• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI SEISMISITAS SUMATERA SEBAGAI UP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ESTIMASI SEISMISITAS SUMATERA SEBAGAI UP"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional “Gempa Sumatera Utara: Resiko dan Antisipasinya”

1

Email: rafimani17@yahoo.co.id, 2Email: 1.jihanmelasari@gmail.com

ESTIMASI SEISMISITAS SUMATERA SEBAGAI UPAYA MITIGASI

RISIKO GEMPA

Rafki Imani1 dan Jihan Melasari2

1

Dosen Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang 2

Dosen Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

ABSTRAK

Wilayah Sumatera berada di sekitar batas lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Batas pertemuan lempeng ini merupakan lokasi sumber-sumber gempa tektonik merusak yang berasal dari zona subduksi dan patahan besar sumatera. Gempabumi Sumatera‒Andaman 26 Desember 2004 hingga gempabumi Padang pada 30 September 2009 lalu adalah serangkaian peristiwa gempa merusak dalam sejarah kegempaan di Sumatera. Penelitian ini diarahkan pada usaha mitigasi gempa berdasarkan estimasi seismisitas. Estimasi seismisitas bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan fenomena gempa di masa mendatang. Metode yang digunakan adalah analisis hubungan frekuensi-magnitude oleh Gutenberg-Richter. Data gempa dalam penelitian ini dikumpulkan dari katalog Preliminary National Earthquake Information Center USGS (NEIC-USGS) dan rekaman gempa dari BMKG sampai dengan November 2013 dengan batas wilayah 92oBT– 106oBT dan 7oLU–7oLS, pada kedalaman gempa maksimum 200 km, yang meliputi wilayah Sumatera. Dari hasil estimasi seismisitas dengan software ZMap diperoleh nilai-b secara spasial berkisar antara 0,6–1,6 dan nilai-a berkisar antara 6–8. Dari penelitian ini disimpulkan, umumnya diperoleh nilai-b yang kecil, artinya karakteristik tanah di Sumatera memiliki struktur batuan yang keras dengan kerapuhan yang rendah. Nilai-b yang tinggi mengindikasikan suatu proporsional yang relatif besar dari gempa-gempa kecil dan nilai-b yang rendah sebaliknya. Dari hasil estimasi periode ulang gempa secara spasial mengindikasikan bahwa, gempa dengan skala yang kecil memiliki periode ulang yang lebih pendek dan gempa skala lebih besar sebaliknya. Berdasarkan estimasi ini, daerah Mentawai, Bengkulu dan Enggano memiliki tingkat risiko dan aktivitas kegempaan yang tinggi yang ditandai dengan periode ulang yang singkat pada gempa besar dibandingkan daerah lainnya di Sumatera.

Kata kunci: karakteristik gempa, mitigasi gempa, seismisitas.

1.

PENDAHULUAN

Salah satu wilayah yang berada di sekitar batas lempeng besar Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pilipina di indonesia adalah pulau Sumatera. Batas pertemuan tiga lempeng tersebut merupakan lokasi sumber-sumber gempa tektonik merusak yang berasal dari zona subduksi dan patahan besar sumatera (sumatra great fault). Gempabumi di zona subduksi Sumatera terjadi sebagai akibat dari pergerakan lempeng Indo-Australia yang relatif bergerak ke utara dan bertumbukan dengan lempeng Eurasia yang relatif diam. Ancaman gempa di daerah ini akan terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama selama pergerakan antar lempeng tektonik masih terjadi.

(2)

2005 dengan magnitude Mw 8,7 yang termasuk gempa besar kedua yang terjadi pada dekade ini serta gempa Padang pada tanggal 30 September 2009 lalu adalah gempabumi terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah kegempaan di Sumatera, yang kekuatannya dirasakan hingga Singapura dan Malaysia, serta di daerah Sumatera lainnya seperti Aceh, Jambi, Riau, Bengkulu dan Sumatra Utara. Dampak gempa-gempa tersebut mengakibatkan kerugian harta benda, jatuhnya korban jiwa serta pengungsi yang tidak sedikit (BNPB & Bappenas, 2009). Berkaitan dengan kondisi di atas,perlu adanya upaya mitigasi gempa untuk menanggulangi bahaya dan dampak yang ditimbulkannya. Beberapa pendekatan telah sering dilakukan untuk meneliti aktivitas kegempaan di wilayah Sumatera. Dalam penelitian ini dilakukan studi seismisitas sebagai upaya mitigasi risiko gempa di wilayah Sumatera.

