• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKAYASA TATAGUNA LAHAN UNTUK MEMPERKECIL EROSI DENGAN METODE USLE DI SUB DAS SUMPUR DALAM RANGKA MENJAMIN KESINAMBUNGAN SUMBER DAYA AIR DANAU SINGKARAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REKAYASA TATAGUNA LAHAN UNTUK MEMPERKECIL EROSI DENGAN METODE USLE DI SUB DAS SUMPUR DALAM RANGKA MENJAMIN KESINAMBUNGAN SUMBER DAYA AIR DANAU SINGKARAK"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

REKAYASA TATAGUNA LAHAN

UNTUK MEMPERKECIL EROSI DENGAN METODE USLE DI SUB DAS SUMPUR DALAM RANGKA MENJAMIN KESINAMBUNGAN SUMBER DAYA AIR

DANAU SINGKARAK

ARTIKEL

Oleh :

GOEASTUS FASIVEN NIM. 0910018112019

(2)

REKAYASA TATAGUNA LAHAN

UNTUK MEMPERKECIL EROSI DENGAN METODE USLE DI SUB DAS SUMPUR DALAM RANGKA MENJAMIN KESINAMBUNGAN SUMBER DAYA AIR

DANAU SINGKARAK

Goeastus Fasiven, Isril Berd, Hafrijal Syandri Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta

Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Perairan, Pesisir dan Kelautan

Danau Singkarak merupakan danau tektonik yang terletak di Kabupaten Solok dan Tanah datar, Sumatera Barat berada di elevasi 362 m, mempunyai nilai yang sangat penting dari segi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Laju perubahan pemanfaatan lahan di sekitar Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Singkarak terutama di Sub DAS Sumpur menyebabkan menurunnya kuantitas air Danau Singkarak. Hasil analisa citra tahun 2000, 2006, dan 2011 di wilayah Sub DAS terjadi perubahan penggunaan lahan diantaranya adalah berkurangnya hutan primer dan hutan sekunder, sedangkan penggunaan lahan untuk pemukiman, pertanian lahan kering campur semak dan semak belukar bertambah luas. Perubahan lahan tersebut akan berpengaruh terhadap volume aliran permukaan (run off), degradasi lahan dan erosi yang terjadi di Sub DAS Sumpur. Hasil perhitungan dengan metode USLE, erosi yang terjadi pada Sub DAS Sumpur sebesar 10,20 ton/ha/tahun, laju erosi tersebut lebih kecil dari erosi yang diperbolehkan (Edp) yaitu sebesar 15,65 ton/ha/tahun. Untuk memperkecil erosi tersebut perlu dilakukan rekayasa tataguna lahan. Dari hasil rekayasa dengan menggunakan metode USLE berupa rekayasa faktor pengelolaan tanaman (faktor C) erosinya menjadi 1,9 ton/ha/tahun, dengan rekayasa faktor konservasi tanah (faktor P) erosinya menjadi 4,21 ton/ha/tahun, rekayasa terhadap kedua faktor (C dan P) laju erosi di Sub DAS sumpur hanya 0,77 ton/ha/th. Untuk menekan laju erosi dan sedimentasi di Sub DAS Sumpur berdasarkan penelitian ini dengan melakukan perubahan terhadap tataguna lahan dan pembuatan bangunan konservasi tanah.

Kata Kunci : Rekayasa tataguna lahan, USLE, laju erosi

LATAR BELAKANG

Danau Singkarak merupakan danau terluas nomor dua di Indonesia setelah Danau Toba dengan luas 10.751 Ha. Danau ini menampung air dari Sungai Sumani dan Sungai Sumpur dan alirannya keluar melalui Sungai Ombilin yang merupakan anak Sungai Siak. Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok Provinsi

(3)

Danau Singkarak ini merupakan sumberdaya air yang mempunyai nilai yang sangat penting dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Dimana Danau Singkarak mempunyai arti penting bagi daerah sekitarnya. Air danau ini digunakan untuk pembangkit tenaga listrik PLTA Singkarak yang berkapasitas 175 MW untuk melayani kebutuhan listrik bagi 4,4 juta jiwa di Sumatera Barat dan Riau (Aflizar, 2008, dalam BPDAS Indragiri Rokan, 2008), selain itu Danau Singkarak memiliki potensi plasma nuftah ikan Bilih yang cukup besar dan hanya satu di dunia serta terbatas hidup di Danau Singkarak. Beberapa tahun lalu ikan Bilih menjadi primadona karena terbuki dapat mengangkat harkat hidup nelayan sebanyak 1.135 kepala keluarga di selingkar danau (Syandri, 2008) dan juga Danau Singkarak telah dikembangkan budidaya perikanan air tawar, sebagai sumber air untuk mengairi sawah-sawah sekitar danau dan juga sebagai obyek pariwisata yang cukup menarik.

