PENISTAAN AGAMA DALAM
PERSPEKTIF ISLAM
Oleh. Reza Fahmi.MA
Penulis adalah Wakil Sekertaris Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama Sumbar
Perbincangan tentang isu hangat yang mengemuka belakangan ini terkait dengan penistaan agama. Sesungguhnya telah mengarah pada dikotomi kepentingan menurut pemerintah, di mana pada satu pihak ada sebagian masyarakat yang sejujurnya merasa aqidahnya terzalimi dengan ucapan Ahok (Basuki Tjahya Purnama) bahwa, “di-bododhi oleh al Qur’an”. Kemudian dilain pihak ada agenda politik terselubung yang suka tidak suka bisa dikorelasikan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sehingga tidak-lah berlebihan bila kita melihat, pemerintah diwakili presiden menyambangi berbagai partai politik dan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam untuk mencegah kisruh yang semakin parah ditengah-tengah masyarakat. Tidk itu saja, kemudian presiden juga mengecek kesiapan dan ketersediaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk loyal dan mendukung pemerintah seratus persen, bila ada kondisi darurat yang memaksa pemerintah menggunakan alat negara tersebut.
Malangnya persoalan penistaan agama hanya dilihat dari perspektif hukum atau politik semata. Kemudian masyarakat luas belum mendapat gambaran yang jelas tentang penistaan agama menurut pandangan Islam sendiri. Yang nota bene berdasarkan perspektif al Qur’an. Lebih jauh artikel ini akan membahas problematik penistaan agama menurut al Qur’an tadi. Di mana Allah SWT dalam Surat al Baqoroh ayat 190-191 secara tegas menggariskan : “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidk menyukai orang-orang yang melampaui batas....Dn bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka dan usirlah mereka ai mana mereka telah mengusir kamu. Dn fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Dan jangan kamu m=memerangi mereka di Masjidilharam. Kecuali jika mereka memerangi kamu ditempat itu. Jika mereka memerangi kamu maka, perangilah mereka. Dmikianlah balasan bagi orang kafir”.
Sehingga hukum bunuh dan usir tadi tidak dapat diimplementasikan dalam negara yang berasas Panca Sila dengan mengedepankan dinamika ke-bhinekaan masyarakat berdasarkan (Suku, Ras dan Agama).
Sungguhpun demikian hukum tetap perlu ditegakkan menurut kaidah Undang-Undang Dasar 1945 dan Panca Sila. Di mana penistaan agama merupakan refleksi pelanggaran terhadap Undang-Undag Penodaan Agama. Oleh karenanya berbagai kasus telah langsung menjebloskan pelakunya ke penjara. Sebut sja Lia Eden yang mengaku nabi. Kemudian wartawan senior yang bernama Arswendo Atmowiloto yang pada akhirnya di vonis bersalah dan masuk penjara lebih kurang empat tahun.
Malangnya Ahok selaku tersangka yang diduga melakukan penistaan agama, tidak langsung diberi hukuman dan penjara. Sehingga masyarakat melihat dan menunggu sanksi apa yang akan diterima Ahok selaku terduga yang melecehkan al Qur’an dngan demikian saat ini masyarakat mengalami “harap-harap cemas”. Ber“harap-harap agar hukuman segera dilaksanakan. Kemudian pada masa yang sama pemerintah perlu bertindak tegas untuk tidak berpihak pada terduga penista agama. Selanjutnya pemerintah telah berjanji setelah demonstrasi besar-besaran umat Islam tanggal 4 November 2016, untuk dapat menuntaskan kasus dugaan penistaan agama. Apa langkah yang paling cepat dalam kasus ini adalah penetapan tersangka pada Ahok. Sehingga mau tidak mau perlu penyegraan kasus sensitif tersebut. Bila kasus ini terus diperpanjang dan berlarut maka, tidaklah mengherankan apabila akan terjadi ulang demonstrasi. Yang melibatkan ratusan atau bahkan juta-an orang Islam yang tidak senang kitab sucinya dihinakan.
Bila kita belajar dari kasus “pembantaian” umat Islam di Rohingnya oleh kelompok mayoritas Budha di Myanmar, maka sehakikinya peristiwa sedemikian tidak atau belum pernah terjadi di Indonesia. Walaupun Islam merupakan agama mayoritas penduduk Indonesia. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa, umat non-muslim bisa hidup aman di tanah air kita. Kemudian tidak adanya “pembantaian” manusia atas nama agama menunjukkan konflik agama masih terus berlaku di dunia, tidak saja di Timur Tengah yang terjadi kepada umat Islam oleh kaum Yahudi. Namun ianya juga terjadi di wilayah Asia Tenggara.