• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LATAR BELAKANG PEMBANGUNAN TERMINAL TERPADU PINANG BARIS - Keberadaan Terminal Terpadu Pinang Baris Di Kota Medan (1990 – 2000)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LATAR BELAKANG PEMBANGUNAN TERMINAL TERPADU PINANG BARIS - Keberadaan Terminal Terpadu Pinang Baris Di Kota Medan (1990 – 2000)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LATAR BELAKANG PEMBANGUNAN TERMINAL TERPADU

PINANG BARIS

2. 1. Kondisi Lalu Lintas Kota Medan Sebelum Adanya Terminal Terpadu

Pinang Baris

Kota Medan sedang berbenah diri menjadi kota metropolitan, pusat

pemerintahan, perdagangan, pendidikan, jasa dan lain – lain. Aktivitas di berbagai

sektor kehidupan memberikan daya tarik tersendiri bagi kalangan masyarakat Medan

khususnya dan masyarakat Sumatera Utara pada umumnya. Ketertarikan ini

melakukan mobilitas penduduk dikalangan masyarakat Medan maupun dari luar Kota

Medan sendiri. Mobilitas penduduk itu dapat kita lihat dari adanya gerakan atau

perpindahan masyarakat di Sumatera Utara. Gerakan atau perpindahan masyarakat itu

jelas sangat membutuhkan sarana yaitu jasa transportasi.

Selain itu yang menjadi penyebab utama dalam terciptanya kesemrawutan lalu

lintas Kota Medan adalah belum banyaknya ruas jalan yang dapat di lalui kenderaan

bermotor. Kondisi jalan pada waktu itu yang memang masih layak dilalui adalah jalan

– jalan protokol yang memang berada di pusat kota ataupun langsung menuju ke

pusat kota. Pertumbuhan antara jumlah kenderaan bermotor dengan pertumbuhan

jalan di Kota Medan yang tidak seimbang menyebabkan terjadinya kemacetan dan

(2)

sama dengan yang dihadapi kota – besar lainnya di Indonesia. Masalah transportasi di

Kota Medan umumya disebabkan oleh :

1) Tidak seimbangnya jumlah kendaraan dengan kapasitas yang ada pada saat

itu.

2) Rendahnya sumberdaya manusia pengguna jalan hal ini dikarenakan

minimnya pengetahuan tentang budaya berlalu lintas.

3) Sarana pendukung transportasi seperti marka jalan, lampu pengatur lalu lintas,

halte bus, jembatan penyeberangan, fasilitas pejalan kaki, dan fasilitas

berdasarkan jenis kenderaan yang digunakan.

4) Perubahan pola kehidupan yang terjadi ditengah kehidupan masyarakat

sebagai akibat pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh terhadap

permintaan transportasi. Semakin terbukanya aktifitas ekonomi mendorong

mobilitas manusia dan barang serta menimbulkan permintaan transportasi.

Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan akibat aktivitas

ekonomi, sosial dan lainnya. Transportasi merupakan tulang punggung perekonomian

nasional, regional, dan lokal baik di perkotaan maupun di pedesaan. Sistem

transportasi memiliki sifat sistem jaringan dimana kinerja pelayanan transportasi

sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan jaringan. Secara umum sistem

transportasi Kota Medan masih belum memenuhi kriteria keberlanjutan yang ditandai

dengan rendahnya kualitas jalan raya, rendahnya kualitas angkutan umum,

meningkatnya angka kecelakaan, kemacetan di jalan – jalan utama, menurunnya

(3)

yang berbiaya tinggi. Sebelum tahun 1990-an kondisi lalu lintas di kota Medan sangat

memprihatinkan. Ini terjadi karena pada saat itu semua kendaraan masih bergerak

dari dan menuju inti kota yang tentu saja menciptakan kesemrawutan. Wilayah

Sambu menjadi inti dari semua tujuan angkutan umum yang berangkat dari seluruh

wilayah di kota Medan. Dari sini juga kita bisa memilih angkutan umum untuk

mencapai daerah tujuan yang kita inginkan.