Sub DAS Sumpur dengan luas wilayah 19.767,34 ha merupakan Sub DAS cukup luas pada daerah tangkapan air (DTA) Danau Singkarak yang merupakan bagian dari hulu DAS Sungai Indragiri. Sub DAS Sumpur sebagai bagian dari DAS Indragiri merupakan DAS prioritas I yang berhilir ke Provinsi Riau melalui Sungai Ombilin dan Indragiri. Secara administratif Sub DAS Sumpur berada di empat Kabupaten dan 7 Kecamatan diantaranya adalah: 1) Kabupaten Agam, Kecamatan Banuhampu Sungai Puar seluas 194,51 Ha, 2) Kota Padang Panjang, Kecamatan Padang Panjang Barat seluas 1.076.62 Ha, Kecamatan Padang Panjang Timur seluas 2.962,01 Ha, 3) Kabupaten Padang Pariaman, Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam seluas 883,20 Ha, 4) Kabupaten Tanah Datar, Kecamatan Batipuh seluas 9.890,01 Ha, Kecamatan Rambatan seluas 219,09 Ha, Kecamatan Sepuluh Koto Seluas 4.541,91 Ha (analisa spasial)

Saat ini kondisi pemanfaatan lahan di wilayah Sub DAS Sumpur mengalami

tekanan yang cukup tinggi sebagai akibat dari pembukaan wilayah untuk akses jalan, pertambangan dan perkebunan. Pemanfaatan lahan yang kurang sesuai dengan kemampuannya dikhawatirkan akan meningkatkan kerusakan lahan yang lebih parah, oleh karena itu diperlukan evaluasi lahan serta kajian erosi tanah untuk mengetahui kemampuan lahan agar dapat dimanfaatkan secara optimal yaitu sesuai dengan karakteristik biogeofisiknya dan terwujudnya kondisi tata air yang baik, tidak terjadi banjir dan kekeringan serta terkendalinya erosi tanah sehingga kesuburan tanah dan produktivitas lahan meningkat.

METODE PELAKSANAAN

Prediksi tingkat erosi tanah dihitung dengan menggunakan persamaan seperti dikemukakan oleh Wischmeir dan Smith (1978) dalam Asdak (2007), dan dikenal sebagai persamaanUSLE:

A = R.K.LS.C.P

A = Besarnya kehilangan tanah atau erosi (ton/ha/tahun).

R = Faktor erosivitas (kJ/ha).

K = Faktor erodibilitas tanah (ton/kJ). LS= Faktor panjang dan kemiringan lereng. C = Faktor penutup tanah dan cara

bercocok tanam.

P = Faktor tindakan konservasi Analisis yang dilakukan :

1. Perhitungan besarnya erosi tanah permukaan yang dapat ditoleransi 2. Perhitungan debit

Debit yang dihitung merupakan jumlah total debit aliran pada setiap penampang atau dapat dituliskan dengan persamaan :

Q (m³/detik) = L1D1V1 + L2V2D2 + ...LnVnDn Dimana :

(4)

V = Kecepatan rata-rata pada tiap titik kedalaman pengukuran (m/detik) 3. Menghitung jumlah sedimen

Besarnya kadar muatan sedimen dalam aliran air dinyatakan dalam besaran laju sedimentasi (dalam satuan ton atau m³ atau mm per tahun). Laju sedimentasi harian dapat dihitung dengan rumus :

Qs = 0,0864 x C x Q Dimana,

Qs (ton/hari) = debit sedimen

C (mg/l) = kadar muatan sedimen Q (m³/dt) = debit air sungai

HASIL DAN PEMBAHASAN Letak dan Luas

Sub DAS Sumpur dengan luas wilayah 19.767,34 Ha adalah sub DAS yang cukup luas pada daerah tangkapan air (DTA) Danau Singkarak yang merupakan bagian dari hulu DAS Sungai Indragiri. Sub DAS Sumpur sebagai bagian dari DAS Indragiri merupakan DAS prioritas I yang berhilir ke Provinsi Riau melalui Sungai Ombilin dan Indragiri. Secara administratif Sub DAS Sumpur berada di empat Kabupaten dan 7 Kecamatan diantaranya adalah: 1) Kabupaten Agam, Kecamatan Banuhampu Sungai Puar seluas 194,51 Ha, 2) Kota Padang Panjang, Kecamatan Padang Panjang Barat seluas 1.076.62 Ha, Kecamatan Padang Panjang Timur seluas 2.962,01 Ha, 3) Kabupaten Padang Pariaman, Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam seluas 883,20 Ha, 4) Kabupaten Tanah Datar, Kecamatan Batipuh seluas 9.890,01 Ha, Kecamatan Rambatan seluas 219,09 Ha, Kecamatan Sepuluh Koto Seluas 4.541,91 Ha (analisa spasial).

