BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Stroke
2.1.1 Definisi Stroke
Stroke merupakan gangguan fungsi syaraf yang disebabkan adanya
ketidakseimbangan aliran darah dalam otak, dan dapat timbul secara mendadak
(dalam waktu beberapa detik) atau secara cepat (dalam waktu beberapa jam),
dengan gejala atau tanda-tanda yang sesuai dengan daerah otak yang mengalami
gangguan pasokan darah (Mulyadi, et al.2007).
Stroke merupakan hasil penyumbatan yang tiba-tiba terjadi, yang
disebabkan oleh penggumpalan, perdarahan, atau penyempitan pada pembuluh
darah arteri, sehingga menutup aliran darah ke bagian-bagian otak, dimana darah
merupakan pembawa oksigen dan zat-zat makanan ke jaringan otak sehingga
sel-sel otak mengalami kematian (Shinberg, EF, 1998).
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat (Ginsberg, L,
2008).Stroke adalah keadaan di mana terjadi defisit neurologik fokal secara
mendadak akibat gangguan lokal aliran darah ke otak (FK UNPAD, 1984)
2.1.2 Epidemiologi Stroke
Stroke yang merupakan penyakit gangguan pembuluh darah
bertanggungjawab terhadap 30% kematian di seluruh dunia. Setiap tahun,
diperkirakan 750.000 orang menderita stroke dengan angka kematian lebih dari
150.000 orang per tahun. Sepertiga penderita stroke meninggal saat serangan (fase
akut), sepertiga lagi mengalami stroke berulang dan dari 50% yang selamat akan
mengalami kecacatan (Rudiyono, 2004).
Angka kejadian stroke menurut data dasar 63,52 per 100.000 penduduk
pada kelompok usia di atas 65 tahun. Secara kasar tiap hari ada dua orang
penduduk berisiko tinggi terserang stroke, sedangkan jumlah yang meninggal
mencapai 125.000 jiwa (Rasyid, 2007).
Data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2003,
kematian akibat stroke pada wanita adalah 117 dari 100.000 dan 126 dari 100.000
untuk pria dengan umur diatas 35 tahun. Kematian akibat stroke menjadi
peringkat tertinggi kedua di Amerika Serikat. Ras dan etnik dengan tingkat
mortalitas tertinggi adalah ras Asia dengan persentase 45%, kemudian disusul ras
kulit hitam dan suku Indian-Alaska Amerika dengan persentase 32,4% (CDC,
2003).
2.1.3 Klasifikasi Stroke
Ropper, Allan H. dan Samuels, Martin A. 2009 pada buku Principles of
Neurology, Makalah Lengkap Simposium Stroke FK UNPAD, 1984, dan Misbach
dalam Ritarwan, 2002 membagi stroke menjadi :
1. Berdasarkan perubahan patologis pada otak dan penyebabnya
1.1 Stroke hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di dalam
otak karena adanya pembuluh darah yang pecah sehingga darah keluar
dan masuk ke jaringan dalam otak dan menyerap kedalamnya.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi. Selain itu, beberapa
faktor penyebab lainnya adalah hemoragik yang menyertai embolus,
gangguan koagulasi (akuisita atau oleh obat), idiopatis.
b. Perdarahan Subaraknoid (PSA)
Perdarahan Subaraknoid (PSA) adalah perdarahan yang terjadi di ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak). Penyebabnya adalah pecahnya suatu aneurisma
sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak, merusak neuron sehingga
bagian yang terkena tidak dapat berfungsi dengan benar. Darah yang
masuk ke otak pada perdarahan subaraknoid akan mulai terurai setelah
dapat mengakibatkan spasme pembuluh darah sehingga kemungkinan
kerusakan otak semakin besar.
1.2 Stroke Iskemik
a. Transcien Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis Serebri
Menyebabkan stroke dengan menyumbat arteri serebri dan biasanya
didahului oleh TIA (Simon, Roger P. et al. 1999).
c. Emboli Serebri
Ketika arteri serebri tersumbat oleh trombus yang berasal dari jantung,
aorta, atau arteri besar di otak, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya
stroke (Simon, Roger P. et al. 1999).
