Menjajakan barang dagangannya sambil berteriak, kadang-kadang berlari mendekati

(9)

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 PENGERTIAN “PEDAGANG KAKI LIMA”

Pedagang Kaki Lima (Sektor Informal) adalah mereka yang melakukan kegiatan usaha

dagang perorangan atau kelompok yang dalam menjalankan usahanya menggunakan

tempat-tempat fasilitas umum, seperti terotoar, pingir-pingir jalan umum, dan lain

sebagainya.Pedagang yang menjalankan kegiatan usahanya dalam jangka tertentu dengan

menggunakan sarana atau perlangkapanyang mudah dipindahkan, dibongkar pasang dan

mempergunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usaha

Definisi pedagang kaki lima juga dituangkan dalam peraturan-peraturan yang terkait

dengannya, antara lain :

a). Mereka yang dalam usahanya mempergunakan bagian jalan/trotoar dan tempat

kepentingan umum yang bukan diperuntukkan tempat usaha, serta tempat lain yang bukan

miliknya (Perda DKI Jakarta No : 5 Tahun 1978).

b). Seseorang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang menempati

tempat-tempat prasarana kota dan fasilitas umum baik yang mendapat izin dari pemerintah daerah

maupun yang mendapat izin pemerintah daerah antara lain badan jalan, trotoar, saluran air,

jalur hijau, taman, bawah jembatan, jembatan penyeberangan (Perda DKI Jakarta No : 8

Tahun 2007).

3.2 PENYEBAB PEDAGANG KAKI LIMA BISA MUNCUL

1. Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia berdampak pada banyak perusahaan tidak

beroperasi lagi seperti sedia kala oleh karena ketidakmampuan perusahaan menutupi biaya

operasionalnya sehingga timbul kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini juga

memberi kontribusi terhadap peningkatan jumlah pengangguran yang umumnya bermukim di

wilayah perkotaan. Demi mempertahankan hidup, orang-orang yang tidak tertampung dalam

sektor formal maupun yang terkena dampak PHK tersebut kemudian masuk ke dalam sektor

(10)

2. Perencanaan ruang tata kota yang hanya terfokus pada ruang-ruang formal saja yang

menampung kegiatan formal. Seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan ruang-ruang

fomal kota tersebut mendorong munculnya kegiatan informal kota salah satunya di sektor

perdagangan, yaitu Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai kegiatan pendukung (activity

support).

3. Pertumbuhan penduduk kota yang sangat cepat di Indonesia lebih banyak disebabkan

adanya arus urbanisasi dan pembengkakan kota. Keadaan semacam ini menyebabkan

kebutuhan lapangan kerja di perkotaan semakin tinggi. Seiring dengan hal tersebut, ternyata

sektor formal tidak mampu menyerap seluruh pertambahan angkatan kerja. Akibatnya terjadi

kelebihan tenaga kerja yang tidak tertampung, mengalir dan mempercepat tumbuhnya sektor

informal. Salah satu bentuk perdagangan informal yang penting adalah Pedagang Kaki Lima

3.3 DAMPAK-DAMPAK DARI PEDAGANG KAKI LIMA

Ditinjau dari sisi positifnya, sektor informal Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan sabuk

penyelamat yang menampung kelebihan tenaga kerja yang tidak tertampung dalam sektor

formal (Usman, 2006:50), sehingga dapat mengurangi angka pengangguran. Kehadiran PKL

di ruang kota juga dapat meningkatkan vitalitas bagi kawasan yang ditempatinya serta

berperan sebagai penghubung kegiatan antara fungsi pelayanan kota yang satu dengan yang

lainnya. Selain itu, PKL juga memberikan pelayanan kepada masyarakat yang beraktivitas di

sekitar lokasi PKL, sehingga mereka mendapat pelayanan yang mudah dan cepat untuk

mendapatkan barang yang mereka butuhkan

Pada umumnya barang-barang yang diusahakan PKL memiliki harga yang relatif terjangkau

oleh pembelinya, dimana pembeli utamanya adalah masyarakat menengah kebawah yang

memiliki daya beli yang rendah. Keberadaan PKL bisa menjadi potensi pariwisata yang

cukup menjanjikan, sehingga keberadaan PKL banyak menjamur di sudut-sudut kota.

