BAB II
LATAR BELAKANG PEMBANGUNAN TERMINAL TERPADU
PINANG BARIS
2. 1. Kondisi Lalu Lintas Kota Medan Sebelum Adanya Terminal Terpadu
Pinang Baris
Kota Medan sedang berbenah diri menjadi kota metropolitan, pusat
pemerintahan, perdagangan, pendidikan, jasa dan lain – lain. Aktivitas di berbagai
sektor kehidupan memberikan daya tarik tersendiri bagi kalangan masyarakat Medan
khususnya dan masyarakat Sumatera Utara pada umumnya. Ketertarikan ini
melakukan mobilitas penduduk dikalangan masyarakat Medan maupun dari luar Kota
Medan sendiri. Mobilitas penduduk itu dapat kita lihat dari adanya gerakan atau
perpindahan masyarakat di Sumatera Utara. Gerakan atau perpindahan masyarakat itu
jelas sangat membutuhkan sarana yaitu jasa transportasi.
Selain itu yang menjadi penyebab utama dalam terciptanya kesemrawutan lalu
lintas Kota Medan adalah belum banyaknya ruas jalan yang dapat di lalui kenderaan
bermotor. Kondisi jalan pada waktu itu yang memang masih layak dilalui adalah jalan
– jalan protokol yang memang berada di pusat kota ataupun langsung menuju ke
pusat kota. Pertumbuhan antara jumlah kenderaan bermotor dengan pertumbuhan
jalan di Kota Medan yang tidak seimbang menyebabkan terjadinya kemacetan dan
sama dengan yang dihadapi kota – besar lainnya di Indonesia. Masalah transportasi di
Kota Medan umumya disebabkan oleh :
1) Tidak seimbangnya jumlah kendaraan dengan kapasitas yang ada pada saat
itu.
2) Rendahnya sumberdaya manusia pengguna jalan hal ini dikarenakan
minimnya pengetahuan tentang budaya berlalu lintas.
3) Sarana pendukung transportasi seperti marka jalan, lampu pengatur lalu lintas,
halte bus, jembatan penyeberangan, fasilitas pejalan kaki, dan fasilitas
berdasarkan jenis kenderaan yang digunakan.
4) Perubahan pola kehidupan yang terjadi ditengah kehidupan masyarakat
sebagai akibat pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh terhadap
permintaan transportasi. Semakin terbukanya aktifitas ekonomi mendorong
mobilitas manusia dan barang serta menimbulkan permintaan transportasi.
Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan akibat aktivitas
ekonomi, sosial dan lainnya. Transportasi merupakan tulang punggung perekonomian
nasional, regional, dan lokal baik di perkotaan maupun di pedesaan. Sistem
transportasi memiliki sifat sistem jaringan dimana kinerja pelayanan transportasi
sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan jaringan. Secara umum sistem
transportasi Kota Medan masih belum memenuhi kriteria keberlanjutan yang ditandai
dengan rendahnya kualitas jalan raya, rendahnya kualitas angkutan umum,
meningkatnya angka kecelakaan, kemacetan di jalan – jalan utama, menurunnya
yang berbiaya tinggi. Sebelum tahun 1990-an kondisi lalu lintas di kota Medan sangat
memprihatinkan. Ini terjadi karena pada saat itu semua kendaraan masih bergerak
dari dan menuju inti kota yang tentu saja menciptakan kesemrawutan. Wilayah
Sambu menjadi inti dari semua tujuan angkutan umum yang berangkat dari seluruh
wilayah di kota Medan. Dari sini juga kita bisa memilih angkutan umum untuk
mencapai daerah tujuan yang kita inginkan.
Salah satu ciri khas yang terlihat adalah jaringan transportasi yang tercipta
pada masa itu merupakan hasil dari hubungan antar pasar yang ada di kota Medan
untuk menggerakkan ekonomi perdagangan melalui angkutan umum. Daerah Sambu
yang berdampingan dengan Pusat Pasar menjadi tujuan para pelaku ekonomi.
Kelompok produsen melakukan kegiatan memasarkan barang – barang kebutuhan,
sedangkan pihak konsumen mencari barang-barang yang mereka butuhkan.
