• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Rusia dengan Dunia Islam pada Mas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Relasi Rusia dengan Dunia Islam pada Mas"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Relasi Rusia dengan Dunia Islam pada Masa Pemerintahan Vladimir Putin

Naldo Helmys

Rusia dan Islam memiliki akar kesejarahan yang panjang dan telah berinteraksi di sepanjang zaman dalam bentuk konflik atau kerjasama. Munculnya Putin pada Abad ke-21 sebagai Presiden Rusia, keran kerjasama Rusia-Dunia Islam itu perlahan kembali dibuka. Dengan menggali relasi tersebut dengan menempatkan Rusia dan Dunia Islam sebagai agen-agen yang bertindak dalam struktur mikro sosial konstruktivis, maka penting untuk menjelaskan bahwa bermitra dengan Dunia Islam merupakan pilihan yang tepat bagi Rusia.

Keyword: Rusia, Dunia Islam, Vladimir Putin, Konstruktivis, Struktur Mikro

Pendahuluan

Rusia sebagai sebuah bangsa memiliki identitas yang terbangun dari kesejarahan yang

panjang. Bangsa ini telah lama eksis sebagai salah satu suku Bangsa Slavia yang kemudian mengorganisir diri mereka secara politik ke dalam sebuah monarki yang dipimpin oleh seorang ‘tsar’. Monarki yang eksis ratusan tahun di Rusia ini berinteraksi baik yang bersifat konfliktual

maupun koperatif dengan berbagai peradaban dalam lintas zamannya. Peradaban Islam merupakan salah satu dari beberapa peradaban yang berinteraksi dan turut serta berkontribusi

dalam membentuk identitas Rusia. Interaksi paling awal yang berhasil direkam antara Rusia dengan Islam adalah sepuluh tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad, ketika Suraqa bin Amr memimpin sebuah pasukan Arab yang berhasil mencapai Derbent, bagian selatan Dagestan.

(2)

penduduknya yang menjadi Muslim.1 Dengan cepat kawasan Dagestan, yang dikenal juga sebagai bagian dari Kaukasus telah menjadi salah satu tempat dimana Islam berkembang.

Kawasan lain di Rusia yang juga tidak bisa dilepaskan dari Islam selain Kaukasus adalah kawasan Kazan. Kontak pertama antara Rusia dengan Islam di daerah Kazan adalah pada masa pemerintahan Tsar Vladimir (980-1015) yang sering berperang dengan Bangsa Kazan yang

Muslim.2

Selama berabad-abad, meskipun tetap didominasi oleh Bangsa Slavia yang menganut

Kristen Ortodoks, tetapi masyarakat Muslim tetap menjadi bagian dari Rusia. Namun, pada tahun 1917 ketika terjadi Revolusi Bolshevick di saat-saat Perang Dunia I dimana Turki Ottoman sebagai representasi politik Islam terkuat pada masa itu mengalami kekalahan, maka seiring

dengan itu pula, masyarakat Muslim di Rusia juga tidak bernasib baik. Ketsaran Rusia berubah menjadi sebuah negara sosialis-komunis yang tidak bersikap pro terhadap identitas keagamaan

sehingga sejumlah simbol agama seperti masjid dialihfungsikan menjadi barak-barak militer. Identitas keagamaan kembali muncul dalam ranah sosial politik Rusia seiring dengan berakhirnya era Uni Soviet. Akhir-akhir ini, sejak pemerintahan Vladimir Putin, wacana yang

coba menjadikan Islam sebagai bagian dari identitas masyarakat Rusia kembali dimunculkan, bahkan oleh Putin sendiri yang memberikan pandangan positif terhadap ini. Putin menyatakan

bahwa masyarakat Rusia banyak mempraktekan ajaran Islam yang didasarkan pada nilai-nilai kebaikan, kasih sayang, dan keadilan.3 Sangat beralasan kiranya Putin mengatakan hal tersebut mengingat sekitar 10-15 persen dari penduduk Rusia adalah Muslim. Tidak hanya itu, kebijakan

luar negeri yang diambil oleh Putin terhadap perpolitikan Dunia Islam juga lebih bersifat proaktif 1 Robert Bruce & Enver Kisriev.2010.Dagestan: Russian Hegemony and Islamic Resistance in the North Caucasus.New York & London: M.E. Sharpe. Hal 5-6