Dampak positif lainnya terlihat pula dari segi sosial dan ekonomi, karena sektor informal

memiliki karakteristik efesien dan ekonomis. Hal tersebut menurut Sethurahman selaku

koordinator penelitian sektor informal yang dilakukan ILO di 8 negara berkembang, karena

kemampuan menciptakan surplus bagi investasi dan dapat membantu meningkatkan

(11)

Hal ini dikarenakan usaha-usaha sektor informal bersifat subsisten dn modal yang digunakan

kebanyakan berasal dari usaha sendiri. Modal ini sama sekali tidak menghabiskan sumber

daya ekonomi yang besar.Sisi Negatif, karakteristik PKL yang menggunakan ruang untuk

kepentingan umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar untuk melakukan aktivitasnya yang

mengakibatkan tidak berfungsinya sarana-sarana kepentingan umum. Tidak tertampungnya

kegiatan PKL di ruang perkotaan, menyebabkan pola dan struktur kota moderen dan

tradisional berbaur menjadi satu sehingga menimbulkan suatu tampilan yang kontras.

Bangunan moderen nan megah berdampingan dengan bangunan sederhana bahkan cenderung

kumuh. Perlu adanya upaya yang terpadu dari pihak terkait untuk menertibkan Pedagang

Kaki Lima ini sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi ruang publik sesuai

peruntukkannya.

Hal tersebut berakibatkan penurunan kualitas ruang kota ditunjukkan oleh semakin tidak

terkendalinya perkembangan PKL sehingga seolah-olah smua lahan kosong yang strategis

maupun tempat-tempat yang strategis merupakan hak PKL. Pkl mengambil ruang

dimana-mana tidak hanya ruang kosong atau terabaikan , tetapi juga pada ruang yang jelas

peruntukkannya secara formal. PKL secara ilegal berjualan hampir di seleruh jalur

pedestrian, ruang terbuka, jalur hijau dan ruang kota lainnya. Alasannya karena

aksesbilitasnya yang tinggi sehingga berpotensi besar untuk mendatangkan konsumen juga.

Akibatnya adalah kaidah-kaidah penataan ruang menjadi mati oleh pelanggaran-pelanggaran

yang terjadi akibat keberadaan PKL tersebut. Keberadaan PKL yang tidak terkendali

mengakibatkan pejalan kaki berdesak-desakkan, sehingga dapat menimbulkan tindak

kriminal (pencopetan). Mengganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya

yang cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan depan toko. Selain itu,

pada beberapa tempat keberadaan PKL mengganggu para pengendara kendaraan bermotor

dan mengganggu kelancaran lalu lintas.

Permasalahan yang terjadi berkaitan dengan penataan atau penertiban PKL adalah

kembalinya PKL yang sudah direlokasi ke tempat semula yang ditertibkan. PKL yang

mendatangi kembali lokasi yang sudah ditertibkan tersebut terdiri dari PKL lama yang dulu

ditertibkan dan PKL baru yang memilih lokasi tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya.

(12)

Fenomena menjamurnya Pedagang Kaki Lima terutama dikota-kota besar terjadi karena :

a. Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia berdampak pada banyak perusahaan

tidak beroperasi lagi seperti sedia kala oleh karena ketidakmampuan perusahaan

menutupi biaya operasionalnya sehingga timbul kebijakan pemutusan hubungan kerja

(PHK). Hal ini juga memberi kontribusi terhadap peningkatan jumlah pengangguran

yang umumnya bermukim di wilayah perkotaan. Demi mempertahankan hidup,

orang-orang yang tidak tertampung dalam sektor formal maupun yang terkena

dampak PHK tersebut kemudian masuk ke dalam sektor salah satunya adalah menjadi

pedagang Kaki Lima .

b. Perencanaan ruang tata kota yang hanya terfokus pada ruang-ruang formal saja yang

menampung kegiatan formal. Seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan

ruang-ruang fomal kota tersebut mendorong munculnya kegiatan informal kota salah

satunya di sektor perdagangan, yaitu Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai kegiatan

pendukung (activity support).

