• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI IJARAH DI LEMBAGA KEUANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI IJARAH DI LEMBAGA KEUANGAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI IJARAH DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (DALAM PERSPEKTIF FIQIH)

Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata kuliah: Fiqih Kontemporer

Dosen Pengampu :Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun oleh:

Eva Nur Sa’adah (141262810)

Kelas A

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

(2)

1 A. Pendahuluan

Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah adalah ijarah. Ijarah sering disebut dengan “upah” atau “imbalan”. Di zaman sekarang sudah banyak berdiri lembaga-lembaga keuangan, baik yang bersifat syariah atau konvensional. Badan usaha yang tumbuh subur di negara ini adalah perbankan syariah. Sebagai umat muslim kita semua sudah tahu bahwa ijarah itu adalah diperbolehkan, dan ini merupakan salah satu transaksi dalam muamalah.

Ijarah merupakan salah satu bentuk transaksi muamalah yang banyak dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Didalam pelaksanaan ijarah ini yang menjadi objek transaksinya adalah manfaat yang terdapat pada sebuah zat.

Kegiatan ijarah ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar. Oleh sebab itu kita harus mengetahui apa pengertian dari ijarah, rukun dan syarat ijarah, dasar hukum ijarah, manfaat ijarah dan sebagainya mengenai ijarah.

(3)

2 B. Pengertian Ijarah

Ijarah secara etimologi adalah masdar dari kata (ajara-ya’jiru), yaitu upah yang diberikan sebagai kompensasi sebuah pekerjaan. Al-ajru berarti upah atau imbalan untuk sebuah pekerjaan. Al-ajru makna dasarnya adalah pengganti, baik yang bersifat materi maupun immateri.1

Ijarah adalah akad untuk memberikan pengganti atau kompensasi atas penggunaan manfaat suatu barang. Ijarah merupakan akad kompensasi terhadap suatu manfaat barang atau jasa yang halal dan jelas. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pasal 20 mendefinisikan ijarah, “Ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran”.2

Menurut Fatwa dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.3

Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain-lain, sebab itu semua bukan manfaatnya, tetapi bendanya.4

Dalam menanggapi pendapat diatas, Wahhab Al-juhaili mengutip pendapat Ibnu Qayyim dalam I’lam Al-Muwaqi’in bahwa manfaat sebagai asal ijarah sebagaimana ditetapkan ulama fiqih adalah asal fasiq (rusak) sebab tidak ada landasannya, baik dari Al-Qur’an, As-Sunah, ijma’ maupun qiyas yang sahih.. menurutnya, benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit demi sedikit, asalnya tetap ada, misalnya pohon yang mengeluarkan buah, pohonnya tetap

1 Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2016), h. 101.

2 Ibid., h. 102.

3 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2014), h. 138.

(4)

3

ada dan dapat dihukumi manfaat, sebagaimana dibolehkan dalam wakaf untuk mengambil manfaat dari sesuatu atau sama juga dengan barang pinjaman yang diambil manfaatnya. Dengan demikian, sama saja antara arti manfaat secara umum dengan benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit demi sedikit, tetapi asalnya tetap ada.5

Ijarah dalam perbankan dikenal dengan operational lease, yaitu kontrak sewa antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa, dimana pihak penyewa harus membayar sewa sesuai dengan perjanjian, dan pada saat jatuh tempo, aset yang disewa harus dikembalikan kepada pihak yang menyewakan. Biaya pemeliharaan atas aset yang menjadi objek sewa menjadi menjadi tanggungan pihak yang menyewakan.6

Undang-undang Sipil Islam kerajaan Jordan dan Uni Emirat Arab (UEA) mendefinisan ijarah sebagai berikut: ”Ijarah atau sewa yaitu memberi penyewa kesempatan untuk mengambil pemanfaatan dari barang sewaan untuk jangka waktu tetentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama”.7

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang, pada ijarah objek transaksinya barang maupun jasa.8

Akad ijarah ada dua macam, yaitu ijarah atau sewa barang dan sewa tenaga atau jasa (pengupahan). Sewa barang pada dasanya adalah jual beli manfaat barang yang disewakan, sementara sewa jasa atau tenaga adalah jual beli atas jasa atau tenaga yang disewakan tersebut. keduanya boleh dilakukan bila memenuhi syarat ijarah.9

5Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 123. 6 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011), h. 160. 7 Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2008), h. 33.

