• Tidak ada hasil yang ditemukan

Msdm kelompok 6 pelatihan dan pengembang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Msdm kelompok 6 pelatihan dan pengembang"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Pelatihan dan pengembangan sering kita dengar dalam dunia kerja di perusahaan, organisasi, lembaga, atau bahkan dalam instansi kesehatan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pelatihan dan pengembangan sangat penting bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih menguasai dan lebih baik terhadap pekerjaan yang dijabat atau akan dijabat kedepan. Tidak terlalu jauh dalam instansi kesehatan, pelatihan dan pengembangan sering dilakukan sebagai upaya meningkatkan kinerja para tenaga kesehatan yang dianggap belum mampu untuk mengemban pekerjaannya karena faktor perkembangan kebutuhan masyarakat dalarn kesehatan. Secara deskripsi tertentu potensi para pekerja kesehatan mungkin sudah memenuhi syarat administarasi pada pekerjaannya, tapi secara aktual para pekerja kesehatan harus mengikuti atau mengimbangi perkembangan dunia kesehatan sesuai dengan tugas yang dijabat atau yang akan dijabatnya. Hal ini yang mendorong pihak instansi kesehatan untuk memfasilitasi pelatihan dan pengembangan karir para tenaga kesehatan guna mendapatkan hasil kinerja yang baik, efektif dan efisien.

(2)

kesehatan untuk menghadapi tugas pekerjaan jabatan yang dianggap belum menguasainya. Management thought yang dikernukakan Taylor, bahwa tenaga kerja membutuhkan latihan kerja yang tepat. Teori ini sangat tepat untuk rnenghindari kemungkinan terburuk dalam kemampuan dan tanggung jawab bekerja, sehingga dalam menyelesaikan tugas jabatan lebih efektif dan efIsien sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dalam instansi kesehatan biasanya para tenaga kerja yang akan menduduki jabatan baru yang tidak didukung dengan pendidikannya atau belum mampu

melaksanakan tugasnya, biasanya upaya yang ditempuh adalah dengan melakukan pelatihan dan pengembangan karir. Dengan melalui pelatihan dan pengembangan, tenaga kerja akan mampu mengerjakan, meningkatkan, mengembangkan pekerjaannya. Dalarn kaitannya dengan tema ini,

pemakalah mencoba dengan menyajikan poin penting yang ada kaitannya dengan pelatihan dan pengembangan sebagai berikut: Pengertian, tujuan, proses, metode, sudi kasus.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain: 1. Apakah pengertian pelatihan dan pengembangan ? 2. Apakah tujuan dari pelatihan dan pengembangan? 3. Bagaimana proses pelatihan dan pengembangan?

4. Apa yang dibutuhkan saat perencanaan pelatihan dan pengembangan ? 5. Apa itu Training Need Assessment (TNA) ?

(3)

7. Bagaimana evaluasi pelatihan dan pengembangan ?

8. Bagaimana penerapan pelatihan dan pengembangan pada organisasi terutama di bidang kesehatan?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengertian pelatihan dan pengembangan. 2. Mengetahui tujuan dari pelatihan dan pengembangan. 3. Mengetahui proses pelatihan dan pengembangan.

4. Mengetahui apa saja yang dibutuhkan saat perencanaan pelatihan dan pengembangan.

5. Mengetahui apa itu Training need Assessment (TNA).

6. Mengetahui metode yang digunakan saat pelatihan dan pengembangan. 7. Mengetahui evaluasi dari pelatihan dan pengembangan

(4)

BAB 2 Kajian Pustaka 2.1 Pelatihan dan Pengembangan

2.1.1 Definisi Pelatihan dan Pengembangan 2.1.1.1 Definisi Pelatihan

1. Willian G. Scott

“Training in the behavioral is an activity of line and staff which he has its goal executive developement to achieve greater individual job effectiveness, improved interpersonal relationships in the organization, and ennhanced executive adjustment to the context of his total environment”.

Pelatihan dalam ilmu pengetahuan perilaku adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan pemimpin untuk mencapai efektivitas pekerjaan perorangan yang lebih besar, hubungan antara pribadi dalam dalam organisasi yang lebih baik dan menyesuaikan pemimpin kepada konteks seluruh lingkungannya.

2. John H. Proctor and william M. Thronton

“Trainning is the intentional act of providing means for learning to take place.”

Pelatihan adalah tindakan yang disengaja memberikan alat agar pembelajaran dapat dilaksanakan.

3. Andrew E. Sikula

“Training is shot-term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which non managerial personnal learn tecnical knowledge and skills for definite purpose”

Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek memanfaatkan prosedur yang sistematis dan terorganisir, di mana personal non manajerial mempelajari kemampuan dan pengetahuan teknis untuk tujuan tertentu.

4. Keith Davis and William B. Werther,Jr

(5)

Pelatihan adalah mempersiapkan orang untuk melakukan pekerjaan mereka sekarang dan pengembangan mempersiapkan pagawai yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.

5. Edwin B. Flippo

Pelatihan adalah proses membantu pegawai memperoleh efektivitas dalam pekerjaan sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan, fikiran, dan tindakan, kecelakan, pengetahuan dan sikap

6. Intruksi Presiden No. 15 tahun 1974

Pelatihan adalah bagian dari pendidikan menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan ketrampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktik dari pada teori.

7. SK Menpan No. 01/kep/M.Pan/2001

Di lingkungan PNS, yang dimaksud pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan pendekatan pelatihan untuk orang dewasa dan bertujuan

meningkatkan dalam satu atau berbagai jenis kerampilan.

Dari berbagai pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan mempelajari kemampuan dan

pengetahuan dalam bidang tertentu yang dengan sengaja diberikan melalui prosedur sistematis dan terorganisir untuk mencapai kerja yang efektif.

2.1.1.2 Definisi Pengembangan

(6)

Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan

kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan melalui pendidikan dan pelatihan.

2. Menurut Andrew F. Sikula dalam buku Hasibuan (2009) “Development, in reference to staffing and personnel matters, is a long term educational process utilizing a systematic and organized procedured by which managerial personnel learn conceptual and theoritical knowledge for general purposes.”

Pengembangan yang mengacu pada masalah staf dan personil adalah suatu proses pendidikan jangka panjang menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan terorganisasi sehingga manajer belajar pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum.

Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan adalah suatu usaha yang sistematis dan terorganisir yang dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan.

2.1.1.3 Persamaan dan Perbedaan Pelatihan dan Pengembangan

Pelatihan dan pengembangan, keduanya memberi pengajaran dalam penambahan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap. Berdasarkan beberapa pengertian pelatihan dan pengembangan tersebut, berikut ini perbedaan antara pengertian pelatihan dengan pengembangan. 1. Pelatihan bertujuan mempersiapkan karyawan yang akan segera diberi

(7)

2. Pengembangan diperlukan untuk mempersiapkan karyawan

Apa Keterampilan Teknis Kemampuan teori dan

konsepsi Mengapa Tujuan khusus berhubungan

jabatan

Tujuan Umum

Waktu Jangka pendek Jangka panjang

Tabel 1. Perbedaan pelatihan dengan pengembangan berdasarkan dimensi belajar Robert L. Kalts, Mengutarakan perbedaan antara pelatihan dan

pengembangan terletak pada bobot materi program. Berdasarkan asumsi, bahwa dalam organisai terdapat tiga kemampuan yang harus dimiliki karyawan, yaitu kemampuan teknis, kemampuan untuk melakukan interaksi dengan orang lain, dan kemampuan teori atau konsepsi. Dengan demikian dalam setiap program pelatihan dan pengembangan, materi yang diberikan akan meliputi ketiga kemampuan dengan tingkat intensitas bobot berbeda.