Sub DAS

Berdasarkan Peta Daerah Aliran Sungai, terdapat 6 sub DAS yang masuk dalam Daerah Tangkapan Air Danau Singkarak yaitu Sub DAS Aripan, Imanggadang, Kuok, Paninggahan,

Partahunan dan Sumpur dengan luas total daerah tangkapan air Danau Singkarak seluas 100.185 Ha. Dari enam sub DAS yang terdapat di DTA Danau Singkarak sub DAS Aripan yang paling luas dengan luas 51.776 Ha atau 51,68 % dari luas DTA Danau Singkarak, kemudian Sub DAS Sumpur dengan luas 19.767,34 Ha atau 19,73 % dari luas DTA Danau Singkarak, selanjutnya sub DAS Sumpur dengan luas 11.704 Ha atau 11,68 % dari luas DTA Danau Singkarak, selanjutnya sub DAS Kuok dengan luas 6.114 Ha atau 6,12 % dari luas DTA Danau Singkarak, selanjutnya sub DAS Pertahunan dengan luas 5.689 Ha atau 5,67 % dari luas DTA Danau Singkarak dan Sub DAS Imanggadang yang paling kecil dengan luas 5.135 Ha atau 5,12 % dari luas DTA Danau Singkarak.

(5)

2.893,33 jiwa/km² (Kecamatan dalam angka 2012)

Topografi

Topografi sub DAS Sumpur dapat digambarkan dengan menggunakan analisis Digital Elevation Model (DEM). Dengan menggunakan DEM dapat diketahui kemiringan lereng yang terdapat pada daerah penelitian. Kemiringan lereng diturunkan dengan menggunakan metode Horn yang menduga kemiringan lereng pada topografi yang beragam. Luasan kemiringan lereng dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel. Sebaran Kemiringan Lahan Kelas

lereng (%)

Kreteria Luas (Ha)

< 8 Datar 3.705,39 9 15 Landai 2.176,77 16– 25 Bergelombang 4.154,76 26 40 Curam 4.494,66 > 40 Sangat curam 5.235,76

Jumlah 19.767,34

Sumber: Analisa data spasial Perubahan Penggunaan Lahan

Hasil analisis citra pada ketiga tahun liputan tersebut menunjukan bahwa penggunaan lahan di sub DAS Sumpurdan sekitarnya pada tahun 2011, 2006 dan 2000 yang terluas adalah hutan lahan kering primer dan hutan lahan sekunder sebesar 52,89%, yang terkecil semak belukar sebesar 0,91%.

Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada sub DAS Sumpur periode 2000 sampai 2006 berupa tubuh air menjadi hutan rawa primer seluas 66,81 Ha. Periode 2006 sampai 2011 adalah berkurangnya lahan kering primer seluas 1.024,67 Ha, pertanian lahan kering seluas 632,98 menjadi pertanian lahan kering campur semak, hutan primer menjadi pertanian lahan kering campur semak seluas 66,81 Ha.

Satuan Lahan

Satuan lahan (land unit) merupakan bagian terkecil suatu kawasan yang mempunyai karakteristik tertentu dan dapat dibedakan dengan satuan lahan lainnya. Dalam satuan lahan, karakteristik sifat fisik lahan yang berpengaruh terhadap pengelolaan lahan relative lebih seragam antara lain, iklim, topografi, jenis tanah, dan penggunaan lahan, sehingga dalam penelitian ini satuan lahan dijadikan sebagai unit analisis dan unit pemetaan (maping unit).

Satuan lahan paling luas B-ad dengan luas 2.733,38 Ha. Satuan lahan tersebut berupa perkebunan pada kelas lereng >40%. Sedangkan satuan lahan paling kecil C-pmk-1 dengan luas 11,32 Ha berupa pertanian lahan kering pada kelas lereng 16% - 25%.

Erosi

Penentuan laju erosi bertujuan untuk mengetahui besaran erosi yang terjadi disetiap satuan lahan. Penghitungan laju erosi menggunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation). Pertimbangan penggunaan persamaan ini karena parameter yang digunakan lebih sedikit dan sederhana dibandingkan dengan model lainnya, serta mudah dikelola dengan hasil yang cukup akurat.

Parameter-parameter yang digunakan dalam model persamaan ini adalah: erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), faktor panjang dan kemiringan lereng (LS), faktor pengelolaan tanaman (C), dan faktor konservasi tanah (P).

1. Faktor Erosivitas Hujan (R)

Nilai erosivitas hujan (R) pada setiap unit lahan di sub DAS Sumpur bervariasi. Nilai R tertinggi dimiliki unit lahan D-ad yaitu 1.182,93 MJ.cm/ha.jam/th., rata-rata R di Sub DAS Sumpur adalah 394,31 MJ.cm/ha.jam/th.

2. Faktor erodibilitas tanah (K)

(6)

(1) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat infiltrasi, permeabilitas, dan total kapasitas air; (2) faktor-faktor yang menahan penghamburan, pengikisan dan gaya angkut air hujan, serta aliran permukaan. Faktor-faktor yang pertama terdiri dari tekstur tanah, struktur tanah, kandungan bahan organik, dan permeabilitas tanah, sedangkan faktor yang kedua terdiri dari topografi, kemiringan lereng, dan besarnya gangguan oleh manusia.

Nilai erodibilitas tanah (K) di sub DAS Sumpur termasuk kategori sedang hingga sangat tinggi. Nilai K terendah berada pada C-pmk-1 yaitu 0,11 dan nilai K tertinggi A-al yaitu 0,32. Tanah dengan partikel debu dan pasir halus kurang resisten terhadap pengelupasan, sehingga mempunyai nilai erodilbilitas tinggi.