(5)

4 C. Dasar Hukum Ijarah

Ulama bersepakat bahwa ijarah diperbolehkan. Ulama memperbolehkan ijarah berdasarkan legitimasi dari Al-Qur’an, Al-Sunnah dan ijma’.10

1. Al-Qur’an

a. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 233:

Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah

Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”11

b. Firman Allah dalam surat Al-Talaq ayat 6:

“...Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu maka

berikanlah kepada mereka upahnya...”12

c. Firman Allah dalam surat Al-Qur’an Al-Qassas ayat 26-27

“Salah seorang dari kedua orang itu berkata: “Ya bapakku ambillah iya sebagian orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. Berkatalah (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.”13

(6)

5 2. Dasar Hukum dari Al-Sunnah

a. Hadist riwayat dari Abdullah bin Umar

Dari Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah Saw. Bersabda: Berikanlah upah orang yang bekerja sebelum keringatnya mengering”

b. Hadis riwayat Abu Hurairah

“Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Ada tiga kelompok yang aku menjadi musuh mereka pada Hari Kiamat nanti. Pertama, orang yang bersumpah atas nama-Ku lalu ia mengkhianatinya. Kedua, orang yang menjual orang yang merdeka (bukan budak belian), lalu ia memakan (mengambil) keuntungannya. Ketiga, orang yang mempekerjakan seseorang, lalu kewajiban itu memenuhi kewajibannya, sedangkan orang itu tidak membayarkan upahnya”.15

c. Hadis riwayat Bukhari dan Muslim

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada

tukang bekam”.16

3. Ijma’

Ijarah juga diperbolehkan berdasarkan kesepakatan ulama atau ijma’.17 Pakar-pakar keilmuan dan cendekiawan sepanjang sejarah diseluruh negeri telah sepakat akan legitimasi ijarah (Mughni Ibnu Qudamah 6/6).18

ijarah juga dilaksanakan berdasarkan qiyas. Ijarah diqiyaskan dengan jual beli, dimana keduanya sama-sama ada unsur jual beli, hanya saja dalam ijarah yang menjadi objek jual beli adalah manfaat barang.19

4. Kaidah Fiqh

a. Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamknnya.

15 Imam Mustofa, Fiqih Muamalah..., h. 104

16Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 118.

(7)

6

b. Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.20

5. Fatwa DSN-MUI dan KHES

Pembiayaan atas dasar akad ijarah (Fatwa DSN No. 9/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah dan Fatwa DSN No. 27/ DSN-MUI/III/2002 tentang al-ijarah Muntahiyah bi al-Tamlik).21

Praktik ijarah di Indonesia juga mendapat legitimasi dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 251-277.22

D. Rukun dan Syarat Ijarah 1. Rukun Ijarah

Umumnya dalam kitab fiqih disebutkan bahwa rukun ijarah adalah pihak yang menyewa (musta’jir), pihak yang menyewakan (mu’jir, ijab kabul (sighat), manfaat barang yang disewakan dan upah. KHES menyebutkan dalam pasal 251 bahwa rukun ijarah adalah: 1) pihak yang menyewa; 2) pihak yang menyewakan; 3) benda yang diijarahkan; dan 4) akad.23

Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan qabul, antara lain dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira’, dan al-ikra.

Menurut ulama Mazhab Hanafi rukun ijarah hanya ada satu, yaitu ijab dan qabul. Sedangkan jumhur ulama berpendapat, bahwa rukun ijarah itu ada empat, sebagai berikut:

a. ‘Aqid (orang yang berakad), ‘Aqid adalah orang yang melakukan

perjanjian/transaksi, yaitu orang yang menyewakan (mu’jir) dan orang yang menyewa (musta’jir).

b. Sighat akad, adalah pernyataan yang menyatakan kerelaan atau kesepakatan dua pihak yang melakukan kontrak atau transaksi.

20Mila Sartika dan Hendri Hermawan Adinugraha, “Implementasi Ijarah dan IMBT Pada Bank BRI Syariah Cabang Yogyakarta” dalam Jurnal Economica, Vol VII, Edisi 1, Mei 2016, (97-116), h. 105.

21 Ahyar Ari Gayo dan Ade Irawan Taufik, “Kedudukan Fatwa Dewan Syariah

Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam Mendorong Perkembangan Bisnis Perbankan Syariah (Perspektif Hukum Perbankan Syariah)”, dalam Jurnal Rechts Vinding Media Pembinaan Hukum Islam, Vol 1 Nomor 2, Agustus 2012, (257-275), h. 270.

(8)

7

c. Ujrah (upah), adalah memberi imbalan sebagai bayaran kepada seseorang yang telah diperintah untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan tertentu dan bayaran itu diberikan menurut perjanjian yang telah disepakati bersama. c. Benda yang diijarahkan; dan d. Akad

Fatwa DSN MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan mengenai rukun ijarah yaitu:

a. Sigah ijarah yaitu ijab dan qobul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak) baik secara verbal atau bentuk lain. b. Pihak-pihak yang berakad, terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan

penyewa/pengguna jasa. c. Objek akad ijarah; yaitu:

1) Manfaat barang dan sewa; atau 2) Manfaat jasa dan upah.25

2. Syarat Ijarah

Secara garis besar, syarat ijarah ada empat macam, yaitu syarat terjadinya akad (syurut al-in’iqad), syarat pelaksanaan ijarah (syurut al-nafadz), syarat sah (syurut al-Sihhah), dan syarat mengikat (syurut al-luzum). adanya syarat-syarat ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa ijarah yang dilakukan akan membawa kebaikan bagi para pihak yang melakukannya.26

Sebagai sebuah transaksi umum, al-ijarah dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya, sebagaimana yang berlaku secara umum

(9)