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan dan Pengembangan

Tujuan umum pelatihan dan pengembangan, harus diarahkan untuk meningkatkan produktifitas organisasi. Tujuan pelatihan dan

(8)

1. Mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.

2. Mengembangkan keterampilan atau keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dan efektif.

2.1.2.1 Tujuan pelatihan :

1. Untuk meningkatkan keterampilan para karyawan sesuai dengan perubahan teknologi.

2. Untuk meningkatkan produktivitas kerja organisasi.

3. Untuk mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten.

4. Untuk membantu masalah operasional.

5. Memberi wawasan kepada para karyawan untuk lebih mengenal organisasinya.

6. Meningkatkan kemampuan peserta latihan mengerjakan tugasnya yang sekarang.

7. Kemampuan menumbuhkan sikap empati dan melihat sesuatu dari “kacamata” orang lain.

8. Meningkatkan kemampuan menginterpretasikan data dan daya nalar para karyawan.

9. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan para karyawan dalam menganalisis suatu permasalahan serta pengambilan keputusan.

2.1.2.2 Tujuan pengembangan :

1. Mewujudkan hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan.

2. Menyiapkan para manajer yang berkompeten untuk lebih cepat masuk ke tingkat senior (promosi jabatan).

3. Untuk membantu mengisi lowongan jabatan tertentu.

4. Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi.

(9)

7. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif yang dapat memperlancar proses perumusan kebijakan organisasi dan operasionalnya.

8. Mengembangkan atau merubah sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerja sama dengan sesama karyawan dan manajemen ( pimpinan ).

2.1.2.3 Manfaat Pelatihan dan Pengembangan

Adapun manfaat dari pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia dapat dilihat dalam dua sisi diantaranya:

a) Dari sisi individu pegawai:

1. Menambah pengetahuan terutama penemuan terakhir dalam bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan, misalnya prinsip dan filsafat manajemen yang terbaik dan terakhir.

2. Menambah dan memperbaiki keahlian dalam bidang tertentu sekaligus memperbaiki cara pelaksanaan yang lama.

3. Merubah sikap.

4. Memperbaiki atau menambah imbalan atau balas jasa yang diperoleh dari organisasi tempat bekerja.

b) Dari sisi organisasi:

1. Menaikkan produktivitas pegawai. 2. Menurunkan biaya.

3. Mengurangi turn over pegawai.

4. Kemungkinan memperoleh keuntungan yang lebih besar, karena direalisirnya kedua manfaat tersebut terlebih dahulu.

2.3.1 Proses Pelatihan dan Pengembangan 2.3.1.1 Proses Pelatihan

(10)

PENILAIAN:

menganalisis kebutuhan pelatihan

mengidentifikasi tujuan dan kriteria pelatihan

EVALUASI: spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan mereka dalam organisasi (Mathis-Jackson:2006). Dengan adanya pengetahuan dan ketrampilan diharapkan agar seseorang dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang menjadi tanggung jawabnya dengan menggunakan sumber daya yang maksimal untuk mencapai hasil yang diinginkan sesuai waktu yang ditentukan dalam organisasi.

Program pelatihan harus mencakup sebuah pengalaman belajar dan merupakan kegiatan organisasional yang dirancang dan dirumuskan sebagai rancangan organisasi yang efektif terdiri dari 3 faktor utama, yaitu tahap identifikasi kebutuhan pelatihan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi pelatihan.

(11)

Gambar 1. Proses Pelatihan Berikut penjelasan dari gambar di atas:

1. Proses pelatihan yang pertama adalah penilaian yang terdiri dari analisis kebutuhan pelatihan serta identifikasi tujuan dan kriteria pelatihan. Penilaian dilakukan di awal sebelum melakukan pelatihan untuk mencari atau mengidentifikasi kemampuan apa yang diperlukan karyawan dalam rangka menunjang kebutuhan organisai. Setelah mengidentifikasi pelatihan apa saja yang diperlukan karyawan, selanjutnya adalah menetukan tujuan dari setiap pelatihan yang akan dilakukan.

2. Setelah melakukan penilaian, proses pelatihan yang kedua adalah perancangan yang terdiri dari pemilihan metode pelatihan dan isi pelatihan. Pada tahap ini menentukan metode dan isi pelatihan seperti apa yang akan diadakan dan disesuaikan dengan analisis penilaian kebutuhan.

3. Selanjutnya proses yang ketiga adalah penyampaian yang terdiri dari jadwal, pelaksanaan dan pemantauan pelatihan. Tahap ini merupakan rangkaian kegiatan pelaksanaan program pelatihan yang sesuai dengan hasil perancangan dan ada pemantauan terhadap jalannya pelatihan. 4. Proses pelatihan yang terakhir adalah evaluasi yaitu mengukur hasil

(12)

Perencanaan Sumber Daya Manusia

Perencanaan Suksesi

Kemampuan dan kapasitas yang diperlukan untuk menjalankan rencana tersebut

Evaluasi Keberhasilan Pengembangan Penilaian Kebutuhan Pengembangan

Perencanaan Pengembangan

Metode Pengembangan 2.3.1.2 Proses Pengembangan

Di bawah ini merupakan gambar yang menunjukkan pengembangan

(13)

Berikut merupakan penjelasan dari gambar di atas: 1. Perencanaan Sumber Daya Manusia

Pengembangan dimulai dengan membuat rencana SDM organisasi karena rencana ini menganalisis, meramalkan dan menyebutkan

kebutuhan organisasional, sumber daya manusia pada saat ini dan pada masa yang akan datang.

2. Kemampuan dan Kapasitas yang Diperlukan untuk Menjalankan Rencana

Setelah merencanakan SDM, sebuah organisasi kemudian menentukan kemampuan serta kapasitas yang dibutuhkan untuk setiap jabatan baik pada tingkat fungsional maupun manajerial. Kemampuan yang diharapkan dapat berupa hard competencies maupun soft competencies sesuai dengan standar kompetensi jabatan yang ada di organisasi tersebut. Kemampuan dan kapasitas diperlukan dalam menjalankan rencana pengembangan SDM terutama dalam pengambilan keputusan yang berkualitas, syarat dengan nilai etika, ketrampilan teknis dan lain-lain. 3. Perencanaan Suksesi

(14)

4. Penilaian Kebutuhan Pengembangan

Dalam tahap ini, organisasi dapat melakukannya melalui Training need assessment (TNA) yang akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.

5. Perencanaan Pengembangan

Melakukan rencana pengembangan baik pengembangan secara organisasional maupun pengembangan terhadap SDM secara individual. Hal ini akan berjalan dengan baik setelah kita menganalisa kebutuhan apa saja untuk melakukan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.

6. Metode Pengembangan

Pada dasarnya ada 2 pendekatan untuk mengembangkan SDM yaitu pengembangan pada pekerjaan (on-the-job development) dan

pengembangan di luar pekerjaan (off-the-job development). Untuk lebih jelasnya akan dibahas selanjutnya.