c. Pertumbuhan penduduk kota yang sangat cepat di Indonesia lebih banyak disebabkan

adanya arus urbanisasi dan pembengkakan kota. Keadaan semacam ini menyebabkan

kebutuhan lapangan kerja di perkotaan semakin tinggi. Seiring dengan hal tersebut,

ternyata sektor formal tidak mampu menyerap seluruh pertambahan angkatan

kerja. Akibatnya terjadi kelebihan tenaga kerja yang tidak tertampung, mengalir dan

mempercepat tumbuhnya sektor informal. Salah satu bentuk perdagangan informal

yang penting adalah Pedagang Kaki Lima.

3.4SOLUSI UNTUK PARA PEDAGANG KAKI LIMA

a. Identifikasi dan tujuan yang ingin dicapai

Dalam hal ini identifikasi pada permasalahan PKL dan kepentingan PKL. Dan tujuan

yang ingin dicapai adalah menyelesaikan persoalan PKL

b. Taktik atau strategi dan berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan

Dalam hal ini mengacu pada kesadaran hukum PKL terhadap Perda No.17 Tahun

2003 yang telah dibuat dan diimplementasikan pada mereka. Taktik dan strategi yang

digunakan adalah melalui pemberian penyuluhan yang efektif dan menyeluruh bagi

para PKL.

(13)

Pemberian reward bagi PKL yang dalam pola perilakunya mencerminkan kedisiplinan

terhadap aturan maupun aturan yang berlaku. Dan penunjukkan leader/agent dari

internal kelompok mereka yakni anggota dari paguyuban mereka sendiri yang

dibentuk melalui paguyuban PKL yang ada.

c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dan taktik

maupun strategi di atas.( Harold dalam Wibowo,2004:25)

Dalam penyediaan penyuluhan secara efektif dan menyeluruh, jika pemkot mampu

mengakomodasi seluruh PKL yang ada di Surabaya dengan cara pengidentifikasian

PKL secara legal sehingga seluruh PKL yang ada mendapatkan penyuluhan tersebut.

Dalam pemberian reward disini, diharapkan lebih merangsang PKL untuk lebih

berdisiplin diri dalam proses kegiatannya sehari-hari sehingga tujuan PKL dan tujuan

Pemkot terhadap lingkungan kota dapat terjaga dengan baik.

Dan pemkot juga dapat mengakomodasi komunikatif diantara kedua belah pihak

dengan baik melalui peguyuban-paguyuban yang ada.

Jadi antara hukum dan kebijakan publik adalah pemahaman bahwa pada dasarnya

kebijakan publik umumnya harus didelegasikan dalam bentuk hukum dan pada

dasarnya sebuah hukum adalah hasil dari kebijakan publik.

3.5 HASIL WAWANCARA

Penanya : Menurut anda, apa pendapat anda tentang pedagang kaki lima di Kota

Malang ini?

Narasumber : Menurut saya pedagang kaki lima yang ada di Malang sangatlah

mengganggu aktivitas pengguna jalan, apa lagi jalanan depan pasar. Setiap pagi pasar selalu

ramai dikunjungi oleh orang orang. Otomatis jalan raya depan pasar juga ramai toh? Nah para

pedagang kaki lima ini keberadaanya semkin mempersempit jalan. Sehingga jalanan menjadi

macet.

Penanya : Kira kira, apa solusi untuk para pedagang kaki lima tersebut agar tidak

mengganggu aktivitas pengguna jalan?

(14)

Narasumber : Ya mungkin aparat kepolisisan bisa lebih tegas dan memperketat peraturan ‘PKL tidak boleh berjualan di sembarang tempat’ seperti itu.

Penanya : Jika Pedagang Kaki Lima tersebut masih bandel atau tidak mau

meninggalkan tempat berjualannya apa pendapat anda?

Narasumber : Pedagang yang seperti itu harus sering sering diperingati atau mungkin bisa

juga diberi sanksi.

Penanya : Kira Kira apa solusi yag pantas bagi mereka para Pedagang kaki lima?