Salah satu ciri khas yang terlihat adalah jaringan transportasi yang tercipta

pada masa itu merupakan hasil dari hubungan antar pasar yang ada di kota Medan

untuk menggerakkan ekonomi perdagangan melalui angkutan umum. Daerah Sambu

yang berdampingan dengan Pusat Pasar menjadi tujuan para pelaku ekonomi.

Kelompok produsen melakukan kegiatan memasarkan barang – barang kebutuhan,

sedangkan pihak konsumen mencari barang-barang yang mereka butuhkan.

Sentralisasi inilah yang menyebabkan terjadinya kemacetan dan kesemrawutan lalu

lintas di Kota Medan. Banyaknya aktifitas masyarakat dengan tujuan dari dan

menuju Sambu menyebabkan banyak perusahaan transportasi dalam kota yang

menjadikan daerah Sambu menjadi asal keberangkatan angkutannya menuju daerah

pinggiran kota. Selain itu mayoritas daripada angkutan kota pada waktu itu adalah

KPUM ( Koperasi Pengangkutan Umum Medan ) yang kantor Pusatnya berada di

kawasan Sambu tepatnya di jalan Rupat.10

10

Hasil wawancara dengan Bapak Haidir ( Kepala Tata Usaha Terminal Pinang Baris ) Tanggal 10 April 2013

Sehingga KPUM dalam memulai

menjalankan kegiatannya langsung dari kawasan ini menuju wilayah – wilayah

(4)

menuju kawasan Sunggal sedangkan posisi awal anda berada di daerah Pulo Brayan

ataupun daerah lainnya, maka anda terlebih dahulu harus menuju kawasan Sambu

kemudian berpindah angkutan dengan memilih angkutan yang menuju Sunggal.

Demikian juga sebaliknya dan tujuan yang lainnya.

Keadaan ini diperparah dengan keberadaan bemo, bajai, dan becak mesin (

becak bermotor ) yang pada saat itu masih membanjiri lalu lintas kota Medan.

Keberadaan mereka sangat mempengaruhi lalu lintas di Kota Medan karena memiliki

kuantitas yang besar sehingga dalam aktifitasnya keberadaan kedua jenis angkutan ini

dalam setiap ruas jalan Kota Medan selalu aktif. Becak Mesin selalu mangkal dalam

setiap persimpangan jalan yang mengakibatkan jalanan semakin sempit. Selain itu

kecepatan rata – rata untuk jenis kenderaan ini relatif rendah sehingga memaksa

setiap kenderaan di belakangnya untuk menyesuaikan kecepatannya demi menjaga

ketertiban lalu lintas.

Untuk kondisi lalu lintas dari dan menuju luar Kota Medan, itu belum ada

suatu kawasan khusus yang dijadikan sebagai terminal penumpang. Para penumpang

berdiri berjejer di sepanjang jalan untuk menanti atau menunggu bus/kenderaan yang

sesuai dengan tujuan mereka di luar kota. Akibatnya banyak kenderaan angkutan

yang menumpuk di sekitar lokasi berdirinya penumpang sehingga memunculkan

kawasan terminal liar. Pada saat itu yang ada hanya kawasan – kawasan penumpukan

bus – bus tujuan luar kota yang semuanya tercipta tanpa adanya kesengajaan ataupun

masih berbentuk tidak resmi. Dikatakan kawasan – kawasan karena memang terdapat

(5)

dengan kondisi geografis Kota Medan yang menjadi persimpangan lalu lintas

regional Sumatera. Kawasan yang pertama adalah terletak di jalan Sei Wampu

melalui jalan Gatot Subroto yang pada waktu itu terkenal dengan istilah Simpang

Barat. Bus – bus yang berangkat dari kawasan ini untuk melayani daerah tujuan

Binjai, Langkat, Tanah Karo, Sidikalang dan juga menuju propinsi D. I Aceh.11

Sedangkan kawasan yang kedua adalah kawasan disekitar stadion Teladan (

sekarang Yuki Simpang Raya ).12

1. Lokasi dari kedua kawasan tersebut berada hampir dekat dengan inti

kota Medan. Dampak yang terjadi adalah semakin meningkatnya

volume kendaraan yang menuju inti kota tetapi tidak diimbangi

dengan penambahan jumlah ruas jalan ataupun pelebaran badan jalan.