7. Evaluasi Keberhasilan Pengembangan

Pada tahap ini perusahaan mengevaluasi program pengembangan SDM yang telah dilaksanakan. Hasil penilaian program pengembangan SDM akan menjadi suatu acuan di masa yang akan datang agar

perusahaan senantiasa mengalami peningkatan dalam kinerjanya. 2.2 Perencanaan Pelatihan dan Pengembangan

(15)

dilakukan adalah menganalisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Analisis kebutuhan tersebut dinamakan Training Need Assessment (TNA). 2.2.1 Training Need Assessment (TNA)

2.2.1.1 Pengertian Training Need Assessment

Training Needs Assessment (TNA) atau analisis kebutuhan pelatihan adalah suatu langkah yang dilakukan sebelum melakukan pelatihan dan merupakan bagian terpadu dalam merancang pelatihan untuk

memperoleh gambaran komprehensif tentang materi, alokasi waktu tiap materi, dan strategi pembelajaran yang sebaiknya diterapkan dalam penyelenggaraan pelatihan agar pelatihan bermanfaat bagi peserta pelatihan. Dari analisis ini akan diketahui pelatihan apa saja yang relevan bagi suatu organisasi pada saat ini dan juga di masa yang akan datang. Organisasi tidak dapat menentukan pelatihan begitu saja tanpa

menganalisis dahulu kebutuhan dan tujuan apa yang ingin dicapai. Penilaian kebutuhan merupakan road map untuk mencapai tujuan organsasi.

2.2.1.2 Pentingnya Training Needs Assessment

Kebutuhan menurut Briggs (dalam AKD LAN 2005) adalah ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya. Gilley dan Eggland (AKD LAN, 2005 ) menyatakan bahwa kebutuhan adalah kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan.

(16)

pendidikan (education needs) atau kebutuhan pelatihan (training needs) adalah kesenjangan yang dapat diukur antara hasil yang ada sekarang dan hasil yang diinginkan atau dipersyaratkan. Tidak semua kesenjangan atau kebutuhan mempunyai tingkat kepentingan yang sama untuk segera dipenuhi. Maka antara kebutuhan yang dipilih dengan kepentingan untuk dipenuhi kadang terjadi masalah atau selected gap.

Analisis Kebutuhan Pelatihan menurut Rosset dan Arwady

menyebutkan bahwa Training Needs Assessment (TNA) adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam analisis untuk memahami permasalahan kinerja atau permasalahan yang berkaitan dengan penerapan teknologi baru.

Analisis kebutuhan pelatihan memegang peran penting dalam setiap program pelatihan, sebab dari analisis ini akan diketahui pelatihan apa saja yang relevan bagi suatu organisasi pada saat ini dan juga dimasa yang akan datang, yang berarti dalam tahap analisis kebutuhan pelatihan ini dapat diidentifikasi jenis pelatihan apa saja yang dibutuhkan oleh pegawai dalam pengemban kewajibannya.

Fungsi Training Need Assessment :

1. Mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling pekerja.

2. Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context.

3. Mendefinisikan kinerja standar dan kinerja aktual dalam rincian yang operasional.

4. Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan. 5. Memberi data untuk keperluan perencanaan.

2.2.1.3 Pendekatan Training Need Assessment

Ada beberapa pendekatan dalam melakukan TNA, diantara yang paling populer adalah :

(17)

TNA yang didasarkan kepada kebutuhan organisasi / perusahaan secara umum, sehingga hasil TNA-nya berlaku untuk semua orang yang ada di dalamnya. Maka dari itu, seringkali disebut Organization-Based Analysis.

TNA Makro dapat menggunakan sumber data diantaranya : a. Visi, misi, strategic objective dan target perusahaan.

b. Keadaan ekonomi dan finansial perusahaan. c. Perubahan budaya.

d. Perubahan teknologi.

e. Tema perusahaan, seperti Pengurangan Biaya, Peningkatan Kualitas, dst.

2. Mikro.

TNA yang didasarkan kepada kebutuhan kelompok tertentu. Terdiri dari 2, yaitu :

a. Task-Based Analysis.

Fokus utamanya adalah apakah standar keterampilan yang dibutuhkan pada sebuah pekerjaan sudah dimiliki oleh si pemegang jabatan atau belum.

b. Person-Based Analysis.

Fokus utamanya adalah apakah karyawan sudah dapat melakukan pekerjaan sesuai tuntutan atau belum.

TNA Mikro dapat menggunakan sumber data diantaranya : 1. Job Description

Baik Task-Based maupun Person-Based sama-sama memiliki acuan standar pekerjaan, sehingga saling melengkapi.

2.2.1.4 Tahap Training Needs Assessment 1. Analisis organisasi

(18)

organisasi secara keseluruhan mencakup analisis tujuan organisasi, sumber daya, iklim organisasi, serta analisis lingkungan eksternal dan internal organisasi. Analisis ini bertujuan memperoleh informasi tentang organisasi yang digunakan untuk menentukan tujuan pelatihan yang hendak dicapai. Sebagai tahap awal perlu adanya upaya

mengkaitkan penilaian kebutuhan pelatihan dengan pencapaian tujuan organisasi. Dengan mengkaitkan hubungan tersebut, kebutuhan pelatihan akan dapat diidentifikasi.

2. Analisis tugas

Analisis tugas mengidentifikasi pelatihan apa saja yang harus diberikan kepada karyawan terkait dengan pekerjaannya. Tujuan analisis ini adalah mengetahui tentang tugas yang harus dilakukan karyawan, penentuan standar kinerja untuk suatu pekerjaan, penentuan pengetahuan, kemampuan dan perilaku yang diperlukan dalam suatu pekerjaan.

3. Analisis individu

Analisis individu mengidentifikasi siapa atau karyawan mana yang membutuhkan pelatihan dan pelatihan apa saja yang perlu diberikan. Untuk itu perlu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki tiap karyawan yang meliputi:

a. Penentuan metode pengukuran kemampuan b. Penyusunan instrumen pengukuran kemampuan c. Pengukuran kemampuan di lapangan

(19)
(20)

1) Survei

Survei merupakan metode yang sering digunakan untuk mengumpulkan data. Pertanyaan survei harus benar agar tidak terjadi interpretasi yang keliru dari responden. Keuntungan metode survei adalah dapat diterapkan pada populasi yang besar dan mudah dalam memperoleh feed back.

2) Observasi

Observasi sangat baik digunakan jika populasinya sangat besar dan kompleks. Observasi dilakukan oleh orang yang terlatih dalam teknik observasi dan mengenal proses yang diobservasi.

3) Wawancara individu

Wawancara individu biasanya digunakan bersamaan dengan survei tertulis, tetapi dapat juga dilakukan secara independen. Wawancara individu digunakan untuk mengetahui kevalidan data yang diperoleh saat survei. Keuntungan menggunakan wawancara adalah kesempatan untuk mengadakan interaksi secara langsung dengan karyawan dan merupakan cara paling efektif untuk mengumpulkan data yang lengkap.

4) Focus Groups

(21)

5) Performance Appraisal

Hasil studi menunjukkan bahwa laporan penilaian kinerja sangat berguna dalam menentukan kebutuhan pelatihan. Yang perlu diperhatikan jika menggunakan laporan kinerja adalah form penilaian harus terstruktur dan pimpinan harus terampil dalam proses penilaian kinerja.