2. Berdasarkan stadium klinik/pertimbangan waktu :
2.1Transcient Ischemic Attack (TIA)
Disebut juga gangguan peredaran darah otak sepintas (GPDOS) adalah
timbulnya secara mendadak gejala-gejala defisit neurologik fokal akibat
iskemia otak yang menghilang dalam waktu beberapa menit atau
beberapa jam akan tetapi tidak lebih dari 24 jam. Biasanya dapat dialami
berulang dalam 1 hari.
TIA juga dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
a. TIA pada sistem karotis
b. TIA pada sistem vertebro basiler
2.2Stroke in Evolution
Terjadinya defisit neurologik yang bertambah berat secara kuantitatif
atau kualitatif secara bertahap selama jangka waktu tertentu.
2.3Completed Stroke
Disebabkan adanya trombosis atau oklusi karena emboli, dengan adanya
defisit neurologik yang relatif stabil atau hanya sedikit sekali perubahan
2.4Reversible Ischemic Neurological Deficits (RIND)
Adanya defisit neurologik yang berlangsung lebih dari 24 jam dan akan
menghilang dalam beberapa hari atau beberapa minggu, kurang dari 3
minggu.
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
3.1Sistem karotis (bagian anterior)
3.2Sistem Vertebro-basiler (bagian posterior)
2.1.4 Gejala Stroke
A. Gejala Stroke Hemoragik
Marjono, M. et al.1994 dan Harsono, 2003 mengelompokkan gejala stroke
hemoragik berdasarkan :
a. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)
Gejala perdarahan ini timbul mendadak dan memburuk dengan cepat
(dalam beberapa menit atau jam), sering sampai koma. Nyeri kepala
berat, nausea, muntah, dan mempunyai ciri khas yaitu adanya darah di
rongga subaraknoid pada pemeriksaan lumbal Pungsi.
b. Gejala Perdarahan Subaraknoid (PSA)
Pada penderita perdarahan subaraknoid akan dijumpai gejala seperti
nyeri kepala yang hebat, kadang-kadang muntah, leher terasa kaku serta
kehilangan kesadaran yang sementara dan setelah sadar kembali terdapat
gejala kaku kuduk, keluhan silau terhadap cahaya, mual dan fotofobia.
B. Gejala Stroke Iskemik
Sudomo, et al.1980, Sugianto, P. 2001 dan Mulyadi, et al.2007 memberikan
penjelasan mengenai gejala stroke iskemik, yaitu:
1. Gejala penyumbatan arteri serebri anterior
a. Buang air kecil tidak disadari.
b. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai yang paling dapat
dilihat.
c. Kehilangan kesadaran secara tiba-tiba.
e. Secara tidak sadar mengikuti kata-kata orang lain.
f. Sulit untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hati.
2. Gejala penyumbatan arteri serebri media
a. Mulut jatuh ke satu sisi dan lidah mencong bila diluruskan.
b. Kata-kata tidak dapat dipahami (afasia), bicara tidak jelas, tidak lancar dan
terbata-bata.
c. Kelemahan atau kelumpuhan lengan, tungkai atau salah satu sisi tubuh.
d. Kesadaran menurun
e. Vertigo (pusing) atau perasaan berputar yang menetap saat tidak
beraktifitas.
f. Gangguan rasa didaerah muka atau wajah dan hanya sebelah saja, biasanya
disertai gangguan rasa di lengan dan tungkai hanya sebelah saja.
g. Bola mata selalu melirik ke satu sisi saja.
h. Tidak dapat membedakan kiri dan kanan.