2 DJ.Q. Nasution,Sejarah Romawi Timur,tanpa tahun, direproduksi oleh Tim Repro Jurusan Sejarah UNP 2011,Kompilasi Buku Modul Sejarah Eropa.Hal 161-168

3 Sebagaimana diberitakan oleh RT dalam situsnya, http://rt.com/politics/islam-inseparable-russias-society-915/

(3)

dibandingkan negara adidaya yang selama ini menjadi rival Rusia, Amerika Serikat. Rusia lebih bersikap moderat terhadap Hamas yang menjadi simbol perjuangan Palestina melawan Israel

ketika Amerika Serikat mengkategorikannya sebagai teroris. Belum lagi sikap Rusia yang mencoba mempertahankan Saddam Hussein ketika Amerika Serikat mengintervensi, mencoba bersikap moderat terhadap program nuklir Iran, dan terakhir membela posisi Bashar al-Assad di

Suriah.4 Dalam hubungannya dengan aktor non-negara, Rusia juga telah menjalin aliansi kebudayaan dengan Dunia Islam dengan menggandeng tokoh-tokoh Islam dunia guna

berkontribusi dalam menyelesaikan persoalan dunia sejak tahun 20065 dan di dalam negeri sendiri Rusia telah mengembangkan pusat keuangan syariah.6

Melihat begitu seringnya Putin menyibukan dirinya dengan Dunia Islam baik itu di dalam

maupun luar negeri maka yang tampak di sini adalah, Rusia sedang mencoba membangun relasi yang lebih serius lagi dengan Dunia Islam. Dengan mempertanyakan kenapa relasi dengan Dunia

Islam ini menjadi penting dan apa konsekuensinya terhadap eksistensi kedua belah pihak sebagai agen-agen yang bertindak di level internasional, maka tulisan ini akan dilihat dari sudut pandang konstruktivis.

Melihat Rusia dan Dunia Islam Sebagai Agen-Agen yang Bertindak dalam Struktur Sosial

Terminologi Dunia Islam sebenarnya merupakan bentuk yang lebih kontemporer dari istilah ummah yang ada di dalam Islam itu sendiri. Sebagaimana yang digambarkan oleh Reinhard Schulze, terminologi ‘Dunia Islam’ merupakan istilah yang menyeluruh dimana

meliputi setiap negara, kawasan, dan masyarakat yang mana di dalamnya Muslim hidup bersama

4 Seperti yang dipetakan oleh Mike Bowker (2007). Russia, America, and the Islamic World. Ashgate : Hampshire, England. Hal.7-10

(4)

sebagai mayoritas, dan yang mana secara historis mereka terhubung dengan kemajuan peradaban Islam yang telah dimulai sejak Abad ke-7.7 Memberikan pemahaman ini penting di awal, karena seringkali peneliti terjebak dengan melihat Dunia Islam sebagai sesuatu yang terpisah-pisah. Esensi kesatuan Tuhan, menjadi identitas bersama dari Muslim dimanapun mereka berada, yang disebut dengan Ummah.

Ada dua poin yang dapat ditarik dari pengertian yang diberikan oleh Schulze. Pertama

apa yang disebut dengan Dunia Islam, haruslah sekelompok masyarakat apakah mereka

menempati sebuah negara atau kawasan, dimana mereka menjadi mayoritas. Untuk mengidentifikasi ini secara jelas tentu tidaklah sulit dimana kita dapat melihat kepada negara-negara yang mengakui diri mereka sebagai negara-negara Islam seperti Iran dan Afghanistan pada masa

pemerintahan Taliban, ataupun negara berpenduduk mayoritas Muslim seperti Indonesia dan Suriah.

Kedua, Dunia Islam tidak hanya secara geografis dimana Muslim menjadi mayoritas ataupun menjalankan kekuasaan negara. Dunia Islam secara kesejarahan juga terkait dengan kemajuan Islam yang sudah dimulai sejak Abad ke-7. Proses yang panjang ini –setidaknya

sampai pada kejatuhan Turki Usmani pada tahun 1923 –telah membentangkan Dunia Islam menjadi begitu luas, termasuk pada tempat di mana Muslim sekarang menjadi minoritas. Dengan

kata lain, meskipun di wilayah yang sebelumnya dikenal dengan Eretz Israel, Muslim Arab yang kita sebut dengan Palestina adalah minoritas karena masih berada di bawah dominasi Yahudi Israel; Muslim Bosnia yang berada di bawah dominasi Bangsa Serbia; atau Muslim Kaukasus

yang berada di bawah dominasi Rusia; akan tetapi mereka tetap dikategorikan sebagai Dunia Islam karena secara historis mereka adalah bagian dari ummah. Rusia, khususnya semasa

diperintah oleh Vladimir Putin, berinteraksi dengan Dunia Islam dalam kedua pengertian di atas.