Derasnya arus kendaraan menuju pusat kota mengakibatkan

terganggunya aktifitas masyarakat yang ada di pusat kota. Ditambah Disini banyak terdapat berbagai macam – macam

bus baik yang ukuran besar maupun kecil yang khusus melayani penumpangnya

untuk tujuan kota – kota yang berada di sepanjang Pantai Barat dan Pantai Timur

Sumatera bahkan ada juga yang sampai ke kota Jakarta. Kedua kawasan ini sudah

ada akibat tingginya kebutuhan masyarakat dalam hal sistem transportasi dan juga

tingginya mobilisasi penduduk dari daerah ke kota Medan dan sebaliknya yang

membutuhkan alat transportasi untuk semakin mempermudahnya. Kondisi ini tentu

menimbulkan kesemrawutan yang diakibatkan oleh :

11

Hasil wawancara dengan Bapak Haidir ( Kepala Tata Usaha Terminal Pinang Baris ) Tanggal 10 April 2013

12

(6)

dengan setiap aktifitas yang dilakukan di kawasan ini selalu

memanfaatkan badan jalan sehingga mengganggu pengguna jalan yang

lain misalnya untuk parkir armada bus yang menggunakan bahu jalan,

posisi untuk menaikkan ataupun menurunkan penumpang yang juga

menggunakan bahu jalan serta posisi mangkal setiap jenis angkutan

yang berbeda – beda makin membutuhkan banyak lahan dan tentu saja

terpaksa menggunakan bahu jalan. Bila diperhatikan kondisi ini

semakin memperparah lalu lintas yang berada di sekitar kawasan itu.

2. Sarana pendukung transportasi seperti marka jalan, lampu pengatur

lalu lintas dll masih belum lengkap. Hal ini tentu saja menjadi salah

satu penyebab tingginya angka kemacetan di kedua kawasan ini dan

tentu saja ini mengakibatkan banyaknya terjadi angka kecelakaan,

3. Banyaknya aktivitas masyarakat yang bergerak di sektor informal

yang menggantungkan kehidupan ekonominya disekitar kawasan

tersebut seperti kelompok pedagang, agen dan buruh angkut. Situasi

seperti ini menimbulkan masalah – masalah sosial disekitar kawasan

seperti premanisme, tindakan kriminal dan lain – lain. Oleh sebab itu

pemerintah mulai memikirkan untuk memindahkan lokasi kedua

(7)

2. 2. Upaya Mengatasi Permasalahan Lalu Lintas Kota Medan Sebelum Adanya

Terminal Pinang Baris

Kondisi lalu lintas kota Medan pada sekitar era tahun 1980 – an seperti yang

telah dibahas diatas sangat tidak teratur dan terkendali. Hal ini dibuktikan dengan

tingginya angka kecelakaan dan terjadinya kemacetan pada saat jam – jam sibuk.13

13

Kondisi lalu lintas yang semrawut mengakibatkan banyaknya jumlah kenderaan yang menumpuk dan sering menimbulkan kemacetan serta kecelakaan.

Jumlah kendaraan yang bertambah tidak seiring dengan penambahan ruas jalan baru

serta masih minimnya rambu - rambu jalan untuk mengatur para pengguna jalan.

