• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesediaan Suami Sebagai Akseptor KB Medis Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesediaan Suami Sebagai Akseptor KB Medis Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Medis Operasi Pria (MOP) atau yang sering dikenal vasektomi adalah merupakan salah satu teknik kontrasepsi mantap. MOP merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, hanya butuh waktu operasi yang sangat singkat dan tidak memerlukan anastesi umum (Hartanto, 2004).

Prinsipnya sama dengan tubektomi pada perempuan, yaitu menutup saluran bibit laki-laki (vas deferens) dengan melakukan operasi kecil pada kantong zakar sebelah kanan dan kiri. Operasi ini tergolong ringan, bahkan lebih ringan dari khitan (sunat) dan bisa dilakukan tanpa pisau (Meilani, ddk., 2010). Seorang pria yang sudah divasektomi, volume air maninya sekitar 0,15 cc yang tertahan tidak ikut keluar bersama ejakulasi karena skrotum yang mengalirkannya sudah buntu. Sperma yang sudah dibentuk tidak akan dikeluarkan oleh tubuh, tetapi diserap dan dihancurkan oleh tubuh (Mulyani, 2013).

(2)

dapat ditemukan dalam semen segera setelah vasektomi, pria yang menjalani vasektomi harus diberitahu untuk menggunakan metode kontrasepsi lain sampai pemeriksaan memperlihatkan bahwa tidak ada sperma yang diejakulasikan atau mereka telah berejakulasi paling sedikit 20 kali (Pendit, 2007).

MOP merupakan salah satu metode kontrasepsi modern untuk pria, disamping ada metode lain seperti kondom, metode kontrasepsi tradisional pria adalah dengan senggama terputus. Sementara metode kontrasepsi modern untuk wanita antara lain : Metode Operasi Wanita (MOW), pil, IUD, suntik, dan susuk KB, sementara metode kontrasepsi tradisional wanita adalah dengan pantang berkala (SDKI, 2012). Di Indonesia peserta MOP masih tergolong rendah yaitu 0,4% (SDKI, 1997) bila dibandingkan dengan negara-negara Islam lainnya seperti Pakistan tahun 1999 (5,2%), Bangladesh tahun 1997 (13,9%) dan Malaysia tahun 1988 (16,8%) (BKKBN, 2007).

Pemakaian alat kontrasepsi di Indonesia juga bervariasi. Persentase pemakaian metode kontrasepsi modern pada wanita seperti suntik (31,9%), pil (13,6%), IUD (3,9%), susuk (3,3%), MOW (3,2%) dan untuk metode kontrasepsi tradisional yaitu pantang berkala (1,7%). Sementara pemakaian metode kontrasepsi modern pada pria seperti kondom (0,7%), MOP (0,2%) dan untuk metode kontrasepsi tradisional yaitu senggama terputus (2,3%) (SDKI, 2012).

(3)

tidaknya sterilisasi. Di sisi lain sikap pemerintah sendiri dinilai masih kurang tegas mengenai sterilisasi. Sementara BKKBN beranggapan bahwa sterilisasi sudah menjadi program pemerintah, terbukti dengan tersedianya dukungan dana dan sarana untuk kegiatan operasionalnya. Selain menyediakan dana yang tidak sedikit untuk pelayanan sterilisasi, BKKBN juga telah melatih dokter pemberi pelayanan, memberikan dukungan sarana pelayanan serta dana penggerakan di lapangan. Namun, hal ini tidak diikuti dengan pencapaian yang menggembirakan (BKKBN, 2011).

Sumatera Utara merupakan propinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 1990 jumlah penduduk Sumatera Utara 10,26 juta jiwa, SP tahun 2000 sebesar 11,51 juta jiwa dan SP tahun 2010 sebesar 12.982.204 jiwa. Dengan kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa/Km2, tahun 2000 meningkat menjadi 161 jiwa/ Km2, dan selanjutnya tahun 2010 menjadi 188 jiwa/ Km2

(4)

dengan jumlah peserta KB aktif 89,79% dari jumlah PUS, yang disusul oleh Gorontalo (85,76%), Bali (85,67%), dan Sulawesi Utara (84,46%), sedangkan Propinsi Sumatera Utara berada di urutan 28 dari 33 provinsi .

Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) yang ada di Sumatera Utara sekitar 2.204.567 pasangan, sementara peserta KB yang aktif hanya sekitar 68,45% yaitu sekitar 1.509.109 pasangan. Presentase pemakaian metode kontrasepsi juga bervariasi, untuk kontrasepsi modern untuk wanita seperti suntik (32,9%), pil (32,7%), IUD (10,6%), susuk (9,35) dan MOW (7,48%), sementara metode kontrasepsi modern untuk pria seperti kondom (6,65%) dan MOP (0,4%) (BKKBN, 2012). Dari data di atas, jumlah PUS di Sumatera Utara yang berhasil dibina untuk menggunakan MOP sebagai alat kontrasepsi masih sangat rendah yaitu (0,40%). Berdasarkan hasil pencapaian peserta KB baru dan aktif di Sumatera Utara diketahui bahwa dari 33 kabupaten/kota hanya 12 kabupaten/kota yang memiliki akseptor KB MOP, sementara 21 kabupaten/kota lainnya tidak memiliki akseptor KB MOP (BKKBN, 2012). Kabupaten dengan pencapaian akseptor KB MOP yang terbaik pertama adalah Langkat (2,60%), Kota Tanjung Balai (1,45%) dan Tapanuli Utara (1,28%). Sementara di Dairi hanya sekitar 0,96% akseptor KB MOP. (BPS Sumatera Utara, 2012).

(5)

reproduksi merupakan urusan dan tanggung jawab perempuan, (2) faktor akses, baik akses informasi, maupun akses pelayanan. Dilihat dari akses informasi, materi informasi pria masih sangat terbatas, demikian halnya dengan kesempatan pria/suami yang masih kurang dalam mendapatkan informasi mengenai KB dan kesehatan reproduksi. Keterbatasan juga dilihat dari sisi pelayanan dimana sarana/tempat pelayanan yang dapat mengakomodasi kebutuhan KB dan kesehatan reproduksi pria/suami masih sangat terbatas, sementara jenis pelayanan kesehatan reproduksi untuk pria/suami belum tersedia pada semua tempat pelayanan dan alat kontrasepsi untuk suami hanya terbatas pada kondom dan vasektomi/MOP (BKKBN, 2006).

Faktor tingkat pengetahuan suami tentang kontrasepsi MOP juga mempengaruhi keikutsertaan suami dalam program KB MOP. Para suami sering menganggap bahwa orang yang menggunakan MOP sama halnya seperti dikebiri dan akan mengurangi hasrat seksual. Hal ini sesuai dengan studi operasional yang dilakukan di D.I.Yogyakarta tahun 2000 menemukan bahwa sembilan dari sepuluh suami dengan PUS beranggapan sterilisasi pria sama dengan dikebiri (BKKBN, 2011).

(6)

mereka yang berusia 40 tahun ke atas, dan telah memiliki 3 anak bahkan lebih. Kenyataan ini menggambarkan bahwa saat disterilisasi umumnya para akseptor memang telah memiliki jumlah anak banyak dan berumur relatif tua, sehingga secara demografis kurang memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kelahiran (BKKBN, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukaan Litbangkes (Penelitian Pengembangan Kesehatan) di wilayah Puskesmas Tembilan kota Pekanbaru tahun 2008, bahwa pendidikan berhubungan dengan keikutsertaan pria dalam KB, Semakin tinggi tingkat pendidikan suami, maka semakin mudah untuk menerima gagasan program KB. Selain itu pengetahuan pria yang baik tentang MOP akan membentuk tindakan yang positif terhadap keikutsertaan KB (BKKBN, 2010).