(5)

Kajian mengenai Rusia dengan Dunia Islam sebetulnya cukup menyeret perhatian dari kalangan para akademisi, khususnya mereka melihat relasi Rusia-Dunia Islam sejak

pemerintahan Putin. Salah satu yang menarik dan cukup lengkap datang dari tulisan Mike Bowker dalam Russia, America and the Islamic World yang melakukan studi komparasi sikap Rusia dengan Amerika Serikat terhadap Dunia Islam yang pada kesimpulannya, melihat Rusia

lebih bersikap proaktif terhadap Dunia Islam dibanding rivalnya tersebut. Bowker juga menyatakan bahwa di Rusia tidak terjadi apa yang dibesar-besarkan oleh Barat sebagai clash of

civilization.8 Namun Bowker kurang menganalisa bagaimana sikap Rusia terhadap Dunia Islam yang berada di lingkungan domestiknya sendiri.

Kajian yang dilakukan oleh Roland Dannreuther yang dipublikasikan oleh sebuah pusat

studi di London, Chatham House, juga membahas mengenai hubungan antara Rusia dengan Timur Tengah dan Politik Islam. Namun, kajian ini hanya sebatas menjelaskan arti penting Timur

Tengah dan Dunia Islam dari segi geopolitik bagi Rusia, dan belum mengeksplorasi bagaimana proses sosial dari kedua belah pihak ini dan implikasinya bagi eksistensi keduanya.9 Maka untuk membongkar relasi Rusia dan Dunia Islam dengan memandang keduanya sebagai agen-agen

sosial sehingga dapat dilihat bagaimana proses relasi itu berjalan, dan apa konsekuensi dari relasi tersebut bagi keduanya, kembali ditelusuri dari teori sosial politik internasional yang

diformulasikan oleh Alexander Wendt sebagai salah satu pakar konstruktivis.

Alexander Wendt menggambarkan konstruktivis sebagai sebuah teori struktural sistem internasional dengan asumsi: 1) negara adalah unit yang paling prinsipil dalam menganalisa

politik internasional; 2) struktur utama dalam sistem negara adalah intersubjektif ketimbang material; dan 3) identitas negara dan kepentingan negara adalah hal yang penting yang

8 Mike Bowker,2007,Russia, America and the Islamic World.Hampshire: Ashgate

(6)

dikonstruksi oleh struktur sosial, bukan ada begitu saja dari luar sistem yang berasal dari politik domestik dan sifat alamiah manusia.10 Lebih lanjut, Wendt menegaskan terdapat tiga elemen dalam struktur sistem sosial yaitu kondisi material, kepentingan, dan ide. Tanpa ide, tidak ada yang namanya kepentingan, tanpa kepentingan tidak akan ada kondisi material, dan tanpa kondisi material tidak ada yang namanya realitas.11 Realitas hubungan Rusia dengan Dunia Islam, tidak lepas dari kondisi material pada saat hubungan itu berlangsung. Di balik kondisi material tidak dapat dipungkiri bahwa Rusia memiliki kepentingan nasional seperti mengejar

stabilitas kawasan di Kaukasus. Namun, konstruktivis melihat bagaimana berlangsungnya proses yang melibatkan kumpulan ide-ide tersebut. Sementara itu ide-ide atau gagasan yang di dalamnya tersimpan makna, hanya bisa terungkap apabila yang memiliki ide atau gagasan dilihat

sebagai subjek yang memiliki identitas yang bertindak di dalam suatu struktur sosial.