Narasumber : Mungkin pemerintah bisa membuatkan tempat berjualan khusus para PKL

dengan harga yang terjangkau.

(15)

3.7 PROFIL NARASUMBER

Nama Lengkap : Febby Imeltta Ananda Widyasa

Jenis Kelamin : Perempuan

TTL : Malang, 5 Febuari 2000

Usia : 14 tahun

(16)

BAB 4 PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Dengan demikian, dapat dikatakan adanya persoalan PKL ini menjadi beban berat yang harus

ditanggung pemerintah kota dalam penataan kota. Padahal, bila ditinjau lebih jauh PKL

mempunyai kekuatan atau potensi yang besar dalam penggerak roda perekonomian kota

sehingga janganlah dipandang sebelah mata bahwa PKL adalah biang kesemrawutan kota dan

harus dilenyapkan dari lingkungan kota, dan perlu dicermati pula bahwa kemacetan tersebut

tidak semata karena adanya PKL. Ternyata keberadaan mereka sebenarnya sangat membantu

bagi orang yang kelas menengah kebawah, dan harus dipikirkan bersama bagaimana dengan

potensi yang dimilikinya tersebut dapat diberdayakan sebagai suatu elemen pendukung

aktivitas perekonomian kota. Pembinaan PKL tampaknya cukup menjanjikan tapi hal tersebut

akan sangat sulit untuk dilakukan karena jumlah PKL yang sangat banyak dan menyebar.

Sudah saatnya pemerintah daerah melakukan sebuah terobosan baru yang bersifat win-win

solution. Di satu sisi kota bisa terlihat ebih cantik dan di sisi lain PKL bisa mendapat untung

lebih banyak.

4.2SARAN

Pemerintah seharusnya lebih peka terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi warga

negaranya, khususnya persoalan hidup dan penghidupan yang layak dan terjamin

keamanannya.

Pemerintah diharapkan memberi perhatian khusus terhadap para pedagang kaki lima guna

memenuhi tanggung jawab dan hak mereka seperti yang diatur dalam undang-undang dasar.

Pemerintah sebaiknya bekerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam melaksanakan

pemberdayaan dan strategi penanggulangan pedagang kaki lima ini untuk dibina dan

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Rufikasari, Lia Chandra, dkk.2013.peminatan ips (SOSIOLOGI).Surakarta:Mediatama.

Sumber Internet:

http://joxyt.blogspot.com/ (Diakses pada 29 Oktober 2014, 20.11 WIB)

http://handuk-qu.blogspot.com/ (Diakses pada 29 Oktober 2014, 20.11 WIB)

http://andrevetronius-hmjsejarah.blogspot.com/ (Diakses pada 29 Oktober 2014, 20.06 WIB)

http://mohkusnarto.wordpress.com/ (Diakses pada 29 Oktober 2014, 20.06 WIB)

http://kolombaris.blogspot.com/ (Diakses pada 29 Oktober 2014, 20.06 WIB)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini membuktikan jika masyarakat yang belum mendapatkan pema- haman tentang arsitektur Islami dominan masih terjebak kepada preseden desain masjid berdasar kepada

Kesimpulannya hipertensi adalah hanya salah satu gejala dari sebuah sindroma yang akan lebih sesuai bila disebut dengan sindroma hipertensi aterosklerotik (bukan merupakan

Setelah didapatkan nilai efisiensi untuk setiap

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi Persiapan Kemerdekaan Dan Perumusan Dasar Negara kelas V di MI Darul Ulum Rejosari terdiri dari dua

tidak mentaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, dan berdasarkan berita acara pemeriksaan ditempat dan/atau alat bukti lainnya yang dapat

Perusahaan atau produsen penghasil green skincare yang menunjukkan dukungan pada kondisi lingkungan mempengaruhi penilaian individu dalam preferensi melakukan kegiatan

Rufinus Motmaulana Hutauruk, Penanggulangan Kejahatan Korporasi Melalui Pendekatan Restoratif , Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm 5.. 3 JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan jumlah sari tomat dan sari temulawak terhadap sifat organoleptik jelly drink yang meliputi (warna, aroma, rasa,