Sentralisasi inilah yang menyebabkan terjadinya kemacetan dan kesemrawutan lalu
lintas di Kota Medan. Banyaknya aktifitas masyarakat dengan tujuan dari dan
menuju Sambu menyebabkan banyak perusahaan transportasi dalam kota yang
menjadikan daerah Sambu menjadi asal keberangkatan angkutannya menuju daerah
pinggiran kota. Selain itu mayoritas daripada angkutan kota pada waktu itu adalah
KPUM ( Koperasi Pengangkutan Umum Medan ) yang kantor Pusatnya berada di
kawasan Sambu tepatnya di jalan Rupat.10
10
Hasil wawancara dengan Bapak Haidir ( Kepala Tata Usaha Terminal Pinang Baris ) Tanggal 10 April 2013
Sehingga KPUM dalam memulai
menjalankan kegiatannya langsung dari kawasan ini menuju wilayah – wilayah
menuju kawasan Sunggal sedangkan posisi awal anda berada di daerah Pulo Brayan
ataupun daerah lainnya, maka anda terlebih dahulu harus menuju kawasan Sambu
kemudian berpindah angkutan dengan memilih angkutan yang menuju Sunggal.
Demikian juga sebaliknya dan tujuan yang lainnya.
Keadaan ini diperparah dengan keberadaan bemo, bajai, dan becak mesin (
becak bermotor ) yang pada saat itu masih membanjiri lalu lintas kota Medan.
Keberadaan mereka sangat mempengaruhi lalu lintas di Kota Medan karena memiliki
kuantitas yang besar sehingga dalam aktifitasnya keberadaan kedua jenis angkutan ini
dalam setiap ruas jalan Kota Medan selalu aktif. Becak Mesin selalu mangkal dalam
setiap persimpangan jalan yang mengakibatkan jalanan semakin sempit. Selain itu
kecepatan rata – rata untuk jenis kenderaan ini relatif rendah sehingga memaksa
setiap kenderaan di belakangnya untuk menyesuaikan kecepatannya demi menjaga
ketertiban lalu lintas.
Untuk kondisi lalu lintas dari dan menuju luar Kota Medan, itu belum ada
suatu kawasan khusus yang dijadikan sebagai terminal penumpang. Para penumpang
berdiri berjejer di sepanjang jalan untuk menanti atau menunggu bus/kenderaan yang
sesuai dengan tujuan mereka di luar kota. Akibatnya banyak kenderaan angkutan
yang menumpuk di sekitar lokasi berdirinya penumpang sehingga memunculkan
kawasan terminal liar. Pada saat itu yang ada hanya kawasan – kawasan penumpukan
bus – bus tujuan luar kota yang semuanya tercipta tanpa adanya kesengajaan ataupun
masih berbentuk tidak resmi. Dikatakan kawasan – kawasan karena memang terdapat
dengan kondisi geografis Kota Medan yang menjadi persimpangan lalu lintas
regional Sumatera. Kawasan yang pertama adalah terletak di jalan Sei Wampu
melalui jalan Gatot Subroto yang pada waktu itu terkenal dengan istilah Simpang
Barat. Bus – bus yang berangkat dari kawasan ini untuk melayani daerah tujuan
Binjai, Langkat, Tanah Karo, Sidikalang dan juga menuju propinsi D. I Aceh.11
Sedangkan kawasan yang kedua adalah kawasan disekitar stadion Teladan (
sekarang Yuki Simpang Raya ).12
1. Lokasi dari kedua kawasan tersebut berada hampir dekat dengan inti
kota Medan. Dampak yang terjadi adalah semakin meningkatnya
volume kendaraan yang menuju inti kota tetapi tidak diimbangi
dengan penambahan jumlah ruas jalan ataupun pelebaran badan jalan.