Rusia sebagai subjek memiliki identitas tersendiri dalam struktur sosial. Sebagaimana

identitas yang muncul pada negara-negara pemenang Perang Dunia II, Rusia melihat dirinya sendiri sebagai negara besar pada masa Perang Dingin. Tampil sebagai rival Amerika Serikat dalam menghadang liberalisme-kapitalisme dan mempromosikan sosialisme-komunisme kepada

sejumlah negara menjadi perhatian utama yang coba dibangun oleh Rusia di masa lampau. Rusia pun dalam beberapa hal dinilai sukses tampil sebagai agen sosial yang bertindak sebagai

pembela negara-negara progresif seperti Kuba dan Indonesia pada kurun waktu 1960an. Namun, kondisinya sekarang adalah runtuhnya Uni Soviet, dan terlepasnya sejumlah wilayah menjadi negara merdeka, serta tertinggal jauh dari segi perekonomian dari Amerika Serikat, telah

mengubah identitas Rusia sebagai sebuah bangsa di dalam hubungan sosial di level internasional.

10 Maja Zehfuss (2004). Constructivism in International Relations: The Politics of Realitiy. Cambridge: Cambridge University Press. Hal.39

(7)

Negara yang tadinya adidaya, kini tengah berada pada kondisi dimana mereka harus merangkul mitra yang tepat untuk kembali mencapai hegemon.

Sementara itu Dunia Islam juga berada pada posisi yang tidak menguntungkan pasca Perang Dunia II. Identitas yang terfragmentasi menjadi nasionalisme yang eksklusif, ternyata membawa Dunia Islam dalam hubungan politik dan sosial di level internasional menjadi

kelompok kelas dua, padahal sebelum era kolonial mereka adalah kekuatan hegemon di dunia internasional. Kendati demikian, keinginan Dunia Islam untuk kembali merebut posisi hegemon

masih ada, sehingga untuk kembali muncul sebagai kekuatan yang mendominasi, membutuhkan proses yang panjang dan mitra yang tepat, yang pilihannya sepertinya jatuh kepada Rusia.

Ketika telah jelas menempatkan Rusia dan Dunia Islam sebagai agen-agen sosial yang

satu sama lain saling berinteraksi sehingga proses hubungan keduanya dianggap sebagai sebuah konstruksi, maka yang penting selanjutnya adalah pada struktur apa mereka harus bertindak.

Alexander Wendt menggambarkan terdapat dua bentuk struktur sosial yaitu struktur mikro dan

stuktur makro. Letak beda keduanya bukan pada istilah luasnya suatu struktur. Struktur mikro merupakan struktur yang didasarkan pada cara pandang unit aktor. Dengan kata lain, struktur

tempat Rusia dan Dunia Islam berinteraksi, dilihat dari pandangan masing-masing agen. Sederhananya melihat dunia dari cara pandang Rusia atau Dunia Islam. Sedangkan struktur

makro yaitu melihat struktur dari sistem itu sendiri. Dengan kata lain, menganalisis relasi Rusia dan Dunia Islam dari cara pandang sistem yang menaungi keduanya.12 Guna memberikan limitasi dari skop kajian mengenai relasi Rusia dengan Dunia Islam, maka analisis yang dilihat hanya

dari struktur mikro dengan mengkhususkan pada bagaimana Rusia melihat pentingnya bermitra dengan Dunia Islam serta bagaimana proses relasi tersebut dikonstruksi.

(8)

Proses yang Berlangsung dalam Pembentukan Relasi Rusia-Dunia Islam semasa

Pemerintahan Vladimir Putin

Ketika Rusia dan Dunia Islam telah ditempatkan sebagai agen sosial pada struktur yang tepat, maka selanjutnya yang perlu dibongkar adalah bagaimana proses tersebut berlangsung sehingga Rusia merasa perlu bermitra dengan Dunia Islam. Untuk melihat hal ini, tidak bisa

lepas dari sejarah panjang Rusia dengan Dunia Islam yang telah dimulai sejak Abad ke-7. Setelah Islam dan Rusia sama-sama berkembang, maka keduanya menjadi saling berebut

pengaruh atas wilayah Asia Tengah, Kaukasus, dan Laut Hitam sehingga tidak jarang Turki Ottoman berperang melawan Rusia.13 Di masa moderen pun Rusia beberapa kali terlibat konflik dengan Dunia Islam seperti menduduki wilayah Asia Tengah, Kaukasus, dan mencoba

menguasai Afghanistan. Namun, apa yang ditunjukan oleh Rusia pada masa pemerintahan Vladimir Putin, berbeda dari sejarah masa lalu Rusia yang sering memosisikan diri sebagai

musuh politik Islam. Namun, itu semua cukup beralasan karena dulunya Dunia Islam memang menjadi kekuatan hegemon dan sekarang baik Islam maupun Rusia sama-sama berada di bawah dominasi Barat, sehingga alternatif yang dilihat Putin adalah, Rusia harus merengkul Islam

sebagai mitra. Namun, proses ini tidak mudah, karena awalnya Putin harus bersikap tegas terhadap Chechnya yang merupakan bagian dari Dunia Islam.

Vladimir Putin sudah bertindak sebagai presiden pada akhir tahun 1999 ketika Presiden Boris Yeltsin mendadak mengundurkan diri dari jabatannya. Sebelumnya Putin adalah Perdana Menteri Rusia. Permasalahan awal yang dihadapi oleh Putin ketika menjabat sebagai presiden

adalah gerkan kelompok militan di Chechnya. Pejuang-pejuang Muslim dari Kaukasus Utara ini telah menjadi permasalahan di Rusia sejak menjelang keruntuhan Uni Soviet. Berbeda dengan

(9)

Boris Yeltsin yang memandang Chechnya hanya sebagai kelompok separatis atau teroris lokal, Putin melihat militan di Chechnya adalah bagian dari terorisme global. Namun sebetulnya hal ini

hanya alasan Putin untuk mengambil langkah aman agar tuntutan orang-orang Chechnya untuk merdeka tidak sampai mempengaruhi etnis lain di Rusia untuk melakukan aksi separatisme serupa sehingga Rusia mengajak dunia global untuk bersama-sama memerangi terorisme.14 Dalam konferensi G8 di Okinawa pada Juli 2000, Putin menyatakan bahwa dunia harus bersungguh-sungguh melawan ‘bulan sabit terorisme Islam’ yang merentang dari Filipina

melalui Afghanistan, Chechnya dan Kosovo. Konsep Keamanan dan Doktrin Militer Rusia yang dipublikasikan pada tahun 2000, memperlihatkan bahwa Putin lebih menekankan permasalahan terorisme internasional dibandingkan pendahulunya (Bowker 2007:91).15 Ketika Amerika Serikat melempar isu memerangi terorisme global pasca kejadian 9/11, Rusia mengulurkan tangan, bersikap yang sama. Dalam hal ini, keinginan Rusia untuk mengkonsolidasi permasalahan

Chechnya belum tampak, justru terjebak dengan konstruksi yang dibangun oleh Amerika Serikat, dan tentu saja di sini belum muncul keinginan untuk bermitra dengan Dunia Islam.

Sikap-sikap yang dibangun oleh Putin telah memberikan identitas bahwa di satu sisi,

Rusia adalah negara yang memiliki peran dalam melindungi dunia dari ancaman terorisme, namun di sisi lain, Putin telah menghadirkan Dunia Islam sebagai ancaman. Meski tidak separah

Amerika Serikat dalam mengalami islamophobia, tetapi Putin juga tidak kalah berdarah ketika memberantas terorisme di Chechnya. Sikap Putin yang gagal mengupayakan rekonsiliasi terhadap Muslim Chechnya, bahkan secara tidak adil melebeli gerakan yang menginginkan

kemerdekaan ini sebagai teroris, membuat gerakan di Chechnya semakin brutal. Salah satu bentuk aksi teror yang dilakukan oleh militan Chechnya ini adalah serangan dan pembantaian

(10)

terhadap sekolah di Beslan yang dipimpin oleh Shamil Basayev. Identitas yang dibangun oleh Putin terhadap Chechnya adalah bahwa mereka adalah teroris yang harus ditumpas, bahkan saat

ini pandangan Putin terhadap Chechnya tidak berubah.16 Konstruksi yang diciptakan oleh Putin, pada dasarnya mempertahankan status quo bagi Dunia Islam, khususnya dalam pandangan gerakan-gerakan Islam yang lebih global seperti Hizbut Tahrir bahwa Muslim Chechnya harus

dibebaskan dari penjajahan Rusia.

Tahun 2003, Amerika Serikat melempar isu bahwa perlu dilakukan intervensi militer ke

Irak dengan alasan: 1) Irak dipimpin oleh Saddam Hussein yang diktator, perlu untuk mengubah Irak menjadi lebih demokratis; 2) Saddam Hussein dituduh menggunakan senjata biologis terhadap minoritas Kurdi di Irak. Namun, di sisi lain, Saddam Hussein menghadirkan dirinya

sebagai figur heroik yang berani menentang Barat dalam Dunia Islam. Rusia memandang rezim Saddam Hussein harus dipertahankan dengan berupaya menghentikan perang. Rusia dengan Irak

memang memiliki hubungan ekonomi yang kompleks. Akan tetapi, sikap Rusia yang dipimpin oleh Putin mencoba mencegah jatuhnya rezim Saddam Hussein adalah berangkat dari gagasan dan idea bahwa Putin memiliki rasa takut bahwa investasi Rusia, hutang yang belum

terbayarkan, dan kontrak di masa depan, semuanya akan hilang begitu saja andaikata Saddam tumbang. Moskow juga memiliki rasa takut bahwa invasi ke Irak akan membangkitkan militansi

Islam.17 Kondisi ini memberikan gambaran bahwa Rusia masih berada dalam proses untuk menarik simpati Dunia Islam, dan meskipun dukungan Rusia terhadap rezim Saddam Hussein kurang jelas tetapi hal ini tidak dipandang buruk oleh Dunia Islam karena Saddam sendiri pada

saat-saat intervensi kurang populer bagi Dunia Islam.

16 Suara Karya http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=116753 diakses pada 20 September 2013 pada 09.01 WIB, dan Okezone http://international.okezone.com/read/2013/04/26/414/798187/putin-bom-boston-buktikan-separatis-chechnya-teroris diakses pada 20 September 2013 pada pukul 09.03 WIB

(11)

Pada tahun 2006, naiknya Mahmoud Ahmadinejad sebagai Presiden Republik Islam Iran memunculkan kekhawatiran dunia bahwa Iran akan mengembangkan senjata nuklir. Amerika

Serikat melihat pengayaan nuklir Iran sebagai mimpi buruk. Rusia memiliki cara pandang tersendiri mengenai nuklir Iran. Putin tetap berkomitmen untuk tidak melakukan pengayaan nuklir, tetapi sikap Moskow terhadap Tehran, berbeda dengan Washington.18 Putin mengkritik ‘metode tangan besi’ yang sering ditonjolkan oleh A.S dengan memberikan penilaian bahwa metode itu hanya akan mampu memberikan sedikit pencapaian dan bahkan konsekuensinya

dapat menjadi lebih menakutkan daripada ancaman awal.19

Menganalisa sikap negara tertentu, termasuk Rusia, terhadap Dunia Islam, kurang lengkap memang, jika tidak melihat sikap mereka terhadap konflik berkepanjangan antara Israel

dan Palestina. Konflik ini menjadi pusat perhatian Dunia Islam sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua. Konflik ini juga yang paling ampuh untuk menggalang rasa solidaritas Dunia Islam,

membuatnya menjadi lebih emosional. Ide dan gagasan yang ada pada Rusia mengenai konflik ini, berbeda dengan yang dipahami Amerika Serikat dan Israel. Kedua pihak tersebut jelas menjadi yang paling bersemangat melawan eksistensi Palestina, terutama keberadaan Hamas.

Rusia, memiliki cara pandang yang berbeda, ketika pada tahun 2006 menyambut Hamas dan berdialog agar Hamas mau bersatu dengan Fatah, meninggalkan aksi kekerasan dan mengakui

Israel.20 Baik Rusia maupun Amerika sama-sama mengakui keberadaan Israel sejak negara ini pertama kali diproklamirkan. Akan tetapi pendekatan kedua negara jelas berbeda. Rusia di satu sisi tetap mengakui Israel, tetapi tidak memperlakukan Hamas sebagai musuh.21

18 Mark N. Katz,2006,Putin, Ahmadinejad and the Iranian Nuclear Crisis.Journal Compilation, Middle East Policy Council

19 Mike Bowker,op.cit.Hal.121

20 Mark A.Smith,2006,The Russia-Hamas Dialogue, and the Israeli Parliamentary Elections.Conflic Studies Research Centre, Middle East Series

(12)

Manuver terkini dari Rusia pada politik internasional dalam hubungannya dengan Dunia Islam adalah bagaimana Rusia memosisikan dirinya dalam konflik Suriah. Rusia

mempertahankan pemerintahan Bashar Al Assad sementara A.S menginginkan sebaliknya. Bentuk tindakan Rusia yang melindungi Suriah dari intervensi militer A.S tampak seolah sama secara ide, meski secara praksis tampak berbeda, ketika mereka dulu mempertahankan Saddam

Hussein. Perbedaan secara praksisnya adalah, jika dulu Rusia tidak populer ketika mendukung Saddam karena konstruksi ide dalam Masyarakat Internasional pada masa itu menerima dan

membenarkan tindakan Amerika, meski ditentang oleh Dunia Islam; maka dalam kasus Suriah, konstruksi ide yang berhasil dimainkan Rusia bahwa tindakan mereka menghalangi intervensi dipandang sebagai langkah bijak oleh Dunia Internasional, tetapi Dunia Islam berbeda sikap

menanggapinya dengan hadirnya Turki yang menginginkan kekuasaan Bashar Al Assad berakhir. Proses relasi yang berlangsung antara Rusia dengan Dunia Islam tidak muncul hanya

dengan aktor-aktor negara semata atau yang berhubungan dengan konflik politik semata. Rusia juga membangun relasi dengan Dunia Islam dalam bentuk adanya aliansi kebudayaan yang pertama kali diselenggarakan pada 27-28 Maret 2006 dengan menggandeng sejumlah individu

populer sebagai tokoh Islam dari beberapa negara, termasuk Din Syamsuddin sebagai Ketua Muhammadiyah dari Indonesia. Aliansi kebudayaan ini merupakan kesempatan Rusia untuk

menjalin hubungan yang baik dengan Dunia Islam secara internasional dan domestik karena sentral dari terselenggaranya aliansi kebudayaan ini adalah Tatarstan, salah satu negara bagian Rusia yang dihuni oleh Bangsa Kazan yang memiliki sejarah keislaman yang panjang. Proses

yang berjalan lancar ini pada akhirnya membawa hubungan Kazan dengan Rusia lebih harmonis yang tampak dari didirikannya pusat keuangan syariah yang dikelola oleh Badan Pengembangan

(13)

Pentingya Berhubungan dengan Dunia Islam bagi Rusia

Sebagaimana yang dipaparkan juga pada bagian awal, bahwa cukup banyak Muslim di Rusia, maka penting bagi Rusia untuk membangun hubungan yang baik dengan Dunia Islam. Bahkan studi yang dilakukan oleh Mark A. Smith menunjukan bahwa gejala yang muncul sejak

tahun 2006 adalah pertumbuhan penduduk Muslim lebih tinggi di Rusia dibandingkan dengan pertumbuhan Bangsa Slavia sendiri, dan pengaruh Muslim dalam masyarakat, politik, dan

kebijakan luar negeri Rusia akan tampak jelas di kemudian hari meskipun pada saat penelitian berlangsung (2006) Muslim belum memainkan lobi politik yang berarti di Rusia.22 Tahun 2013 lobi-lobi Muslim terutama dari Tatarstan jelas mulai mempengaruhi kebijakan luar negeri Rusia

meskipun sebatas di bidang ekonomi.

Apabila proses ini tetap terjaga dengan baik antara Dunia Islam dengan Rusia, maka

karena analisanya adalah dari struktur mikro, maka penting untuk mengemukakan beberapa kemungkinan keuntungan yang diperoleh oleh Rusia sehingga dirinya mau bermitra dengan Dunia Islam, yaitu:

1) Bermitra dengan Dunia Islam bisa meningkatkan kepercayaan Dunia Islam secara umum terhadap Rusia. Artinya akses Rusia akan lebih mudah dibandingkan rivalnya, Amerika

Serikat. Ketika kepercayaan antar agen ini meningkat, maka relasi kerjasama akan semakin banyak. Jika sekarang Rusia hanya terlibat dalam urusan politik, ketika ada konflik yang melanda Dunia Islam, maka ke depannya keduanya bisa membangun relasi

ekonomi yang bisa menjadi modal bagi Rusia untuk menjadi kekuatan hegemon.

2) Pentingnya bermitra dengan Dunia Islam juga akan memberikan kestabilan politik dan

sosial dalam ranah domestik Rusia sendiri. Setidaknya tidak lagi semua Muslim yang

(14)

harus dikhawatirkan oleh Rusia, melainkan hanya sebatas kelompok garis keras. Hal ini juga berdampak baik terhadap pembentukan identitas Dunia Islam sekarang ini yang

apabila mereka berkontribusi dalam membangun Rusia yang lebih beradab ke depannya, maka kepercayaan diri Dunia Islam akan meningkat karena ada sifat yang dari dulu mereka miliki, yaitu rasa bangga ketika berkontribusi dalam sebuah kemajuan peradaban. 3) Apabila relasi yang baik dengan Dunia Islam ini juga secara efektif bisa diterapkan dalam kontur sosial domestik, maka Rusia bisa menjadi penghubung antara Timur dan Barat

sehingga jurang pemisah di antara keduanya menjadi kabur. Jika ini terjadi, tentunya Rusia sendiri akan lebih kaya secara budaya, dan dengan memahami Timur sebaik

memahami Barat maka diharapkan benturan peradaban sebagaimana yang sering dibesar-besarkan oleh Barat tidak terlalu tampak lagi. Bangsa Rusia yang dari dulunya dikenal sebagai masyarakat yang relijius dengan Kristen Ortodoks mereka, akan menghasilkan

(15)

Daftar Pustaka

 Ash-Shalabi, Ali Muhammad.Bangkit dan Runtuhna Khilafah Utsmaniyah.Jakarta: Pustaka Al Kautsar.2011

 Bowker, Mike.Russia, America, and the Islamic World.Hampshire: Ashgate.2007

 Bruce, Robert & Enver Kisriev.Dagestan: Russian Hegemony and Islamic Resistance in

the North Caucasus.New York & London: M.E. Sharpe.2010

 Calzini, Pablo.Vladimir Putin and the Chechen War.Instituto Affari Internazionali.2005

 Dannreuther, Roland.Russia, the Middle East and Political Islam: Internal and External

Challenges.London: Chatham House.2009

 Katz, Mark N.Putin, Ahmadinejad and the Iranian Nuclear Crisis.Journal Compilation,

Middle East Policy Council

 Nasution, DJ. Q.Sejarah Romawi Timur.Direproduksi oleh Tim Repro Jurusan Sejarah

UNP 2011,Kompilasi Buku Modul Sejarah Eropa

 Schulze, Reinhard.A Modern History of the Islamic World.London & New York: I.B. Tauris Publisher.2002

 Smith, Mark A.The Russia-Hamas Dialogue, and the Israeli Parliamentari Elections.Conflict Studies Research Centre,Middle East Series,2006

 ---.Islam in the Russian Federation,Conflict Studies Research Centre, Russian Series.2006

 Wendt, Alexander.Social Theory of International Politics.Cambridge: Cambridge

University Press.1999

 Zehfuss, Maja.Constructivism in International Relations: The Politics of

Reality.Cambridge: Cambridge University Press.2004

 Kompas, 31 Agustus 2006

 Republika, 18 September 2013

 http://rt.com/politics/islam-inseparable-russias-society-915/ diakses pada 30 September

2013 pada pukul 10:47 WIB

http://international.okezone.com/read/2013/04/26/414/798187/putin-bom-boston-buktikan-separatis-chechnya-teroris diakses pada 20 September 2013 pada pukul 09.03

(16)

 http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=116753 diakses pada 20 September

Referensi

Dokumen terkait

pada tahun 2017 berarti peningkatan aktiva ini tidak diiringi dengan perputaran aktiva secara keseluruhan sehingga tidak memberikan perubahan terhadap peningkatan

pembelajaran konstruktivisme adalah dalam proses belajar mengajar guru tidak ikut serta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna, peserta

Pada tahun 2009 kondisi perekonomian dunia dan khususnya Indonesia mulai menunjukkan perbaikan dengan menurunnya laju inflasi ke 2,78 persen dan pada tahun 2010 kembali terjadi

Tabel 2 memperlihatkan bahwa hasil analisis residu pestisida golongan organofosfat pada sampel daging, hati dan ginjal sapi yang berasal dari RPH Kota Pekanbaru menunjukkan bahwa

Kemandirian Masyarakat Bangka dalam Pengembangan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penggunaan konsentrasi yang sama dengan ekstrak buah kluwih bertujuan untuk melihat perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak buah kluwih dengan vitamin C sebagai kontrol positif,

(WP), dan Profile Matching. Semua metode tersebut hasil akhirnya berupa perangkingan dari proses perhitungan yang telah ditentukan. Metode optimasi yang digunakan untuk

Adapun persoalan-persoalan dalam penelitian ini adalah melihat bagaimana keberadaan kegiatan industri batu bata (lokasi industri, proses pembuatan batu bata dan