• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II - Kajian Permukiman Daerah Aliran Sungai Studi Kasus: Krueng Langsa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II - Kajian Permukiman Daerah Aliran Sungai Studi Kasus: Krueng Langsa"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

2.1 Rumah sebagai Wujud Fisik Kebudayaan

TINJAUAN PUSTAKA

Budaya menurut Amos Rapoport didefinisikan sebagai cara hidup yang khas,

serangkaian simbol dan kerangka pikir, dan cara beradaptasi dengan lingkungan

alamnya. Budaya menurut para antropolog berarti kemanusiaan, sedangkan menurut

Rapoport perubahan permukiman dipengaruhi oleh kekuatan sosial budaya termasuk

agama, pola hubungan kekeluargaan kelompok sosial, cara hidup dan beradaptasi dan

hubungan antar individu.

Sistem Permukiman oleh Doxiadis, 1971, Permukiman adalah paduan antara

unsur alam, manusia dengan masyarakatnya, dan unsur buatan berupa naungan dan

networking

Menurut Irwin Altman, 1980. Rumah merupakan hasil dari iklim, SDA

dan lingkungan sosial. Menurut Amos Rapoport, 1969, rumah adalah suatu bentuk

fenomena budaya dan pengaturannya sangat dipengaruhi oleh budaya lingkungannya.

Kualitas lingkungan melibatkan variabel lokasi, fisik, psikologi dan sosial budaya

Kebudayaan mempunyai 3 wujud, antara lain:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, adat istiadat, dan sebagainya.

(2)

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (kebudayaan fisik), merupakan total dari hasil fisik dan aktifitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat. (Koentjaraningrat, 1985, h. 1)

Rumah adalah salah satu dari tiga wujud kebudayaan, yaitu kebudayaan fisik yang merupakan hasil dari dua wujud kebudayaan, yaitu ide-ide dan aktifitas manusia. Ditinjau dari fungsi rumah sebagai pusat kegiatan berbudaya, ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak terpisah dan mempunyai hubungan erat yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (transactional interpendency). Rumah akan melahirkan ide-ide, nilai-nilai, dan adat istiadat akan mengatur dan memberi arah kepada perbuatan (perilaku) dan karya manusia.

Ide dan perbuatan akan menghasilkan suatu hasil karya (rumah). Sebaliknya rumah akan membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang berpengaruh terhadap pola-pola perbuatan, bahkan juga akan mempengaruhi cara berpikir penghuninya. Cara berpikir (ide-ide) akan selalu berkembang yang mengakibatkan perkembangan kebuadayaan fisik tersebut. Sebaliknya akibat pengaruh perkembangan hasil karya fisik juga akan mempengaruhi cara berpikir manusia (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Hubungan tiga wujud fisik kebudayaan pada rumah

Ide-ide

(3)

2.2 Pengertian Perumahan dan Permukiman

Menurut UU Nomor 4 tahun 1994, perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian suatu bangsa. Dalam perkembangannya istilah perumahan dan pemukiman tidak terpisahkan satu dengan lainnya dan tidak dapat dilihat hanya sekedar sarana untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar hidup manusia, tetapi harus dilihat sebagai proses bermukimnya manusia dalam menciptakan suatu ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya dan menampakkan jati dirinya sebagai manusia berbudaya.

Menurut UU No. 4 tahun1994 ada beberapa unsur pokok yang terkait erat dalam pengertian perumahan dan pemukiman, yaitu:

1. Tempat hunian yang bersifat perlindungan dan sosialisasi manusia sebagai individu dalam lingkungan kecil.

2. Tempat hunian yang berfungsi lebih luas, memperlihatkan suatu unsur dengan unsur lainnya.

3. Adanya jaringan pelayanan yang memungkinkan manusia sebagai individu masyarakat menjalankan penghidupan dan kehidupannya.

4. Unsur pembatas yang terkait dengan tingkah laku manusia dalam penghidupan dan kehidupannya.

2.2.1 Pengertian perumahan

(4)

merupakan tempat diselenggarakannya aktivitas dalam lingkungan pembatas sehingga suatu perumahan akan mengandung hal-hal berikut:

1. Terdiri dari sekelompok rumah-rumah dengan fungsi dan batasan tertentu.

2. Dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang memungkinkan berlangsungnya kehidupan bermasyarakat antar keluarga dan pergerakan orang, barang maupun jasa antar rumah didalam lingkungan maupun dari dalam keluar atau dari luar kedalam lingkungan perumahan tersebut.