Derasnya arus kendaraan menuju pusat kota mengakibatkan
terganggunya aktifitas masyarakat yang ada di pusat kota. Ditambah Disini banyak terdapat berbagai macam – macam
bus baik yang ukuran besar maupun kecil yang khusus melayani penumpangnya
untuk tujuan kota – kota yang berada di sepanjang Pantai Barat dan Pantai Timur
Sumatera bahkan ada juga yang sampai ke kota Jakarta. Kedua kawasan ini sudah
ada akibat tingginya kebutuhan masyarakat dalam hal sistem transportasi dan juga
tingginya mobilisasi penduduk dari daerah ke kota Medan dan sebaliknya yang
membutuhkan alat transportasi untuk semakin mempermudahnya. Kondisi ini tentu
menimbulkan kesemrawutan yang diakibatkan oleh :
11
Hasil wawancara dengan Bapak Haidir ( Kepala Tata Usaha Terminal Pinang Baris ) Tanggal 10 April 2013
12
dengan setiap aktifitas yang dilakukan di kawasan ini selalu
memanfaatkan badan jalan sehingga mengganggu pengguna jalan yang
lain misalnya untuk parkir armada bus yang menggunakan bahu jalan,
posisi untuk menaikkan ataupun menurunkan penumpang yang juga
menggunakan bahu jalan serta posisi mangkal setiap jenis angkutan
yang berbeda – beda makin membutuhkan banyak lahan dan tentu saja
terpaksa menggunakan bahu jalan. Bila diperhatikan kondisi ini
semakin memperparah lalu lintas yang berada di sekitar kawasan itu.
2. Sarana pendukung transportasi seperti marka jalan, lampu pengatur
lalu lintas dll masih belum lengkap. Hal ini tentu saja menjadi salah
satu penyebab tingginya angka kemacetan di kedua kawasan ini dan
tentu saja ini mengakibatkan banyaknya terjadi angka kecelakaan,
3. Banyaknya aktivitas masyarakat yang bergerak di sektor informal
yang menggantungkan kehidupan ekonominya disekitar kawasan
tersebut seperti kelompok pedagang, agen dan buruh angkut. Situasi
seperti ini menimbulkan masalah – masalah sosial disekitar kawasan
seperti premanisme, tindakan kriminal dan lain – lain. Oleh sebab itu
pemerintah mulai memikirkan untuk memindahkan lokasi kedua
2. 2. Upaya Mengatasi Permasalahan Lalu Lintas Kota Medan Sebelum Adanya
Terminal Pinang Baris
Kondisi lalu lintas kota Medan pada sekitar era tahun 1980 – an seperti yang
telah dibahas diatas sangat tidak teratur dan terkendali. Hal ini dibuktikan dengan
tingginya angka kecelakaan dan terjadinya kemacetan pada saat jam – jam sibuk.13
13
Kondisi lalu lintas yang semrawut mengakibatkan banyaknya jumlah kenderaan yang menumpuk dan sering menimbulkan kemacetan serta kecelakaan.
Jumlah kendaraan yang bertambah tidak seiring dengan penambahan ruas jalan baru
serta masih minimnya rambu - rambu jalan untuk mengatur para pengguna jalan.
Selain itu kendaraan – kendaraan angkutan baik angkutan barang maupun penumpang
masih melalui jalan – jalan utama yang ada di inti kota Medan dikarenakan untuk
mendapatkan waktu tempuh yang lebih singkat dan perhitungan sisi ekonomi yang
lebih murah. Khusus untuk angkutan penumpang, banyaknya jenis angkutan baik
untuk dalam kota maupun untuk luar kota merupakan penyumbang terbesar untuk
masalah kemacetan. Angkutan dalam kota selalu bermangkal di setiap persimpangan
– persimpangan jalan utama di kota Medan. Hampir di setiap persimpangan jalan
pada saat itu bisa kita temui beberapa angkutan kota yang mangkal untuk melayani
rute perjalanan untuk wilayah disekitar persimpangan itu. Belum lagi ditambah
dengan kendaraan jenis angkutan roda tiga seperti becak bermotor ( becak mesin ),
becak dayung, bemo dan bajai yang menghiasi setiap sudut jalanan kota Medan. Bisa
dibayangkan kondisi yang akan terjadi. Ruas jalan yang terdiri dari dua lajur dipenuhi
oleh banyaknya kendaraan. Kenderaan itu melintas untuk waktu yang bersamaan
keegoisan para pengguna jalan, prasarana dan sarana transprtasi yang kurang
mendukung sudah pasti akan menciptakan kemacetan lalu lintas. Kondisi ini terjadi
karena beberapa hal yaitu :
1. Kurangnya kesadaran ( rasa egois ) dari para pengemudi/supir angkutan
umum yang menaikkan dan menurunkan penumpang dengan seenaknya,
memarkirkan kendaraan tanpa memikirkan pengguna jalan yang lain yang
pasti dirugikan.