Studi seismisitas merupakan upaya prediksi gempa dengan cara mengamati fenomena dan prekursor gempa, serta menyelidiki karakteristik dan aktivitas parameter seismik yang dapat digunakan sebagai ukuran tingkat kegempaan suatu daerah. Berdasarkan pengalaman gempabumi terjadi didahului dengan fenomena-fenomena yang dapat diamati. Fenomena-fenomena ini dirumuskan berdasarkan hipotesa bahwa gempabumi terjadi ketika adanya akumulasi energi regangan batuan hingga mendekati tegangan maksimum dalam kerak bumi, yang dilepaskan dalam bentuk gempa ke permukaan bumi. Akumulasi energi regangan di sekitar inti pusat gempa dapat menyebabkan perubahan fisis yang teramati sebagai tanda awal terjadinya gempa (BMKG, 2010). Analisa seismisitas dapat memberikan suatu gambaran atau informasi secara sistematis tentang karakteristik dan aktivitas gempa pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu berupa grafik dan peta seismik. Karakteristik seismik yang akan diamati dalam penelitian ini seperti, parameter tektonik nilai-b dan parameter seismik nilai-a yang menandai tingkat aktivitas seismik dan periode ulang gempa. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, penurunan nilai-b dan nilai-a biasanya berkorelasi dengan tingkat stress batuan yang tinggi dan aktivitas kegempaan yang rendah, serta periode ulang yang pendek (Scholz, 1968).

(3)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Trench) (Gambar. 1). zona s segmen Aceh, segmen Sim oleh patahan Sumatera bia namun tidak menimbulkan adalah gempa Padang pada

Seismisitas Wilayah Sum

Kejadian gempabumi di Su lempeng Indo-Australia dan ditandai oleh Palung Sunda kegempaan di Indonesia (R atau penyusupan lempeng gempa yang cukup tinggi (G

Gambar. 2 Seismisitas dengan 4-9 dari ga

KA

sekitarnya terbentuk karena peristiwa tumbukan a antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng E

Australia yang bergerak ke utara dengan kecepata sup ke bawah lempeng Eurasia membentuk zon n batas kontak antar lempeng tersebut atau disebu

na subduksi di sepanjang Sumatera terdiri dari beb imeulue, Segmen Nias, segmen Mentawai dan se iring sekitar 12o terhadap daratan Sumatera menyeb jur sesar Mentawai yang memanjang dari Utara , 2007).

matera dipengaruhi oleh desakan Indo-Australia yan dalam lempeng Eurasia (Delfebriyadi dkk, 2011). G a biasanya cukup besar dan menyebabkan kerusak

lkan tsunami. Contoh gempa yang disebabkan o ada bulan Maret 2007 yang berkekuatan 5,8 SR.

Sumatera

di Sumatera disebabkan karena letaknya yang be dan Eurasia membentuk zona subduksi Sumatera nda dan diidentifikasi sebagai pusat-pusat gempa b ia (Rosyidi dkk, 2011). Kondisi ini disebabkan oleh eng aktif gempa, sehingga pulau Sumatera memi gi (Gambar 2).

ngan kedalaman sumber dangkal dan menengah di wilaya ri gabungan katalog NEIC-USGS dan BMKG periode 1963

an antar lempeng tektonik Eurasia yang terjadi pada patan relatif hingga 50–60 zona subduksi Sumatera ebut palung sunda (Sunda

beberapa segmen, seperti n segmen Bengkulu. Arah yebabkan timbulnya lajur tara hingga Selatan pulau

yang bergerak sebesar 50 ). Gempa yang disebabkan usakan yang cukup parah, n oleh aktivitas sesar ini

berada pada pertemuan era (subduksi Sunda) yang a besar sepanjang sejarah oleh terdapatnya patahan emiliki tingkat kerawanan

(4)