3. Lingkungan yang terdiri dari dua lingkungan utama:

a. Lingkungan yang dihuni secara pribadi maupun bersama (toko/warung).

b. Lingkungan tidak dihuni baik digunakan pribadi (pekarangan/halaman) maupun bersama (taman).

4. Prasarana dan sarana perumahan terdiri dari:

a. Prasarana lingkungan berupa kelengkapan dasar fisik

b. Sarana lingkungan merupakan fasilitas penunjang yang meliputi aspek sosial dan ekonomi

c. Utilitas umum berupa sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.

5. Prasarana dan sarana lingkungan perumahan tersebut dibatasi jenis dan jangkauannya dan kelengkapan dasar pelayanan umum bersifat lingkungan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

(5)

b. Memungkinkan terpeliharanya fungsi utama perumahan sebagai lingkungan hunian

c. Tidak mengganggu aktifitas yang bersifat lintas kawasan.

6. Dibatasi jumlah penghuni, jenis pelayanan umum dan jangkauan kegiatan serta pergerakannya sehingga:

a. Terjalin hubungan social ekonomi yang optimal antar warga

b. Tercapai efektivitas dan efesiensi penyediaan pelayanan administrasi pemerintah dan pelayanan umum lainnya

c. Terpelihara dari berbagai kegiatan yang dapat mengganggu fungsi utama sebagai hunian.

2.2.2 Pengertian pemukiman

Didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian maupun tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Jadi dari pemahaman tersebut diatas suatu pemukiman akan terdiri dari beberapa hal berikut:

1. Fungsi utama kawasan tersebut adalah hunian/tempat tinggal

2. Satuan lingkungan pemukiman yang diartikan sebagai kawasan perumahan akan mempunyai ciri sebagai berikut:

(6)

c. Adanya penataan ruang yang terencana dan teratur sehingga pelayanan dan pengelolaan kawasan optimal.

3. Dilengkapi dengan jaringan prasarana, sarana dan fasilitas lingkungan sehingga: a. Kehidupan dan penghidupan manusia baik secara individu/kelompok dapat

berlangsung secara optimal

b. Terjadinya pergerakan baik pergerakan manusia, barang maupun jasa didalam kawasan maupun antar kawasan

c. Fungsi pemukiman dapat berdayaguna dan berhasil guna. 2.3 Interaksi Permukiman dan Lingkungan

Sejarah dan proses perkembangan pemukiman diawali dari kebutuhan dan cara hidup manusia yang di awali dengan adanya kebutuhan dasar manusia (basic needs) yang harus dipenuhi. Aspek lainnya adalah letak geografisnya dan kondisi lingkungan sekitar. Menurut Amos Rapoport membangun sebuah rumah adalah fenomena budaya, bentuk dan organisasi ruangnya sangat dipengaruhi oleh pola hidup dan perilaku penghuninya (house, form & culture)

Sejak awal rumah bukan hanya sekedar sebagai tempat perlindungan saja (shelter) tetapi banyak digunakan untuk menampung berbagai kegiatan manusia tersebut terutama dalam kaitan kepercayaan (ritual) yang dilakukan ketika membangun rumah tersebut hingga mendiaminya/menempatinya misalnya: upacara untuk memilih lokasi, membangun pondasi, menaikkan tiang, memasang atap, memasuki rumah dan sebagainya.

(7)

waktu, perkembangan budaya dan perubahan lingkungan sekitar bangunan. Proses perkembangannya dapat berubah, perubahan kualitas maupun kuantitas bangunan rumah tinggal. Perubahan kualitas misalnya rumah yang tadinya pengap dan gelap di dalam bangunannya berubah menjadi terang dan nyaman dengan menambahkan bukaan atau jendela pada dindingnya sedangkan perubahan kuantitas misalnya rumah yang tadinya mempunyai dua kamar tidur, sesuai dengan perkembangan jumlah penghuninya, ruangan di tambah menjadi 3-4 kamar tidur, serta ruang lainnya.