3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Nilai panjang dan kemiringan lereng (LS) dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan dengan mengabaikan pengaruh panjang lereng dan yang berpengaruh hanya kemiringan lereng dengan asumsi bahwa kemiringan lereng berpengaruh 3 kali panjang lereng terhadap erosi (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Sebagai pertimbangannya karena dalam setiap satuan lahan mempunyai panjang lereng yang bervariasi, sehingga untuk menentukan panjang lereng setiap satuan lahan agak susah.

Sub DAS Sumpur didominasi lahan dengan curam yaitu lahan dengan kemiringan 26-40 % seluas 4.494,66 ha, sedangkan lahan dengan bergelombang (16-25%) hanya 4.154,76 ha. Kemiringan lahan sangat erat hubungannya dengan besarnya erosi. Semakin besar kemiringan lereng, peresapan air hujan ke dalam tanah menjadi lebih kecil sehingga limpasan permukaan dan erosi menjadi lebih besar (Rahayu at al, 2009).

4. Faktor Pengelolaan Tanaman (C)

Faktor pengelolaan tanaman (C) merupakan faktor yang menunjukkan

besarnya perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan.

Penentuan tanaman penutup lahan berdasarkan peta penggunaan lahan dan hasil pengecekan di lapangan. Dalam peta penggunaan lahan, Sub DAS Sumpur dikelompokkan menjadi delapan jenis penggunaan lahan, yaitu hutan rawa primer, perkebunan, tubuh air, pertanian lahan kering, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering skunder, pemukiman dan pertanian lahan kering campur semak.

Hutan primer yang berada di sub DAS Sumpur adalah hutan hujan alam tropika yang masih asli dan berfungsi sebagai kawasan hutan suaka alam dan hutan lindung, yaitu suaka alam Bukit Barisan I. Kawasan hutan ini masih vegetasinya masih utuh dan berada pada kelerengan yang curam hingga sangat curam sehingga mempunyai fungsi lindung. Nilai C untuk hutan lahan kering primer adalah 0,001. Hutan skunder yang ada, merupakan hutan- hutan alam yang telah mengalami pemanfaatan baik berupa kayu maupun non kayu. Hutan ini berfungsi sebagai hutan produksi, hutan lindung, dan hutan suaka alam. Kondisi hutan masih ditutupi belukar tua yang rapat, sehingga nilai C untuk hutan skunder, yaitu 0,1.

Untuk penggunaan lahan berupa pemukiman, di wilayah sub DAS Sumpur pemukiman secara umum mempunyai pekarangan atau ladang yang ditanami dengan tanaman semusim maupun tanaman perkebunan, seperti kulit manis, cabai, pinang, dan coklat. Untuk menentukan nilai C digunakan kombinasi tanaman-tanaman penutupnya sehingga nilai C untuk pemukiman adalah 0,5.

Pertanian lahan kering/ladang di sub DAS Sumpur merupakan pola pertanian yang mengandalkan air hujan untuk kebutuhan airnya dengan tanaman semusim, seperti jagung, cabai, bawang dan ketela pohon. Nilai C untuk pertanian lahan kering/ladang juga beragam sesuai dengan jenis tanaman penutupnya.

(7)

pertanian yang memanfaatkan lahan untuk ditanami macam-macam tanaman perkebunan. Tanaman perkebunan yang umum ditemukan di sub DAS Sumpur adalah karet, kopi, coklat, kulit manis, kemiri, kelapa, Sao, dan pinang. Nilai C untuk kebun campur adalah 0,5.

Hutan rawa primer yang ada di Sub DAS Sumpur sebagian besar adalah sawah irigasi, yaitu sawah yang selalu tergenang air dan ditanami padi sepanjang tahun dan rawa-rawa. Nilai C untuk hutan rawa primer adalah 0,01.

Semak belukar adalah tanaman perdu yang tumbuh liar akibat pemanfaatan lahan yang ditinggalkan. Tanaman semak belukar yang dijumpai di lapangan yaitu mimosa, rasam, alang-alang, dan tanaman rumput-rumputan. Nilai C untuk semak belukar adalah 1,0. 5. Faktor Praktek Konservasi Tanah (P)

Praktek konservasi tanah (P) adalah perbandingan besarnya erosi dengan suatu tindakan konservasi tanah tertentu terhadap besarnya erosi pada tanah yang diolah menurut arah lereng.Termasuk dalam tindakan konservasi adalah penanaman dalam strip, pengolahan tanah menurut kontur, guludan dan teras (Arsyad, 2010).

Untuk hutan primer dan hutan skunder termasuk dalam kategori teras bangku bagus dan sedang dengan nilai P 0,04 dan 0,15. Sementara itu untuk kebun campuran secara umum yang ditemukan dilapangan adalah teras bangku sedang, sehingga nilai P 0,15.Secara umum jenis teras yang ditemukan dilapangan adalah teras bangku dengan kualitas yang jelek hingga bagus.