4. Penentuan kesenjangan kemampuan

Gambaran kemampuan karyawan yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui adanya kesenjangan antara standar dengan kondisi aktual saat ini.

5. Rekomendasi

Setelah mengetahui bentuk kesenjangan yang ada dan faktor apa yang mempengaruhi, kemudian dapat ditentukan pelatihan apa yang perlu diberikan. Sehingga bisa merencanakan pelatihan dan pengembangan sebelum melaksanakannya.

2.3 Pelaksanaan Pelatihan dan Pengembangan

(22)

2.3.1 Metode Pelatihan dan Pengembangan

Metode Pelatihan dan Pengembangan

On The Job Off The Job

Rotasi Kerja Simulasi

Bimbingan dan Penyuluhan - Studi Kasus

Magang - Bermain Peran

Demonstrasi dan Pemberian Contoh - Business Game - Vestibule Training

Tabel 2. Klasifikasi Metode Pelatihan dan Pengembangan

Metode Pelatihan Metode Pengembangan

Vestibule Training Semua metode pelatihan

Magang Rotasi Kerja

Presentasi Informasi Pelatihan Alam Terbuka Kursus Formal

Tabel 3. Kategori Metode Pelatihan dan Pengembangan

Berdasarkan klasifikasi metode pelatihan dan pengembangan tersebut, rincian metode pelatihan dan pengembangan menjadi sebagai berikut : 2.3.1.1 On The Job

(23)

Dalam metode ini tidak tersedia pelatih secara khusus. Peserta pelatihan harus memperhatikan dan mencotoh pekerja lain yang sedang bekerja untuk kemudian melakukan pekerjaan tersebut sendiri. 2. Formal on the job

Peserta mempunyai pembimbing khusus. Pembimbing tersebut sambil melaksanakan tugasnya, diberi tugas tambahan untuk membimbing peserta pelatihan yang bekerja di tempat kerjanya.

Berikut beberapa manfaat on the job :

a. Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan tugas yang disimulasikan.

b. Karyawan mendapat instruksi dari karyawan senior berpengalaman yang telah melaksanakan tugas dengan baik.

c. Pelatihan dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya, dalam kondisi normal tanpa membutuhkan fasilitas pelatihan khusus.

d. Bersifat informal, tidak mahal, dan mudah dijadwalkan.

e. Dapat menciptakan hubungan kerja sama langsung antara karyawan dan pelatih.

f. Pelatihan sangat relevan dengan pekerjaan dan membantu memotivasi kinerja tinggi.

Adapun kelemahan on the job adalah :

a) Motivasi pelatih kurang untuk melatih, sehingga pelatihan jadi kurang serius.

b) Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, namun kurang memiliki kemampuan melatih orang lain agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik.

c) Pelatih kurang / tidak memiliki waktu untuk melatih dan kemudian menghapus elemen penting dalam proses pelatihan.

d) Karyawan yang tidak terlatih mungkin memiliki dampak negatif pada pekerjaan dan organisasional.

(24)

Kemudian macam dari on the job adalah sebagai berikut:

1. Rotation of assignment / job rotation / planned progression / rotasi kerja

Tujuan rotasi kerja adalah memperluas latar belakang peserta dalam bisnis. Karyawan berpindah dalam periode tertentu.

Keuntungan menggunakan metode ini antara lain :

a. Memberi latar belakang umum tentang organisasi, dan memberi sudut pandang bersifat organisasional.

b. Mendorong kerja sama antar departemen.

c. Memperkenalkan sudut pandang yang segar secara periodik kepada berbagai unit.

d. Mendorong keluwesan organisasi melalui penciptaan sumber daya manusia yang fleksibel.

e. Mampu melaksanakan penilaian presentasi secara komparatif dengan lebih obyektif.

f. Memperoleh keunggulan dalam setiap situasi.

2. Coaching and counseling / bimbingan dan penyuluhan

Dilaksanakan dengan cara peserta harus mengerjakan tugas dengan dibimbing oleh pejabat senior atau ahli. Penyuluhan efektif bila latihannya diindividualisasikan dan peserta belajar melakukan pekerjaan langsung.

3. Apparenticeship / understudy / magang

Magang dilakukan dengan cara peserta mengikuti kegiatan/pekerjaan yang dilakukan oleh pemangku jabatan tertentu, untuk mempelajari bagaimana cara melakukan sesuatu kegiatan. 4. Demonstration and example / demonstrasi dan pemberian

contoh

(25)

2.3.1.2 Off The Job

Off the job method adalah pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja terpisah/di luar tempat kerja dan di luar waktu regular:

1. Simulation (simulasi)

Dilakukan dengan cara menggunakan alat/mesin dalam kondisi lingkungan yang dibuat sama dengan sebenarnya. Simulasi mengacu pada materi yang berupaya menciptakan lingkungan pengambilan keputusan yang realistik bagi pelatih. Adapun macam dari metode simulasi adalah:

a. case study (studi kasus/telaah kasus)

Penyajian tertulis dan naratif serangkaian fakta dari permasalahan yang dinamis dan dipecahkan oleh peserta pelatihan. Pelatih yang menggunakan metode ini hendaknya tidak mendominasi diskusi, memberi kesempatan pada beberapa peserta pelatihan untuk mendominasi diskusi dan mengarahkan diskusi ke arah solusi yang disukainya.

(26)

Sasaran yang ingin dicapai ialah: 1) menemukan masalah dari suatu kasus.

2) memiliki kemampuan untuk memisahkan fakta yang penting dari yang tidak penting.

3) menganalisis pokok masalah dan menggunakan logika untuk menjembatani kesenjangan yang ada dalam fakta.

4) Menemukan berbagai cara untuk memecahkan masalah. b. Role playing (bermain peran)

Tujuan pokok bermain peran adalah menaganalisis masalah antar pribadi dan memupuk keahlian hubungan manusia. Bermain peran lazim digunakan untuk mengasah kecakapan wawancara, negosiasi, konseling, pekerjaan, pendisplinan, penilaian kinerja, penjualan dan tugas pekerjaan lain yang melibatkan komunikasi antar pribadi. Peserta diharapkan memiliki pemahaman pada situasi tertentu dan kondisi tertentu pula, melalui pengalihan dan pengalaman.

Cara menggali pengalaman/pengetahuan yang dapat dicapai dengan metode studi kasus, yaitu :

a. Menguasai pengalaman/pengetahuan praktis.

b. Menguasai pengalaman/pengetahuan dengan cara meniru perilaku yang dikehendaki.

c. Menguasai pengalaman/pengetahuan dengan observasi dan umpan balik.

d. Menguasai pengalaman/pengetahuan melalui analisis dan konseptual.

c. Business game (permainan peran dalam bisnis)

(27)

masalah dan kualitas diskusi yang berlangsung. Sasaran yang ingin dicapai dari metode ini adalah kemampuan untuk mengambil keputusan bersama atau keputusan yang integral.

d. Vestibule Training (pelatihan beranda)

Pelatihan beranda adalah metode pelatihan yang digunakan untuk menggambarkan pelatihan dalam sebuah ruang kelas bagi pekerjaan klerikal atau semi ahli. Metode ini tepat untuk keadaan dimana karyawan yang dilatih banyak (untuk jenis pekerjaan yang sama). Penekanan metode ini cenderung pada belajar dibandingkan dengan produksi. Pelatihan ini biasanya dipakai untuk melatih klerk, teller bank, operator mesin, juru ketik dan pekerja sejenis. Peserta bisa menggunakan alat/mesin yang digunakan di tempat kerjanya nanti dengan dibimbing oleh pelatih khusus.

