Salep
A. Pengertian
Salep (unguenta menurut FI ed.III) adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar.
Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen ke dalam dasar salep yang cocok. Salep juga termasuk obat kulit, dapat mengobati penyakit kulit seperti kudis, eksema, kutu air, biang keringat, koreng dan sebagainya.
B. Peraturan pembuatan salep
Menurut F. Van Duin :
1. Peraturan salep pertama
“zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan ke dalamnya, jika perlu dengan pemanasan”.
2. Peraturan salep kedua
“bahan-bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep dan jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basis salepnya”
3. Peraturan salep ketiga
“bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagaian dapat larut dalam lemak dan air harus diserbukkan lebih dahulu, kemudian diayak dengan pengayak No.60”
4. Peraturan keempat
“salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai dingin” bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya harus dilebihkan 10-20% untuk mencegah kekurangan bobotnya.
C. Persyaratan salep
Menurut FI III
1. Pemerian : tidak boleh berbau tengik
2. Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau
narkotik, kadar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar salep (Ds) : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep)
digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian salep, dapat dipilih beberapa bahan dasar salep sebagai berikut :
a. Ds. Senyawa hidrokarbon : vaselin putih, vaselin kuning (vaselin flavum), malam
b. Ds. Serap : lemak bulu domba (adeps lanae), campuran 3 bagian kolesterol, 3
bagian stearil-alkohol, 8 bagian mala putih dan 86 bagian vaselin putih, campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen.
c. Ds. Yang dapat dicuci dengan air atau Ds. Emulsi, misalnya emulsi minyak dalam air
(M/A).
d. Ds. Yang dapat larut dalam air, misalnya PEG atau campurannya.
4. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
5. Penandaan : pada etiket harus tertera “obat luar”.
D. Penggolongan salep
1. Menurut konsistensinya salep dapat dibagi :
a. Unguenta : salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada
suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga.
b. Cream (krim) : salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit, suatu tipe
yang dapat dicuci dengan air.
c. Pasta : salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), suatu salep tebal,
karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi.
d. Cerata : salep berlemak yang mengandung persentase lilin (wax) yang tinggi
sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale)
e. Gelones/spumae/jelly : salep yang lebih halus, umumnya cair dan sedikit
mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basisnya terdiri atas campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan titik lebur rendah. Contoh : starch jellies (10% amilum dengan air mendidih).
2. Menurut farmakologi / teraupetik dan penetrasinya, salep dapat dibagi :
a. Salep epidermis (epidermic ointment ; salep penutup) guna melindungi kulit dan
menghasilkan efek lokal, tidak diabsorpsi, kadang-kadang ditambahkan antiseptik, astringensia untuk meredakan rangsangan atau anestesi lokal. Ds yang baik adalah ds. senyawa hidrokarbon.
b. Salep endodermis : salep bahan obatnya menembus kedalam kulit, tetapi tidak
melalui kulit, terabsorpsi sebagaian, digunakan untuk melunakkan kulit atau selaput lendir. Ds yang terbaik adalah minyak lemak.
c. Salep diadermis : salep yang bahan obatnya menembus kedalam tubuh melalui kulit
dan mencapai efek yang diinginkan, misalnya salep yang mengandung senyawa merkuri iodida.
3. Menurut dasar salepnya, salep dapat dibagi :
a. Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar salep
b. Salep hidrofilik yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya ds. tipe M/A
4. Menurut Formularium Nasional (Fornas)
a. Dasar salep 1 (ds. senyawa hidrokarbon)
5. Dapat terdistribusi secara merata
F. Sifat-sifat salep
Sifat-sifat dari salep yang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit kulit, harus :
1. Bersifat antiseptika (mencegah infeksi)
2. Bersifat protektiva (bahan yang mampu melindungi kulit yang luka atau yang sakit)
3. Bersifat emolien (bahan yang mampu menghaluskan dan melemaskan kulit)
4. Bahan-bahan yang dapat mengurangi rasa gatal
Bahan-bahan yang cepat menguap sehingga terjadi pendinginan setempat
Misalnya : kamfer,menthol dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.
Peleburan
Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang mengental setelah didinginkan dan diaduk.