Pada penggunaan lahan berupa sawah irigasi atau pertanian sangat intensif, secara umum teras yang dibuat kualitasnya bagus baik pada lereng yang landai maupun yang curam. Hal tersebut disebabkan karena pada pengolahan lahan untuk sawah irigasi, pembuatan teras bertujuan untuk menahan genangan air terutama pada saat awal

penanaman

6. Laju Erosi Aktual

Penghitungan laju erosi aktual bertujuan untuk mengetahui potensi erosi yang akan terjadi apabila tidak ada perubahan pengelolaan lahan di sub DAS Sumpur.

Perkiraan erosi aktual rata-rata yang terjadi di sub DAS Sumpur pada tahun 2000 adalah 8,74 ton/ha/tahun, tahun 2006 adalah 7,58 ton/ha/tahun dan tahun 2011 adalah 10,20 ton/ha/tahun. Erosi aktual terbesar terjadi pada satuan lahan E-lat-1 yaitu sebesar 156,86 ton/ha/th atau 11,28 mm/ha/th. Sedangkan erosi aktual terendah terjadi pada satuan lahan B-pmk-1, B-pmk-2, B-pmk-3, B-pmk-4, B-pmk-5 yaitu sebesar 0,01 ton/ha/th.

.

7. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Klasifikasi tingkat bahaya erosi (TBE) merupakan klasifikasi besarnya laju erosi aktual atau kehilangan tanah maksimum dengan faktor kedalaman solum tanah pada setiap unit lahan apabila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Pada dasarnya jumlah laju erosi aktual atau kehilangan tanah maksimum ini harus lebih kecil atau sama dengan proses pembentukan tanah, sehingga produktivitas lahan tetap berkelanjutan.

Nilai laju erosi aktual dalam penelitian ini merupakan nilai erosi aktual (A) yang diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan persamaan USLE, sedangkan data solum tanah diperoleh dari hasil pengamatan profil tanah di lapangan.

(8)

Besarnya Erosi Mengalir Ke Danau Singkarak

Besarnya erosi atau sedimen yang mengalir ke Danau Singkarak dapat dilihat sebagai berikut:

Lebar dari sub DAS Sumpur adalah 18,6 meter, untuk menentukan luas penampang dari sub DAS Sumpur adalah membagi lebar sungai menjadi 9 interval dan kemudian dikalikan dengan kedalaman. Untuk wilayah sub DAS Sumpur diperoleh luas penampang pada hari tidak hujan adalah 19,90 dengan rata-rata 2,21 dan pada hari hujan adalah 23,72 dengan rata-rata 2,64.

Kecepatan air pada sub DAS Sumpur pada waktu tidak hujan rata-rata 0,92 m/detik, maka diperoleh nilai Q (debit air sungai) pada waktu tidak hujan adalah 18,32 m3/detik. Sedangkan pada waktu hujan rata-rata 1,26 m/detik, maka diperoleh nilai Q (debit air sungai) pada waktu hujan adalah 29,86 m3/detik.

Nilai C (sedimen) pada sub DAS Sumpur pada saat tidak hujan rata-rata 4,36 mg/l, sedangkan nilai C (sedimen) pada saat hujan rata-rata 49,01 (mg/l).

Dengan telah dapatnya nilai C dan Q maka dapat diperoleh nilai Qs dengan rumus Qs = 0,0864 x C x Q

Nilai Qs pada saat tidak hujan adalah 0,0864 x 4,36 x 18,32 = 6,89 (ton/hari), dikonversikan ke Qs (ton/ha/th) dengan membagi Qs dengan luas DAS maka diperoleh hasil 0,13 (ton/ha/th), sedangkan nilai Qs pada saat hujan adalah 0,0864 x 49,01 x 29,86 = 126,46 (ton/hari) dikonversikan ke Qs (ton/ha/th) adalah 2,34 (ton/ha/th).

Rekayasa Lahan Pada Sub DAS Sumpur Tabel. Rekayasa Sub DAS Sumpur

No. Alternatif Rekayasa Lahan Ton/Ha/ Th 1. Pertanian Lahan Kering menjadi

Tanaman Kacang Tunggak

9,53

No. Alternatif Rekayasa Lahan Ton/Ha/ Th 2. Pemukiman menjadi Pemukiman

dengan tanaman Rumput di pekarangan, Pertanian Lahan Kering Campur Semak dan Perkebunan menjadi Kebun Campuran Ubi dan Kedelai

4,40

3. Hutan Lahan Kering Sekunder menjadi Hutan Lahan Kering Primer

8,39

4. Seluruh Faktor C di Rekayasa 1,9 5. Teras Bangku Jelek dan Sedang

Menjadi Teras Bangku Bagus dan Tanaman Penutup Rapat

4,21

6. C dan P 0,77

Dampak Erosi Pada Sub DAS Sumpur 1. Dampak erosi

Dampak erosi tanah di tempat asal merupakan dampak yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktifitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya menimbulkan terjadinya tanah kritis.