Dengan metode ini, organisasi bisa menghindar dari kerugian karena terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh peserta. Peserta juga terhindar dari tekanan dan kebingungan dealam bekerja sehingga berkosentrasi pada materi, sehingga diharapkan organisasi dapat memperoleh tingkat kemahiran tertentu dengan lebih cepat. e. Laboratory training (pelatihan dengan peralatan laboratorium)

Metode pelatihan dengan peralatan laboratorium dilaksanakan dengan cara peserta dibawa ke dalam situasi yang dapat menyaksikan, mearasakan dan mencoba sendiri tentang suatu keadaan/peran sehingga pelatihan dapat lebih mantap dan lebih berkesan.

2. Sensitivity Training (pelatihan sensitivitas)

(28)

pelatihan. Pastisipasi dalam pelatihan ini didorong agar memberitahukan kepada peserta lainnya secara jujur bagaimana perilakunya di mata orang lain dan pearasaan orang lain terhadap perilakunya.

Tujuan pelatihan sensitivitas ialah :

a. Menjadi kompeten dalam hubungan pribadi seseorang. b. Mempelajari lebih banyak tentang dirinya sebagai pribadi.

c. Mempelajari bagaimana orang lain bereaksi terhadap perilaku seseorang.

d. Mempelajari tentang dinamika formasi kelompok.

Sasaran pokok pelatihan dan pengembangan yang dilakukan adalah mengembangkan kesadaran dan kepekaan peserta terhadap pola tingkah laku pribadinya dan orang lain. Sasaran tersebut dapat dicapai melalui beberapa sasaran antara lain :

1) Peningkatan keterbukaan terhadap orang lain. 2) Perhatian yang lebih besar kepada orang lain. 3) Peningkatan toleransi atas perbedaan individual. 4) Pengurangan sikap prasangka yang bersifat etnik. 5) Pemahaman atas proses kelompok.

6) Peningkatan kemampuan mendengarkan pendapat orang lain. 7) Peningkatan kepercayaan dan pemberian dukungan kepada orang

lain.

Dalam pelaksanaanya, metode ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: a) T-grouping

Berisi tatacara pengorganisasian peserta pelatihan. Para peserta dibagi ke dalam kelompok kecil 8-12 orang untuk melakukan pertemuan terus-menerus secara tatap muka selama kurang lebih 2 minggu.

b) Exercises

Berisi teknik yang biasa digunakan dalam diskusi pada pertemuan yang dilakukan dalam T-group. Teknik tersebut antara lain :

1. In basket.

(29)

4. Leaderless group.

5. Intergroup competitive exercises 6. Role playing.

7. Case study. c) Theory session

Digunakan untuk menjelaskan secara teoritis dan konseptual apa yang terjadi selama kegiatan T-grouping dan exercise. Selama theory session kepada peserta dijelaskan konsep, prinsip dan teori perilaku manusia serta perilaku organisasi.

3. Outbond / widerness (pelatihan alam terbuka)

Metode pelatihan alam terbuka adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan program pengembangan manajemen dan eksekutif yang berlangsung di alam terbuka yang meliputi pendakian gunung, pelayaran, berkano, arung jeram, sepeda gunung, dan lain-lain. Tujuan pelatihan alam terbuka bukanlah pengembangan keahlian teknis namun lebih pada pengembangan dan pengasahan keahlian antar pribadi seperti : keyakinan diri, penghargaan diri, kerja tim, penetapan tujuan dan kepercayaan.

4. Presentation information (presentasi informasi)

Merupakan metode pengembangan yang berupa penyampaian informasi terkait hal-hal yang akan dikembangkan, adapun macam penyampaian yang digunakan dalah sebagai berikut:

a. Lecture (kuliah)

Kuliah adalah penyajian informasi secara lisan. Kuliah yaitu ceramah/pidato dari pelatih yang diucapkan secara ilmiah untuk tujuan pengajaran dan kuliah merupakan pelatihan yang paling umum. Bersifat teori dan dapat menampung peserta dalam jumlah yang besar.

(30)

Konferensi dilakukan secara kelompok, berisi diskusi yang diawasi oleh evaluator. Setelah diskusi selesai, evaluator menilai dan mengukur keseluruhan diskusi yang telah dilakukan perserta. c. Transactional analysis (analisis transaksi)

Peserta dibimbing untuk menganalisis hubungan antar pribadi dan memahami tiga keadaan ego manusia, yaitu :

1) Ego orang tua 2) Ego anak

3) Ego orang dewasa

Keadaan ego orang tua cenderung mempertimbangkan, merendahkan dan menghukum, keadaan ego anak, ada yang berjiwa bebas, kreatif, dan spontan, sangat pemberontak/sangat penurut. Ego orang dewasa berkaitan dengan kenyataan yang sedang dihadapi, mendengar pikiran terbuka dan menyatakan opini secara singkat, aktif terlibat memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi, serta pengambilan keputusan rasional.

d. Video presentation (presentasi video)

Penyampaian informasi melalui video interaktif dengan tujuan agar yang bersangkutan dapat melihat kembali apa yang telah dilakukannya, untuk dijadikan bahan pelajaran/penyempurnaan. e. Programmed instruction (instruksi terprogram)

Adalah presentasi informasi yang sudah menggunakan pola terprogram.

5. Kursus Formal

Metode off the job dengan cara karyawan mengikuti kursus di luar agar mampu menambah keahliannya. Metode ini tidak selalu berhasil karena tergantung dari karyawan itu sendiri.

(31)

Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, berikut tabel yang menjelaskan kelebihan dan kekurangan setiap metode pelatihan dan pengembangan.

Jenis Metode Kelebihan Kekurangan

Rotasi Kerja

- Memberi eksplosur kepada banyak pekerjaan

- Tidak memberi tanggung jawab penuh

- Mengijinkan belajar nyata - Waktu kerja singkat Bimbingan dan

Penyuluhan - Memudahkan transfer belajar

- Bukan pekerjaan penuh sesungguhnya

- Memberi eksplosur kepada pekerja nyata

- Memberi ajaran seolah dialami diri sendiri

Magang

- Tidak turut campur dalam

pekerjaan nyata - Butuh waktu lama - Memberi latihan ekstensif - Biaya mahal

- Mungkin tidak berhubungan dengan pekerjaan

Demonstrasi dan

Pemberian Contoh - Memudahkan transfer belajar

- Turut campur dengan kinerja

- Tidak butuh fasilitas terpisah - Merusak peralatan Simulasi - Membantu transfer belajar Menduplikasi situasi nyata

- Menciptakan situasi hidup Pelatihan

Sensitivitas - Baik untuk kepercayaan diri

- Mungkin tidak mentransfer ke tempat kerja

- Memberi pandangan kepada diri orang lain

- Mungkin tidak berhubungan dengan pekerjaan

Pelatihan Alam

Terbuka - Membentuk tim - Mahal untuk dilaksanakan

- Membangun harga diri - Secara fisik menantang Presentasi

Informasi - Tidak mengganggu pekerjaan - Keterbatasan media - Dapat dilakukan dalam jumlah

besar - Tergantung dari peserta

(32)

lisan

- Tidak mengganggu pekerjaan

- Menghambat transfer belajar

(33)

2.4 Evaluasi Pelatihan dan Pengembangan

Evaluasi pelatihan dan pengembangan secara khusus mencermati masalah yang terkait dengan aplikasi pembelajaran di tempat kerja, implementasi jangka panjang, biaya dan efektifitas pelatihan serta

pengembangan yang diberikan (Rae, 2005). Oleh karena itu untuk pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia sendiri ada metode tertentu dalam mengevaluasi proses pelatihan dan pengembangan.