2. Sarana dan prasarana jalan yang kurang mendukung untuk mendukung sistem
transportasi di kota Medan.
3. Tidak tersedianya halte bus.
4. Perangkat pemerintah yang membidangi hal ini belum berfungsi secara
maksimal.
Keempat hal – hal yang menimbulkan kemacetan diatas belum terpenuhi
sehingga perlu perhatian yang lebih serius dari pihak pemerintah. Demikian juga
untuk masalah angkutan yang melayani antar kota, juga menjadi penyumbang dalam
masalah kemacetan lalu lintas kota Medan. Angkutan kota Medan sebelum tahun
1990 didominasi oleh bus – bus ukuran sedang dan ukuran besar dan beberapa
perusahaan angkutan ini ada yang melayani penumpangnya dengan rute melintasi inti
kota.14
14
Bus – bus ukuran besar seperti CV. Setia dan CV. Budi yang melayani rute Belawan - Sambu, DAMRI yang melayani rute Binjai - Sambu, sedangkan untuk ukuran sedang di dominasi oeh Desa Maju dengan rute Helvetia - Sambu, Pabrik Tenun – Sambu; KOBUN dengan rute Amplas - Sambu dan POVRI dengan rute Kayu Puih - Sambu.
Masih terlintas dalam pikiran ketika bus – bus ukuran besar dari kota – kota di
penumpangnya yang sebahagian besar adalah pelaku – pelaku ekonomi kecil dan
menengah. Seperti bus – bus dari kota Belawan, Lubuk Pakam dan Kota Binjai.
Masalah yang terjadi hampir sama dengan yang dilakukan oleh angkutan dalam kota
yaitu, parkir secara sembarangan, menaikkan dan menurunkan penumpangnya
dengan sembarangan dan menggunakan jalan dengan seenaknya tanpa memikirkan
para pengguna jalan yang lain.
Beberapa alternatif yang dilakukan untuk mengurai tingkat kepadatan lalu
lintas di Kota Medan adalah:
1) Pada awal tahun 1990 – an pemerintah secara bertahap mulai melakukan
pelebaran jalan di beberapa ruas jalan yang dianggap penting. Misalnya jalan
Gatot Subroto, jalan Adam Malik ( Glugur By Pass ), Jalan Sutomo, Jalan
Sunggal, Jalan Jamin Ginting dan lain sebagainya.15
2) Selain pelebaran dan pengaspalan jalan juga dilakukan penambahan marka
jalan untuk mendukung kelancaran lalu lintas pengguna jalan. Di beberapa
titik persimpangan yang dianggap rawan kemacetan dibuatlah lampu lalu
lintas dan rambu – rambu lalu lintas. Kemudian penambahan rambu lalu lintas
di sisi jalan yang dianggap rawan kemacetan seperti larangan parkir, larangan
berhenti dan rambu untuk hati – hati. Sebelumnya juga sudah dilakukan
sosialisasi terhadap arti dari setiap lambang yang terdapat dalam setiap rambu Selain pelebaran jalan
juga dilakukan pengaspalan terhadap jalan – jalan yang dianggap penting
sebagai jalan alternatif ketika kemacetan sedang berlangsung.
15
lalu lintas tersebut sehingga para pengguna jalan dapat mengerti sepenuhnya
apa maksud dan tujuan dari keberadaan rambu – rambu tersebut. 16
3) Pemerintah menurunkan aparat kepolisian dan Dinas Lalu Lintas Angkutan
Jalan Raya ( DLLAJR ) untuk melakukan penertiban di lapangan baik berupa
tindakan persuasif yang dalam pelaksanaannya bersifat teguran atau
pemberitahuan maupun melakukan tindakan langsung ( tilang ). Kedua cara
ini juga dilakukan disekitar kawasan tempat pemberangkatan penumpang
tujuan luar kota yang berada di sekitar Simpang Barat dan juga kawasan
Stadion Teladan. Namun sesuai dengan topik pembahasan bahwa ini
dilakukan untuk mengatasi kondisi lalu lintas kota Medan yang tinggi tingkat
kemacetannya yang seperti telah dibahas sebelumnya bahwa kedua kawasan
ini merupakan salah satu faktor penyebab kemacetan tersebut.
Inilah upaya – upaya yang dilakukan secara langsung oleh pemerintah dalam
mengatasi kondisi kemacetan lalu lintas Kota Medan yang diperparah oleh masih
belum terkordinasinya tata kelola sistem transportasi pada saat itu. Upaya yang lain
dilakukan adalah diberlakukannya peremajaan terhadap kenderaan transportasi dalam
kota khususnya bemo, kemudian adanya ruas jalan yang khusus dan tidak boleh
dilalui oleh angkutan umum, becak mesindan becak dayung seperti kawasan jalan
Jend. Sudirman yang merupakan kawasan tertib lalu lintas, selanjutnya kawasan Jalan
Putri Hijau, Jalan Diponegoro, dan jalan Imam Bonjol, walaupun masih sering dilalui
oleh kenderaan roda tiga khususnya becak.
16
Dampak dari diberlakukannya upaya – upaya diatas langsung dapat dirasakan
dengan berkurangnya jumlah kenderaan yang melaju pada saat jam sibuk serta
bertambahnya kesadaran para pengguna jalan khususnya para pengemudi angkutan
umum dalam kota. Sedangkan untuk angkutan umum tujuan luar kota mulai
mengkonsentrasikan armada angkutannya dengan menerapkan sistem pool dan mulai
menata manajemen keberangkatan armadanya lewat pool masing – masing
perusahaan angkutan. Kenderaan – kenderaan ukuran besar mulai dilarang masuk ke
inti kota dan harus di parkirkan di sekitar pool masing – masing.
2. 3. Pembangunan Terminal Terpadu Pinang Baris
Tahun 1980-an pemerintah mulai memikirkan bagaimana menata sistem
transportasi di Kota Medan.17
1) Pelabuhan Belawan untuk transportasi laut,
Sebagai daerah perlintasan untuk regional Sumatera,
baik untuk tujuan ke Propinsi D. I. Aceh maupun untuk tujuan ke kota – kota lainnya
misalkan Padang, Pekan Baru, Jambi, Palembang, Lampung ataupun ke Pulau Jawa.
Pemerintah merasa perlu untuk melakukan sentralisasi keberadaan angkutan –
angkutan tujuan luar kota dalam satu tempat. Kondisi yang tercipta pada waktu itu
adalah Kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia hanya memiliki:
2) Tansportasi udara sudah didukung dengan adanya Bandara Polonia sebagai
sarana angkutan udara bertaraf Internasional,
3) Transportasi darat hanya memiliki Stasiun Besar Kereta Api,
17
Tetapi Kota Medan belum memiliki Terminal khusus untuk angkutan bus tujuan luar
kota. Kondisi ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan kota – kota lain yang ada
di Pulau Sumatera yang sudah memiliki terminal bus terlebih dahulu. Melihat kondisi
yang ada maka di putuskan bahwa Propinsi Sumatera Utara khususnya Kota Medan
sangat membutuhkan terminal angkutan umum sebagai wadah untuk membangun
sistem transportasi yang selama ini belum ada. Untuk mengejar ketertinggalan itu
serta untuk mengatasi kebutuhan masyarakat akan sistem transportasi yang lebih
modern, maka pemerintah Propinsi Sumatera Utara mulai merancang rencana untuk
membangun terminal bus. Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya Propinsi Sumatera
Utara ditugaskan untuk melakukan kajian untuk pembangunan terminal tersebut.
Setelah melakukan kajian dan melihat dari keberhasilan propinsi tetangga
yang telah lebih dulu memiliki terminal angkutan, maka diputuskan bahwa Kota
Medan sudah layak untuk memiliki terminal angkutan umum. Masalah yang
kemudian timbul adalah sebagai daerah perlintasan, Kota Medan tidak mungkin
membangun hanya sebuah terminal angkutan saja, sebab dari Kota Medan ada tiga
daerah tujuan keberangkatan yaitu: pertama untuk tujuan : Binjai, Stabat, Tanjung
Pura, bahkan ke Propinsi Aceh, kedua untuk tujuan Lubuk Pakam, Rantau Prapat,
Pematang Siantar, Tarutung, Sibolga, Pekanbaru, Padang bahkan ke Pulau Jawa, dan
yang ketiga untuk tujuan Tanah Karo, Sidikalang, Kutacane, Singkil, Subulussalam,
dan seterusnya. Jika hanya membangun sebuah terminal maka dibutuhkan area yang
sangat luas untuk mencakup semua perusahaan – perusahaan angkutan umum berikut
merugikan sebuah pihak baik pihak perusahaan angkutan maupun dari pihak
penumpang. Serta dibutuhkan juga manajemen yang baik untuk mengatur dan
mengelola terminal tersebut.