(7)

Faktor dukungan sosial budaya yang mencakup sikap dan kepercayaan (beliefs) dari suami merupakan kunci penerimaan KB. Adanya rumor dan fakta lain tentang MOP sama dengan kebiri, pria seringkali cemas mengenai kemampuan mereka mempertahankan ereksi dan melakukan koitus. Beberapa pria dapat mengalami tanda-tanda berduka karena merasa kehilangan kesuburan dan seksualitas mereka secara permanen. Semua hal ini ternyata turut mempengaruhi rendahnya keikutsertaan pria dalam melakukan KB MOP (Everett, 2008).

Faktor yang penting lainnya adalah ukuran keluarga ideal, perhatian terhadap kehamilan, pentingnya nilai anak laki-laki dan adanya dukungan istri terhadap penggunaan kontrasepsi oleh suami (istri). Seluruh aspek kehidupan penduduk yang banyak dipengaruhi oleh nilai budaya pun turut mempengaruhi keikutsertaan suami dalam program keluarga berencana. Kendala pelaksanaan program KB-Kesehatan Reproduksi (KB-KR), antara lain masih adanya pemahaman tentang KB yang sempit, baik di kalangan masyarakat maupun para tokoh agama dan tokoh masyarakat.

(8)

budaya yang beranggapan bahwa KB adalah urusan perempuan sehingga pria tidak perlu berperan (BKKBN, 2007).

Adat kebiasaan atau adat dari suatu masyarakat yang memberikan nilai anak laki-laki lebih dari anak perempuan atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan satu keluarga mempunyai banyak anak. Bagaimana kalau keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki atau perempuan tidak terpenuhi mungkin akan menceraikan istrinya dan kawin lagi agar terpenuhi keinginan memiliki anak laki-laki atau perempuan. Disini norma adat istiadat perlu diluruskan karena tidak banyak menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusiaan (Majalah Gema Pria, 2009).

Kabupaten Dairi yang ibukotanya Sidikalang, merupakan salah satu Kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki luas 1.927,80 Km2

Kecamatan Sitinjo merupakan salah satu kecamatan dengan luas wilayah 86,84 km

. Luas wilayah Kabupaten Dairi ini hanya sebesar 2,69% dari total luas Propinsi Sumatera Utara. Jumlah penduduk 273.394 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 0,9%/tahun (keadaan tahun 2012) dan tersebar di 15 kecamatan (BPS Dairi, 2013). Berdasarkan jumlah akseptor KB MOP di Kabupaten Dairi diketahui bahwa dari 52 akseptor, 28 akseptor diantaranya berdomisili di Kecamatan Sidikalang (53,85%), selebihnya di Kecamatan Parbuluan dan Kecamatan Sumbul (PPAKB Dairi, 2013).

2

(9)

termasuk pelayanan KB. Namun kenyataan di lapangan didapatkan bahwa pada tahun 2013 tidak ada akseptor KB MOP (PPAKB Dairi, 2013), dan pada tahun 2014 sampai pendataan bulan April 2014, terdapat hanya 2 orang peserta KB MOP di Kecamatan Sitinjo (PLKB Sitinjo, 2014).

Berbagai upaya telah dilakukan oleh BKKBN Provinsi Sumatera Utara bekerja sama dengan PPAKB Kabupaten Dairi untuk meningkatkan partisipasi pria sebagai akseptor KB MOP. Upaya yang telah dilakukan antara lain penyuluhan dan sosialisasi KB MOP melalui pembagian leaflet serta pemberian informasi yang dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Berdasarkan hasil wawancara dengan PLKB yang bertugas di Kecamatan Sitinjo mengenai pelaksanaan program KB MOP, mengatakan bahwa pelayanan operasi bagi suami yang bersedia menjadi akseptor MOP dilaksanakan setiap minggu di Puskesmas Sumbul yang hanya berjarak ± 3 km dari Kecamatan Sitinjo, dan pelayanan umum dipusatkan di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang yang berada di ibukota kabupaten yang berjarak ± 5 km. Program ini tidak dipungut biaya (gratis), dan ada pemberian insentif bagi pria/suami yang bersedia menjadi akseptor KB MOP, dan ini berlaku di seluruh kecamatan di Kabupaten Dairi.