Kebanyakan gempa yang pernah terjadi di wilayah Sumatera, baik gempa besar maupun gempa-gempa kecil berasal dari zona subduksi Sumatera. Sejarah mencatat dimana seismisitas di zona ini cukup tinggi dengan kekuatan yang cukup besar, mulai dari gempa yang terjadi di sekitar Kepulauan Mentawai dan Kepulauan Batu pada tahun 1797 (Mw 8,3), tahun 1833 (Mw 9) dan tahun 1935 (Mw 7,7), gempa di sekitar pulau Nias-Simeleu pada tahun 1861 (Mw 8,5) dan tahun 1907 (Mw 7,6), gempa Aceh-Andaman pada tahun 2004 (Mw 9,2) dan gempa Nias 2005 (Mw 8,7) (Natawidjaja, 2007).

Estimasi Seismisitas sebagai Potensi Prekursor Gempa

Estimasi seismisitas merupakan sebuah metode estimasi untuk mengetahui karakteristik parameter seismik dan tektonik sebagai parameter yang mengontrol bencana gempa yang mempengaruhi suatu wilayah (site). Analisis ini menghasilkan parameter dan peta variasi spasial nilai-b dan nilai-a. Salahsatu metode yang digunakan adalah metode Gutenberg-Richter atau hubungan distribusi frekwensi-magnitude (Frequency-Magnitude Distribution, FMD). Hasil analisis ini selanjutnya dapat memberikan informasi mengenai tingkat kegempaan yang mempengaruhi suatu wilayah dalam hubungannya dengan mitigasi prekursor bencana gempa sebelum terjadi gempa berikutnya di masa yang akan datang.

Estimasi Nilai-b dengan Metode Distribusi Frekwensi-Magnitude

Distribusi kejadian gempa umumnya diasumsikan mengikuti hubungan frekwensi-magnitude (Frequency-Magnitude Distribution, FMD) yang diusulkan pertama kali oleh Gutenberg-Richter (1942), sebagai metode untuk mengetahui aktivitas kegempaan di suatu wilayah berupa parameter nilai-a dan nilai-b.

Bentuk sederhana dari FMD dapat dinyatakan sebagai:

bM a

LogN(M)= − (1)

Gambar. 3 Relasi Gutenberg-Richter yang menggambarkan hubungan logaritma jumlah gempa dan magnitude.

(5)

kegempaan yang sangat aktif, begitu juga sebaliknya. Sedangkan nilai-b berhubungan dengan keadaan tektonik daerah penelitian dan tergantung dari sifat batuan setempat yang menggambarkan aktivitas stress lokal, yang ditandai dengan tingkat kerapuhan batuan (Scholz, 1968). Semakin besar nilai-b berarti semakin besar tingkat kerapuhan batuannya, begitu pula sebaliknya (Shohaya dkk, 2013). Selain itu wilayah dengan heterogenitas yang besar berkorelasi dengan nilai-b yang tinggi (Mogi, 1962). Menurut penelitian sebelumnya, nilai-b setiap wilayah adalah konstan dan mendekati 1 (Wyss, 1973).

Dari Gambar. 3, nilai-b ditandai dengan kemiringan (slope) garis, yang merepresentasikan kemungkinan relatif kejadian gempa yang berbeda dimana, aktifitas gempa menjadi lebih kecil pada nilai-b yang semakin bertambah.

Secara statistik nilai-b dapat ditentukan dengan Maximum Likehood Method (MLM) berikut (Aki, 1965; Utsu, 1965):

completeness (Mc). Menurut Shi & Bolt (1982), standar deviasi dapat dihitung dengan hubungan empiris berikut:

Besarnya periode ulang gempa bergantung pada magnitude atau ukuran gempa. Teori elastic rebound menyatakan bahwa, pergerakan lempeng tektonik mengalami fase akumulasi energi dalam jangka waktu yang cukup lama hingga energi tersebut dilepaskan dalam bentuk gempa besar. Hal ini berarti bahwa, semakin lama periode ulang gempa, maka semakin besar kekuatan (magnitude) gempa yang dilepaskan (Chasanah dkk, 2013).

