i
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BERWATAK LINGKUNGAN HIDUP
Yoga ardian feriandi
Abstrak
1 1. Pendahuluan
Sebagai salah satu negara yang ikut melaksanakan MEA Indonesia memiliki berbagai tantangan yang tinggi. Selain menghadapi tantangan persaingan tenaga kerja maupun produk asing yang membanjiri Indonesia, tantangan lain yakni terkait dengan kerusakan lingkungan. Tidak bisa dipungkiri segala aktifitas yang dilakukan manusia di bumi menghasilkan berbagai limbah baik yang dapat dengan mudah terurai maupun tidak. Salah satu faktor yang menonjol dari MEA adalah perdagangan, MEA memungkinkan perdaganan bebas antar negara angotanya.
Dalam perdagangan, plastik masih menjadi sesuatu yang menjadi primadona di kalangan karena harganya yang ekonomis dibanding dengan kantung lainya ( General Manager Sales & Marketing Joyo Boyo Handoko Saptajaya Sidharta. http://m.inilah.com/news/detail/2141276/sinar-joyoboyo-optimistis-bisnis-kantung-plastik). Pernyataan tersebut terbukti ketika melihat konsumsi plastik rakyat indonesia pada tahun 2014 sebesar 5,4 juta ton pertahun (http://www.antaranews.com/berita/417287/produksi-sampah-plastik-indonesia-54-juta-ton-per-tahun). Besarnya peluang bisnis plastik juga sekaligus memunculkan kekawatiran terhadap dampak yang diterima akibat menumpuknya sampah plastik.
Dari seluruh sampah yang ada, 57 persen ditemukan di pantai berupa sampah plastik. Sebanyak 46 ribu sampah plastik mengapung di setiap mil persegi samudera bahkan kedalaman sampah plastik di Samudera Pasifik sudah mencapai hampir 100 meter. Berkaitan dengan banyaknya sampah plastik yang ada dilaut, menimbulkan beberapa dampak yakni (IWMA.COM) 1. Many plastics remain floating on the surface of our waterways, the place where many food sources lie
making them attractive to species of marine life. 2. Plastic degrades due to solar
radiation and oxidation into smaller and smaller pieces, all of which are still plastic
polymers, eventually becoming individual molecules of plastic dust. 3. In 2004
English scientists reported on tiny, even microscopic plastic fragments that have
worked their way down and are polluting deep ocean sediments and are now in the
plankton, the very bottom of the food chain. 4. Over 1,000,000 seabirds and marine
mammals die each year from plastic ingestion of entanglement
2
penggunaan berbagai jenis produk plastik, antara lain sepeti kemasan, komponen otomotif maupun elektronik, serta berbagai macam penggunaan lainnya (http://www.beritasatu.com/ekonomi/252625-pemerintah-beri-insentif-bea-masuk-bahan-baku-industri-plastik.html). Dengan demikian berlakunya MEA juga akan memicu meingkatnya polusi plastik di lingkungan, produk-produk dari negara kawasan MEA yang masuk Indonesia, rata-rata menggunakan kemasan plastik.
Seiring meningkatnya kekawatiran mengenai kerusakan lingkungan yang di timbulkan akibat dari plastik, maka kementrian lingkungan hidup dan kehutanan mengeluarkan kebijakan mengenai plastik berbayar melalui surat edaran nomor s.1230/pslb3-ps /2016. Pada surat tersebut di tentukan bahwa swalayan tidak boleh memberikan secara gratis plastik kepada pelanggan, pelanggar yang mengingnkan kantong plastik harus membayar 200 rupiah. Hal itu dikamsudkan agar warga negara dapat menghemat pemakaian plastik, sehingga jumlah sampah plastik juga dapat dikurangi. Penerapan kebijakan seperti yang dilakukan oleh kementrian lingkungan dan kehutanan tidak akan efektif tanpa kesadaran warga negara, untuk itu selain kebijakan yang suport dengan lingkungan penting juga di buat suatu pendidikan yang mampu mendidik warganegara akan tangung jawabnya terhadap lingkungan. Dengan memberikan pendidikan yang mencakup hak serta tangung jawab warga negara akan lingkunganya, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan karakter cinta lingkungan pada warga negara.