Selain itu kendaraan – kendaraan angkutan baik angkutan barang maupun penumpang

masih melalui jalan – jalan utama yang ada di inti kota Medan dikarenakan untuk

mendapatkan waktu tempuh yang lebih singkat dan perhitungan sisi ekonomi yang

lebih murah. Khusus untuk angkutan penumpang, banyaknya jenis angkutan baik

untuk dalam kota maupun untuk luar kota merupakan penyumbang terbesar untuk

masalah kemacetan. Angkutan dalam kota selalu bermangkal di setiap persimpangan

– persimpangan jalan utama di kota Medan. Hampir di setiap persimpangan jalan

pada saat itu bisa kita temui beberapa angkutan kota yang mangkal untuk melayani

rute perjalanan untuk wilayah disekitar persimpangan itu. Belum lagi ditambah

dengan kendaraan jenis angkutan roda tiga seperti becak bermotor ( becak mesin ),

becak dayung, bemo dan bajai yang menghiasi setiap sudut jalanan kota Medan. Bisa

dibayangkan kondisi yang akan terjadi. Ruas jalan yang terdiri dari dua lajur dipenuhi

oleh banyaknya kendaraan. Kenderaan itu melintas untuk waktu yang bersamaan

(8)

keegoisan para pengguna jalan, prasarana dan sarana transprtasi yang kurang

mendukung sudah pasti akan menciptakan kemacetan lalu lintas. Kondisi ini terjadi

karena beberapa hal yaitu :

1. Kurangnya kesadaran ( rasa egois ) dari para pengemudi/supir angkutan

umum yang menaikkan dan menurunkan penumpang dengan seenaknya,

memarkirkan kendaraan tanpa memikirkan pengguna jalan yang lain yang

pasti dirugikan.

2. Sarana dan prasarana jalan yang kurang mendukung untuk mendukung sistem

transportasi di kota Medan.

3. Tidak tersedianya halte bus.

4. Perangkat pemerintah yang membidangi hal ini belum berfungsi secara

maksimal.

Keempat hal – hal yang menimbulkan kemacetan diatas belum terpenuhi

sehingga perlu perhatian yang lebih serius dari pihak pemerintah. Demikian juga

untuk masalah angkutan yang melayani antar kota, juga menjadi penyumbang dalam

masalah kemacetan lalu lintas kota Medan. Angkutan kota Medan sebelum tahun

1990 didominasi oleh bus – bus ukuran sedang dan ukuran besar dan beberapa

perusahaan angkutan ini ada yang melayani penumpangnya dengan rute melintasi inti

kota.14

14

Bus – bus ukuran besar seperti CV. Setia dan CV. Budi yang melayani rute Belawan - Sambu, DAMRI yang melayani rute Binjai - Sambu, sedangkan untuk ukuran sedang di dominasi oeh Desa Maju dengan rute Helvetia - Sambu, Pabrik Tenun – Sambu; KOBUN dengan rute Amplas - Sambu dan POVRI dengan rute Kayu Puih - Sambu.

Masih terlintas dalam pikiran ketika bus – bus ukuran besar dari kota – kota di

(9)

penumpangnya yang sebahagian besar adalah pelaku – pelaku ekonomi kecil dan

menengah. Seperti bus – bus dari kota Belawan, Lubuk Pakam dan Kota Binjai.

Masalah yang terjadi hampir sama dengan yang dilakukan oleh angkutan dalam kota

yaitu, parkir secara sembarangan, menaikkan dan menurunkan penumpangnya

dengan sembarangan dan menggunakan jalan dengan seenaknya tanpa memikirkan

para pengguna jalan yang lain.

Beberapa alternatif yang dilakukan untuk mengurai tingkat kepadatan lalu

lintas di Kota Medan adalah:

1) Pada awal tahun 1990 – an pemerintah secara bertahap mulai melakukan

pelebaran jalan di beberapa ruas jalan yang dianggap penting. Misalnya jalan

Gatot Subroto, jalan Adam Malik ( Glugur By Pass ), Jalan Sutomo, Jalan

Sunggal, Jalan Jamin Ginting dan lain sebagainya.15

2) Selain pelebaran dan pengaspalan jalan juga dilakukan penambahan marka

jalan untuk mendukung kelancaran lalu lintas pengguna jalan. Di beberapa

titik persimpangan yang dianggap rawan kemacetan dibuatlah lampu lalu

lintas dan rambu – rambu lalu lintas. Kemudian penambahan rambu lalu lintas

di sisi jalan yang dianggap rawan kemacetan seperti larangan parkir, larangan

berhenti dan rambu untuk hati – hati. Sebelumnya juga sudah dilakukan

sosialisasi terhadap arti dari setiap lambang yang terdapat dalam setiap rambu Selain pelebaran jalan

juga dilakukan pengaspalan terhadap jalan – jalan yang dianggap penting

sebagai jalan alternatif ketika kemacetan sedang berlangsung.

15

(10)

lalu lintas tersebut sehingga para pengguna jalan dapat mengerti sepenuhnya

apa maksud dan tujuan dari keberadaan rambu – rambu tersebut. 16

3) Pemerintah menurunkan aparat kepolisian dan Dinas Lalu Lintas Angkutan

Jalan Raya ( DLLAJR ) untuk melakukan penertiban di lapangan baik berupa

tindakan persuasif yang dalam pelaksanaannya bersifat teguran atau

pemberitahuan maupun melakukan tindakan langsung ( tilang ). Kedua cara

ini juga dilakukan disekitar kawasan tempat pemberangkatan penumpang

tujuan luar kota yang berada di sekitar Simpang Barat dan juga kawasan

Stadion Teladan. Namun sesuai dengan topik pembahasan bahwa ini

dilakukan untuk mengatasi kondisi lalu lintas kota Medan yang tinggi tingkat

kemacetannya yang seperti telah dibahas sebelumnya bahwa kedua kawasan

ini merupakan salah satu faktor penyebab kemacetan tersebut.

Inilah upaya – upaya yang dilakukan secara langsung oleh pemerintah dalam

mengatasi kondisi kemacetan lalu lintas Kota Medan yang diperparah oleh masih

belum terkordinasinya tata kelola sistem transportasi pada saat itu. Upaya yang lain

dilakukan adalah diberlakukannya peremajaan terhadap kenderaan transportasi dalam

kota khususnya bemo, kemudian adanya ruas jalan yang khusus dan tidak boleh

dilalui oleh angkutan umum, becak mesindan becak dayung seperti kawasan jalan

Jend. Sudirman yang merupakan kawasan tertib lalu lintas, selanjutnya kawasan Jalan

Putri Hijau, Jalan Diponegoro, dan jalan Imam Bonjol, walaupun masih sering dilalui

oleh kenderaan roda tiga khususnya becak.

16

(11)

Dampak dari diberlakukannya upaya – upaya diatas langsung dapat dirasakan

dengan berkurangnya jumlah kenderaan yang melaju pada saat jam sibuk serta

bertambahnya kesadaran para pengguna jalan khususnya para pengemudi angkutan

umum dalam kota. Sedangkan untuk angkutan umum tujuan luar kota mulai

mengkonsentrasikan armada angkutannya dengan menerapkan sistem pool dan mulai

menata manajemen keberangkatan armadanya lewat pool masing – masing

perusahaan angkutan. Kenderaan – kenderaan ukuran besar mulai dilarang masuk ke

inti kota dan harus di parkirkan di sekitar pool masing – masing.

2. 3. Pembangunan Terminal Terpadu Pinang Baris

Tahun 1980-an pemerintah mulai memikirkan bagaimana menata sistem

transportasi di Kota Medan.17

1) Pelabuhan Belawan untuk transportasi laut,

Sebagai daerah perlintasan untuk regional Sumatera,

baik untuk tujuan ke Propinsi D. I. Aceh maupun untuk tujuan ke kota – kota lainnya

misalkan Padang, Pekan Baru, Jambi, Palembang, Lampung ataupun ke Pulau Jawa.