Jumlah frekwensi kumulatif gempa dalam satu tahun adalah:

bM

Karena N1(M) merepresentasikan jumlah kejadian gempa dalam satu tahun, maka periode ulang

gempa yang diperlukan untuk satu kali kejadian gempa pada magnitude M≥m di masa mendatang adalah:

(6)

3. METODOLOGI

Data Gempa

Data gempa yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kegempaan dari katalog rekaman gempa yang pernah terjadi di sekitar wilayah Sumatera sampai dengan November 2013. Data-data tersebut dikumpulkan dari katalog Preliminary National Earthquake Information Center

USGS (NEIC-USGS) dan katalog rekaman gempa dari BMKG yang meliputi batas 92o BT – 106o BT dan 7o LU – 7o LS, pada kedalaman gempa maksimum 200 km.

Gambar. 4 Histogram magnitude terhadap jumlah gempa dari katalog NEIC-USGS dan BMKG periode 1963–2013.

Metode dan Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini sepenuhnya dilakukan dengan metode analisis. Tahapan pelaksanaan dalam proses analisis adalah, dengan cara manual dan dibantu dengan aplikasi software. Pengumpulan dan pengolahan data seperti, penyeragaman skala magnitude dan pemilihan gempa yang lebih besar dari nol dilakukan secara manual. Proses selanjutnya adalah melakukan

declustering gempa, untuk melihat kelengkapan data gempa dengan menentukan magnitude completeness (Mc) dari plot distribusi frekwensi–magnitude, kemudian melakukan perhitungan dan penentuan parameter-parameter lainnya yang didukung oleh aplikasi software yang disebutkan dalam penjelasan di atas.

Pengolahan Data Gempa

Tahapan pengolahan data gempa dilakukan sebagai berikut:

1. Penyeragaman skala magnitude gempa dilakukan dengan cara mengkonversi berbagai skala magnitude menjadi magnitude momen (moment magnitude, Mw).

2. Sortir gempa utama (declustering process) dan menghilangkan pengaruh gempa susulan (foreshock), sehingga diperoleh gempa yang independen.

3. Plotting FMD untuk melihat kelengkapan data gempa dari magnitude completeness (Mc). 4. Perhitungan parameter nilai-b dan nilai-a dengan metode least square dari hubungan

frekwensi–magnitude oleh Gutenberg–Richter, yakni dengan mengasumsikan distribusi kejadian gempa mengikuti frekwensi magnitude.

2 4 6 8 10

0 200 400 600 800 1000

Magnitude Histogram

Magnitude

N

u

m

b

e

(7)

5. Pemetaan variasi sebanyak 14134 kejadian g dengan magnitude lebih be dengan magnitude momen ini selanjutnya dilakukan sehingga diperoleh gempab

Distribusi Frekwensi-Magn

Hubungan yang menggamb dengan kurva distribusi f

magnitude completeness

asi spasial parameter seismotektonik dilakukan ian dalam ukuran grid dan parameter seismotekton

radius konstan atau jumlah gempa konstan. Da mlah gempa N= 50 atau radius konstan 110 km dan lisis dan pemetaan variasi spasial dan temporal nila

) dilakukan dengan software ZMAP v.6 yang dikem

AHASAN

2013) dari katalog NEIC-USGS dan BMKG wilay n 92o BT – 106o BT. Dari kedua katalog ini diperole an gempa, kemudian dari data tersebut diseleksi u ih besar dari nol sehingga, diperoleh data menjadi 1 ent (Mw) mulai dari 2,0 sampai dengan 9,0 (Gamba an proses declustering untuk membuang gempa pabumi yang independen.

agnitude (Frequency-Magnitude Distribution, FMD)

ambarkan magnitude dengan jumlah gempa yang te si frekwensi-magnitude (Gambar 5). Pada kurv (Mc), yang merupakan parameter penting d ektonik, sehingga dapat diketahui bahwa data gemp e minimum tertentu. Data dengan nilai Mc ini akan

D di wilayah Sumatera berdasarkan katalog NEIC-USGS da mation (MLE). Slop dari garis menyatakan relasi Gutenber

pada gambar 5 di atas diketahui kelengkapan gem frekuensi kejadian gempa dengan magnitude dibaw il nilai Mc terlihat bahwa, kombinasi katalog kegem engan baik gempa dengan magnitude terkecil hing

n dengan cara membagi ktonik dihitung untuk tiap . Dalam analisis ini dipilih dan grid pengolahan data nilai-b, nilai-a dan periode kembangkan oleh Wiemer

ilayah Sumatera meliputi roleh data gempa lengkap

S dan BMKG dengan Metode nberg-Richter logN = a – bM.

(8)

juga diperoleh nilai-b secara umum sekitar 0,78, sedangkan nilai-a adalah sekitar 7,15. Nilai-b yang hampir mendekati 1 diperoleh karena wilayah kegempaan di Sumatera yang relatif luas, seperti penelitian di beberapa wilayah lainnya (Wyss, 1973). Besarnya nilai-a hingga 7,15 menunjukkan bahwa di wilayah sumatera memiliki tingkat aktifitas gempabumi yang cukup tinggi. besarnya nilai parameter seimotektonik ini bergantung pada banyaknya jumlah gempa dan untuk daerah tertentu bergantung pada penentuan volume dan rentang waktu (Rohadi dkk, 2008).

Analisa Spasial (Pemetaan) dan Variasi Temporal Karakteristik Seismisitas

Dari distribusi spasial seismotektonik, variasi nilai-b yang ditunjukkan pada Gambar. 6a berkisar mulai dari 0,6 – 1,6. Hal ini jelas terlihat dimana, histogram nilai-b (Gambar. 6b) berdistribusi secara normal mulai pada besaran sekitar 0,6. Hal ini berarti bahwa wilayah Sumatera memiliki tingkat stress batuan yang sangat tinggi.

Gambar. 7 Plot variasi temporal nilai-b terhadap waktu. 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

Gambar. 6a Peta distribusi spasial nilai-b wilayah Sumatera dari katalog NEIC-USGS

dan BMKG periode 1963–2013.

(9)

Variasi temporal nilai-b terhadap waktu gempa (Gambar 7) merepresentasikan bahwa variasi nilai-b cukup rendah dan berkisar mendekati 1 pada periode yang cukup lama, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2004 (gempa Aceh), lalu mengalami kenaikan lagi setelah 2006 dan turun lagi sebelum 2009 yaitu gempa padang pada 2010. Kemudian mengalami kenaikan yang cukup signifikan setelah 2009 hingga 2010. Ini mengindikasikan bahwa, tingkat tegangan (stress) batuan menjadi menurun setelah gempa besar (mainshock) terjadi. Dari analisis ini terlihat bahwa, penurunan nilai-b dapat dijadikan sebagai prekursor sebelum gempabumi besar terjadi. Secara teratur nilai-b terus mengalami penurunan setelah tahun 2010, yang berarti bahwa setelah tahun 2010 gempabumi besar sering terjadi di wilayah Sumatera.

Gambar. 8 Peta distribusi nilai-a katalog NEIC-USGS dan BMKG periode 1963–2013.

Distribusi spasial nilai-a pada Gambar 8, menunjukkan pola yang hampir sama dengan distribusi nilai-b. Daerah dengan tingkat kegempaan yang tinggi, seperti daerah di sebelah Utara dan Barat Aceh hingga Simeleu, daerah di bagian Barat Bengkulu dan di sekitar Enggano, memiliki nilai-a yang relatif tinggi, yakni sekitar 6 hingga 8.

Pemetaan Periode Ulang Kegempaan pada Mw 6 Wilayah Sumatera

Berdasarkan hasil pemetaan, periode ulang gempabumi di wilayah Sumatera bervariasi menurut ukuran dan besaran magnitude gempanya. Periode ulang pada skala magnitude yang kecil akan memiliki periode ulang yang pendek. Sebaliknya gempabumi dengan magnitude yang besar maka periode ulang berlangsung lebih lama.

Pada Gambar. 9a menunjukkan gempabumi Sumatera dengan magnitude Mw 6 memiliki periode ulang yang bervariasi antara 1,5 sampai dengan 7,5 tahun. Daerah dengan aktivitas kegempaan yang tinggi seperti daerah di sekitar Aceh-Andaman, Pulau Nias, Pulau Simeleu, Kepulauan Mentawai, Bengkulu hingga Enggano, memiliki periode ulang yang pendek pada magnitude Mw 6. Hal ini mengindikasikan bahwa di daerah tersebut memiliki parameter seismik yang tinggi. Dengan kata lain, periode ulang gempabumi yang pendek berkorelasi dengan wilayah yang memiliki aktivitas kegempaan yang tinggi.

(10)

Histogram periode ulang gempabumi menunjukkan bahwa di wilayah Sumatera, gempa dengan magnitude Mw 6 sebagian besar memiliki periode ulang yang relatif pendek, yakni mulai dari 1,5 − 4 tahun (Gambar 9b).

5. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Secara umum variasi spasial nilai-b wilayah gempa sumatera diperoleh sebesar 0,78 dan wilayah dengan nilai-b yang rendah terdapat di daerah sekitar aceh-simeleu, mentawai, bengkulu dan enggano, yakni sekitar 0,6 – 0,8. Sebagian besar nilai-b yang kecil banyak terjadi di wilayah bagian Barat pulau Sumatera.

2. Variasi temporal nilai-b menunjukkan adanya penurunan mulai gempa 2003–2004 dan tiba-tiba naik pada 2006. Penurunan nilai-b di tahun 2004 ditandai dengan terjadinya gempa besar di Aceh-Andaman diikuti gempa-gempa besar lainnya hingga 2006. kemudian sekitar 2006–2008 mulai menunjukkan kenaikan yang perlahan, ditandai adanya akumulasi energi batuan lalu menurun lagi pada 2009 yakni gempa Padang. Penurunan nilai-b hingga batas terendah mencapai 0,6 mengindikasikan bahwa untuk gempa-gempa besar memiliki nilai-byang kecil.

3. Variasi spasial nilai-a yang rendah dialami oleh daerah di sekitar Aceh hingga Nias, Bengkulu dan Enggano, yaitu sekitar 6 8. Perubahan temporal nilai-a menunjukkan bahwa secara umum di wilayah Sumatera terus mengalami kenaikan yang cukup tinggi. hal ini berarti bahwa di Sumatera sering mengalami bencana gempa.

4. Berdasarkan analisis periode ulang secara spasial, daerah Mentawai, Bengkulu dan Enggano adalah daerah dengan periode ulang gempa terpendek dibanding daerah lainnya di Sumatera pada skala gempa kecil hingga besar. Ini dapat disimpulkan bahwa, di daerah ini mengalami aktivitas gempa merusak cukup tinggi.

2 3 4 5 6 7

Gambar. 9a Peta periode ulang gempabumi dengan magnitude Mw 6 di wilayah Sumatera dari katalog

NEIC-USGS dan BMKG periode 1963–2013.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Aki, K. (1965). Maksimum Likelihood Estimate of b-values in The Formula logN=a–bM and Its Confidence Limits, Bull. Earthquake Res. Inst., Tokyo Univ. 43, 237–240.

BMKG. (2011). Intregrasi Pengamatan Parameter Geofisika Dalam Usaha Prediktabilitas Gempabumi, Laporan Akhir Program Insentif Kementerian Negara Riset dan Teknologi Tahun 2010. Puslitbang BMKG, Jakarta.

BNPB & Bappenas. (2009). West Sumatra & Jambi Natural Disasters: Damage, Loss & Preliminary Needs Assessment, A Joint Report by The BNPB, Bappenas and The Provincial and District/City Governments of West Sumatra and Jambi and International Partners

Chasanah, U., Madlazim, Prastowo, T. (2003). Analisis Tingkat Seismisitas dan Periode Ulang Gempa Bumi di Sumatera Barat Periode 1961−2010, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Surabaya.

Delfebriyadi, R. Ferial., A. Y. Bestolova. (2011). Pengukuran Respons Spektra Kota Padang menggunakan Metoda Probabilitas, Jurnal Rekayasa Sipil, Vol. 7, No. 2.

Gutenberg, B., Richter, C. F. (1942). Earthquake Magnitude, Intensity, Energy and Acceleration. Bull. Seismol. Soc. Am.,32, pp. 163–191.

Mogi, K. (1962). Magnitude-Frequency Relationship for Elastic Shocks Accompanying Fractures of Various Materials and Some Related Problems in Earthquakes, Bull. Earthquake Res. Inst. Univ. Tokyo, 40: 831–883.

