• Tidak ada hasil yang ditemukan

SASTRA KLASIK SASTRA KLASIK SASTRA KLASIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " SASTRA KLASIK SASTRA KLASIK SASTRA KLASIK"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

SASTRA KLASIK: Puisi Lama

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Sastra Klasik: Puisi Lama”. Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian sastra dan sastra klasik serta salah satu jenis sastra klasik yaitu puisi lama dan jenis-jenisnya.

Makalah ini penulis buat guna memenuhi syarat penyelesaian tugas mata kuliah Prosa, Fiksi, dan Drama yang diasuh oleh Ibu Anni Rahimah, S.Pd pada semester ganjil kelas VA Bahasa Indonesia, selain itu juga sebagai bahan perkuliahan yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca, khususnya bagi para mahasiswa calon guru.

Dalam penulisan makalah ini, penulis tentunya tidak dapat bekerja sendiri tetapi juga dibantu oleh pihak lain yang bersangkutan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Anni Rahimah, S.Pd selaku dosen pengampu yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Selanjutnya kepada sumber rujukan yang tulisannya kami gunakan sebagai referensi dalam makalah ini. Tak lupa juga kepada rekan satu kelas yang turut membantu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna perbaikan makalah ini selanjutnya.

Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.

Praya 20 Mei 2015 Penulis,

▸ Baca selengkapnya: gemeretak bahasa klasik

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra adalah karya indah yang dapat kita nikmati sebagi media hiburan dan juga media pendidikan. Melalui sastra kita dapat menuangkan pikiran dan perasaan kita dan kita juga dapat membaca atau mengetahui pikiran dan perasaan orang lain melalui karyanya. Sastra di Indonesia mengalami perkembangan dari masa ke masa sehingga kita mengenal adanya sastra klasik (lama) dan sastra modern (baru) jika kita tinjau dari segi waktu ataupun zamannya.

Sastra klasik dan sastra modern memiliki ciri khas masing-masing yang dapat kita jadikan indikator untuk mengetahui suatu karya apakah termasuk ke dalam sastra modern atau sastra klasik. Ciri ini dapat kita lihat jelas pada penulis dan bahasanya. Pada sastra klasik pengarangnya biasanya tidak diketahui atau disebut anonim dan bahasa yang digunakan cenderung berbahasa daerah atau tradisional, sedangkan pada sastra modern penulisnya diketahui dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa asing atau bias kita sebut bahasa modern.

Begitu juga halnya dengan pengklasifikasian jenis kedua sastra tersebut. Sastra modern terdiri dari puisi modern, prosa, dan drama yang kita kenal sejak angkatan 20-an hingga kini. Sedangkan sastra klasik terdiri dari puisi lama sebagai dominator dan sebagian kecil prosa. Oleh karena itu, kita harus bisa membedakan mana karya berjenis sastra klasik atau sastra modern. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai sastra klasik khususnya puisi lama.

Puisi yang sering kita sebut kata-kata indah yang bermakna dan mengandung pesan kerap kali hadir dalam kehidupan kita sehari-hari. Memang pemahaman tentang puisi secara baik jarang kita temui pada masyarakat umum dan bahkan pada anak sekolah atau pelajar. Kita sering sekali mengatakan puisi hanya sebatas kata-kata indah, padahal sejatinya puisi ada yang mengandung kata-kata kasar, serapah, dan mengutuk.

Membuat sebuah puisi dianggap segelintir orang adalah pekerjaan yang mudah begitu juga memaknainya. Tetapi dalam prakteknya membuat puisi ataupun memaknainya adalah pekerjaan yang sukar dan tidak bisa dilakukan begitu saja. Kita harus memiliki pemahaman tentang puisi yang cukup agar kita mampu memahaminya.

(3)

terikat oleh suatu peraturan tertentu dan puisi baru adalah puisi yang lebih bebas walaupun masih mengandung peraturan tertentu. Kita sering kali salah dalam menentukan jenis suatu puisi yang kita baca. Oleh karenanya, kita harus mengetahui makna dan jenis puisi yang ada agar kita bisa mengetahui jenisnya saat kita membacanya dan dapat juga melestarikannya sebagai suatu budaya dan kekayaan bangsa kita.

Oleh karena itu, penulis menyusun makalah ini yang berisi materi penjelasan salah satu jenis puisi yaitu puisi lama dengan tujuan agar pembaca mengetahui dan memiliki pemahaman yang baik tentang puisi lama sebagai suatu wawasan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

a) Pengertian sastra;

b) Pengertian dan jenis sastra modern; c) Pengertian dan jenis sastra klasik; d) Pengertian puisi baru dan jenisnya; dan e) Pengertian puisi lama dan jenisnya.

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam makalah ini tidak mengambang maka penulis membatasinya pada sastra klasik khususnya puisi lama dan jenisnya.

1.4 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut: a) Apakah pengertian sastra?

b) Apakah pengertian sastra klasik? c) Apakah pengertian dari puisi lama?

d) Apa sajakah yang yang tergolong puisi lama?

1.5 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah selain untuk memenuhi penyelesaian tugas mata kuliah Prosa, Fiksi, dan Drama, juga untuk memberi penjelasan berupa materi untuk menambah pengetahuan atau wawasan pembaca mengenai sastra klasik khususnya puisi lama.

1.6 Manfaat

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sastra

Berdasarkan asal usulnya, istilah kesusastraan berasal dari bahasa sansekerta, yakni susastra. “Su” berarti bagus atau indah, sedangkan “sastra” berarti buku, tulisan atau huruf. Sehingga susastra di artikan tulisan yang indah. Sedangkan menurut Purwadi (2009:1) sastra berasal dari kata “sas” yang artinya mengajar dan “tra” yang artinya alat, sehingga sastra siartikan sebagai alat untuk mengajar. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa sastra adalah karya yang bersifat indah dan memiliki nilai ajaran yang baik. Nilai ajaran yang baik ini berupa pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya yang dapat kita jadikan sebagai panutan sebagai fatwa alama (nasihat baik dari pengarangnya).

Berdasarkan pengertian di atas, Plato dalam Suroso, dkk (2008:11) mengatakan bahwa sastra dipandang baik apabila mengandung tiga nilai syarat utama, yaitu :

a) memberikan ajaran moral yang lebih tinggi; b) memberikan kenikmatan; dan

c) memberikan ketepatan dalam ujud pengungkapannya.

Di Indonesia kita mengenal dua jenis sastra secara umum, yaitu sastra klasik (lama) dan sastra modern (baru). Sastra klasik adalah sastra yang hidup sebelum abad 20. Sedangkan sastra modern adalah sastra yang hidup pada abad 20 hingga sekarang. Sastra modern ini telah ditulis dengan kata-kata yang lebih bagus dan mudah dimengerti. Contohnya adalah cerpen. Cerpen adalah tulisan berupa cerita tentang suatu hal yang lebih pendek dari novel (jenis sastra modern lainnya). Fungsi sastra modern dan sastra klasik pada umumnya sama. Fungsi cerpen bukan hanya untuk menyenangkan hati saja, melainkan menggali perasaan seseorang untuk mencurahkan secara spontan (Nursito, 2000:124). Dari uraian tersebut, kita dapat merangkum bahwa sastra berfungsi sebagai suatu karya yang dapat dijadikan sebagai media untuk menuangkan pikiran dan perasaan.

2.2 Pengertian Sastra Klasik

Karya sastra klasik atau disebut juga sastra “melayu lama” pertama kali dihasilkan sebelum abad 20, atau sekitar 1870-an tepatnya. Pada era ini karya sastra yang dihasilkan kebanyakan masih berupa syair, hikayat, dan novel yang berupa terjemahan dari Barat (Agni, 2008:13). Sastra klasik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Bahasa pada karya sastra klasik menggunakan bahasa Melayu, bahasa Arab, dan Bahasa daerah.

(5)

c) Latar belakang penciptaan terpengaruh pada kesastraan Hindu, Islam, dan budaya tradisional.

d) Bersifat anonim (nama pengarang tidak diketahui).

e) Berkembang secara statis dan disampaikan secara lisan turun temurun.

Sastra klasik didominasi oleh karya berbentuk puisi yang kita sebut sebagai puisi lama, tetapi ada juga karya yang berbentuk prosa atau cerita, namun dalam hal ini penulis akan membahas atau memaparkan mengenai puisi lama.

2.3 Pengertian Puisi Lama

Puisi adalah untaian kata-kata yang merupakan ungkapan perasaan penyair yang memiliki nilai keindahan dengan kata-kata yang singkat namun bermakna amat luas sesuai dengan penafsiran atau penggambaran pembacanya. Dunton (dalam Pradopo, 1993:6) berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Sedangkan menurut Uned (2010:36) puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Jadi, puisi adalah ragam sastra sebagai media pengungkapan perasaan dan pikiran yang bernilai indah dan bersifat fiksi.

Brooks, dkk (dalam Tarigan, 2008:76) menyatakan bahwa fiksi adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk membedakan uraian yang tidak bersifat historis dari uraian yang bersiat historis, dengan penunjukan khusus atau penekanan khusus pada segi sastranya. Artinya, dalam memaknai sebuah karya yang bersifat fiksi, kita sebagai pembaca atau penikmat memiliki kebebasan untuk menafsirkan maksud dan tujuan penyair dalam karyanya sesuai dengan pemahaman kita. Kita dapat menemukan sendiri ide dan perasaan penyair sesuai daya imaji yang kita miliki.

Berdasarkan waktunya, salah satu jenis puisi yang kita kenal adalah puisi lama. Menurut Uned (2010:36) puisi lama adalah puisi Indonesia yang belum terpengaruh puisi barat. Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan tertentu. Puisi yang lahir sebelum masa penjajahan Belanda. Sifat masyarakat lama yang statis dan objektif, melahirkan bentuk puisi yang statis pula, yaitu sangat terikat pada aturan tertentu. Aturan-aturan yang mengikat tersebut antara lain:

a) Jumlah kata dalam 1 baris; b) Jumlah baris dalam 1 bait;

(6)

d) Irama, yaitu alunan yang tercipta oleh kalimat, panjang pendek, dan kemerduan bunyi;

e) Banyak suku kata tiap baris.

Puisi lama juga memiliki ciri-ciri sebagai berikut (http://www.wikipedia.com) : a) Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya (anonim); b) Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan; dan

c) Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.

2.4 Jenis Puisi Lama

Puisi lama memiliki beragam jenis, yaitu sebagai berikut (http://www.okrek.com): a. Mantra

Menurut Uned (2010:37) mantra adalah puisi yang berisi ucapan-ucapan yang dianggap mengandung kekuatan gaib dan biasanya diucapkan oleh seorang atau beberapa orang pawang. Mantra adalah kata atau ucapan yang mengandung hikmah dan kekuatan gaib. Kekuatan mantra dianggap dapat menyembuhkan atau mendatangkan celaka. Keberadaan mantra dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat kepercayaan. Hanya orang yang ahli yang boleh mengucapkan mantera, misalnya pawang atau dukun.

Ciri-ciri mantra:

1) Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde. 2) Bersifat lisan, sakti atau magis

3) Adanya perulangan

4) Metafora merupakan unsur penting

5) Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius

6) Lebih bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan persajakan (http:www.okrek.com).

(7)

Assalammu’alaikum putri satulung besar Yang beralun berilir simayan

Mari kecil, kemari

Aku menyanggul rambutmu Aku membawa sadap gading Akan membasuh mukamu

Komentar:

Dari contoh di atas kita bisa melihat dan merasakan dengan jelas mengapa tulisan itu disebut sebagai mantra. Kalimat pertama yang berbunyi “Assalammu’alaikum...”

menggambarkan bahwa hal itu ayat khusus yang digunakan untuk membuka suatu ritual atau mengawali suatu acara yang dalam hal ini bertujuan untuk memulai percakapan dengan makhluk asing. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang karena mantra hanya akan efektif atau memiliki reaksi seperti yang diharapkan jika dilakukan atau dilafalkan oleh orang-orang tertentu seperti pawang misalnya.

Mantra dapat menimbulkan kekuatan gaib yang tidak dapat dicerna oleh akal sehat kita karena hasilnya berupa sulap ataupun sihir. Oleh karena itulah mantra disebut bersifat esoferik, yaitu bahasa khusus yang dipergunakan antara seorang yang ahli di dalamnya dengan lawan bicara khusus. Lawan bicara khusus maksudnya adalah pihak lain di luar manusia sebagai makhluk yang belum tentu dapat kita tangkap ataupun kita gambarkan dengan panca indera kita. Untuk dapat memahami mantra, kita harus memiliki kemampuan khusus yang tidak dimiliki semua orang. Hal ini bisa saja kita pelajari dari seorang “guru” ataupun bakat yang telah ada sejak kita dilahirkan. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa mantra adalah ayat khusus yang digunakan untuk menimbulkan kekuatan gaib oleh orang yang ahli di dalamnya.

b. Pantun

(8)

boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian, yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.

Ciri-ciri pantun:

1) Setiap bait terdiri 4 baris 2) Baris 1 dan 2 sebagai sampiran 3) Baris 3 dan 4 merupakan isi 4) Bersajak a – b – a – b

5) Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata 6) Berasal dari bahasa Melayu

Contoh :

Berburu ke padang datar (a) Mendapat rusa belang kaki (b) Berguru kepalang ajar (a)

Bagai bunga kembang tak jadi (b)

(Balai Pustaka, 2008:217)

Pantun yang kita kenal dalam masyarakat Indonesia memiliki keanekaragaman atau variasi (http:www.sekolahdi.blogspot.com).

1) Pantun Anak-anak Contoh :

Elokrupanya sikumbang jati Dibawa itik pulang petang Tidak terkata besar hati Melihat ibu sudah datang

(Balai Pustaka, 2008:20) 2) Pantun Muda-mudi

Contoh :

(9)

(Balai Pustaka, 2008:117-118) 3) Pantun Orang Tua

Contoh :

Bagai puisi, puisi indah Dipetik hidup di pucuk belati Bagai bocah, bocah bermadah Lupa diri menyusur di lorong mati

(S. Wiraatmadja dalam H.B. Jassin, 1982:283)

4) Pantun Jenaka Contoh:

Elok rupanya pohon belimbing Tumbuh dekat pohon mangga Elok rupanya berbini sumbing Biar marah tertawa juga

(Balai Pustaka, 2008:206) 5) Pantun Teka-teki

Contoh :

Kalau puan, puan cemara Ambil gelas di dalam peti Kalau tuan bijak laksana Binatang apa tanduk di kaki

Komentar:

Karya sastra seperti contoh di atas disebut pantun karena memenuhi bentuk yang bericirikan terdiri dari empat baris dan bersajak a-b-a-b. Pantun merupakan karya sastra klasik yang digunakan untuk menyampaikan suatu hal dengan menggunakan bahasa yang ditata sedemikian rupa. Kalimat pertama dan kedua adalah sampiran yang merupakan pengantar maksud yang ingin diutarakan, sedangkan kalimat ketiga dan keempat adalah isi yang merupakan pesan atau maksud yang ingin di sampaikan.

(10)

kata-kata seperti ‘ibu’, ‘bapak’, ‘tangis’, tawa’, dan sebagainya yang merupakan bahasa anak-anak. Pantun muda-mudi adalah pantun yang diperuntukkan untuk remaja atau anak muda sebagai media ungkapan perasaan dan pikiran dengan menggunakan bahasa yang cenderung bermakna kias romantis, perih, dan sebagainya. Pantun ini terdiri dari pantun perkenalan, berkasih-kasihan, perpisahan, dan sebagainya. Pantun orang tua berisikan nasehat, adat-istiadat, dan sebagainya yang biasanya bertujuan memberi nasehat kepada anak-anaknya ataupun orang lain. Disebut pantun jenaka karena isi dari pantun ini berisi kelucuan yang bertujuan member kesenangan bagi pembaca atapun pendengarnya. Sama halnya dengan pentun teka-teki, disebut demikian karena isinya berupa teka-teki yang meminta pembaca atau pendengarnya memberi jawaban atas apa yang ditanyakan dalam pantun tersebut.

c. Sajak

Menurut H.B. Jassin (dalam http:www.okrek.com) sajak itu adalah suara hati penyairnya, sajak lahir daripada jiwa dan perasaan tetapi sajak yang baik bukanlah hanya permainan kata semata-mata. Sajak yang baik membawa gagasan serta pemikiran yang dapat menjadi renungan masyarakat .Sedangkan Abdul Hadi W.M. (dalam http:www.okrek.com) menjelaskan bahwa sajak itu ditulis untuk mencari kebenaran. Katanya lagi, "dalam sajak terdapat tanggapan terhadap hidup secara batiniah". Oleh karena itu, di dalam sajak harus ada gagasan dan keyakinan penyair terhadap kehidupan, atau lebih tepat lagi, nilai kemanusiaan.

Ciri-ciri sajak antara lain berasal dari perkataan Arab “saj” yang bermaksud karangan puisi, bentuknya bebas dari pada puisi dan syair, pemilihan kata-kata yang indah.

Komentar:

Sajak lebih menekankan pada sisi keindahan bahasa dengan pemilihan kata yang sebaik mungkin sehingga kita mendengar untaian bunyi yang sangat menarik. Keindahan bunyi ini bukan hanya sekedar permainan kata-kata semata untuk menghibur tetapi juga

Contoh Sajak

"Sebatang Lisong" Penyair-penyair salon

(11)

untuk menyampaikan maksud pengarangnya secara mendalam. Oleh karena itu, dibutuhkan pemahaman yang tinggi untuk memaknai sebuah sajak.

Memahami sajak bukan hanya dengan menggunakan pikiran semata tetapi harus menggunakan unsur batiniah karena makna yang terkandung dalam sajak tidak dapat kita temukan begitu saja tertulis dalam kalimat-kalimatnya. Coba kita lihat dua baris terakhir dari sajak di atas yang berbunyi “...dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,

termangu-mangu di kaki dewi kesenian...”. Untaian kalimat di atas memiliki makna yang begitu dalam

dan juga sangat luas jika kita nilai dari sudut pandang kita masing-masing. Akan terdapat begitu banyak persepsi yang timbul sesuai dengan interpretasi per individu yang membacanya. Dari untaian tersebut timbul pertanyaan besar untuk kita jawab, yaitu

“siapakah dewi kesenian itu?”. Penulis menyerahkan jawabannya kepada semua pembaca

untuk menunjukkan sedalam apa makna yang terkandung dalam sajak itu. d. Syair

Menurut Uned (2010:37) syair adalah puisi lama yang terdiri atas 4 (empat) baris yang berakhir dengan bunyi yang sama (berirama a-a-a-a). Puisi lama yang berasal dari Arab, yang memiliki ciri-ciri setiap bait terdiri dari 4 baris dan semua baris merupakan isi, jadi tidak memiliki sampiran, setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata yang biasanya berisi nasehat, dongeng ataupun cerita.

Contoh Syair

Padazaman dahulu kala (a) Tersebutlah sebuah cerita(a)

Sebuah negeri yang amansentosa (a) Dipimpin sang raja nanbijaksana (a) Padazaman dahulu kala (a)

Tersebutlah sebuah cerita(a)

Sebuah negeri yang amansentosa (a) Dipimpin sang raja nanbijaksana (a) Negeribernama Pasir Luhur (a) Tanahnya luas lagi subur(a)

Rakyat teratur hidupnyamakmur (a) Rukun raharja tiadaterukur (a)

(12)

Komentar:

Jika pantun terdiri dari 4 baris dan bersajak a-b-a-b maka syair terdiri dari 4 baris sebait tetapi bersajak a-a-a-a. Jika baris pertama dan kedua pada pantun adalah sampiran serta baris ketiga dan keempat adalah isi maka pada syair tidak terdapat hal itu karena pada syair mulai dari baris pertama langsung memasuki isi dari cerita atau pesan yang ingin disampaikan.

Syair di atas sama halnya dengan pantun dan sajak juga bermaksud menyampaikan pesan kepada pembaca atau pendengarnya. Tetapi syair lebih menggunakan kata-kata yang awam dengan unsur penceritaan yang lebih tampak jika dibandingkan dengan pantun dan sajak. Penceritaan ini lebih mementingkan pada tersampaikannya pesan secara efektif dengan memperhatikan keteraturan bunyi akhirnya. Kita lebih mudah memahami makna yang terkandung dalam syair. Seperti contoh di atas dengan membaca sekali saja kita telah bisa menangkap makna bahwa syair tersebut menceritakan sebuah negeri yang damai dan memberikan ajaran kepada kita bahwa sebaiknya kita juga menjadikan negeri kita seperti apa yang digambarkan dalam syair tersebut.

e. Karmina

Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek (http:www.wikipedia.com). Ciri-ciri:

1) Setiap bait terdiridari 2 baris 2) Baris pertama merupakan sampiran 3) Baris kedua merupakan isi

4) Bersajak a-a

5) Setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata

Contoh Karmina

(13)

Komentar:

Contoh di atas adalah karmina yang juga disebut sebagai pantun kilat. Disebut pantun kilat karena bentuknya yang pendek. Karmina hanya terdiri dari 2 baris dalam sebait. Baris pertama disebut sampiran dan baris kedua disebut sebagai isi dan bersajak a-a. Hal inilah yang dapat kita lihat jelas untuk membedakan karmina dari pantun dan syair yang terdiri dari 4 baris dalam satu bait.

Dari contoh tersebut dapat kita analisis makna yang terkandung di dalamnya. Kalimat pertama yang berbunyi “dahulu parang sekarang besi” tidak memiliki makna karena hanya merupakan sampiran atau pengantar dari kalimat berikutnya pada baris kedua. Sampiran hanya mementingkan keselarasan bunyi baik di awal, di tengah, maupun di akhir kalimat. Sehingga kita bebas memilih kata sebagai diksi dalam kalimat pertama dengan memperhatikan bunyi pada kalimat baris berikutnya. Kalimat kedua yang berbunyi “dahulu

sayang sekarang benci” merupakan isi atau pesan yang ingin disampaikan pengarangnya.

Dari kalimat tersebut kita dapat menginterpretasikan maknanya sebagai ungkapan pikiran pengarangnya mengenai perasaannya kepada orang lain yang mungkin saja pada saat itu sedang sakit hati. Hal ini ditunjang dari pemilihan katanya yang menghubungkan kata”sayang” dan “benci”. Dari situ kita menangkap bahwa dahulu ia menyayangi pihak yang ia maksud tetapi puntuk sekarang perasaan itu telah berubah menjadi rasa benci. Pengungkapannya lewat puisi yang hanya terdiri dari dua baris dan bersajak a-a membuatnya tergolong dalam jenis karmina. Mungkin jika pengarangnya mengungkapkannya dengan tulisan empat baris dan bersajak a-b-a-b maka tidak kita sebut karmina tetapi pantun.

f. Talibun

Menurut Ali (2006:486) talibun adalah sajak yang lebih dari empat baris, biasanya terdiri dari 6 atau 20 baris yang bersamaan bunyi akhirnya. Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan seterusnya.

Ciri-ciri:

1) Jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.

2) Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.

3) Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi. 4) Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.

(14)

Komentar:

Talibun memiliki ciri khas yang membedakannya dengan jenis puisi lama lainnya yaitu lebih panjang dari pantun atau lebih dari empat baris tetapi diikat oleh persajakan. Jika terdiri dari 6 baris maka 3 baris pertama adalah sampiran dan 3 baris terakhir adalah isi. Jika terdiri dari 8 baris maka 4 baris pertama adalah sampiran dan 4 baris terakhir adalah isi, begitu seterusnya.

Talibun memiliki tingkat yang lebih sulit dalam pembuatannya karena harus lebih dari 4 baris dan harus memperhatikan pilihan kata agar bunyi sebagai persakannya selaras dengan bunyi pada kalimat isi. Selain itu, tentu saja kalimat pertama, kedua, dan ketiga pada sampiran dan isinya harus memiliki keterkaitan sehingga kita harus berpikir lebih keras untuk merangkai kata-kata yang tepat agar terbentuk sesuai dengan ketetapan atau ciri-ciri talibun.

Talibun di atas menyampaikan pesan kepada pembaca atau pendengar mengenai nasihat atau saran. Jika kita hendak pergi ke suatu tempat misalnya merantau, kita harus terlebih dahulu menentukan tempat tujuan kita atau tempat kita tinggal. Tetapai interpretasi penulis ini bukan jadi makna satu-satunya karena sastra bebas dimaknai oleh setiap pembaca atau pendengar sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.

g. Seloka

Seloka adalah sajak yang mengandung ajaran, sindiran, dan sebagainya (Ali, 2006:405). Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, terkadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris. Ciri-ciri:

1) Ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, 2) Namun ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris.

Contoh Talibun

(15)

Komentar:

Jika kita tinjau dari segi jumlah baris dalam satu bait dan juga persajakannya maka akan kita temui persamaan seloka dengan pantun maupun syair. Tetapi yang dapat kita lihat sebagai pembeda di antara seloka dan pantun maupun syair adalah seloka merupakan pantun berkait. Pantun berkait adalah pantun yang terdiri dari tidak boleh satu bait atau dengan kata lain bentuk ini harus lebih dari satu bait karena pantun berkait adalah jalinan dari beberapa bait yang menjadi satu kesatuan.

Keterkaitan antara bait yang satu dengan bait yang lain dalam seloka dapat kita lihat dari kalimat yang dituliskan. Baris kedua pada bait pertama memiliki bunyi yang sama dengan baris pertama bait kedua, yaitu “kayu jati bertimbal jalan”. Baris keempat bait pertama meiliki bunyi yang sama dengan baris ketiga bait kedua, yaitu “ibu mati bapak

berjalan”. Untuk lebih jelasnya lagi coba kita perhatikan contoh di atas. Kata yang tegak dan

bercetak tebal pada bait pertama sama dengan kata yang tegak dan bercetak tebal pada bait kedua. Begitupun kata bercetak miring dan tebal pada bait pertama sama dengan kata bercetak miring dan tebal pada bait kedua. Hal ini yang menjadi karakteristik puisi lama berjenis seloka dari jenis lainnya sehingga disebut dengan pantun berkait.

h. Gurindam

Menurut Uned (2010:37) gurindam adalah sajak dua baris yang mengandung petuah atau nasehat. Gurindam adalah satu bentuk puisi yang berasal dari Tamil (India) yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.

Ciri-ciri:

Contoh Seloka

Lurusjalan ke Payakumbuh,

Kayu jati bertimbal jalan

Di mana hati takkan rusuh,

Ibu mati bapak berjalan Kayu jati bertimbal jalan,

Turun angin patahlah dahan

Ibu mati bapak berjalan,

(16)

1) Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian

2) Baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris

pertama tadi.

3) Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatu

sebab akibat.

Komentar:

Jika kita lihat dari jumlah baris dalam satu bait dan persajakannya maka gurindam sama dengan karmina, yaitu terdiri dari dua baris sebait dan bersajak a-a. Tetapi yang membedakan keduanya adalah peran setiap baris dalam tiap bait. Jika dalam karmina baris pertama disebut sampiran dan baris kedua disebut isi maka hal ini tidak sama dengan gurindam. Pada gurindam tidak ditemui kedua istilah tersebut karena baris pertama adalah soal dan baris kedua adalah jawaban.

Kita lihat bait kedua. Baris pertama berbunyi “barang siapa tinggalkan

sembahyang”. Hal ini menunjukkan permasalahan tentang apa yang akan terjadi atau apa

akibat bila kita meninggalkan ibadah berupa sembahyang dan akan terjawab oleh baris kedua yang berbunyi “bagai rumah tiada bertiang” yang artinya tidak memiliki penopang. Jadi, dari bait kedua tersebut dapat kita simpulkan bahwa apabila kita meninggalkan ibadah maka kita akan hidup tanpa penopang atau tidak memiliki sandaran dalam menjalani hidup, kita akan rapuh.

i. Bidal

Menurut Ali (2006:40) bidal adalah pribahasa atau pepatah yang mengandung nasehat. Bidal merupakan jenis peribahasa yang memiliki arti lugas, memiliki rima dan irama, sehingga digolongkan ke dalam bentuk puisi. Dalam kesustraan Melayu, bidal yang mengandung kiasan, sindiran atau pengertian tertentu ini termasuk salah satu bentuk sastra tertua. Ciri-ciri bidal yaitu bidal biasanya berupa kalimat singkat yang memiliki makna

Contoh Gurindam

Kurang pikir kurang siasat (a) Tentu dirimu akan tersesat (a)

Barang siapa tinggalkan sembahyang (a) Bagai rumah tiada bertiang (a)

(17)

kiasan atau figuratif yang bertujuan menangkis, menyanggah, dan menyindir. Pengungkapan pikiran dan perasaan demikian tidak secara langsung, tetapi dengan sindiran, ibarat, dan perbandingan. Dalam tataran teori makna bidal sering disamakan dengan ungkapan atau pepatah. Kategori bidal yaitu ungkapan, peribahasa, perumpamaan, tamsil, pepatah, dan pameo (http://www.okrek.com):

1) Ungkapan yaitu peribahasa yang berbentuk kelompok kata.

Contoh: Tebal muka artinya tidak punya malu.

2) Peribahasa yaitu bahasa kiasan atau figuratif yang bisa berupa kalimat atau kelompok

kata yang tetap susunannya.

Contoh: Bagai kerbau dicocok hidungnya artinya tidak ada pendirian.

3) Perumpamaan adalah peribahasa yang berisi perbandingan-perbandingan, biasanya

menggunakan kata-kata bak, laksana, umpama, dan bagai.

Contoh: Bagai kucing lepas senja artinya sangat senang hingga lupa pulang.

4) Tamsil yaitu seperti perumpamaan yang diikuti bagian kalimat yang menjelaskan.

Contoh: Ada ubi ada talas, ada budi ada balas.

5) Pepatah yaitu kiasan tetapi yang dinyatakan dalam kalimat selesai.

Contoh: Hancur badan dikandung tanah, budi baik dikenang jua, artinya budi baik seseorang itu jangan dilupakan.

6) Pameo merupakan peribahasa yang berupa semboyan, berfungsi untuk mengobarkan

semangat/menghidupkan suasana.

Contoh: Gantungkan cita-citamu setinggi langit artinya agar kita tidak pesimis dan berusaha untuk mencapai cita-cita itu.

Komentar:

Kita lihat dari beragam contoh di atas terdapat permainan kata-kata sebagai diksi untuk mengungkapkan maksud yang ingin disampaikan. Kata-kata yang dipilih cenderung berbentuk pengibaratan. Pengibaratan adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu dengan menggunakan kata lain atau kalimat lain untuk menggambarkan hal yang dimaksud. Tetapi antara kata-kata yang diutarakan tidak memiliki hubungan wajib dengan maksud yang dituju. Hal ini hanya merupakan kesepakatan umum sebagai suatu konvensi yang hidup di dalam masyarakat pemakainya. Jadi, hal ini hampir sama dengan ciri bahasa yang bersifat arbitrer.

Kita ambil salah satu contoh dari bidal yaitu ungkapan yang berbunyi “tebal muka”.

(18)

berulang-ulang. Ia tidak merasa malu walaupun ia melakukan kesalahan atau tindak memalukan lebih dari satu kali. Ia masih berani menampakkan muka atau wajahnya di depan umum makanya disebut bermuka tebal.

Selain jenis di atas sebenarnya masih ada jenis lain dari puisi lama tetapi masih kurang popular penggunaanya di kalangan masyarakat kita. Jenis tersebut antara lain masnawi, ruba’i, khit’ah, nazam, dan gazal. Bentuknya sudah hampir mirip dengan puisi modern. Oleh karena itu, penulis tidak membahasnya dalam makalah ini.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sastra adalah karya yang bersifat indah dan memiliki nilai ajaran yang baik. Nilai ajaran yang baik ini berupa pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya yang dapat kita jadikan sebagai panutan sebagai fatwa alama (nasihat baik dari pengarangnya). Karya sastra klasik atau disebut juga sastra “melayu lama” pertama kali dihasilkan sebelum abad 20, atau sekitar 1870-an tepatnya. Pada era ini karya sastra yang dihasilkan kebanyakan masih berupa syair, hikayat, dan novel yang berupa terjemahan dari Barat.

Sastra klasik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Bahasa pada karya sastra klasik menggunakan bahasa Melayu, bahasa Arab, dan Bahasa daerah.

b) Tema yang digunakan cenderung kaku, bersifat istanasentris, dan mistis.

c) Latar belakang penciptaan terpengaruh pada kesastraan Hindu, Islam, dan budaya tradisional.

d) Bersifat anonim (nama pengarang tidak diketahui).

e) Berkembang secara statis dan disampaikan secara lisan turun temurun

Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan tertentu. Puisi yang lahir sebelum masa penjajahan Belanda. Sifat masyarakat lama yang statis dan objektif, melahirkan bentuk puisi yang statis pula, yaitu sangat terikat pada aturan tertentu.

(19)

3.2 Saran

Kita sebagai mahasiswa khususnya yang duduk di jurusan Bahasa Indonesia harus memiliki pengetahuan yang baik tentang bahasa yang dalam hal ini mengenaisastra klasik seperti puisi lama. Hal itu tentu saja akan terwujud apabila kita rajin membaca dan menulis. Dengan membaca dan menulis wawasan kita akan berkembang dan akan semakin matang.

Sebagai guru kita harus memiliki pemahaman yang baik mengenai materi yang akan kita ajarkan agar kita bisa menyampaikannya dengan baik. Siswa yang pandai akan tercipta dari pendidikan seorang guru yang pandai pula serta kritis.

DAFTAR PUSTAKA

Agni. 2008. Sastra Indonesia Lengkap. Jakarta : Hi-Fest Publishing.

Ali, Muhammad. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Imani Balai Pustaka. 2008. Pantun Melayu. Jakarta: Balai Pustaka

Jassin, H.B. 1982. Angkatan 66 Prosa dan Puisi. Jakarta: Gunung Agung

Junaedi, Uned. 2010. Materi Penting Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Ciamis: Mekar Mandiri

Nursito. 2000. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa. Pradopo, R.D. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Purwadi. 2009. Sejarah Sastra Jawa Klasik. Yogyakarta: Panji Pustaka.

Suroso, dkk. 2008. Kritik Sasta: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Almatera Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Website:

http://www.abdularief78.blogspot.com/search/label/pendidikan diakses 10:16 28/10/2013 http://www.okrek.com diakses 10:23 28/10/2013

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Pantun adalah puisi lama yang terikat oleh syarat, yaitu: Setiap bait terdiri atas empat baris, setiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata, bunyi akhirnya adalah a-b-a-b,

( Secara garis besar ciri-ciri yang menonjol dari karya sastra Angkatan 20 – 30-an yakni banyak dijumpai surat-surat panjang, pantun, dan puisi panjang, banyak terdapat dialog

satu bait pantun terdiri dari empat baris, syair terdiri dari delapan baris D.. manusia membutuhkan air

Puisi baru adalah puisi bentuknya lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan

karya sastra mempunyai ciri khas tersendiri terutama ciri dari karya sastra yang berbentuk puisi. Khas dari puisi jika dibandingkan dengan sastra lain puisi merupakan karya

Selain itu bentuk Syair Bur- dah Melayu unik karena menggabungkan bentuk puisi sastra arab yang memiliki dua penggalan, pantun Melayu terdiri dari empat baris

Tentunya suasana tersebut, para sastrawan mulai memikirkan ciri khas sastra pada angkatan 50-an dan masalah kebudayaan yang sedang dialami Indonesia untuk membedakannya dari

Jenis-Jenis Puisi Lama  Mantra ialah suatu ucapan-ucapan yang masih dianggap mempunyai suatu kekuatan gaib  Pantun ialah salah satu puisi lama yang memiliki ciri yang bersajak