Berkaitan dengan hak kewajiban warga negara tentu saja mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan menjadi yang utama, pendidikan kewarganegaraan di Indonesia secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif dan bertangung jawab (Samsuri, 2012: 90) dengan demikian berarti pendidikan kewarganegaraan juga memiliki andil dalam membuat warganegara memiliki tangung jawab terhadap lingkunganya. Dengan demikian maka, pada artikel ini akan membahas pentingnya pendidikan kewarganegaraan berwawasan lingkungan hidup.
2. Pembahasan
A. Menjaga kelestariaan lingkungan dengan peraturan
3
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Dengan fakta kerusakan lingkungan yang ditunjukan pada latar belakang, dan kekawatiran mengenai kelestarianya dimasa depan. Maka penting rasanya untuk untuk mengambil langkah guna menjaga kelestariaan lingkungan. Salah satu pihak yang dapat mengambil langkah pelestarian lingkungan adalah pemerintah, pemerintah dapat membuat kebijakan yang dapat memaksa warga negara menjaga lingkunganya, contohnya seperti yang dilakukan kementerian lingkungan hidup Indonesia dengan plastik berbayar.
Selain itu muncul juga gagasan menjaga lingkungan dengan memasukan pasal perlindungan lingkungan dalam konstitusi, yang disebut oleh Jimly asidiq (2009:12) sebagai green constitution. Dengan konstitusi yang mendukung kelestarian lingkungan, maka diharapakan semua kebijakan akan mendukung kelestarian lingkungan pula, karena kedudukan undang-undang dasar yang berada di atas peraturan lain. Hal itu tentunya akan sanggat baik, namun meskipun kebijakan telah mendukung lingkungan, tapi tanpa kesadaran warganegara hasilnya tidak akan maksimal. Faktanya bisa kita lihat meskipun indonesia telah memasukan pasal perlindungan lingkungan dalam konstitusi pada pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Tetap saja terjadi perusakan lingkungan karena faktor lingkungan yang kalah dengan faktor lain seperti ekonomi. Tentunya masih segar dalam ingatan kita kasus pembunuhan aktifis lingkungan Salim kancil, dia dibunuh lantaran berusaha menghentikan perusakan lingkungan akibat penambangan pasir di desanya.
4
pemerintah juga harus mempertimbangkan kesadaran masyarakat tidak hanya sekedar membuat kebijkan.
Contoh kasus lain yakni penolakan ratifikasi protokol kyoto oleh Amerika, Penolakan Amerika Serikat terhadap Protokol Kyoto yang dituangkan dalam surat tertanggal 12 Maret 2001. Presiden George W Bush mengatakan bahwa Protokol Kyoto akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi AS. Amerika Serikat beralasan bahwa Protokol Kyoto terlalu mahal untuk diikuti. Mematuhi protocol berarti AS harus mengganti bahan bakar pabrik dan desain mesin-mesinnya. Hal ini pada gilirannya akan membuat industri Amerika merosot daya saingnya. Lebih lanjut Bush mengatakan bahwa protokol Kyoto akan menghancurkan ekonomi Amerika Serikat (Ingga swadana, 2006: 24) dari beberapa contoh kasus tersebut mencerminkan kesadaran menjaga lingkungan rendah dan mengagap kepentingan lingkungan tidak sepenting kepentingan ekonomi.
B. Menjaga kelestarian lingkungan melalui Pendidikan Kewarganegaran
Agar langkah melestarikan lingkungan dapat efektif, maka juga perlu menumbuhkan kesadaran warganegara akan tangung jawabnya dalam menjaga lingkungan, salah satunya dapat dilakukan melalui pendidikan. Lickona (1991: 6) mengatakan “...education has had two great goals, to help young people become smart and to help them become good.” Dari pernyataan Lickona tersebut dapat diartikan, melalui proses pendidikan tidak hanya memperoleh pengetahuan saja, akan tetapi juga akan menjadi seseorang memiliki sikap yang baik. Pengetahuan dalam hal ini berkaitan dengan pengetahuan dampak-dampak yang ditimbulkan lingkungan baik positif maupun negatif, sedangkan baik merupakan pengaplikasian dari pengetahuan yang dimilikinya kedalam suatu tindakan.
