• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur dan Konstruksi Arsitektur Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Struktur dan Konstruksi Arsitektur Bali"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I bangunan juga menunjukkan suatu kualitas hidup bagi pemiliknya.

Bangunan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling utama pada masa sekarang, sama halnya dengan makanan dan kebutuhan pokok lainnya, bangunan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Tanpa adanya suatu bangunan manusia tidak akan bisa melakukan berbagai aktivitas dalam melakukan kehidupan misalnya seperti tidur, masak, mandi dan lain sebagainya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat disampaikan berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penentuan struktur pada arsitektur tradisional Bali? 2. Bagaimanakah struktur dan konstruksi pada arsitektur tradisional

Bali?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penentuan struktur pada arsitektur tradisional Bali. 2. Untuk mengetahui struktur dan konstruksi pada arsitektur tradisional

(2)

BAB II PEMBAHASAN

A. Dasar-dasar Ukuran Bangunan

Dasar-dasar ukuran yang digunakan dalam rumah tradisional Bali yakni menggunakan petunjuk-petunjuk lontar Asta Kosala-Kosali dan Asta Bumi. Adapun ukuran-ukuran dasar yang digunakan berdasarkan ukuran tubuh si pemilik rumah, sehingga rumah Bali yang satu dengan rumah Bali yang lain memiliki ukuran yang berbeda-beda brdasarkan sikut atau ukuran pemilik rumah. Adapun ukuran-ukuran dasarnya sebagai berikut:

(3)

1.

Jumlah ruas jari (dua, tiga, tiga setengah,

empat, empat setengah, lima ruas jari, dan asangga). Untuk rumah umumnya menggunakan 4 ruas jari (catur adnyana). Pelinggih 2-3,5 ruas. A sangga untuk tiang lumbung.

2. Tumpukan uang kepeng (75, 100,

111) umumnya untuk pelinggih.

3. Jengkal, dengan pengurangan dan

penambahan tebal jari atau ruas jari. Untuk lumbung dan meru.

4. A musti, untuk lumbung atau meru.

Gambar 2. Satuan ukuran untuk menentukan dimensi saka

Tabel 1. Dimensi penampang tiang pada bangunan Bali

(4)
(5)

4 Rumah

Tiang bangunan rumah Bali atau yang sering disebut tiang saka merupakan tiang penyangga pada rumah-rumah tradisional Bali. Untuk menentukan tinggi tiang tidak sembarangan karena tinggi tiang pada rumah-rumah adat Bali harus disesuaikan dengan ukuran pengurip pemilik rumah ditambah dengan 24rai. Untuk menentukan pengurip, penghuni rumah menggunakan rumus:

Urip= 1

(6)

Gambar 3. Bentuk dan penentuan dimensi saka

D. Proporsi Bale

(7)

Gambar 4. Proporsi bale

E. Kaki Tiang (Suku Bawak)

Setelah menentukan proporsi bale, maka seelnjutnya adalah tampak vertikal dari bale tersebut dengan menentukan tinggi bale atau kaki tiang (Suku Bawak). Untuk menentukan tinggi kaki tianag, menggunakan perhitungan 3rai + (pelebih/kurang). Contohnya 1rai = 10 cm sehingga 3rai = 30 cm, kemudian dikurangi atau ditambah beberapa cm berdasarkan gambar 6. Penambahan dan pengurangan, masing-masing memiliki makna dan arti yang berbeda-beda.

(8)

 Prabu Anyakrane-gara, Baik

 Kusumadewi, Utama

 Prabu Angrebut Keda-ton, Baik

 Gagak Ansungan, Buruk

 Wangke lima, Buruk

 Wangke pitu, Buruk

 Gana murti, Buruk

Gambar 6. Pelebih/kurang beserta arti dan sifatnya (Asta Kosali No.231)

F. Rong

Rong adalah jarak terdalam antara saka satu dengan saka yang lainnya dalam satu bale. Lebar dan panjang rong ditentukan oleh ukuran tinggi tiang saka.

Gambar 7. Panjang dan lebar rong

(9)

Gambar 8. Panjang rong beserta arti dan sifatnya (Asta Kosali L16T)

Sedangkan untuk menentukan lebar rong, menggunakan ukuran jarak tepi atas saka hingga bale + pelebih/kurang dengan penjelasannya sebagai berikut:

Mantri Wijaya, baik SH. Durga Murti, jelek

(10)

Gambar 9. Lebar rong beserta arti dan sifatnya (Asta Kosali L05T)

G. Struktur dan Konstruksi Kaki Bangunan (Bataran)

Struktur dan konstruksi pada kaki bangunan Bali menggunakan ukuran-ukuran asta kosala-kosali. Adapun ukuran-ukuran-ukuran-ukuran tersebut diterapkan pada bagian tangga, bagian horizontal tangga (antrede) menggunakan perhitungan atapak + atapak ngandang (jarak ujung jari ke ujung belakang telapak kaki ditambah jarak lebar telapak kaki). Sedangkan pada bagian vertikal tangga (optrede) menggunakan perhitungan alengkat (jarak terjauh antara ujung jari tengah dengan ujung ibu jari pada telapak tangan) atau bisa menggunakan 2 dema atau 2 gemel (ukuran kepalan tangan).

1. Eka Durga Sandi, baik

2. Dwi Klika Yogi, baik

3. Tri Yama Dustala, jelek 4. Catur Brahma

Jagra, sedang 5. Panca Jagra

Krama, buruk 6. Sad Pada Negara,

buruk 10. Dasi Kesuma

Sana, baik 11. Welas Drawa

(11)
(12)

Gambar 10. Dimensi-dimensi pada anak tangga rumah Bali

(13)

Bataran suatu rumah Bali memiliki ketinggian yang berbeda-beda sesuai fungsinya berdasarkan asta kosala-kosali menggunakan perhitungan sebagai berikut: 1) Candi, 2) Watu, 3) Segara, 4) Gunung, 5) Rubuh. Setiap perhitungan tersebut berjarak 1 kepalan tangan (sedema), dihitung setelah tepas ujan yang berjarak sedema.

Contohnya, jika ukuran sedema pemilik rumah bernilai 10 cm dan ingin membuat sebuah bangunan suci, menurut asta kosala-kosali bangunan suci jatuh pada perhitungan Candi (1), maka untuk tinggi bataran bangunan dapat berjarak 10 cm dari tepas ujan, atau jika ingin lebih tinggi, maka melakukan hitungan putaran hingga bertemu 1) Candi. Candi  watu  segara  gunung  rubuh  candi = 1 putaran dengan jarak 50 cm dan seterusnya.

Berikut penjelasan tinggu beberapa bangunan di Bali: 1. Bangunan Suci

(14)

3. Bale Dangin

4. Bale Dauh dan Sumanggen

(15)

6. Jineng

H. Struktur dan Konstruksi Badan Bangunan

(16)

Gambar 12. Potongan struktur rangka jineng

Berikut hubungan sunduk dawa dan sunduk bawak terhadap tiang saka dapat dijelaskan pada gambar 13 berikut ini.

(17)

Gambar 14. Detail bagaian struktur rangka

Gambar 15. Hubungan saka dengan lambang sineb 1. Sendi

2. Saka

3. Purus ke sendi 4. Sunduk bawak

5. Lait

6. Sunduk dawa 7. Sineb 8. Lambang

9. Purus ke lambang sineb

A. Sineb B. Lambang

C. Saka

(18)

Struktur dan konstruksi atap rumah Bali memiliki dasar pada ujung atap pada bagian dalam ruangan yang disebut petaka, berikut penjabaran dari komponen-komponen yang terdapat pada denah petaka.

Gambar 16. Denah petaka

Adapun variasi dari dimensi petaka-dedeleg atau langit-langit rumah dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 17. Variasi petaka dan dedeleg pada bale

(19)

Gambar 18. Struktru atap dapur 2. Jineng

(20)
(21)

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Adapun simpulan dari pembahasan di atas adalah sebagai berikut:

1. Pada dasarnya dalam perhitungan struktur dan konstruksi rumah tradisional Bali menggunakan perhitungan yang berasal dari pemilik rumah sebagai berdasarkan asta kosala-kosali.

2. Perencanaan pembangunan rumah Bali pada awalnya harus menentukan dimensi tampang tiang saka (rai) menggunakan ukuran empat ruas telunjuk untuk bangunan tempat tinggal.

3. Struktrur pada kaki bangunan yang disebut bataran menggunakan perhitungan atapak+atapak ngandang, sedema, dan alengkat+3Nyari pada anak tangga sedangkan tinggi bataran menggunakan perhitungan 1) candi, 2) watu, 3) segara, 4) gunung, 5) rubuh.

4. Struktur pada badan bangunan berprioritas pada hubungan sunduk bawak dan sunduk dawa terhadap tiang saka dan hubungan tiang saka terhadap lambang sineb.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Babad Bali. 2014. Asta Kosala-kosali. Tersedia pada http://www.babadbali.com/. Diakses pada 2 Juni 2014.

Putra, I Gst Made. 2014. Perancangan Struktur dan Konstruksi Arsitektur Bali. Materi perkuliahan Arsitektur Bali 2: tidak dipublikasikan.

______________. 2014. Dimensi Kaki Bangunan Arsitektur Bali. Materi perkuliahan Arsitektur Bali 2: tidak dipublikasikan.

______________. 2014. Dimensi Kepala Bangunan Arsitektur Bali. Materi perkuliahan Arsitektur Bali 2: tidak dipublikasikan.

Gambar

Gambar 1. Dasar-dasar ukuran Bangunan
Gambar 2. Satuan ukuran untuk
Gambar 3. Bentuk dan penentuan dimensi saka
Gambar 4. Proporsi bale
+7

Referensi

Dokumen terkait