8

dalam transaksi lainnya. Adapun syarat-syarat akad ijarah adalah sebagai berikut.27

a. Untuk kedua orang yang berakad (al-muta’aqidin), menurut ulama Syafi’iyah dan Hanbaliah, disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila, menyewakan harta mereka atau diri mereka (sebagai buruh), menurut mereka al-ijarah-nya tidak sah. Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia balig, tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad al-ijarah. Namun, mereka mengatakan, apabila seorang anak yang mumayyiz melakukan akad al-ijarah terhadap harta atau dirinya, maka itu dianggap sah apabila disetujui oleh walinya.28

b. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah.

c. Manfaat yang menjadi objek al-ijarah harus diketahui secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang akan menjadi objek al-ijarah itu tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya, dan penjelasan berapa lama manfaat ditangan penyewa.29

d. Obyek ijarah itu boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat. Oleh sebab itu, para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan dimanfaatkan langsung oleh penyewa. Misalnya, apabil seseorang menyewa rumah, maka rumah itu langsung ia terima kuncinya dan langsung boleh ia manfaatkan. Apabila rumah itu masih berada di tangan orang lain, maka akad al-ijarah hanya berlaku sejak rumah itu boleh diterima dan dan ditempati oleh penyewa kedua.30

27 Nasrun Harun, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 232. 28 Ibid., h. 232.

29 Ibid., h. 232.

(10)

9

e. Obyek al-ijarah itu sesuatu yng dihalalkan oleh syara’. Oleh sebab itu, para ulama fiqih sepakat menyatakan tidak boleh menyewa seseorang untuk mengajarkan sihir, menyewa seseorang untuk membunuh orang kain (pembunuh bayaran).

f. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa. Misalnya, menyewa orang untuk melaksanakan salat untuk diri penyewa dan menyewa orang yang belum haji untuk menggantikan haji penyewa.31 g. Objek al-ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan, seperti

rumah, mobil dan hewan tunggangan.

h. Upah/sewa dalam akad al-ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta.

i. Ulama Hanafiyah mengatakan upah/sewa itu tidak sejenis dengan manfaat yang disewa. Misalkan, dalam sewa menyewa rumah. Jika sewa rumah dibayar dengan penyewaan kebun, menurut mereka al-ijarah seperti ini dibolehkan.32

Syarat yang berkaitan dengan manfaat barang atau jasa seseorang ada delapan yaitu:

a. Manfaat barang harus mubah atau tidak dilarang; b. Manfaat barang atau jasa bisa diganti dengan materi;

c. Manfaat barang atau jasa merupakan suatu yang berharga dan bernilai;

d. Manfaat merupakan suatu yang melekat pada brang yang sah kepemilikannya;

e. Manfaat barang objek sewa bukan untuk menghasilkan barang, seperti menyewa pohon untuk diambil buahnya;

f. Manfaaat dapat diserahterimakan;

g. Manfaat harus jelas dan dapat diketahui.33

31 Ibid., h. 233-234.

32 Ibid., h. 235.

33

(11)

10

DAFTAR PUSTAKA

Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2016

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2014

Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001

Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011

Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2008

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2013.

Harun Nasrun, Fiqih Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007

Mardhiyah Hayati, “Pembiayaan Ijarah Multijasa Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan Pendidikan (Kajian Terhadap Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa)” dalam jurnal Asas, Vol. 6, No.2, Juli 2014

Mila Sartika dan Hendri Hermawan Adinugraha, “Implementasi Ijarah dan IMBT Pada Bank BRI Syariah Cabang Yogyakarta” dalam Jurnal Economica, Vol VII, Edisi 1, Mei 2016

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Bimbingan Teknis Pemetaan Mutu Berkelanjutan tentang Aplikasi PMP yang memberikan gambaran Mutu Pendidikan Kota Samarinda; Ada 11 capaian sub indikator dari 5

Langkah-langkah untuk menentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dengan menggunakan matriks invers adalah sebagai berikut.. Tulislah sistem persamaan

Konsep Dalam Spektrometri Spektrometri merupakan metode pengukuran yang di dasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan partikel dan akibat dari interaksi

Radioisotop 198Au yang dihasilkan dikarakterisasi dengan mengukur aktivitas, waktu paruh, energi, yield, kemurnian radionuklida dan kemurnian radiokimia serta ukuran

Stadion baru Kota Bekasi yang sedang dibangun terletak di wilayah Rawa Tembaga, dahulu kawasan ini termasuk dalam wilayah hijau, yang berupa rawa-rawa ……….176... Gedung

Berdasarkan analisis pada hasil observasi awal dan wawancara menunjukkan bahwa terdapat permasalahan dalam kegiatan pelatihan, khususnya pelatihan meditasi. Pengembangan media

a) fauna berukuran relatif kecil, berdiam diri (tidak bergerak), tersembunyi, atau tidak berada pada titik pandang yang bisa dijangkau pengamat;.. b) morfologi fauna

rendah. Ditandai oleh kepuasan hidup yang berada pada kategori kurang puas dan keadaan mood & afektif yang seimbang. Hal tersebut menunjukkan bahwa