3. Gejala penyumbatan arteri serebri posterior
a. Hilangnya penglihatan, berupa penglitahan yang terganggu, gangguan
pandangan tanpa rasa nyeri, sebagian lapangan pandang tidak terlihat dan
penglihatan gelap atau ganda sesaat
b. Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika
meraba atau mendengar suaranya.
c. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan, tungkai atau
salah satu sisi tubuh, terasa kesemutan dan mati rasa pada salah satu sisi
tubuh.
d. Hilangnya kemampuan untuk mengenali dan membedakan warna.
4. Gejala penyumbatan sistem vertebrobasilar
a. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik.
b. Jalan menjadi sempoyongan atau terjatuh
c. Gangguan gerak bola mata hingga terjadi diplopia
d. Kedua kaki lemah sampai tidak bisa berdiri
5. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
a. Aphasia
Dibedakan atas 2 kategori yaitu ekspresif (motorik) dan reseptif (sensorik).
Ekspresif adalah kehilangan kemampuan untuk berbicara, mengeluarkan
isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk
mengerti bicara orang lain tetap baik. Sedangkan reseptif (sensorik)
adalaah sulit untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu
mengeluarkan kata-kata dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak
memiliki arti, hal ini tergantung dari luasnya kerusakan otak.
b. Alexia
Penderita tidak mampu membaca kata, tapi dapat membaca huruf (verbal
alexia), atau kebalikannya yaitu ketidakmampuan membaca huruf, tetapi
masih dapat membaca kata (lateral alexia), dan gabungan dari keduanya
yaitu ketidakmampuan membaca baik huruf maupun kata (Global Alexia).
c. Agraphia
Kehilangan kemampuan menulis karena adanya kerusakan otak yang
dibedakan menjadi 5 kategori, yaitu : pure agraphia (tanpa disertai
gangguan berbahasa lainnya), aphasic agraphia (agraphia dengan/karena
aphasia), agraphia dengan alexia (dijumpai pada orang sakit dengan
kerusakan di lobus parietal), apraxic agraphia (tidak mampu menulis
dengan baik saat menulis spontan), spatial agraphia (sulit untuk menulis
pada garis horizontal atau menulis hanya pada sisi kanan kertas saja).
d. Acalculia
Kehilangan kemampuan berhitung atau mengenal angka setelah terjadinya
kerusakan otak. Dapat berhubungan dengan alexia, agraphia, atau
bentuk-bentuk aphasia lainnya.
e. Right-left Disorientation dan Dianosa Jari (Body Image)
Sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan,
melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah, atau menirukan
dilihat dan disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara orang
sakit tidak boleh melihat jarinya).
f. Hemi Spatial Neglect (viso spatial agnosia)
Hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang
berhubungan dengan ruang. Biasanya akan mengabaikan sebelah sisi
ruang kontra lateral dari lesi yang ada pada otaknya, misalnya disuruh
menggambar sekuntum bunga dan yang digambarkannya hanya setengah
kuntum bunga.
g. Sindrom Lobus Frontal
Berhubungan dengan tingkah laku, kerusakan pada korteks motor dan
premotor dari hemisfer dominan menyebabkan gangguan bicara.
h. Gangguan Mengingat (Amnesia)
i. Dementia
Hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan/operasi
mental. Gangguan pada satu fungsi luhur saja belum dapat dikatakan
dementia.
3.1 Faktor Risiko Stroke
Faktor risiko terjadinya stroke dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
Modifiable Risk Factors dan Non Modifiable Risk Factors (Mohet, A.M. Katzan,
I. 2011).
1. Modifiable Risk Factors
a. Behaviour
- Merokok
- Diet tidak sehat
- Peminum alkohol
- Pemakaian obat-obatan
b. Physiological
- Hipertensi
- Penyakit Jantung
- Infeksi, Arteritis, trauma
- Gangguan ginjal
- Obesitas
- Polisitemia
- Kelainan pembuluh darah
- Hiperlipidemia
- Stenosis karotis
- Amyloid Angiopathy
2. Non Modifiable Risk Factors
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Keturunan/Genetik
d. Ras (ras negro)
e. Malformasi vaskular
f. Neoplasma
g. Trauma
h. Aneurisma
Adapun faktor resiko utama yang dapat menyebabkan stroke adalah
(Ropper, Allan H. dan Samuels, Martin A. 2009) :
1. Hipertensi
2. Merokok
3. Diabetes mellitus
4. Kelainan jantung (atrial fibrilation)
5. Kolesterol
3.2 Kematian Akibat Stroke
Akibat Stroke, sel-sel otak yang mati dan hematom yang terbentuk akan
diserap kembali (reabsorpsi) secara bertahap. Sel yang mati dan hematom akan
diganti oleh kista yang mengandung cairan serebrospinalis. Proses alami ini
selesai dalam waktu 3 bulan. Pada waktu itu, sebagian penderita mengalami
berpikir dan mengingat, kesulitan menelan, infeksi dada, kelumpuhan yang
akhirnya dapat menyebabkan kematian dan cacat.
Sekitar 2 dari 10 orang yang mengalami stroke akut akan meninggal dalam
satu bulan pertama, 3 dari 10 orang meninggal dalam 1 tahun, 5 dari 10 orang
meninggal dalam 5 tahun, dan 7 dari 10 orang meninggal dalam 10 tahun. Risiko
kematian penderita stroke pada tiga hari pertama sekitar 12% (Feigin, V, 2006).
Orang yang mengalami perdarahan subaraknoid, risiko kematian dalam dua
hari pertama sekitar 35%, tetapi setelah itu turun pesat. Risikonya menjadi sekitar
30% pada minggu pertama dan sekitar 10% pada minggu kedua (Mulyani, S. dan
Besral 2007).
Salah satu penyebab utama kematian setelah perdarahan subaraknoid
pertama adalah perdarahan ulang. Risiko meninggal paling tinggi bagi yang
mengalami kehilangan kesadaran pada hari pertama, yang mengalami koma atau
mengalami paralisis berat (hilangnya sama sekali gerakan di lengan atau tungkai
yang terkena). Risiko ini lebih tinggi pada orang berusia lanjut dibandingkan
orang yang berusia muda dan yang mengalami inkontinensia (tidak dapat
mengendalikan buang air) akibat stroke (Lumbantobing, S. 2001).
Berdasarkan penelitian Andersen di Denmark tahun 2009, pasien yang
mengalami stroke hemoragik mempunyai persentase kematian yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien yang mengalami stroke iskemik.
Komplikasi yang paling sering menyebabkan kematian setelah stroke antara
lain pembengkakan otak diikuti oleh dislokasi yang menyebabkan tertekannya
pusat-pusat vital di otak yang mengendalikan pernapasan dan denyut jantung,
pneumonia aspirasi (infeksi dada) akibat masuknya cairan atau makanan ke dalam
paru, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih), bekuan
darah di arteri jantung (infark miokardium) dan trombosis vena dalam
(DVT)(Andersen, K.K, et al.2009).
3.2.1 Distribusi Kematian Akibat Stroke
Data World Health Organization (WHO) tahun 2001, penderita stroke
dengan Case Fatality Ratio (CFR) 26,8%. Pada tahun 2008, jumlah kematian di
dunia sekitar 57 juta jiwa dan 6,15 juta jiwa meninggal akibat stroke dengan
Proporsional Mortality Rate (PMR) 10,8% yang menduduki peringkat kedua di
dunia setelah penyakit jantung iskemik.
Data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2003,
kematian akibat stroke pada wanita adalah 117 dari 100.000 dan 126 dari 100.000
untuk pria dengan umur diatas 35 tahun. Kematian akibat stroke menjadi
peringkat tertinggi kedua di Amerika Serikat. Ras dan etnik dengan tingkat
mortalitas tertinggi adalah ras Asia dengan persentase 45%, kemudian disusul ras
kulit hitam dan suku Indian-Alaska Amerika dengan persentase 32,4% (CDC,
2003).
Berdasarkan penelitian Andersen di Denmark tahun 2009, pasien yang
mengalami stroke hemoragik mempunyai persentase kematian yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien yang mengalami stroke iskemik. Namun untuk
jangka waktu panjang, risiko kematian akibat stroke hemoragik dapat sejajar
dengan stroke iskemik (Andersen, K.K, et al. 2009).
Pada penelitian Wong tahun 2000 di Asia, dari 3670 pasien, CFR untuk
stroke iskemik adalah 8,8% dan stroke hemoragik 29,8%. Rata-rata kematian
terjadi pada 13 hari setelah terjadinya stroke iskemik dan 7 hari setelah terjadinya
stroke hemoragik (Wong, K.S. et al.2000).
Menurut penelitian Herman et al.tahun 2003 di Belanda, CFR stroke
mencapai 30% dengan proporsi penderita terbanyak adalah perempuan sebesar
54,75% dan laki-laki 45,24% (Herman, et al.2003).
3.2.2 Faktor Risiko Kematian pada Pasien Stroke a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah.
1. Usia
Stroke dapat menyerang semua usia, namun usia lanjut lebih berisiko
mengalami stroke dan cenderung meninggal atau menimbulkan kecacatan
menetap. Angka kematian stroke yang lebih tinggi banyak dijumpai pada
penelitian Tarent A. tahun 1987-1990 di salah satu rumah sakit di Swedia,
kematian akibat stroke paling banyak terdapat pada usia diatas 85 tahun
dengan proporsi 25% diikuti usia 75-84 tahun dengan proporsi 22% dan
usia 15-64 tahun dengan proporsi 22% (Tarent A, 2000).
2. Ras atau Etnis
Ras kulit hitam lebih berisiko terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit
putih. Hal ini berkaitan dengan pola makan yang tidak sehat, seperti
konsumsi garam yang tinggi pada ras kulit hitam. Kejadian stroke di
daerah timur Amerika lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah barat
Amerika. Hal ini disebabkan tingginya kadar garam pada masyarakat di
daerah Timur Amerika (Ginanjar, G, 2009). Menurut Penelitian Grude H.F
et al. tahun 2000-2001 di Amerika Serikat dengan desain case control,
kemungkinan orang berkulit hitam meninggal dunia akibat stoke 1,5 kali
dibandingkan orang berkulit putih (Grude HF, et al, 2001).
3. Jenis Kelamin
Stroke lebih banyak menyerang laki-laki daripada wanita. Namun,
kematian akibat stroke lebih banyak dijumpai pada wanita dibandingkan
dengan laki-laki karena umumnya wanita terserang stroke pada usia yang
lebih tua. Hal ini disebabkan karena pemakaian hormon estrogen pada
wanita sebelum menopause dapat melindungi dirinya dari risiko terjadinya
stroke tipe iskemik sebesar 44% (Ginanjar, G, 2009). Menurut laporan
American Heart Association Subcommitte (2007) menyebutkan bahwa
pada tahun 2004, sekitar 61% kematian akibat stroke di Amerika
menyerang wanita. Penelitian Zia E et al.pada tahun 2009 d Swedia
dengan desain case control, pada umur < 75 tahun kemungkinan
perempuan meninggal dunia akibat stroke 1,7 kali lebih besar
dibandingkan laki-laki (Zia, E,et al.2009).
b. Faktor Risiko yang Dapat Diubah
1. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang berisiko besar menyebabkan penderita stroke
miokard, gagal jantung yang terlepas akan mengalir ke otak dan ke bagian
tubuh yang lain, dan embolus ini akan menyumbat arteri dan menyebabkan
infark otak (Bustan, Mn, 2000) (Feigin, V, 2006). Berdasarkan penelitian
Mandip S. et al. pada tahun 2007 di Amerika dengan desain kohort,
penderita fibrilasi atrium memiliki risiko 1,7 kali untuk menderita stroke
dan meninggal dunia dibandingkan dengan bukan penderita fibrilasi atrium
(Mandip S. et al.2007).