Natawidjaja, D. H. (2007). Gempabumi dan Tsunami di Sumatra dan Upaya Untuk mengembangkan Lingkungan Hidup yang Aman Dari Bencana Alam, LIPI, Jakarta.

Rohadi, S., Grandis, H., Ratag, M. A. (2008). Studi Potensi Seismotektonik sebagai Precursor Tingkat Kegempaan di Wilayah Sumatera, Jurnal Meteorologi dan Geofiasika, Vol. 9, No. 2, 65–77.

Rohadi, S. (2009). Studi Seismotektonik Sebagai Indikator Potensi Gempabumi di Wilayah Indonesia, Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Volume 10, Nomor 2, 111–120. Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah II Jakarta.

Rosyidi, S. A. P., Jamaluddin, T. A., Sian, L. C., Taha, M. R. (2011). Kesan Gempa 7.6 Mw Padang, 30 September 2009, Sains Malaysiana, Vol. 40, pp: 1393–1405.

Scholz, C. H. (1968). The frequencymagnitude Relation of Microfracturing in Rock and Its Relation to Earthquake, Bull. Seismol. Soc. Am., 58, pp. 399–415.

Shi, Y., Bolt, B. A. (1982). The Standard Error of The Magnitude-Frequency b-Value, Bull. Seismol. Soc. Am., 72, pp. 1677–1687.

Shohaya J. N., Chasanah, U., Mutiarani, A., Wahyuni, P. L., Madlazim. (2013). Survey dan Analisis Seismisitas Wilayah Jawa Timur Berdasarkan Data Gempa Bumi Periode 1999–2013 sebagai Upaya Mitigasi Bencana Gempa Bumi, Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA), Vol 3 No 2, November 2013. Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya.

Utsu, T. (1965). A Method for Determining The Value of b in A Formula of log N = a – bM Showing The Magnitude Frequency Relation for Earthquakes, Geophys, Bull. Hokkaido Univ., 13, 99– 103.

(12)

Wyss, M., (1973), Towards A Physical Understanding of Earthquake Frequency Distribution,

Gambar

Gambar. 1  Tektonik wilayah Indonesia bagian Barat dan kecepatan pergerakan lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah lempeng Eurasia (BMKG, 2009)
Gambar. 2  Seismisitas dengan4-9  dari gangan kedalaman sumber dangkal dan menengah di wilayari gabungan katalog NEIC-USGS dan BMKG periode 1963ilayah Sumatera dengan Mw  63–2013
Gambar. 3  Relasi Gutenberg-Richter yang menggambarkan hubungan logaritma jumlah gempa dan magnitude
Gambar. 4  Histogram magnitude terhadap jumlah gempa dari katalog NEIC-USGS dan BMKG  periode 1963–2013
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis nol : Tidak terdapat perbezaan pengetahuan sedia ada antara responden lelaki dan responden perempuan tingkatan 4 dalam mempelajari mata pelajaran

Bukan itu sahaja, Ameri- ka Syarikat turut mengkritik ak- tiviti penambakan laut tersebut adalah tidak selari dengan Deklar- asi yang ditandatangani oleh nega- ra China

  penggabungan dan kelanjutan berkembang dalam host yang baru."  berkembang dalam host yang baru."  Proses ini Proses ini  juga dikenal sebagai " Gen Kloning

Iklan Baris Iklan Baris Serba Serbi PERLNGKPN MOBIL PRIVAT LES JAKARTA BARAT Rumah Dijual BODETABEK JAKARTA PUSAT.. DIJUAL RMH / TOKO

(1) Objek Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan adalah pelayanan jasa kepelabuhanan yang dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, termasuk fasilitas lainnya

This simple developed method was based on the selective preconcentration of retained Cr(VI) by the XAD-16-DPC chelating resin packed in a minicolumn with no interference from

Pelaksanaan penulisan geladikarya ini akan dibatasi oleh penelitian yang lebih mengarah pada kondisi internal dan eksternal perusahaan dalam kegiatan strategi bisnisnya,

Berdasarkan hasil penelitian pada Badan Lingkungan Hidup Kota Pekanbaru, pelaksanaan pemberian izin lingkungan setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 27