Pemerintah merasa perlu untuk melakukan sentralisasi keberadaan angkutan –

angkutan tujuan luar kota dalam satu tempat. Kondisi yang tercipta pada waktu itu

adalah Kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia hanya memiliki:

2) Tansportasi udara sudah didukung dengan adanya Bandara Polonia sebagai

sarana angkutan udara bertaraf Internasional,

3) Transportasi darat hanya memiliki Stasiun Besar Kereta Api,

17

(12)

Tetapi Kota Medan belum memiliki Terminal khusus untuk angkutan bus tujuan luar

kota. Kondisi ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan kota – kota lain yang ada

di Pulau Sumatera yang sudah memiliki terminal bus terlebih dahulu. Melihat kondisi

yang ada maka di putuskan bahwa Propinsi Sumatera Utara khususnya Kota Medan

sangat membutuhkan terminal angkutan umum sebagai wadah untuk membangun

sistem transportasi yang selama ini belum ada. Untuk mengejar ketertinggalan itu

serta untuk mengatasi kebutuhan masyarakat akan sistem transportasi yang lebih

modern, maka pemerintah Propinsi Sumatera Utara mulai merancang rencana untuk

membangun terminal bus. Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya Propinsi Sumatera

Utara ditugaskan untuk melakukan kajian untuk pembangunan terminal tersebut.

Setelah melakukan kajian dan melihat dari keberhasilan propinsi tetangga

yang telah lebih dulu memiliki terminal angkutan, maka diputuskan bahwa Kota

Medan sudah layak untuk memiliki terminal angkutan umum. Masalah yang

kemudian timbul adalah sebagai daerah perlintasan, Kota Medan tidak mungkin

membangun hanya sebuah terminal angkutan saja, sebab dari Kota Medan ada tiga

daerah tujuan keberangkatan yaitu: pertama untuk tujuan : Binjai, Stabat, Tanjung

Pura, bahkan ke Propinsi Aceh, kedua untuk tujuan Lubuk Pakam, Rantau Prapat,

Pematang Siantar, Tarutung, Sibolga, Pekanbaru, Padang bahkan ke Pulau Jawa, dan

yang ketiga untuk tujuan Tanah Karo, Sidikalang, Kutacane, Singkil, Subulussalam,

dan seterusnya. Jika hanya membangun sebuah terminal maka dibutuhkan area yang

sangat luas untuk mencakup semua perusahaan – perusahaan angkutan umum berikut

(13)

merugikan sebuah pihak baik pihak perusahaan angkutan maupun dari pihak

penumpang. Serta dibutuhkan juga manajemen yang baik untuk mengatur dan

mengelola terminal tersebut.

Setelah melalui proses yang panjang maka diputuskan untuk membangun

sdua buah terminal sekaligus untuk mengurai kemacetan yang mendekati inti kota

serta menempatkan bus – bus tujuan luar kota di sebuah wilayah yang berada di

pinggiran kota Medan. Keputusan yang diambil adalah dengan membangun sebuah

terminal sebagai pintu masuk Kota Medan dari arah tenggara dan tepatnya berada di

daerah Amplas sedangkan sebuah lagi untuk pintu masuk Kota Medan melalui arah

barat laut yang tepatnya berada di daerah Pinang Baris. Pembangunan kedua terminal

terpadu tersebut adalah dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap bus, baik

antar kota maupun bus dalam kota serta non – bus, memperlancar hubungan antar

Kota Medan dengan daerah pinggirannya dan juga untuk memecahkan sebahagian

masalah kemacetan lalu lintas kota Medan. Disamping itu dengan sendirinya

meningkatkan pendapatan dari retribusi yang diambil oleh penanggung jawab jasa

terminal.