Pengaruh erosi pada daerah asal di Sub DAS Sumpur tidak terlalu berpengaruh karena hasil dari analisa lahan maka erosi aktual yang terjadi pada Sub DAS Sumpur masih dibawah dari erosi toleransi.

2. Dampak erosi diluar lahan pertanian Dampak erosi tanah diluar lahan pertanian (off-site) merupakan dampak sangat besar pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sedimen menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Arsyad (2010) mengemukakan bentuk dampak off-site antara lain:

a. Pelumpuran dan pendangkalan waduk b. Tertimbunnya lahan pertanian dan

bangunan

c. Memburuknya kualitas air, dan d. Kerugian ekosistem perairan

(9)

danau singkarak, dimana akan terjadi pendangkalan pada danau singkarak tepatnya pada hilir dari sub DAS Sumpur. Selain dari itu dengan memburuknya kualitas air danau yang diakibatkan oleh erosi tanah, maka akan mengancam kelestarian dari ekosistem yang ada di danau singkarak khususnya terhadap ikan bilih (Mystacoleucus padangensis), dimana kita tahu bahwa ikan bilih untuk melakukan pemijahan membutuhkan air bersih dan bening, dan apabila di sub DAS Sumpur terjadi erosi yang sangat tinggi maka hal tersebut sudah pasti mengancam keberlangsungan kehidupan ikan bilih dan bisa menyebabkan kepunahan, karena sub DAS Sumpur adalah salah satu tempat favorit ikan bilih untuk melakukan pemijahan

Sumber Daya Air Yang Berkelanjutan

Penggunaan lahan sawah memiliki rata-rata kadar air yang tinggi yaitu 39,95%, dengan porositas sangat rendah antara 5,8 - 10% dan tekstur tanah debu berpasir, dan struktur tanah remah, dan kapasitas infiltrasi sangat rendah sebesar 0,52 cm/jam. Selain penggunaan lahan, sifat fisik tanah, dan vegetasi mempengaruhi besarnya kapasitas infiltrasi (Dewi Agustina, Dewi Liesnoor Setyowati, Sugiyanto, 2012).

Dari hasil analisa tutupan lahan pada sub DAS Sumpur masih relatif baik karena tutupan lahannya didominanasi oleh hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder, dengan dipertahankannya kondisi tersebut maka keadaan sumber daya air pada sub DAS Sumpur dapat berkelanjutan secara terus menerus dan bisa memasok air ke dalam danau Singkarak.

Dilihat dari analisa erosi, sub DAS Sumpur tingkat bahaya erosinya tidak terlalu berat, karena dari 58 unit lahan hanya 10 unit lahan yang melebihi dari erosi telorasi dan 48 unit lahan masih berada dibawah erosi toleransi, ini terbukti bahwa erosi pada sub DAS Sumpur tidak terlalu berat. Dengan kurangnya erosi pada sub DAS Sumpur maka bisa dipastikan infiltrasi pada sub DAS Sumpur relatif baik

sehingga bisa menjamin keberlangsungan air danau Singkarak.

Hasil pemantauan debit air sungai pada sub DAS Sumpur maka diperoleh hasil debit pada waktu tidak hujan sebesar 622,21 m³/menit dan pada saat hujan sebesar 851,32 m³/menit, disini dapat kita lihat bahwa perbedaan debit pada hari hujan dengan tidak hujan tidak terlalu jauh, ini berarti tutupan lahan dan infiltrasi air hujan pada sub DAS Sumpur perlu dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjaga agar air pada sub DAS Sumpur tetap mengalir ke danau Singkarak dan bisa sebagai penjamin keberlangsungan air pada danau Singkarak.

Dilihat dari elevasi air danau singkarak pada tahun 2000, elevasi rata-rata muka air danau Singkarak 362,49 m dpl, tahun 2006 elevasi rata-rata muka air danau Singkarak 362,25 m dpl, tahun 2011 elevasi rata-rata muka air danau Singkarak 361, 56 m dpl (sumber : PT PLN Sektor Pembangkitan Bukittingi dan PSDA Propinsi Sumatera Barat)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Seluruh unit lahan di Sub DAS Sumpur mempunyai potensi terjadi erosi, 9 unit lahan yang mempunyai erosi di atas erosi yang diperbolehkan yaitu unit lahan A-A1 erosi aktualnya sebesar 4,72 ton/ha/tahun sedangkan Edp sebesar 3,88 ton/ha/tahun, unit lahan C-lat erosi aktualnya sebesar 111,11 ton/ha/tahun sedangkan Edp sebesar 65,70 ton/ha/tahun, unit lahan D-lat erosi aktualnya 124,18 ton/ha/tahun, unit lahan 1, 2, D-pods-3, D-pods-4 erosi aktualnya 6,8 ton/ha/tahun sedangkan Edp sebesar 6,13 ton/ha/tahun, dan unit lahan E-lat-1 erosi aktualnya sebesar E-lat-156,86 ton/ha/tahun sedangkan Edp sebesar 7,82 ton/ha/tahun.

(10)

pertanian lahan kering campur semak sebesar 99,21 ton/ha/tahun.