Secara skematis intraksi antara unsur manusia dan lingkungan terhadap rumah tinggal dapat di gambarkan dalam gambar 2.2.

Gambar 2.2 Interaksi Permukiman dan Lingkungan Pandangan

Hidup

Lingkungan Hidup Rumah tinggal

Interaksi sosial Kebutuhan

(8)

2.4 Tipomorfologi Permukiman

Untuk memahami suatu tempat (place) yang dibentuk sebagai wadah dari kebutuhan manusia baik berupa rumah atau lingkungan permukiman, bisa dilakukan dengan membagi tiga komponen struktural yang ada pada tempat tersebut, yaitu tipologi, morfologi dan topologi (Scultz, 1988). Topologi merupakan tatanan spasial dan pengorganisasian spasial yang abstrak dan matematis. Morfologi merupakan artikulasi formal untuk membentuk karakter arsitektur, dan dapat dibaca melalui pola, hierarki dan hubungan ruang. Tipologi merupakan konsep dan konsistensi yang dapat memudahkan dalam mengenal bagian-bagian arsitektur.

Morfologi lebih menekankan pada pembahasan bentuk geometrik, sehingga dapat memberi makna pada ungkapan ruangnya dikaitkan dengan nilai ruang tertentu. Nilai ruang berkaitan erat dengan organisasi, hubungan dan bentuk ruang. Hierarki ruang disebabkan karena adanya nilai perbedaan bentuk ruang yang menunjukkan adanya derajat kepentingan baik secara fungsional, formal maupun simbolik. Sistem tata nilai tercipta karena ukuran, bentuk yang unik dan lokasi. Tipologi lebih menekankan pada konsep dan konsistensi yang dapat memudahkan masyarakat mengenal bagian-bagian arsitektur, yang mana hal ini dapat didukung dari pemahaman skala dan identitas.

2.5 Permukiman Sebagai Wadah Lingkungan Binaan

(9)

lingkungan akan saling berpengaruh dengan lingkungan fisik yang terbentuk oleh kondisi lokasi, kelompok masyarakat dengan sosial budayanya (Rapoport, 1969).

Hubungan antar aspek budaya (culture) dan lingkungan binaan (environment) dalam kaitannya dengan perubahan berjalan secara komprehensif dari berbagai aspek kehidupan sosial budaya masyarakat. Faktor pembentuk lingkungan dapat dibedakan menjadi dua golongan (Rapoport, 1969) yakni faktor primer (sosio culture factors) dan faktor sekunder (modifying factors). Lingkungan binaan dapat terbentuk secara organik atau tanpa perencanaan yang juga terbentuk melalui perencanaan. Pertumbuhan organik pada lingkungan permukiman tradisional terjadi dalam proses yang panjang dan berlangsung secara berkesinambungan. Lingkungan binaan merupakan refleksi dari kekuatan sosial budaya seperti kepercayaan, hubungan keluarga, organisasi sosial, serta interaksi sosial antara individu.

2.6 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS sebagai “A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through a

single outlet”.

Sementara itu IFPRI (2002) menyebutkan bahwa “A watershed is a geographic area that drains to a common point, which makes it an attractive unit for technical efforts to

(10)

production, and a watershed is also an area with administrative and property regimes, and

farmers whose actions may affect each other’s interests”.

Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun.

2.7 Karakteristik Permukiman Daerah Aliran Sungai

Permasalahan spasial dan arsitektural pada lingkungan permukiman pada umumnya terkait pada aspek historis-kultural. Dalam permasalahan itu Pangarsa (dalam Soni, 2001) mengemukakan bahwa arsitektural dalam arti luas adalah wujud budaya material yang terletak di dalam kompleks perilaku dan ide-ide suatu masyarakat. Makna unsur-unsur fisik kota terpancang pada sejarahnya dan dalam latar belakang kebudayaannya (Kostof dalam Soni, 2001).

(11)

Meskipun demikian faktor yang lebih kuat dalam menentukan bentuk dan tampilan arsitektur adalah faktor sosial dan kebudayaan. Arsitektur dan ruang kota tidak hanya merupakan cerminan dari fungsi tetapi juga merupakan perwujudan dari sistem budaya. Melalui pemahaman mengenai kebudayaan, struktur kemasyarakatan pada sekelompok masyarakat atau etnis tertentu maka akan dapat dilihat dan dipahami lingkungan binaan yang dibangun oleh kelompok tersebut (Kostof dalam Soni, 2001). Sehingga dengan kata lain untuk memahami dan membaca lingkungan pemukiman baik itu yang berskala kecil hingga skala kota perlu pula untuk memahami budaya yang melatarbelakangi terciptanya lingkungan binaan tersebut.

Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa untuk mengetahui pola permukiman pada suatu kawasan kota pinggiran sungai tidak terlepas dari elemen-elemen perancangan kota yang diperoleh melalui pendekatan teori perancangan kota dengan melihat kota sebagai produk dari pengambilan keputusan banyak pihak dalam kurun waktu tertentu. Perancangan kota sebagai suatu perangkat kendali lahir karena kebutuhan perlunya suatu mekanisme yang dapat mempermudah penerapan kebijaksanaan perancangan kota terutama menyangkut produk perencanaan kota tersebut (Trancik, 1986).

(12)

Lingkungan permukiman merupakan kumpulan berbagai artefak yang terjadi karena penggabungan antara tapak (site), peristiwa (event) dan tanda (sign). Jalan, ruang terbuka, type bangunan, dan elemen fisik lain pada tapak secara keseluruhan merupakan tanda adanya peristiwa tertentu. Hal ini menunjukkan suatu kelanggengan (permanence) yang sangat kompleks sehingga menjadi ciri suatu lingkungan permukiman (Rossi, 1984).

2.8 Elemen-elemen Pembentuk Pola Ruang Kota Pinggiran Sungai

Karakteristik pola ruang pinggiran sungai diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang identitas suatu kota yang terletak di pinggiran sungai, sesuai dengan potensi yang ada. Dalam hal ini menurut Eko Budihardjo (1991) bahwa karakter tersebut merupakan perwujudan lingkungan baik yang berbentuk fisik maupun non fisik. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Schultz (1980) bahwa karakter tersebut bisa diperoleh dari kondisi fisik lingkungan dan hal-hal lain yang tidak terukur seperti budaya, dan kehidupan sosial. Budaya dan pola sosial merupakan suatu sistem yang sudah stabil dan terpola di dalam place, yang dibangun sepanjang sejarah masyarakatnya.

2.9 Perkembangan Permukiman Daerah Aliran Sungai

(13)

dan mempunyai sosial yang kuat. Berkembangnya masyarakat baik kuantitas maupun kualitas menuntut terbentuknya suatu kota yang lebih teratur, agar lebih mudah dan terarah pengorganisasiannya melalui pola grid. Sehingga bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa kedua faktor alam dan faktor aspirasi masyarakat tersebut saling dikombinasikan untuk menghasilkan suatu pola yang harmonis antara kehidupan manusia dan lingkungan alamnya.

Suatu kota yang berkembang terutama suatu kawasan permukiman berkembang karena adanya tuntutan untuk membentuk suatu kawasan yang terencana (planed city) yang dapat mengatur kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Namun tetap tidak terlepas dari budaya masyarakat itu sendiri. Salah satu konsep itu terlihat pada bentuk permukiman pada kawasan pinggiran sungai dimana tipe dan pola permukiman pada kawasan itu sendiri merupakan bagian dari pola penggunaan tanah yang akan menggambarkan struktur serta faktor yang mempengaruhinya. Secara garis besar, konsep atau ciri-ciri perumahan dan permukiman pada kawasan di pinggiran sungai di Indonesia dapat berupa berbagai pola-pola yaitu linier, clustered, dan lain sebagainya.

2.10 Macam-Macam Pola Permukiman

Permukiman mempunyai berbagai pola yang umum terjadi akibat berbagai faktor yang mempengaruhi, antara lain:

1. Sub Kelompok Komunitas

(14)

Gambar 2.3 Pola Permukiman Sub Kelompok Komunitas

2. Face to face

Pola permukiman tipe ini berbentuk linier, antara unit-unit hunian sepanjang permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat aktivitas yaitu tambatan perahu atau dermaga, ruang penjemuran, pasar dan sebagainya (gambar 2.4).