Sesuai dengan judul tulisan maka isi dari tulisan ini intinya membahas tentang

Terminal Pinang Baris walaupun nanti mungkin akan merangkai pembahasan kedua

terminal yang ada di Kota Medan. Koordinat geografisKota Medan adalah 3˚30’ -

3˚43’ LU dan 98˚35’ - 98˚44’ LU dengan kondisi permukaan tanah cenderung miring

ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 3,75 meter diatas permukaan laut. Dengan

(14)

Malaka sedangkan sebelah Barat, Selatan dan Timur berbatasan dengan Kabupaten

Deli Serdang. Luas Kota Medan saat ini adalah 265, 10 km² yang sebelumnya hingga

tahun 1972 hanya mempunyai luas sebesar 51,32 km² namun kemudian diedarkan

Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun1973 yang memperluas wilayah Kota Medan

dengan mengintegrasikan sebagian wilayah Kabupaten Deli Serdang.

Sesuai dengan namanya Terminal Terpadu Pinang Baris maka nama daerah

tersebut dicantumkan sebagai nama dari terminal ini. Berada di Kecamatan Medan

Sunggal di kelurahan Pinang Baris. Dibangun diatas tanah kosong milik pemerintah

Kota Medan serta di tambah dengan tanah bekas pekuburan etnis Tionghoa sehingga

terminal ini dibangun diatas lahan dengan luas total 33.430 m². Pelaksanaan

pembangunan terminal secara fisik dimulai pada bulan Mei 1990 dan keseluruhan

pembangunan rampung dilaksanakan pada akhir Desember 1991. Penentuan suatu

lokasi yang akan dibangun sebagai terminal terpadu tergantung kepada seberapa

besar manfaat yang akan diperoleh dari keberadaan terminal terpadu tersebut

dibandingkan dengan dana yang dikeluarkan untuk pembangunan tersebut.

Pembangunan terminal ini tidaklah menimbulkan kerugian kepada suatu pihak

karena tidak adanya penggusuran dan dibangun diatas tanah kosong serta diatas

pekuburan etnis Tionghoa.18

18

Hasil wawancara dengan Bapak Haidir ( Kepala Tata Usaha Terminal Pinang Baris ) Tanggal 10 April 2013 di Kantor Tata Usaha Terminal Pinang Baris.

Adapun bangunan fisik yang tersedia didalam Terminal

Pinang Baris yang dibangun adalah terdapat sebanyak 48 unit loket bus, 34 unit

bangunan kios, 8 unit toilet umum, 2 unit bangunan untuk gudang dan tempat cuci

(15)

tempel ban, selain itu di tambah dengan pelataran parkir yang dapat menampung 500

unit angkutan dalam kota serta 400 unit bus antarkota serta bangunan induk yang di

fungsikan sebagai perkantoran, ruang tunggu dan adanya fasilitas mushalla dan

Referensi

Dokumen terkait

JUDUL : UGM BERI GELAR DOKTOR HC KE BOS MAYAPADA MEDIA : HARIAN JOGJA. TANGGAL : 23

Perspektif agensi penghindaran pajak menunjukkan bahwa penghindaran pajak tidak selalu diinginkan oleh pemegang saham karena terdapat biaya yang harus dikeluarkan meliputi biaya

Namun, dalam penelitian lain “minat belajar hanya memberikan kontribusi 11,8%, motivasi kontribusi 6% kecerdasan logik kontribusi 6,02% dan secara keseluruhan variabel

JUDUL : PARE BERKHASIAT MENGOBATI CACINGAN MEDIA : TRIBUN. TANGGAL : 22

Berdasarkan penelitian dan hasil analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan bahwa proses pembelajaran menggunakan model aspek penggunaan

Sebagian kalangan juga melontarkan rasa skeptisme terhadap efektivitas bank pertanian, dengan argumen diantaranya: (1) bank kredit yang bersifat satu sektor

Analisis Kondisi Perkerasan Jalan Pada Rigid Pavement Dengan Metode Pavement Condition Index (Studi Kasus Pelabuhan Pangkalbalam) sistem penilaian kondisi

Perpustakaan Politeknik Negeri Padang Sebaiknya disediakan salah satu ruangan kerja pustakawan yaitu ruang khusus, ruang khusus dapat digunakan sebagai ruang pengolahan