Cara pembuatan salep ditinjau dari zat khasiat utamanya
1. Zat padat
Camphorae
Dilarutkan dalam dasar salep yang sudah dicairkan didalam pot salep tertutup (jika
tidak dilampaui daya larutnya)
Jika dalam resepnya terdapat minyak lemak (Ol. sesami), camphorae dilarutkan
lebih dahulu dalam minyak tersebut
Jika dalam resep terdapat salol, menthol, atau zat lain yang dapat mencair jika
dicampur (karena penurunan titik eutektik), camphorae dicampurkan supaya mencair, baru ditambahkan dasar salepnya
Jika camphorae itu berupa zat tunggal, camphorae ditetesi lebih dahulu dengan eter
atau alkohol 95%, kemudian digerus dengan dasar salepnya. Pellidol
Larut 3% dalam dasar salep, pellidol dilarutkan bersama-sama dengan dasar
salepnya yang dicairkan (jika dasar salep disaring tetapi jangan lupa harus ditambahkan pada penimbangannya sebanyak 20% ).
Jika pellidol yang ditambahkan melebihi daya larutnya, maka digerus dengan dasar
salep yang mudah dicairkan.
Jika dalam resep terdapat gliserin, tambahkan gliserin tersebut, baru ditambahkan
airnya dan tidak perlu ditunggu ¼ jam lagi karena dengan adanya gliserin, protargol atau mudah larut.
akan menimbulkan rangsangan atau mengiritasi kulit dan juga tidak boleh diganti dengan Phenol liquifactum (campuran fenol dan air 77-81,5% FI ed.III).
c. Bahan obat yang larut dalam air tetapi tidak boleh dilarutkan dalam air, yaitu :
Fenol : oleum iocoris aselli
Hydrargyri bichloridum : zink sulfat
Chrysarobin : antibiotik (misalnya penicilin) Pirogalol : chloretum auripo natrico.
d. Bahan yang ditambahkan terakhir pada suatu massa salep :
Ichtyol
Jika ditambahkan pada massa salep yang masih panas atau digerus terlalu lama, akan terjadi pemisahan.
Balsem-balsem dan minyak yang mudah menguap.
Balsem merupakan campuarn damar dan minyak mudah menguap ; jika digerus terlalu lama, damarnya akan keluar.
Air
Ditambahkan terakhir karena berfungsi sebagai pendingin; disamping itu, untuk mencegah permukaan mortir menjadi licin.
Gliserin
Harus ditambahkan ke dalam dasar salep yang dingin, karena tidak bisa bercampur dengan bahan dasar salep yang sedang mencair dan harus ditambahkan sedikit demi sedikit karena tidak mudah diserap oleh dasar salep.
Marmer album
Dimasukkan terakhir karena dibutuhkan dalam bentuk kasar, yang akan memberikan pengaruh percobaan pada kulit.
e. Zat padat tidak larut dalam air
Umumnya dibuat serbuk halus dahulu, misalnya :
Belerang (tidak boleh diayak)
Ac. Boricum (diambil bentuk yang pulveratum)
Oxydum zincicum (diayak dengan ayakan No. 100/B40). Mamer album (diayak dengan ayakan No.25/B10)
Veratrin (digerus dengan minyak, karena jika digerus tersendiri akan menimbulkan
bersin). penyabunan sehingga cara penggunaannya adalah dengan diteteskan sedikit demi sedikit kemudian dikocok dalam sebuah botol bersama dengan minyak lemak, baru dicampur dengan bahan lainnya.
Tak terjadi reaksi
o Jumlah sedikit : teteskan terakhir sedikit demi sedikit
o Jumlah banyak : diuapkan atau diambil bahan berkhasiatnya saja dan berat airnya
Jumlah sedikit : teteskan terakhir sedikit demi sedikit Jumlah banyak :
o Tahan panas : Tinct. Ratanhiae, panaskan diatas tangas air sampai sekental sirop
atau sepertiga bagian.
o Tak tahan panas :
- Diketahui pembandingnya, maka diambil bagian-bagiannya saja, misalnya tinct. iodii
- Tak diketahui pembandingnya, teteskan terakhir sedikit demi sedikit
- Jika dasar salep lebih dari 1 macam, harus diperhitungkan menurut perbandingan
dasar salepnya. Cairan kental
Umumnya dimasukan sedikit demi sedikit. Contohnya : gliserin, pix lithantratis, pix liquida, balsem peruvianum, ichtyol, kreosot.
3. Bahan berupa ekstrak/extractum
Extractum sicccum /kering mengandung 30% dan Unguentum Hydrargyri Fortio (C.M.N) mengandung 50% Naphtolum
Dapat larut dalam sapo kalicus, larutkan dalam sapo tersebut. Jika tidak ada sapo, dikerjakan seperti Camphorae. Mempunyai D.M/T.M untuk obat luar.
Bentonit
Serbuk halus yang dengan air akan membentuk massa seperti salep.
H. Pengawetan salep
I. Fungsi salep
Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit. Sebagai bahan pelumas pada kulit.
Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan
larutan berair dan rangsang kulit.
J. Pengemasan dan penyimpanan salep
Salep biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube, botol dapat dibuat dari gelas tidak bewarna, warna hijau, amber atau biru atau buram dan porselen putih. Botol plastik juga dapat digunakan. Wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk salep yang mengandung obat yang peka terhadap cahaya. Tube dibuat dari kaleng atau plastik, beberapa diantaranya diberi tambahan kemasan dengan alat bantu khusus bila salep akan digunakan untuk dipakai melalui rektum, mata, vagina, telinga, atau hidung.
Tube umumnya diisi dengan bertekanan alat pengisi dari bagian ujung belakang yang terbuka (ujung yang berlawanan dari ujung tutup) dari tube yang kemudian ditutup dengan disegel. Tube salep untuk pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5 sampai 30 gr. Botol salep dapat diisi dalam skala kecil oleh seorang ahli farmasi dengan mengemas sejumlah salep yang sudah ditimbang kedalam botol dengan memakai spatula yang fleksibel dan menekannya kebawah, sejajar melalui tepi botol guna menghindari kemungkinan terperangkapnya udara didalam botol. Salep dalam tube lebih luas pemakaiannya daripada botol, disebabkan lebih mudah dan menyenangkan digunakan oleh pasien dan tidak mudah menimbulkan keracunan. Pengisian dalam tube juga mengurangi terkena udara dan menghindari kontaminasi dari mikroba yang potensial, oleh karena itu akan lebih stabil dan dapat tahan lama pada pemakaian dibandingkan dengan salep dalam botol. Kebanyakan salep harus
disimpan pada temperatur dibawah 300C untuk mencegah melembek apalagi dasar
salepnya bersifat dapat mencair.
K. Contoh-contoh obat salep
Contoh-contoh obat salep yang digunakan sebagai :
1. Obat bisul, koreng dan borok
salep yang mengandung sulfa, penisilina, dan belerang. Contoh obat yang digunakan untuk obat bisul, koreng, dan borok :
- Unguentum O1. Jec. Aselli (mengandung minyak ikan)
- Unguentum sulfuris salicylatum (megandung asam salisilat dan belerang)
- Unguentum sulfanilamida (mengandung sulfinamida)
- Unguentum penisilin (mengandung penisilina)
2. Obat eskema
Untuk eskema biasanya digunakan salep yang mengandung bahan teer (misalnya ichthyol, pix liquida, oleum cadium), belerang, asam salisilat, solutio acetatis alumini basicus. Contoh salep skema :
- Pasta zinci salicylata lassar (mengandung asam salisilat, seng oksida, amilum tritici
dan vaselin kuning)
- Mixtura agitanda ichthyloii (mengandung ichthyol, seng oksida, talk, gliserin dan air)
- Untuk eskem basah digunakan campuran seng oksida, oleum olivarum, air kapur
yang sama banyaknya.
Untuk penyakit eskema sekarang terkenal obat-obat modern, antara lain : - Salep allercyl, buatan Pabrik Bode Scenhemic
- EBIZALF, buatan pabrik USFI
- Cortimycin krim, buatan pabrik Medial, kenrose Indonesia
- Dexatropic Krim, buatan pabrik Organon
3. Obat kudis
Untuk penyakit kudis biasanya digunakan salep yang mengandung belerang, teer, natrium benzoat dan gammexaan. Contoh obat kudis :
- Linimentum sulfuris, mengandung oleum cocos dan belerang sama banyak.
- Emulsum benzoatis benzylici, mengandung natrium benzoat, emulgide, minyak wijen
dan air.
- Unguentum sulfuris, mengandung belerang dan vaselin.
Contoh obat patten modern yang digunakan untuk penyakit kudis : - Crotaderm krim, buatan pabrik Bayer
- Pagoda selep, buatan pabrik Afiat
- Herocyn selep, buatan pabrik Coronet
4. Obat kurab, panu, dan kutu air
Kurab, panu dan kutu air biasanya disebabkan oleh infeksi dengan kapang-kapang. Obat yang biasa digunakan untuk menyembuhkan penyakit ini ialah asam salsilat, belerang, jodium. Contoh obat kurab, panu, dan kutu air :
- Salicyl spiritus 5-10%
- Unguentum sulfuris salicylatum, mengandung asam salisilat, belerang, dan vaselin
kuning
- Unguentum whitfield, mengandung asam benzoat, asam salisilat, lanolin dan vaselin
putih.
Contoh obat patten modern yang digunakan untuk pengobatan kurab, panu dan kutu air :
- Kalpanax tingtur buatan pabrik Kalbe Farma