2.4.1 Metode Evaluasi Pelatihan dan Pengembangan

Ada banyak metode evaluasi pelatihan dan pengembangan yang dikemukakan oleh para ahli, menurut Kirkpatrick (1994), mengemukakan beberapa alasan perlunya diadakan suatu evaluasi terhadap pelatihan, diantaranya adalah :

1. Mempertanggungjawabkan keberadaan bagian diklat dengan menunjukkan bagaimana bagian ini berkontribusi terhadap tujuan dan cita – cita organisasi.

2. Membuat keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan program pelatihan.

3. Mendapatkan informasi bagaimana mengembangkan program pelatihan selanjutnya.

Kirkpatrick juga mengatakan bahwa untuk melakukan evaluasi pelatihan teradapat empat tahap proses yang dikenal dengan The four level evaluation.

(34)

Empat tahap evaluasi pelatihan dan pengembangan itu adalah : 1. Reaction

Evaluasi ini dilakukan pada saat dan setelah menerima materi pelatihan, yakni evaluasi untuk mengukur minat dan reaksi peserta atas pelatihan.

2. Learning

Disebut juga evaluasi hasil belajar. Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur tingkat pemahaman peserta setelah menerima pembahasan dari para pelatih setiap sesi pelatihan. Penilaian terhadap tingkat pemahaman ini sangat penting untuk mengetahui apakah peserta materi yang diberikan dalam pelatihan.

3. Behavior

Evaluasi ini dilakukan setelah pelatihan. Tujuannya untuk melihat bagaimana perilaku peserta setelah mengikuti pelatihan, langkah apa yang sudah dilakukan serta bagaimana sikap stakeholder terhadap hasil pelatihan.

4. Result

(35)

BAB 3

Contoh Aplikatif dan Analisis

Training Need Assessment Tenaga Sanitasi Rumah Sakit (Pengelola Ipal, Sampah Dan House Keeping)

Bapelkes Lemahabang melalui DIPA 2010 telah melaksanakan TNA bagi Sanitarian di beberapa RS.

3.1 Ruang Lingkup TNA

Sesuai dengan Lampiran I Kep Menkes RI No.1204/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS, maka upaya penyehatan RS dapat dirinci sebagai berikut :

1. Penyehatan ruang bangunan dan halaman RS 2. Penyehatan higiene dan sanitasi makanan minuman 3. Penyehatan air

4. Pengelolaan limbah

5. Pengelolaan tempat cucian/ linen

6. Pengendalian serangga, tikus dan binatang penggagu lainnya 7. Desinfeksi dan sterilisasi

8. Upaya promosi kesehatan dari aspek kesehatan lingkungan

(36)

pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping yang dirasakan sangat dominan mempengaruhi status kesehatan lingkungan RS.

Dengan demikian fokus TNA kali ini di tujukan pada menilai kemampuan petugas pada pengelolaan ke tiga obyek tersebut.

3.2 Tujuan TNA

Diperolehnya gambaran secara lengkap tentang kesenjangan (gap) yang terjadi antara kenyataan pelaksanaan pengelolaan limbah, pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping rumah sakit dibandingkan dengan ketentuan yang ada. Dari kesenjangan yang terjadi ini akan dapat diketahui sejauh mana faktor kemampuan petugas mempengaruhi kesenjangan itu. Disamping itu akan dapat diketahui pula faktor lain yang turut berkontribusi terhadap terjadinya kesenjangan itu.

3.3 Tahapan TNA

Tahapan TNA yang digunakan dengan pendekatan fokus kajian pada pelaksanaan ketiga obyek besar yang selama ini telah dilaksanakan, untuk itu tahapannya dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Penentuan bidang pekerjaan/ tugas terkait dengan 3 obyek besar sanitasi RS 2. Penentuan standar kemampuan yang seharusnya untuk mengerjakan 3

obyek

3. Penentuan pengukuran kemampuan dalam pelaksanaan tugas/ pekerjaan : a. Penentuan metoda pengukuran kemampuan

b. Penyusunan instrumen pengukuran kemampuan c. Pengukuran kemampuan di lapangan

d. Pengolahan hasil pengukuran kemampuan

(37)

TNA ini melibatkan 10 tim surveyor, masing terdiri dari 20 orang yang dilakukan pada bulan November 2010.

3.3.1 Kerangka Alur Pikir TNA

TNA ini menggunakan alur pikir yang dibangun berdasarkan penelusuran terhadap pelaksanaan pekerjaan pengelolaan limbah, sampah dan house keeping yang seharusnya dilaksanaklan dan menjadi tanggung jawab petugas sanitasi RS. Untuk mengetahuinya secara lengkap, maka pertanyaan yang dikembangkan adalah :

Apakah tugas pokok itu sudah dikerjakan? a. Jika belum dikerjakan, Apa penyebabnya

b. Jika sudah dikerjakan, Apakah sudah sesuai dengan standar yang telah ditentukan?

c. Jika belum sesuai standar, Apa penyebabnya?

(38)
(39)

3.3.2 Penentuan Standar Kemampuan (minimal)

Penentuan Standar kemampuan diawali dengan pertemuan pra TNA yang melibatkan pengelola program kesehatan lingkungan (sanitarian) RS di beberapa Rumah Sakit. Agenda utama dari pertemuan ini adalah membahas dan menghasilkan tugas pokok pengelola program kesehatan (Sanitarian) RS yang “seharusnya” dilakukan sesuai dengan lampiran I Kep Menkes RI No.1204/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS. Lampiran I Kep Menkes RI No.1204/2004 adalah sebagai berikut :

1. Penyehatan ruang bangunan dan halaman RS 2. Penyehatan higiene dan sanitasi makanan minuman 3. Penyehatan air

4. Pengelolaan limbah

5. Pengelolaan tempat cucian/ linen

6. Pengendalian serangga, tikus dan binatang penggagu lainnya 7. Desinfeksi dan sterilisasi

8. Upaya promosi kesehatan dari aspek kesehatan lingkungan

Upaya penyehatan RS ini melibatkan banyak komponen salah satu diantaranya adalah tenaga sanitasi RS, untuk itu seperti telah diungkapkan pada sub bab ruang lingkup di atas, maka kedelapan upaya tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 obyek, yakni pengelolaan limbah, pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping. Dengan demikian fokus TNA kali ini di tujukan pada penilaian kemampuan petugas terhadap ke tiga aspek tersebut.