(10)

mengikuti program tubektomi pada waktu kelahiran anak bungsu, tapi suami menolak. Akhirnya istri dari bapak tersebut menjadi akseptor dengan menggunakan pil KB, tapi sering mengeluh pusing, kemudian beralih ke alat kontrasepsi suntik, si istri mengeluh tidak lancar haid. Ketika disinggung tentang partisipasi bapak tersebut dengan penggunaan kondom, dengan santainya si bapak mengatakan “tidak berasa” kalau berhubungan intim, apalagi ketika dibahas tentang KB MOP bapak tersebut mengatakan bahwa dia keberatan menjadi akseptor KB MOP karena takut “loyo”, bapak tersebut menambahkan bahwa pada keluarga besar mereka secara turun temurun tidak seorang pun pria/suami yang terlibat dalam urusan per-KB-an, itu urusan istri meskipun sudah melihat ada efek negatif pada pasangannya. Kemudian dilakukan wawancara kepada dua orang suami yang sudah menjadi akseptor KB MOP, mereka memiliki alasan yang sama yaitu bersedia melakukan tindakan MOP karena adanya pemberian insentif dan tidak begitu memahami tentang kontrasepsi MOP tersebut, mereka juga mengatakan tidak merasakan ada kejanggalan atau perubahan pada saat berhubungan dengan istri.

(11)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor predisposisi (umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, pengetahuan, sikap, dan nilai budaya), faktor pemungkin (sarana dan prasarana), faktor penguat (dukungan istri, dukungan keluarga dan dukungan teman) terhadap kesediaan suami sebagai akseptor KB MOP di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, pengetahuan, sikap, dan nilai budaya), faktor pemungkin (sarana dan prasarana), faktor penguat (dukungan istri, dukungan keluarga dan dukungan teman) terhadap kesediaan suami sebagai akseptor KB MOP di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi.

1.4. Hipotesis

(12)

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Bahan informasi kepada Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PPAKB) Dairi beserta pihak Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan keikutsertaan suami dalam program MOP.

2. Bahan masukan bagi kerjasama lintas sektoral dalam hal ini dengan tokoh masyarakat agar bekerja sama untuk mensosialisasikan program MOP.

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian evaluasi RT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dilakukan dengan melihat keadaan pada 2 (dua) tahun terakhir dan membandingkan data tingkat perkembangan RT

(2003:61) menyatakan bahwa pengalaman dalam melaksanakan audit merupakan salah satu unsur yang dapat menunjang keahlian auditor. Standar umum kedua mengharuskan

Sebelum modul fisika berbasis saintifik digunakan dalam pembelajaran, instrumen keterampilan berpikir kritis untuk pretest dan posttest diujicobakan terlebih dahulu pada

Beban-beban dalam laporan ini adalah beban-beban yang dikeluarkan oleh bank syariah sebagai institusi keuangan syariah sendiri, tidak ada kaitannya dengan pengelolaan

Ujian Tugas Akhir merupakan tahap akhir dalam perkuliahan untuk menyelesaikan program studi S-1 Jalur Kepenarian Jurusan Tari di Institut Seni Indonesia

Menyelesaikan soal matematika pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di kelas VIII MTsN 4 Tulungagung Semester Genap Tahun. Ajaran 2017/2018” memuat

Sedangkan berdasarkan hasil pengujian secara parsial variable kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika tidak berpengaruh secara nyata dan positif terhadap nilai ekspor udang Jawa Timur

Hasil analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 6), menunjukkan MESA off grade pada konsentrasi NaOH yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap