• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revitalisasi Nilai nilai Pancasila Pengg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Revitalisasi Nilai nilai Pancasila Pengg"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila

(Penggiatan Nilai-nilai Pancasila melalui Pemahaman Kearifan Lokal Dalam Meningkatkan Identitas Bangsa di Era Globalisasi)

PAPER

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Dosen Pengampu: Mohamad Anas, M. Phil

Disusun Oleh: Kholidil Amin 145120200111054

Kelas: A-KOM-3

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan paper dengan judul “Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila (Penggiatan Nilai-nilai Pancasila melalui Pemahaman Kearifan Lokal Dalam Meningkatkan Identitas Bangsa di Era Globalisasi)” ini.

Paper ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Selanjutnya penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Mohamad Anas, M. Phil sebagai dosen pengampu mata kuliah dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penyusunan paper ini.

Akhirnya penyusun menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penyusunan paper ini, maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan paper ini.

Malang, 23 Oktober 2015

Penyusun

(3)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II ISI & PEMBAHASAN ... 3

2.1. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka ... 3

2.2. Nilai-nilai Pancasila dan Kearifan Lokal di tengah Globalisasi ... 4

2.3. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Saat Ini ... 5

2.4. Dampak Kurangnya Penggiatan Nilai-Nilai Pancasila ... 6

BAB III PENUTUP ... 8

3.1. Kesimpulan ... 8

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Ideologi adalah soal cita-cita politik atau atau doktrin atau ajaran suatu lapisan masyarakat atau sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan (Kansil, 2003), ideologi sendiri tidak lepas dari filsafat yang merupakan suatu ajaran nilai atau kebenaran yang dijadikan keyakinan atau pandangan hidup suatu bangsa dan hasil dari proses itu dijadikan dasar negara atau ideologi negara atau bangsa.

Dengan argumen tersebut maka Pancasila adalah sebuah ideologi bangsa, karena pancasila adalah hasil usaha pemikiran manusia Indonesia untuk mencari kebenaran, dari hasil pemikiran manusia Indonesia inilah kemudian dituangkan dalam satu rumusan rangkaian kalimat yang mengandung pemikiran yang bermakna bulat dan utuh untuk dijadikan dasar, asas, dan pedoman atau norma hidup dan kehidupan bersama dalam rangka perumusan satu negara Indonesia merdeka, yang diberi nama Pancasila.

Dengan status Pancasila sebagai dasar negara, jelaslah bagi kita bahwa mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat imperatif dan memaksa dan ada sanksi bagi yang melanggar, sedangkan pengamalan pancasila sebagai weltanschuung (cita-cita kehidupan) tidak disertai hukum namun mempunyai sifat mengikat.

Lebih lanjut, muncul istilah bahwa Pancasila adalah ideologi terbuka, istilah ini dikemukakan oleh Presiden Soeharto pada 10 November 1986 (Kansil, 2003). Kansil (2003) menjelaskan Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berintegrasi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal, dalam artian lain yakni pandangan hidup bangsa yang selain mempunyai nilai dasar yang bersifat tetap, juga mempu berkembang secara dinamis (nilai instrumental)

(5)

2

dengan Pancasila misalnya dalam landasan konseptual untuk kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi (penyesuaian nilai instrumental Pancasila dalam bidang ekonomi, sambil berpegang teguh pada nilai-nilai dasarnya (Pancasila) yang bersifat kekeluargaan.

Namun ditengah-tengah kuatnya arus globalisasi, memunculkan asumsi bahwa proses globalisasi akan membuat dunia menjadi seragam, menghapus identitas dan jati diri masyarakat setempat. Kebudayaan lokal atau etnis atau tepatnya lagi nilai-niai kearifan lokal akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global. Dan disini kedudukan pancasila sebagai idelogi terbuka, sebuah ideologi yang tidak menutup diri terhadap tantangan global. Dan tantangan globalisasi itu akan menjadi suatu hal yang positif jika bangsa Indonesia mampu memelihara identitasnya yang majemuk dalam komitmen persatuan nasional dan di sisi lain bisa beradaptasi sehingga mampu bersaing diantara bangsa-bangsa lain yang memiliki identitas budaya yang belum tentu cocok dengan bangsa Indonesia.

Benturan budaya global dengan kebudayaan dan identitas jati diri bangsa Indonesia akan berpotensi mengikis atau menggerus nilai-nilai kearifan lokal yang merupakan inti dari nilai-niai luhur Pancasila. Oleh karena itu kalau nilai-nilai kearifan lokal semakin berkurang atau semakin hilang, maka nilai-nilai Pancasila

(6)

BAB II

ISI & PEMBAHASAN

2.1 Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila sebagai ideology terbuka pertama kali dikemukakan oleh Presiden Soeharto pada 10 November 1986. Kansil (2003) menjelaskan Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berintegrasi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal, dalam artian lain yakni pandangan hidup bangsa yang selain mempunyai nilai dasar yang bersifat tetap, juga mempu berkembang secara dinamis (nilai instrumental)

Namun ada resiko yang harus diambil saat menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka, dengan sifat keterbukaan Pancasila bahwa proses penerimaan ini tidak mudah, sebab ada kekhawatiran dalam keterbukaan itu berarti diterimanya seluruh nilai apapun, termasuk yang bertentangan dengan nilai dasar Pancasila seperti liberalisme, komunisme, fasisme, dan lain-lain. Oleh karena itu tetap diperlukan kontrol atau filter mengenai kesesuaian nilai-nilai luar dengan Pancasila misalnya Kansil (2003) memberikan contoh dalam landasan konseptual untuk kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi (penyesuaian nilai instrumental Pancasila dalam bidang ekonomi, sambil berpegang teguh pada

nilai-nilai dasarn Pancasila yang bersifat kekeluargaan).

(7)

4

2.2 Nilai-nilai Pancasila dan Kearifan Lokal di tengah Globalisasi

Kansil (2003) menjelaskan sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila sesuatu itu: berguna, berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama). dan Pancasila disetiap sila-silanya mempunyai semua itu. Oleh karena itu ada pendidikan Pancasila yakni pendidikan nilai yang bertujuan membentuk sikap positif manusia sesuai dengaan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Kansil, 2003)

Dewasa ini ditengah-tengah arus globalisasi yang kuat, tanda-tanda pengabaian, acuh tak acuh terhadap pemahaman nilai-nilai Pancasila sudah mulai terjadi, meskipun fenomena ini tidak muncul jelas di permukaan namun hal tersebut sedang terjadi secara pelan tetapi masif, hal ini didorong karena perkembangan kehidupan yang sangat cepat akibat dari globalisasi yang membutuhkan penyesuaian tata nilai dan perilaku masyarakat sekarang ini.

Secara ideologi bangsa ini seolah-olah mengalami disorientasi, kehilangan identitas jati diri, nilai-nilai lama dianggap sudah kuno, nilai-nilai kearifan lokal dianggap sudah usang sehingga ditinggalkan, dianggap sudah tidak relevan dengan kemajuan saat ini. Namun disisi lain nilai-nilai yang baru belum terbentuk secara sempurna, belum ada parameter yang jelas untuk dijadikan sebuah pegangan yang pada akhirnya bisa membuat bangsa ini terombang-ambing tanpa

arah dan tidak jelas tujuannya.

Dalam suasana yang dinamis tersebut, dengan melakukan pengembangan nilai-nilai kearifan lokal diharapkan bisa memberikan arah bagi perwujudan jati diri atau identitas nasional dan bangsa yang selaras dengan nilai-nilai pancasila. Yang kemudian pemahaman dari nilai-nilai kearifan lokal ini mampu menciptakan suasana yang harmonis dan kondusif di segala sektor, ditengah-tengah rasa pesimis dalam memandang Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa atau nilai-nilai yang mengandung cita-cita seluruh bangsa Indonesia, Sehingga dengan melakukan hal tersebut kedepannya negara mampu merespon globalisasi dan modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan Indonesia.

(8)

menimbulkan sikap etnonasional yang egosentris, hal ini jika dibiarkan berpotensi merusak semangat dan nilai-nilai Pancasila. Sebagai ideologi terbuka (Kansil, 2003) mengatakan Pancasila dapat berintegrasi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal, dalam artian lain yakni pandangan hidup bangsa yang selain mempunyai nilai dasar yang bersifat tetap, juga mempu berkembang secara dinamis (nilai instrumental), hal inilah yang menjadi alasan bangsa Indonesia untuk tidak tertutup dengan perkembanan zaman, namun tetap harus menjunjung tinggi identitas bangsa dan negara melalui nilai kearifan lokal yang dipunya.

Dengan demikian menghidupkan atau menggiatkan nilai-nilai Pancasila melalui pemahaman nilai kearifan lokal merupakan suatu hal yang penting untuk menjadikan Indonesia negara yang berdaya saing di tengah-tengah pengaruh nilai-nilai luar dalam arus globalisasi namun tetap bersinergi dengan kearifan lokal sebagai identitas atau jati diri bangsa, seperti taruhlah negara Jepang dan China yang menjadi negara maju tanpa kehilangan identitas bangsanya. Boni Hargens (2011) dalam tulisannya di Kompas menyatakan bahwa arus modernisasi, liberalisasi, dan globalisasi semestinya tidak meniadakan suatu negara jatuh dalam percaturan global asal saja negara tersebut ditopang oleh identitas nasional yang kuat, tetapi juga didukung oleh ideologi dan kepemimpinan politik yang

kuat.

2.3. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Saat Ini

Setelah bahasan secara umum dalam konteks globalisasi mengenai penghidupan dan penggiatan nilai-nilai Pancasila melalui pemahaman kearifan lokal, penulis mencoba melihat dalam konteks masalah-masalah khusus sebagai berikut:

(9)

6

dijadikan sebuah pegangan yang pada akhirnya bisa membuat bangsa ini terombang-ambing tanpa arah dan tidak jelas tujuannya Hal inilah yang menyebabkan terjadinya krisis identitas atau jati diri.

2. Lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman kearifan lokal. Reformasi membawa perubahan baik yang positif dan bermanfaat bagi bangsa Indonesia maupun yang negatif dan mengancam disintegrasi bangsa. Salah satu dampak negatif dari reformasi adalah semakin memudarnya nilai-nilai Pancasila yang mengandung kearifan lokal, meskipun tidak secara jelas namun hal ini sedang terjadi dan masif. Gejalanya dapat dilihat dari menguatnya orientasi kelompok, agama, individualis, asas kekeluargaan dan gotong royong semakin berkurang yang berpotensi tinggi menimbulkan konflik sosial dan disintegrasi bangsa. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia memperlihatkan bahwa nilai-nilai Pancasila yang merupakan nilai-nilai kebangsaan mulai terkikis, misalnya semakin maraknya praktik korupsi, lunturnya rasa saling menghormati dan teposeliro (suaramerdeka.com, 2013).

3. Terbatasnya sumber daya yang meliputi sarana prasarana, anggaran dan SDM dalam penggiatan nilai-nilai Pancasila. Di Jawa ada semacam pepatah "Jer basuki mowo beo" kurang lebih berarti bahwa segala sesuatu

memerlukan biaya atau pengorbanan. Secara sederhana, diperlukan sarana dan prasarana termasuk anggaran yang memadai untuk mendukung kelancaran penggiatan nilai-nilai Pancasila, melalui pemahaman nilai-nilai kearifan lokal. Saat ini, hal tersebut masih diprioritaskan pada pembangunan yang bersifat fisik, dan kasat mata, kurang diimbangi dengan pembangunan budaya yang tidak kasat mata.

2.4. Dampak Kurangnya Penggiatan Nilai-Nilai Pancasila Melalui Pemahaman Nilai Kearifan Lokal

(10)

Orde Baru, tidak pernah ada yang berani menanyakan urgensinya suatu ideologi negara. Tetapi sekarang sudah menjadi hal yang lumrah apabila seseorang menanyakan relevansi Pancasila dalam kehidupan, misalnya kaitan antara desentralisasi, demokrasi dan modernisasi disatu pihak dengan globalisasi di pihak lain.

Dimana posisi Pancasila dalam mengadapi internasionalisme dan globalisasi?. Dalam menghadapi internasionalisme, sekali lagi Bung Karno juga menegaskan bahwa sejak dahulu, nasionalisme bangsa Indonesia bukanlah chauvinisme, Nasionalisme bangsa Indonesia menuju kekeluargaan dunia dan persatuan seluruh bangsa-bangsa di dunia. Secara hakiki, tidak ada konflik atau perselisihan pemikiran antara nasionalisme bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dengan kehidupan internasionalisme atau globalisasi. Logikanya internasionalisme tidak akan ada, jika tidak ada "bangunan" nasionalisme dari masing-masing negara.

Dengan demikian apabila nilai-nilai kearifan lokal dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari maka akan memberikan kontribusi untuk memperkuat identitas nasional yang memiliki ciri seperti yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda yaitu bertanah air, berbangsa dan berbahasa satu yaitu Indonesia

(11)

8 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Pertama, penggiatan nilai-nilai Pancasila melaui pemahaman nilai-nilai

kearifan lokal saat ini belum dilaksanakan dengan baik oleh bangsa Indonesia

sehingga belum mampu menunjukkan identitas bangsa dan negara di tengah-tengah arus globalisasi. Hal ini menyebabkan hilangnya jati diri, karena kurang

pengelolaan kekayaan budaya, lemahnya pengelolaan kearifan lokal dan keterbatasan sumber daya, serta pengaruh lingkungan global.

Kedua, nilai-nilai Pancasila adalah norma kehidupan berupa nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis yang termanifestasi pada budaya dan kearifan

lokal. Meskipun bersifat sangat baik, dalam praktek nyata kehidupan tergantung dari para pelaku yang bersangkutan. Apabila Pancasila yang merupakan ajaran

ideologis yang idealistik ini diyakini kebenarannya dan dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia maka akan terwujud kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara dengan lebih baik.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Hargens, Boni. 2011. “Indonesia, ‘Halo Soekarno” dalam Kompas, 16 April

2011, Jakarta.

Fauzi, Achmad. 2003. Pancasila: Tinjauan dari Konteks Sejarah, Filsafat, Ideologi Nasional dan Ketatanegaraan Republik Indonesia. Malang: Danar

Wijaya UB Press

Kansil, C.S.T., Kansil, Christine, Kansil. 2003. Pancasila dan UUD 1945: Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta:Pradnya Paramita

Notonegoro. 1974. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta:Bhina Aksara.

Suwarno. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta:Kanisius

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, kompetensi pedagogik adalah kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran yang berhubungan dengan peserta didik, meliputi pemahaman wawasan atau

Dengan adanya sanggar batik modern ini diharapkan anak-anak usia sekolah dasar yang berada di lingkungan sentra batik tepatnya di Sekolah Dasar Islam Kauman

Pemeriksaan Kewenangan Mengadili Penunjukan Majelis Hakim Penetapan Hari Sidang Pemanggilan terdakwa ke persidangan Pemeriksaan Identitas Terdakwa Pembacaan Surat Dakwaan

The objective of this study is to investigate the use of high resolution photogrammetric point clouds together with two novel hyperspectral cameras in VNIR and

pada dapur ini bgian preperation dan finishing kitchen (satelit kitchen) memiliki ruang tersendiri dan terpisah .setiap dapur satelite merupakan ruangan yang dilengkapi

Menu unit usaha jabon dapat memberikan informasi potensi kayu hasil budidaya jabon yang akan dikembangkan oleh KPH serta informasi volume kayu yang dapat dipanen sesuai

Maka dapat diartikan bahwa Audience Adaptation merupakan proses dimana seseorang mengolah pesan dalam berbagai bentuk pada pikirannya dan mengintepretasikannya berdasarkan

Pada karya ini masih dengan modul repetitif dan penggunaan pola spiral terdiri dari tiga bagian yaitu base berbentuk lingkaran dengan diameter 2,4 meter berwarna putih doff,