(15)

2.11 Struktur Ruang 1. Linier

Pola permukiman bentuk ini adalah suatu pola sederhana dengan peletakan unit-unit permukiman (rumah, fasum, fasos dan sebagainya) secara terus menerus pada tepi sungai dan jalan. Pada pola ini kepadatan tinggi, dan kecenderungan ekspansi permukiman dan mixed use function penggunaan lahan beragam (gambar 2.5).

Gambar 2.5 Pola Permukiman Linier

2. Clustered

(16)

Gambar 2.6 Pola Permukiman Clustered

3. Kombinasi

Pola ini merupakan kombinasi antara kedua pola di atas yang menunjukkan bahwa selain ada pertumbuhan juga menggambarkan adanya ekspansi ruang untuk kepentingan lain (pengembangan usaha dan sebagainya). Pola ini menunjukkan adanya gradasi dari intensitas lahan dan hirarki ruang mikro secara umum (gambar 2.7).

(17)

Di bawah ini dapat dilihat pola dan tata letak pola permukiman dengan gambar-gambar sebagai berikut:

1. Pola Mengelompok.

Contoh pola mengelompok ini adalah daerah di tepi pantai atau danau, jarak antara perumahan dan tepi pantai ditanami pohon agar kelestarian lingkungan terjaga. Pada daerah muara, perumahan mengelompok di muara sungai, sedangkan kegiatan MCK terjadi di sepanjang sungai. Adapun arah pengembangannya adalah untuk menghindari pengembangan perumahan ke arah pinggir sungai. Terdapat pohon pelindung untuk menjaga kelestarian sungai, MCK di tarik ke arah darat (gambar 2.8).

(18)

2. Pola Menyebar.

Pada pola ini perumahan menyebar jauh dari fasilitas, adapun arah pengembangannya adalah dikelompokkan agar jangkauan fasilitas terpenuhi. Sedangkan pengembangan perumahan cenderung diarahkan ke darat (gambar 2.9). 3. Pola Memanjang.

Pola ini menimbulkan gangguan keseimbangan alam. Adapun arah pengembangannya dikelompokkan agar fasilitas umum murah dan terjangkau. Terdapat jarak antara perumahan dengan sungai (gambar 2.10).

(19)

Gambar 2.10 Pola Permukiman Memanjang

Gambar

Gambar 2.1 Hubungan tiga wujud fisik kebudayaan pada rumah
Gambar 2.2 Interaksi Permukiman dan Lingkungan
Gambar 2.3 Pola Permukiman Sub Kelompok Komunitas
Gambar 2.5 Pola Permukiman Linier
+5

Referensi

Dokumen terkait

Rencana tindakan untuk masalah keperawatan penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterlood: 1) pantau TTv, catat perubahan saturasi oksigen dalam

Banyaknya mahasiswa yang mengalami kesalahan tersebut sungguh di luar dugaan mengingat sebelum tes diberikan mereka sudah mendiskusikan konsep aksi-reaksi pada hukum

Sebab, proses belajar yang dilalui anak dalam kehidupan secara menyeluruh (Global Learning) merupakan cara yang efektif dan alamiah untuk mengembangkan otak anak

Proses perpindahan kalor secara konduksi adalah perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai perpindahan partikel zat tersebut. 55 Sebuah sendok logam yang

Gambar 3.3 pengolahan sampah.. 21 pada tabel terlampir. Tabel 3.1 menggambarkan secara mendetail cara-cara pembuangan sampah oleh rumah tangga di Kabupaten

Konsumen adalah seseorang yang menggunakan produk atau jasa yang dipasarkan. Sedangkan kepuasan konsumen sejauh mana harapan para pembelian seorang konsumen dipenuhi

Selain dapat digunakan untuk mengaktifkan o�ce, O�ce 2016 KMS Activator Ultimate ini juga dapat anda gunakan untuk mengaktifkan semua jenis

Tabel nilai rikkes II digunakan untuk menyimpan data hasil pemeriksaan kesehatan tahap II, tabel ini akan berhubungan dengan tabel kelainan untuk menentukan status kesehatan