3. Dengan kondisi penutupan lahan Tahun 2000 terjadi kehilangan tanah pada sebidang lahan adalah 7,58 ton/ha/tahun, Tahun 2006 sebesar 7,58 ton/ha/tahun, Tahun 2011 terjadi kenaikan yaitu 10,20 ton/ha/tahun. 4. Tingkat bahaya erosi pada sub DAS

Sumpur adalah Sangat rendah seluas 8.566,10 ha atau 43,33 %, Rendah adalah 6.608,99 ha atau 33,43 %, Sedang adalah 3.784,33 ha atau 19,14 %, Berat adalah 807,92 ha atau 4,09 % 5. Rata-rata erosi yang diperbolehkan

pada sub DAS Sumpur adalah 15,65 ton/ha/tahun.

6. Erosi atau sedimen yang mengalir ke Danau Singkarak sebanyak 1,23 ton/ha/tahun.

7. Rekayasa Tata Guna Lahan pada Sub DAS Sumpur dengan melakukan Perubahan kondisi Penutupan Tanah (C) erosi aktualnya adalah sebesar 1,9 ton/ha/tahun, perubahan tindakan konservasi tanah erosi aktualnya sebesar 4,21 ton/ha/tahun, perubahan faktor C dan P erosi aktualnya sebesar 0,77 ton/ha/tahun.

8. Kesinambungan sumber daya air dari sub DAS Sumpur yang masuk ke Danau Singkarak masih terjamin dengan baik, Fluktuasi debit air relatif kecil debit saat tidak hujan 18,32 m3/detik, debit saat hujan 29,86 m3/menit.

Saran

1. Perlu penelitian lanjutan tentang kesesuaian lahan untuk memperoleh jenis tanaman yang cocok dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan pada sub DAS Sumpur.

2. Perlu dilakukan pengujian kualitas air pada sub DAS Sumpur untuk menjaga kualitas air pada Danau Singkarak.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Debit Sungai Mamasa, Jurnal Smartek, Vol.7, No. 3, Agustus 2009: 204-218. Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Aqshan Shadikin Nurdin. 2011, Pendugaan Erosi Dan Kemampuan Lahan Di Wilayah Sub Das Pronggo Dan Sub Das Termas Ponggok Das Grindulu Kabupaten Pacitan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.

Azis, S. 2008. Evaluasi Kemampuan Lahan dan Pendugaan Erosi untuk Arahan Pemanfaatan Lahan Wilayah Sub DAS Juwet dan Dondong Gunung Kidul Yogyakarta, Thesis. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Bosch, J.M. and J.D. Hawlett. 1982. Review of Catchment Experiments to Determine the Effects of Vegetation Changes

on Water Yield and

Evapotranspiration, Journal Hydrology (55) 3-23.

Berd, I. 2005. Makalah Analisis Kawasan Prioritas Resapan Air Kota. Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Barat. Padang

Berd, I. 2008. Rekayasa Biofisik DAS untuk Mitigasi Banjir, Longsor dan Kekeringan Guna Kelestarian Sumberdaya Air Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Teknik Tanah dan Air. Universitas Andalas. Padang Berd, I. 2011. Alih Fungsi Hutan Lindung

(11)

BPDAS Agam Kuantan. 2007. Analisis Urutan DAS Prioritas Satuan Wilayah Pengelolaan DAS Agam Kuantan Propinsi Sumatera Barat. BPDAS Agam Kuantan. 2011. Rencana

Pengeloaan DAS Antokan Terpadu. Balai Pengelolaan DAS Agam Kuantan. Padang.

Dela Risnain Tarigan dan Djati Mardiatno. 2012. Pengaruh Erosivitas Dan Topografi Terhadap Kehilangan Tanah Padaerosi Alur Di Daerah Aliran Sungai Secang Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo. 109-212-1-SM

Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Departemen Kehutanan, 2007. Pedoman

Penyusunan Standar Operasional Prosedur Pengendalian Banjir dan Longsor. Jakarta

Dewi Agustina, Dewi Liesnoor Setyowati, Sugiyanto, 2012. Analisis Kapasitas Infiltrasi Pada Beberapa Penggunaan Lahan Di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Joernal Unnes. 952-1853-1-SM

Ditjen RRL. 1996. Pedoman Identifikasi Karakteristik Daerah Aliran Sungai. Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Jakarta.

Erstayudha Hayyu Nurriziqi. 2008. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Perubahan Debit Puncak Banjir di Sub DAS Brantas Hul. Jurnal Universitas UGM. 104-202-1-SM.

Farida dan Meine Van Noordwijk. 2004. Analisis Debit Sungai akibat Alih Guna Lahan dan Aplikasi Model Gen River pada DAS Way Besai, Sumberjaya. World Agroforestry Centre-ICRAF SE Asia.

Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. LENTERA : Vol.10, No.2, Nopember 2010

Halus Satriawan. 2010. Alih Fungsi Lahan Kawasan Hulu dan Dampaknya Terhadap Kualitas Air Kawasan Hilir Daerah Aliran Sungai.

Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata guna Lahan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hardjowigeno, S, dan S. Sukmana. 1995. Menentukan Tingkat Bahaya Erosi. Second Land Resource Evaluation and Planning Project. ADB Loan. No.1099 INO. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor

Hermiati, E. 2006. Analisis Perbandingan dengan Pendugaan Erosi Menggunakan Metode USLE dan Unit SPAS pada Model DAS Mikro. Tesis. IPB. Bogor

Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Aplikasi Model Hidrologi. PT Bumi Aksara. Yogyakarta.

Ingga, M. 2002. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Karakteristik Hidrologi din Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Besai, Lampung Barat Propinsi Lampung. Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah-S1 Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Irwanto. 2006. Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu. Yogyakarta

Kodoatie, R dan Syarif, R. 2010. Tata Ruang Air. PT. Andi. Yogyakarta Kartasapoetra. 1986. Teknologi Konservasi

Tanah dan Air. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

(12)

Menteri Kehutanan RI. 2005. Keputusan Menteri Kehutanan No. 346/Menhut-V/2001 tentang Kriteria Penetapan Urutan DAS Prioritas, Departemen Kehutanan RI, Jakarta.

Mulyana, N. 2000. Pengaruh Hutan pinus (Pinus merkusii) terhadap Karakteristik Hidrologi di Sub Daerah Aliran Sungai Ciwulan Hulu KPH Tasikmalaya PERUM PERHUTANI UNIT III Jawa Barat (Kajian menggunakan

Model POWERSIM-PINUS

Ver.3.1). Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurcahyawati, N. 2006. Analisa Karakteristik Hidrologi di Areal MDM Mararin, Mengguliling dan To Bonu Sub DAS Mata Allo Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sembiring, S. 1995. Pengaruh Perubahan Penutupan Vegetasi terhadap Fluktuasi Debit dan Sedimentasi pada sub DAS Cijambu Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soemarwoto. 2000. Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Syoekoeri, M.AH dan Suhartanto, E. 2006. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Pendugaan Erosi dan Konservasi Sumber Daya Alam, Jurnal Teknik Universitas Brawijaya, Malang. Dikunjungi 25 Desember 2006.

Soepardi. 1983. Sifat dan Ciri Tanag. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Penentuan Orde Sungai Dengan Metode Strahler (1957) (Sumber :

www.Fgmorph.Com/Fg_4_8.Php)

Prahasta, E. 2002. Konsep – konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika Bandung.

(LP3ES) 2006. Studi Tentang Pola Pemanfatan Lahan Di Kawasan Hulu DAS dalam rangka Pengembangan Mekanisme Pembayaran Jasa Perlindungan DAS. www.lp3es.or.id di akses tanggal 6 Agustus 2009.

Rahayu, S dkk. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. World Agroforestry Center ICRAF Asia Tenggara. Bogor

Rahim. 2003. Pengendalian Erosi Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. PT Bumi Aksara. Yogyakarta

Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Andi Yogyakarta.

Seta, A. K., 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia. Jakarta.

Sianturi, H. 2011. Analisa Penggunaan Lahan di DTA Danau Toba Berdasarkan Metode Answer untuk Fungsi DAS yang Berkelanjutan. Desertasi. Universitas Sumatera Utara, Medan

Siringoringo. 2005. Pemprogaman Linier. Diakses di homepage ;

hhtp://www.smk2-yk.id/dlib/resourecs.doc, pada tanggal 10 Oktober 2011.

Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar hidrologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Soedjoko. 2002.Handout Hidrologi Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi, Yogyakarta.

(13)

Senawi. 2007. Pemodelan Spasial Ekologis untuk Optimalisasi Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai. Disertasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Senawi. 2008. Geomorfologi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Syandri, H. 2010. Daerah Tangkapan Air Danau Singkarak alami Erosi. Koran ANTARA Sumatera Barat. Tanggal 13 Juli 2010. Padang Syoekoeri, M.AH dan Suhartanto, E. 2006.

Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Pendugaan Erosi dan Konservasi Sumber Daya Alam, Jurnal Teknik Universitas Brawijaya, Malang. Dikunjungi 25 Desember 2006

Tintian. DL. 2008. Analisa Pendugaan Erosi, Sedimentasi dan Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNP Berbasis SIG di Sub DAS Jenebarang Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Triana Susanti dan Muh. Hendrie S. 2005.

Perencanaan Bangunan

Pengendali Sedimen Waduk Selorejo Kabupaten Malang.

http://eprints.undip.ac.id/34514/6/ 1504__chapter_III.pdf

Supardi, Goeswono.1983. SIFAT DAN CIRI TANAH. Institut Pertanian Bogor.

Sianturi, H. 2011. Analisa Penggunaan Lahan di DTA Danau Toba Berdasarkan Metode Answer untuk Fungsi DAS yang berkelanjutan. Desertasi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Widiatmoko, DY. 2010. Evaluasi Kemampuan Lahan, Analisi Neraca Air dan Erosi untuk Arahan Penggunaan Lahan Optimal di SUB DAS Sumani Sumatera Barat. Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Gambar

Tabel. Rekayasa Sub DAS Sumpur

Referensi

Dokumen terkait