Setelah melalui proses yang panjang maka diputuskan untuk membangun
sdua buah terminal sekaligus untuk mengurai kemacetan yang mendekati inti kota
serta menempatkan bus – bus tujuan luar kota di sebuah wilayah yang berada di
pinggiran kota Medan. Keputusan yang diambil adalah dengan membangun sebuah
terminal sebagai pintu masuk Kota Medan dari arah tenggara dan tepatnya berada di
daerah Amplas sedangkan sebuah lagi untuk pintu masuk Kota Medan melalui arah
barat laut yang tepatnya berada di daerah Pinang Baris. Pembangunan kedua terminal
terpadu tersebut adalah dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap bus, baik
antar kota maupun bus dalam kota serta non – bus, memperlancar hubungan antar
Kota Medan dengan daerah pinggirannya dan juga untuk memecahkan sebahagian
masalah kemacetan lalu lintas kota Medan. Disamping itu dengan sendirinya
meningkatkan pendapatan dari retribusi yang diambil oleh penanggung jawab jasa
terminal.
Sesuai dengan judul tulisan maka isi dari tulisan ini intinya membahas tentang
Terminal Pinang Baris walaupun nanti mungkin akan merangkai pembahasan kedua
terminal yang ada di Kota Medan. Koordinat geografisKota Medan adalah 3˚30’ -
3˚43’ LU dan 98˚35’ - 98˚44’ LU dengan kondisi permukaan tanah cenderung miring
ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 3,75 meter diatas permukaan laut. Dengan
Malaka sedangkan sebelah Barat, Selatan dan Timur berbatasan dengan Kabupaten
Deli Serdang. Luas Kota Medan saat ini adalah 265, 10 km² yang sebelumnya hingga
tahun 1972 hanya mempunyai luas sebesar 51,32 km² namun kemudian diedarkan
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun1973 yang memperluas wilayah Kota Medan
dengan mengintegrasikan sebagian wilayah Kabupaten Deli Serdang.
Sesuai dengan namanya Terminal Terpadu Pinang Baris maka nama daerah
tersebut dicantumkan sebagai nama dari terminal ini. Berada di Kecamatan Medan
Sunggal di kelurahan Pinang Baris. Dibangun diatas tanah kosong milik pemerintah
Kota Medan serta di tambah dengan tanah bekas pekuburan etnis Tionghoa sehingga
terminal ini dibangun diatas lahan dengan luas total 33.430 m². Pelaksanaan
pembangunan terminal secara fisik dimulai pada bulan Mei 1990 dan keseluruhan
pembangunan rampung dilaksanakan pada akhir Desember 1991. Penentuan suatu
lokasi yang akan dibangun sebagai terminal terpadu tergantung kepada seberapa
besar manfaat yang akan diperoleh dari keberadaan terminal terpadu tersebut
dibandingkan dengan dana yang dikeluarkan untuk pembangunan tersebut.
Pembangunan terminal ini tidaklah menimbulkan kerugian kepada suatu pihak
karena tidak adanya penggusuran dan dibangun diatas tanah kosong serta diatas
pekuburan etnis Tionghoa.18
18
Hasil wawancara dengan Bapak Haidir ( Kepala Tata Usaha Terminal Pinang Baris ) Tanggal 10 April 2013 di Kantor Tata Usaha Terminal Pinang Baris.
Adapun bangunan fisik yang tersedia didalam Terminal
Pinang Baris yang dibangun adalah terdapat sebanyak 48 unit loket bus, 34 unit
bangunan kios, 8 unit toilet umum, 2 unit bangunan untuk gudang dan tempat cuci
tempel ban, selain itu di tambah dengan pelataran parkir yang dapat menampung 500
unit angkutan dalam kota serta 400 unit bus antarkota serta bangunan induk yang di
fungsikan sebagai perkantoran, ruang tunggu dan adanya fasilitas mushalla dan