2. Hipertensi
Hal ini merupakan faktor risiko stroke karena dapat merusak dinding
pembuluh darah dengan memperkeras tekanan arteri dan mendorong
terbentuknya bekuan darah dan aneurisma. Orang yang hipertensi
memiliki risiko stroke tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan orang
yang tidak hipertensi (Feigin, V, 2006).
3. Obesitas
Orang yang mengalami obesitas meningkatkan risiko stroke sekitar 15%
dengan meningkatkan hipertensi, penyakit jantung, arteriosklerosis dan
diabetes mellitus (Feigin, V, 2006). Menurut penelitian Sang Wook et al.
di Korea Selatan pada tahun 2002 dengan desain kohort, orang yang
obesitas (memiliki indeks massa tubuh ≥27,5 kg/m2) memiliki risiko 1,5
kali untuk menderita stroke dan meninggal dunia dibandingkan orang yang
memiliki indeks massa tubuh normal yaitu yang memiliki indeks massa
tubuh ≤23,0 (Sang Wook, et al.2002).
4. Transcient Ischemic Attack (TIA)
TIA merupakan serangan iskemik sesaat dan tiba-tiba. TIA menyebabkan
kerusakan saraf otak yang disebabkan oleh berkurangnya distribusi
oksigen dan dapat menimbulkan komplikasi berat (Feigin, V, 2006).
Berdasarkan penelitian Putala, J, et al. pada tahun 2009 di Amerika dengan
desain kohort, orang yang pernah mengalami serangan iskemik sesaat
memiliki risiko 1,6 kali untuk menderita stroke dan meninggal dunia
5. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus menimbulkan perubahan pada sistem vaskular
(pembuluh darah dan jantung). Diabetes mellitus mempercepat terjadinya
arteriosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar sehingga risiko penderita
stroke meninggal lebih besar (Feigin, V, 2006). Pada penelitian Marini C
et al.tahun 2005 di Amerika dengan desain case control, kemungkinan
orang yang menderita diabetes melitus meninggal dunia akibat stroke 1,4
kali dibandingkan bukan penderita diabetes mellitus (Marini, C, et
al.2005).
6. Alkohol
Alkohol dapat menaikkan tekanan darah, memperlemah jantung,
mengentalkan darah, dan menyebabkan spasme arteri. Semakin banyak
mengkonsumsi alkohol akan semakin meningkatkan kemungkinan terkena
stroke, terutama stroke hemoragik yang paling banyak menyebabkan
kematian (Feigin, V, 2006). Menurut penelitian Tang J et al.tahun 2008 di
Amerika dengan desain kohort, orang yang banyak mengkonsumsi alkohol
memiliki risiko 1,5 untuk menderita stroke dan meninggal dunia
dibandingkan dengan bukan peminum alkohol (Tang, J,et al.2008).
7. Hiperkolesterol
Kolesterol yang melekat di dinding arteri ikut berperan membentuk plak
arteri, menyebabkan arteriosklerosis (pengerasan arteri). Kolesterol juga
menimbulkan akumulasi (penambahan) lemak dalam darah. Hal ini
mengakibatkan penyempitan pembuluh darah yang memperberat kerja
jantung dalam memompa darah untuk sirkulasi darah di tubuh, termasuk
otak. Hal ini menyebabkan kematian jaringan otak, sehingga risiko
terjadinya stroke meningkat dan risiko kematian pun akan meningkat
(Feigin, V, 2006).
8. Merokok
Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh
tubuh (otak, jantung, tungkai) sehingga merokok mendorong terjadinya
menyebabkan darah menggumpal (Feigin, V, 2006). Menurut penelitian
Sang Wook et altahun 2002 di Korea Selatan dengan desain kohort,
perokok aktif (menghisap ≥20 rokok sehari) memiliki risiko 2,3 kali untuk
menderita stroke dan meninggal dunia dibandingkan dengan orang yang
bukan perokok aktif (Sang Wook, et al. 2002).
9. Stres
Stres atau depresi dapat menyebabkan hipertensi, penyakit jantung, dan
peningkatan pembekuan darah, yang semuanya adalah faktor risiko stroke.
Selain itu, jika stres disertai dengan faktor risiko lain seperti
arteriosklerosis berat, penyakit jantung akan memicu dan membuat risiko
penderita stroke semakin berat dan risiko kematian menjadi meningkat
(Feigin, V, 2006).
2.3.3 Penyebab Kematian pada Pasien Stroke Fase Akut 1. Jenis Stroke
a. Stroke Hemoragik
Pada pasien dengan perdarahan intraserebral mempunyai
persentase mortalitas antara 90-100% pada fase akut di Indonesia,
sedangkan untuk di negara maju mempunyai persentase ± 70%.
Untuk perdarahan ekstraserebral (subaraknoid) persentase
mortalitas berada pada ± 50%.
b. Stroke Iskemik
Mortalitas pada pasien stroke iskemik dengan trombosis serebri
mempunyai persentase 30-40% sedangkan untuk emboli serebri
mempunyai persentase 20-30% (FK UNPAD, 1984).
2. Komplikasi
a. Edema Serebri
Edema serebri dapat terjadi akibat adanya kenaikan suhu tubuh.
Hal ini berpengaruh terhadap sawar darah otak/Blood Brain Barrier
(BBB) dengan meningkatkan permeabilitas BBB yang berakibat
edema serebral. Hipertermia juga meningkatkan metabolisme
sehingga terjadi lactic acidosis yang mempercepat kematian neuron
(Neuronal Injury) dan menambah adanya edema serebral. Edema
serebri akan mempengaruhi tekanan perfusi otak dan menghambat
reperfusi yang adekuat dari otak (Ritarwan, 2002).
b. Pneumonia Aspirasi dan Infeksi
Pada pasien stroke didapati keadaan imunologik yang menurun, hal
ini disebabkan karena adanya pembersihan debris dan proses
perbaikan yang melibatkan respon imunologik.
Faktor yang berkontribusi pada terjadinya pneumonia pada stroke
akut antara lain disfagia, kegagalan refleks gag dan refleks batuk,
aspirasi dehidrasi, immobilisasi dan paresis otot-otot pernapasan.
(Sariningsih, 2011)
c. Deep Vein Thrombosis
Pada pasien stroke iskemik akut dengan usia lanjut, imobilisasi,
paralisis pada ekstremitas bawah, paralisis yang berat, dan adanya
atrial fibrilasi seringbersamaan dengan peningkatan risiko
terjadinya DVT (Setyopranoto, I. 2005).
d. Hidrosefalus
Adanya bekuan darah di ruang subarakhnoid menyebabkan
tersumbatnya cairan serebrospinal disekitar batang otak, sehingga
terjadi hidrosefalus tekanan normal (FK UNPAD, 1984)
e. Kelainan Jantung
Penelitian yang dilakukan oleh Milikan, CH, 1979 mengemukakan
bahwa 60% kematian pada minggu pertama pasien stroke
mengalami serangan disebabkan oleh kelainan jantung, hal ini
mungkin disebabkan oleh adanya faktor risiko yang memicu
terjadinya kelainan jantung tersebut.
Kelaianan jantung itu dapat berupa fibrilasi atrial, gagal jantung,
endokarditis, penyakit jantung rematik, prolapsus katup mitral dan
f. Pulmonary Embolism
Embolus pulmonal merupakan salah satu penyebab kematian pada
minggu pertama pasien stroke fase akut mengalami serangan.
Dalam penelitian Milikan, CH, 1979 disebutkan bahwa dari 104
pasien stroke fase akut yang meninggal pada hari 0-9 terjadinya
serangan, 12 kematian disebabkan oleh terjadinya embolus