Cogan (1999:4) mengartikan civic education sebagai “…the foundational course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their
communities in their adult lives”, atau suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang
dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya. Dengan demikian pada kaitanya dengan lingkungan pendidikan kewarganegaraan haruslah juga mempersiapkan warga negara muda, mengenai kewajiban serta tangung jawabnya menjaga lingkungan.
5
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab (Puskur, 2010: 9-10). Dari pendapat itu dapat dilihat bahwa lingkungan juga menjadi suatu objek kajian pendidikan kewarganegaraan.
Salah satu mata pelajaran yang juga bertujuan membentuk sikap baik adalah pendidikan kewarganegaraan, hal ini dapat dilihat dalam beberapa kajian yang menyebutkan bahwa karakter yang baik merupakan tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan kewarganegaraan di negara-negara di dunia (Kerr, 1999; Doganay, 2012; Patrick&Vontz, 2001; Cholisin, 2004, Samsuri, 2011). Maka dari itu tidak salah jika masalah-masalah mengenai lingkungan yang berhubungan erat dengan perilaku warganegara juga masuk sebagai kajian disiplin ilmu pendidikan kewarganegaraan.
Kajian mengenai hubungan lingkungan hidup dan kewarganegaraan oleh Dean Curtin (2002) disebut sebagai Ecological citizenship namun selain itu terdapat pula nomenklatur lain yakni Enviromental citizenship (Dobson; 2007). Karakteristik lanjut Eniviromentall citizenship adalah pengakuan bahwa hak dan tanggung jawab melampaui batas-batas nasional. Hal itu di dasarkan pada fakta bahwa semua warganegara di dunia memiliki hak dan tangung jawab terhadap lingkungan yang kurang lebih sama (Dobson, 2007: 282). Melalui enviromental citizenship, waganegara diberikan pengetahuan mengenai tangung jawab untuk menjaga lingkungan. Tentu saja tidak hanya berupa pengetahuan saja, yang terpenting adalah bagaimana pengaplikasian dari pengetahuan tersebut menjadi sebuah tindakan yang nyata.
Dalam paradigma pendidikan kewarganegaraan terdapat tipologi komponen Pendidikan kewarganegaraan yang dikembangkan Center for Civic Education (1994) memiliki tiga bentuk kompetensi kewarganegaraan yakni civic
knowledge, civic skill (meliputi cognitive civic skills dan participatory civic skills)
dan civic dispositions. Mengenai lingkungan maka dapat masuk pada civic dispotition karena tujuan akir dari pendidikan lingkungan ini adalah bagaimana
seorang warga negara, mampu melaksanakan tugasnya untuk menjaga lingkungan. Meskipun demikiran bukan berarti aspek lain steril dari aspek lingkungan.
6
penanaman nilai-nilai lingkungan tersebut masih hanya sebatas pada dimensi Knowledge semata belum mampu menyentuh ranah Skill dan Dispotition. Dimensi
Knowledge sendiri merupakan materi substansi yang harus diketahui oleh warga negara, yang berkaitan dengan hak-kewajiban /peran sebagai warga negara dan pengetahuan yang mendasar tentang struktur dan sistem politik, pemerintahan dan sistem sosial yang ideal sebagaimana terdokumentasi dalam Pancasila dan UUD 1945, maupun yang telah menjadi konvensi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta nilai-nilai universal dalam masyarakat demokratis serta cara – cara kerjasama untuk mewjudkan kemajuan bersama dan hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat internasional (Cholisn, 2005: 4).
Contoh kandungan Civic Knowledge mengenai lingkungan merupakan
suatu pengetahuan mengenai hak- hak dan kewajiban warga negara untuk
mendapat lingkungan hidup yang baik seperti yang termuat pada
pasal 28H
ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Lembaga-lembaga negara yang
bertangung jawab menjaga kelestarian lingkungan, Upaya yang dapat
dilakukan warga negara untuk menjaga lingkungan, dll.
Meski penanamannilai-nilai lingkungan hidup sudah diintegrasikan kepada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di dalam pendidikan formal namun pada proses pembelajaran sebagian guru PKn hanya sebatas memberikan materi saja belum sampai pengamalan nilai-nilai dan melestarikan lingkungan hidup (Sahri, 2013: .126) .
Pembelajaran kewarganegaraan berwatak lingkungan tidak boleh hanya berfokus pada aspek pengetahuan saja (Civic Knowledge), namun harus memuat keterampilan warga negara dalam menjaga lingkungan (Civic Skill) dan yang paling penting adalah watak warga negara untuk menjaga lingkungan (Civic Dispotition). Ketiga kompetensi kewarganegaraan tersebut (Knowledge, Skill, Dispotition) haruslah menjadi suatu kesatuan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Jadi
7
Tabel 1. Keterampilan intelektual
Mengidentifikasikan
- Membedakan - Mengelompokan
- Menentukan asal usul sesuatu
Mengambarkan - Proses
- Lembaga - Fungsi - Alat - Tujuan - Kualitas
Menjelaskan - Sebab terjadinya sesuatu
- Makna suatu peristiwa - Alasan
Menganalisis - kemampuan menguraikan Unsur
– unsur atau komponen-komponen ide (gagasan) - kemampuan menguraikan
konsekuensi dari ide (gagasan) - kemampuan menguraikan dan
Memilah mana yang merupakan tanggung jawab pribadi dan mana yang merupakan tanggung jawab publik.
Menjelaskan - Sebab terjadinya peristiwa
- Makna dan terjadinya suatu peristiwa
- Alasan Bertindak
Menganalisis - Unsur-unsur komponen ide
- Konsekuensi dari ide - Memilah tujuan,pendapat,
tangung jawab pribadi dan publik
Mengevaluasi - Kekuatan dan Kelemahan
- Menciptakan pendapat baru Mengambil pendapat - Dari seleksi berbagai posisi
- Membuat pilihan baru Mempertahankan pendapat - Mengemukakan argumentasi
berdasar asumsi
(Center for Civic Education, 1994: 5)
8
Tabel 2. Ketrampilan Partisipasi
Berinteraksi - bertanya, menjawab, berdiskusi
dengan sopan santun; - menjelaskan artikulasi
kepentingan;
- membangun koalisi, negoisasi, kompromi
- mengelola konflik secara damai; - mencari konsensus.
Memantau/memonitor - Menggunakan berbagai sumber informasi seperti perpustakaan,
- Memberikan suara dalam suatu pemilihan;
- Membuat petisi;
- Melakukan pembicaraan/memberi kesaksian di hadapan lembaga publik;
- Bergabung atau bekerja dalam lembaga advokasi untuk
memperjuangkan tujuan bersama atau pihak lain;
- Meminta atau menyediakan diri untuk menduduki jabatan tertentu.
9
Tabel 3 Civic Disposision
1) Menjadi anggota masyarakat yang independen (mandiri).
- Karakter ini merupakan kepatuhan secara suka rela terhadap peraturan yang berlaku dan bertanggungjawab atas segala konsekuensi yang timbul dari perbuatannya serta menerima kewajiban moral dan legal dalam masyarakat demokratis.
2) Memenuhi tanggungjawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik.
Yang termasuk karakter ini, al. : - Mengurus diri sendiri
- Memberi nafkah /menopang keluarga; - Merawat , mengurus dan mendidik
anak;
- Mengikuti informasi tentang isue-isue publik;
- Memberikan suara (voting); - Membayar pajak;
- Menjadi saksi di pengadilan;
- Meberikan pelayanan kepada masyarakat;
- Melakukan tugas kepemimpinan sesuai dengan bakat dan kemampuang sendiri/masingmasing.
3) Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu.
Yang termasuk karakter ini, al. - mendengarkan pendapat orang lain - berperilaku santun (bersikap sopan) - menghargai hak dan kepentingan
sesama warganegara;
- mematuhi prinsip aturan mayoritas, namun tetap menghargai hak minoritas untuk berbeda pendapat.
4) Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara bijaksana dan efektif.
10
kewajibannya atau prinsip-prinsip konstitusional untuk menolak tuntutan-tuntutan kewarganegaraan tertentu.
Dengan membekali siswa dengan dimensi Knowledge, skill dan dispotition mengenai lingkungan hidup maka diharapkan siswa dapat memiliki cara berfikir dan karakter yang mendukung kelestarian lingkungan, sehingga perilaku melestarikan lingkungan yang ditunjukanya tidak tidak hanya sementara waktu melainkan terus menerus.
C. Dilema dalam melestarikan lingkungan
Dari ulasan diatas dapat kita ketahui bahwa menjaga kelestarian lingkungan dapat dilakukan oleh pemerintah melalui peraturan-peraturan dan juga melalui pendidikan dengan merubah pola pikir dan karakter warganegara. Namun baik melalui peraturan maupun pendidikan keduanya memiliki permasalahan yang memunculkan dilema, untuk lebih jelas dapat dilihat tabel ilustrasi dilema enviroment citizen yang di tulis oleh Dobson pada tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Ilustrasi dilema Enviroment citizen
Di adobsi dari Dobson (2007: 283)
Dari tabel 1 dapat dilihat, terjadi dilema perlindungan lingkungan. Kebijakan dari pemerintah seperti plastik berbayar dapat dengan cepat merubah prilaku, namun memiliki kekurangan yakni tidak bertahan lama karena tidak di ikuti dengan perubahan cara berfikir dan watak untuk menjaga lingkungan. Sedangkan jika ingin mengubah suatu perilaku dengan melalui pendidikan akan menghasilkan suatu perilaku yang mampu bertahan lama pada diri seseorang (Watak), namun kita tidak akan melihat hasilnya dalam waktu yang singkat. Maka dari itu untuk menjaga kelestarian lingkungan akan lebih baik jika suatu peraturan juga dikombinasikan dengan pendidikan, dalam hal ini pendidikan kewarganegaraan dengan pembekalan kompetensi kewarganegaraan (Knowledge, Skill, Dispotition) yang baik . Dengan demikian maka dapat menghasilkan perubahan cara berfikir mengenai lingkungan, perilaku dan watak warganegara.
11
yang mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi (Dewi Gunawati, 2012). Untuk menumbuhkan karakter tersebut kita dapat mengadopsi konsep karakter baik dari likcona (1991), yang dimulai dari mengenalkanya tentang kebaikan serta kewajiban warganegara terhadap lingkunganya (moral knowing), kemudian memberikan contoh-contoh prilaku, atau dampak-dampak mengenai masalah negara dengan lingkungan agar siswa menginginkan kebaikan dari menjaga lingkungan (moral feeling), dan memberikan kesempatan untuk dapat melakukan suatu tindakan menjaga lingkungan (moral action) sebagai bentuk kewajiban warganegara dengan lingkungan disekitarnya.
Selain itu dalam mengajarkan keperdulian lingkungan pendidikan kewarganegaraan juga harus bekerjasama dengan komunitas lain, seperti masyarakat. Cogan (1998: 157) menyebutkan “ Scholl cannot be the sole source of citizenship education within their comunities or whitin largers societies”. Lebih lanjut dijelaskan Cogan bahwa keluarga, agen sosial, institusi lembaga keagamaan, dan masyarakat memiliki peran yang signifikan dalam membangun warganegara. Dengan melibatkan komunitas diluar kelas seperti yang disebutkan cogan, diharapkan ketika belajar pendidikan kewarganegaraan, siswa mampu menganalisis dan mencari solusi dari isu dan problem-probelm yang di identifikasikan termasuk problem mengani lingkungan.
Sekolah juga dapat menjadi model bagi siswa agar mampu melestarikan lingkungan, Cogan (1998: 159) berpendapat “that schools fommally adopt and abide by a code of enviromentally minded behavior including the careful use
watter, energy and other resourches, as well as appropriate waste disposal and ricycling procedures”. Hal itu dirasa penting karena “student all ages must given oportunity to examine in depth the great issues of our day which will most certainly impact the lives” (Cogan, 1998: 160). Jadi dengan bantuan sekolah dan masyarakat siswa dapat mengetahui isu-isu yang terjadi di masyarakat sehingga bisa menyelaraskan antara teori dan praktik yang dilakukan.
3. Simpulan
12
13
DAFTAR PUSTAKA
Center for Civic Education. (1994). National standards for civics and goverment. Calabas.California: Center for Civic Education
Cholisin. (2004). “Konsolidasi Demokrasi Melalui Pengembangan Karakter Kewarganegaraan,” Jurnal Civics, Vol. 1, No. 1, Juni, pp. 14-28
Cholisin. (2005). Pengembangan Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Dalam Praktek Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi. Disampaikan pada Training of Trainers (ToT) Nasional Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (PLP) Dirjen Dikdasmen Depdiknas di Asrama Haji Surabaya tanggal 3 – 17 Mei 2005 (Tahap I) dan tanggal 6 – 20 Mei (Tahap II).
Cogan, J.J. (1998). Citizenship Education for the 21st Century: Setting the Context. Dalam J.J. Cogan & R. Derricot (Penyunting), Citizenship for the 21st Century: An International Perspective on Education (hlm. 1-20). London: Kogan Page Limited.
Curtin, Deane. (2002) Ecological citizenship dalam Isin, Engin F. dan Bryan S. Turner. 2002 Handbook of Citizenship Studies. London: Sage. Hal 293-305
Dewi Gunanti. (2012) . Meranap pembelajaran pendidikan lingkungan hidup dalam konfigurasi pendidikan kewarganegaraan. PKn progresif, Vol. 7 No. 2 Desember 2012. halaman 140-151
Dobson. Andrew. (2007) Environmental Citizenship: Towards sustainable Development. Sustainable Development. Volume 15, halaman 276–285
Doganay, Ahmed. (2012). A curriculum framework for active democratic citizenship education. Dalam Print, Murray & Large, Dirk (2012). Schools Curriculum and civic Education for Building Democratic citizens. Rotterdam: Sense Publisher
Ingga Suwandana. (2006). Penolakan amerika serikat terhadap protokol Kyoto Dan implikasinya terhadap usaha internasional untuk Meminimalisir pemanasan global. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Jurusan Hunungan Internasional: Universitas Pasundan.
Jimly Assidiqi, Green Constitution : Nuansa Hijau Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, PT. Grafindo, Jakarta, 2009.
Kerr, D. (1999). “Citizenship education in the curriculum: An international review,” The School Field. Vol. 10, Halaman 3-4
Lickona, T. (1991). Educating for character. New York: Bantam Books.
14
Patrick.J, John dan Vontz, S, Thomas (2001). “Componen of education for democratic citizenship in the preparation of social teacher”. Dalam John J. Patrick dan Robert S. Leming (eds). Principles and practices of democracy in the education of social teacher, Blomington, in: ERIC Clearinghouse for social Studies/Social Science Education, ERIC Clearinghouse for International Civic Education, and Civitas. Hal 39-64
Pusat Kurikulum, 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa.
Jakarta: Pusat Kurikulum, Kemdikbud RI
Samsuri dkk (2012). Profil civic education di negara-negara Asia dan Afrika. Dalam Udin. S. Winata Putra & Dasim Budimansyah (2012). Pendidikan kewarganegaraan dalam perspektif internasional (konteks, teori, dan profil pembelajaran). Bandung: Widya aksara Pers.
Samsuri. (2011). Kebijakan pendidikan kewarganegaraan era reformasi di indonesia. Cakrawala Pendidikan, Juni 2011, Th. XXX, No. 2. Hal 267-279
Suharno, S. P., & Utomo, W. (2011).
Politik rekognisi dalam peraturan daerah
tentang penyelesaian konflik di dalam masyarakat multikultural (Doctoral
dissertation, Universitas Gadjah Mada).
Siahaan. NHT (2004). Hukum lingkungan dan ekologi pembangunan. Jakarta: Erlangga
Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor s.1230/pslb3-ps /2016
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang – Undang Dasar Indonesia Tahun 1945 pasal 28H ayat (1) tentang Hak Azasi Manusia
Undang- Undang Dasar Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (4) tentang pengelolaan Sumber Daya Alam
http:// iwma.com/programs-events/Impact%20of%20Plastic.html Diakases pada tanggal 10 Mei 2016
http: //m. inilah. Com /news/ detail/ 2141276/ sinar- joyoboyo -optimistis -bisnis-kantung-plastik). Diakases pada tanggal 10 Mei 2016
http:// www. antaranews. com/berita/417287/produksi-sampah-plastik-indonesia-54-juta-ton-per-tahun). Diakases pada tanggal 10 Mei 2016