(40)
(41)
(42)
(43)
(44)

3.3.3 Analisis Standar Kemampuan Pelaksanaan Tugas 1. Metode Pengukuran

Pengukuran tingkat kemampuan yang telah dikuasai meliputi aspek kognitif, sikap dan psikomotor. Cara pengukuran aspek kognitif dilakukan melalui tes pengetahuan secara tertulis sedangkan aspek sikap dan psikomotor dilakukan melalui observasi tampilan kerja ketika yang bersangkutan sedang melaksanakan pekerjaannya (on the job).

(45)

2. Penyusunan Instrumen Pengukuran Kemampuan (minimal) Instrumen pengukuran kemampuan disusun berdasarkan hasil analisis kemampuan yang menghasilkan “kriteria unjuk kerja”,

merupakan rincian dari elemen kemampuan yang dipersyaratkan untuk dapat melakukan 3 unit kemampuan, yakni pengelolaan limbah, pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping. Agar mudah untuk diukur/ diamati, maka kriteria unjuk kerja ini dirinci lagi menjadi indikator – indikator yang dapat dianggap sebagai “petunjuk” terhadap setiap kriteria unjuk kerja yang seharusnya dilakukan.

Cara pengukuran dilakukan melalui tes pengetahuan untuk

mengetahui aspek kognitif, observasi tampilan kerja dan hasil kerja untuk mengetahui aspek sikap kerja dan aspek psikomotor. Dengan

demikian bentuk instrumen yang disusun berupa (1) soal tes kognitif, (2) kuesioner isian & wawancara dan (3) daftar tilik tampilan kerja (observasi lapangan) dan obyek fisik hasil kerja & dokumen . 3. Pengukuran Kemampuan di Lapangan

a. Sasaran Pengukuran

Sasaran pengukuran pada TNA ini adalah petugas sanitasi RS beserta kepala instalasinya, khususnya para petugas yang

mengelolan IPAL, sampah dan house keeping di 10 rumah sakit dengan rincian 1 RSU Pusat, 3 RSUD Propinsi dan 6 RSUD Kota/ Kabupaten sebagai berikut :

1) RSUP Fatmawati Jakarta 2) RSJ Jawa Barat

(46)

6) RSUD Kab. Serang 7) RSUD Kab. Cirebon 8) RSUD Kab. Tasikmalaya 9) RSUD Kab. Garut 10) RSUD Kab. Cianjur b. Pengukuran Kemampuan

Pengumpulan data dilakukan di masing masing RS selama 2 hari dengan urutan kegiatan (1) Tes kognitif tertulis, (2) Wawancara menggunakan panduan kuesioner dan (3) Kunjungan ke lokasi untuk mengadakan observasi tampilan kerj atau peragaan kerja dan observasi terhadap hasil kerja beserta dokumen yang

menyertainya.

4. Pengolahan Data Hasil Pengukuran

(47)

3.3.4 Gambaran Hasil Pengukuran Dan Analisis Tingkat Kemampuan Petugas Sanitasi Rs Dalam Pelaksanaan Pekerjaannya

3.3.4.1 Gambaran Hasil Pengukuran Tingkat Kemampuan

Berdasarkan rekapitulasi hasil pengukuran kemampuan ini dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Gambaran Kemampuan Pengelola Limbah Cair Rumah Sakit Sesuai dengan standar kemampuan (minimal) yang telah ditentukan sebelumnya, maka tingkat kemampuan pengelola limbah cair RS difokuskan pada operator IPAL RS yang dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Tingkat Pengetahuan petugas tentang Pengelolaan Limbah Cair dengan menggunakan IPAL .

Tes pengetahuan dengan 10 butir soal tentang Pengelolaan Limbah Cair termasuk operasionalisai IPAL didapatkan hasil sbb :

2) Hasil wawancara mendalam terhadap pekerjaan yang telah

(48)

Kendala yang dihadapi :

2 RS tidak merasakan/ mejelaskan terdapat kendala, sedangkan 8 RS menjelaskan adanya kendala sbb:

a) Minimnya sarana dan prasarana pendukung operasional IPAL b) Keadaan mesin yang sudah tua, sering eror

c) Bahan kimia sangat minim, sehingga hasil pengolahan tidak optimum

(49)

Seluruh (10) RS menyatakan ingin mendapat pelatihan tentang pengelolaan IPAL, khususnya yang mengolah limbah RS Di bawah ini adalah nilai yang didapat dari hasil wawancara

terhadap poin pertanyaan no. 4 s/d no. 12 (9 poin) pada matrik 1.b di atas.

3) Hasil observasi terhadap tampilan kerja/ peragaan kerja dan dokumen hasil kerja dalam pengelolaan limbah menggunakan IPAL

(50)

Di bawah ini adalah nilai yang didapat dari hasil observasi terhadap tampilan kerja di lokasi IPAL no. 1 s/d no. 7 (7 poin) pada matrik 1.c .1 di atas.

(51)

Di bawah ini adalah nilai yang didapat dari hasil observasi terhadap dokumen hasil kerja pengelolaan IPAL no. 4 s/d no. 8 (5 poin) pada matrik 1.c .2 di atas.

3.3.4.2 Analisis Hasil Pengukuran Tingkat Kemampuan

Analisis hasil pengukuran tingkat kemampuan petugas sanitasi RS ini dilakukan dengan pendekatan kwalitatif untuk menemukan

(52)

dengan kemampuan kenyataan di lapangan. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Analisis Kemampuan Pengelola Limbah Cair (IPAL) RS 1) Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan petugas dalam pengelolaan limbah cair / operator IPAL di 10 RS dapat dinilai CUKUP. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.a menunjukkan bahwa rata-rata nilai pengetahuan mencapai 6,8 dengan nilai terendah 6 di 4 RS dan 6 RS

menunjukkan nilai >6.

2) Landasan Kerja Pengelola Limbah Cair (IPAL)

Landasan kerja ini diperlukan sebagai panduan dalam melaksanakan tugas/ pekerjaan dalam mengelola Limbah Cair RS yang menjadi tanggung jawab petugas. Landasan kerja meliputi Tupoksi Unit kerja IPAL, Uraian tugas setiap karyawan IPAL, Instrumen kerja pengelolaan IPAL dan SOP Pengelolaan IPAL RS. Komponen landasan kerja dapat digunakan sebagai standar pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh petugas pengelola Limbah Cair RS dan sekaligus dapat digunakan sebagai panduan dalam mengukur kriteria unjuk kerja petugas pengelola limbah cair (IPAL RS).

Hasil pengukuran didapatkan hasil sebagai berikut : Pada matrik 1.b terlihat bahwa dari 4 poin pernyataan yang dijadikan sebagai landasan kerja ternyata belum semua RS memiliki/

(53)

3) Kemampuan (skill) Pengelola Limbah Cair (IPAL) RS

Hasil wawancara mendalam yang ditunjukkan pada matrik 1.b poin 4 s/d 12 menunjukkan bahwa hanya poin “Penjelasan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari sebagai pengelola limbah” dan “Melakukan pemantauan parameter air limbah” yang telah dilakukan oleh 10 RS, sedangkan poin lainnya belum semua dilakukan (1 – 4 RS). Jika diberikan nilai seperti terlihat pada tabel 1.b rata – rata nilai yang didapat : 8,2. Hal ini menunjukkan bahwa 6 RS masih di bawah nilai rata-rata.

Hasil pengamatan yang dilakukan di tempat kerja (IPAL) menunjukkan bahwa 7 poin yang digunakan sebagai indikator kriteria unjuk kerja belum semua RS melakukannya terlebih pada poin “Peralatan pemantau debit harian di influent IPAL” baru 3 RS yang melakukannya. Sedangkan jika diberi nilai (tabel 1.c.1) nilai rata-rata : 7,3 menunjukkan 7 RS masih di bawah nilai rata-rata

(54)

3.3.5 Penentuan kesenjangan kemampuan 3.3.5.1 Temuan Hasil TNA

Berdasarkan pada uraian analisis di atas, maka secara rinci dapat digambarkan temuan hasil TNA sebagai berikut :

Tingkat pengetahuan petugas tentang pengelolaan limbah cair RS, pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping RS rata-rata menunjukkan nilai cukup (nilai rata-rata >6). Tingkat kemampuan dalam pengelolaan limbah cair RS, pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping RS yang diukur melalui wawancara mendalam, observasi tempat kerja dan observasi terhadap dokumen hasil kerja menunjukkan rata-rata cukup, walaupun masih didapati beberapa poin yang digunakan sebagai indikator kriteria unjuk kerja masih rendah.

Hal ini bukan disebabkan rendahnya tingkat kemampuan (skill) melainkan lebih mengarah pada faktor lain di luar domain

kemampuan teknik seperti yang diutarakan dalam menuliskan kendala yang mereka hadapi selama ini. Apa lagi 6 RS menyerahkan pengelolaan house keeping dan pemusnahan sampah medisnya diserahkan kepada pihak ketiga (out sourcing). Faktor itu diantaranya kebijakan pihak manajemen RS yang kurang menguntungkan, kurang tertibnya administrasi, kurangnya peralatan yang memenuhi tandar,

rendahnya dukungan dana operasional dan beberapa disebabkan faktor sikap perilaku petugas.

(55)

menggambarkan indikasi kondisi menejerial unit kerja program sanitasi RS masih mengalami banyak hambatan.

3.3.5.2 Rekomendasi Tindak Lanjut

Berdasarkan pada hasil temuan TNA di atas maka peningkatan kemampuan teknis di bidang pengelolaan limbah cair RS, pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping RS tidak perlu dilakukan melalui pelatihan teknis. Pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan kinerjanya dapat dilakukan melalui kalakarya dan meningkatkan motivasi kerja untuk mendorong sikap perilaku positif melalui kegiatan-kegiatan yang dapat merubah mind set petugas yang diimbangi dengan perbaikan reward system.

Adapun dampak Negatif TNA :

1. Tidak jarang diklat yang diselenggarakan kurang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat penguasaan peserta.

2. Membosankan bagi peserta yang telah memiliki kompetensi tinggi. 3. Kurang memberikan kesempatan untuk mendalami materi secara

tuntas bagi peserta yang memiliki latar belakang kompetensi rendah. 4. Kurang memberikan manfaat kepada peningkatan kinerjanya setelah

mengikuti diklat yang bermuara kepada rendahnya manfaat diklat bagi peningkatan kinerja organisasi.

Sedangkan dampak positif TNA :

Melalui TNA dapat diketahui pelatihan yang tepat bagi sasaran yang tepat dan mengetahui penyebab dari pelaksanaan yang tidak sesuai oleh SDM atau sanitarian serta memberikan pelatihan yang sesuai nantinya. Selain itu, dapat menilai pada SDM sudah terpenuhi atau belum

(56)

Sehingga beberapa kelebihan dari TNA ini adalah: menambah

(57)

BAB 4 Penutup 4.1 Kesimpulan

4.1.1 Definisi Pelatihan dan Pengembangan

Pelatihan adalah proses dimana pembelajaran karyawan agar mencapai keefektifannya dalam bekerja, dan lebih menitik beratkan masalah teknis. Sedangkan pengembangan adalah suatu usaha yang sistematis dan

terorganisir yang dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan

kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan pelatihan merupakan bagian dari pengembangan yang mana dilihat dari segi peningkatan kemampuan teknis. 4.1.2 Tujuan Pelatihan dan Pengembangan

Tujuan umum pelatian dan pengembangan, harus diarahkan untuk meningkatkan produktifitas organisasi. Hal yang membedakan tujuan pelatihan dan pengembangan adalah sebagai yang ditampilkan pada tabel di bawah ini Jangka waktu Jangka pendek Jangka panjang

Sasaran Bawahan Atasan

Pembelajaran Teknis

Kemampuan teori

(58)

4.1.3 Proses Pelatihan dan Pengembangan

Inti dari proses pelatihan dan pengembangan adalah tahap perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Sedangkan perbedaan proses pelatihan dan pengembangan adalah adanya tahap perencanaan suksesi dalam proses pengembangan yang mana digunakan dalam jangka panjang yang menyangkut turn over karyawan.

Dalam proses pelatihan dan pengembangan hal yang sangat penting sebelum melakukan perencanaan adalah Training Need Assessment (TNA) yang mana menganalisa kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Kemudian setelah melakukan TNA maka perencanaan akan mudah dilakukan.

Setelah merencanakan pelatihan dan pengembangan maka tahap selanjutnya adalah pelaksanaan pelatihan dan pengembangan, yang mana secara garis besar dapat dilakukan dengan metode on the job atau off the job.

(59)

BAB 5 Daftar Pustaka

Dessler, Gary.2006.Manajemen Sumber Daya Manusia.Jakarta.PT Indeks Sedarmayanti.2010.Manajemen sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil.Refika Aditama

Mondy, RW, Noe, RM & Mondy, JB 2005, Human Resources Management. Pearson Prentice-Hall. New Jersey.

Patrick, Donal, L. (2008), Evaluating Training Programs. The Four Level. (1st

ed). San Fransisco, Berret – Koehler Publishers.

Sukarto.2011.Training Need Assessment (TNA) (Tes Sebelum

Pelatihan).diakses pada tanggal 26 Maret 2012.<http://id.shvoong.com/social- sciences/education/2103946-training-needs-asessment-tna-tes/>

Tosi.2011.Istilah Seputar Human Resource. diakses pada tanggal 26 Maret 2012. <http://istilah-humanresource.blogspot.com/2011/12/apa-itu-training-need-analysis.html>

Hardiansyah.2011.Metode Latihan dan Pengembangan karyawan . diakses pada tanggal 10 April 2012.

<http://hastagfire.wordpress.com/2011/12/04/metode-latihan-dan-pengembangan-karyawan/>

Hrcentro.2010.Mengukur Efektifitas Program Pelatihan / Training SDM. diakses pada tanggal 10 April 2012 .

<http://www.hrcentro.com/artikel/_Mengukur_Efektivitas_Program_PelatihanTrai ning_SDM__100306.html>

Bapelkes Lemahabang.2010.Laporan TNA Sanitarian Rumah Sakit. Diakses pada tanggal 26 Maret 2012.

Gambar

Tabel 1. Perbedaan pelatihan dengan pengembangan berdasarkan dimensi belajar
Gambar 2. Proses dan Pengembangan SDM (Robert L.Mathis dan John H.
Tabel 3. Kategori Metode Pelatihan dan Pengembangan
Tabel 4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pelatihan dan Pengembangan

Referensi

Dokumen terkait