STUDI AWAL
MENGENAI DONGENG SEBAGAI METODE TERAPI UNTUK MENGURANGI DAMPAK PSIKOLOGIS (STRES PASCATRAUMA) BENCANA PADA ANAK-ANAK
PASCA GEMPA BUMI DI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Disusun Oleh: IRANI SORAYA 02/159466/PS/04620
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
STUDI AWAL
MENGENAI DONGENG SEBAGAI METODE TERAPI UNTUK MENGURANGI DAMPAK PSIKOLOGIS (STRES PASCATRAUMA) BENCANA PADA ANAK-ANAK
PASCA GEMPA BUMI DI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Guna Memenuhi Persyaratan Untuk memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi
IRANI SORAYA 02/159466/PS/04620
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan Diterima untuk Memenuhi
Sebagian dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Pada Tanggal :
Mengesahkan, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Noor Rochman Hadjam, SU NIK: 130787642
Panitia Penguji Tanda Tangan
1. DR.Sofia Retnowati, M.S
2. Prof. DR. Endang Ekowarni
Motto
Semoga kedua tangan ini menjadi alat terciptanya kedamaian
Semoga mulut ini hanya mengeluarkan
kata-kata yang menyenangkan,
Kata-kata yang bisa menjadi obat, kata-kata yang jujur
Semoga aku selalu merindukan keharuman sesuatu yang suci
Semoga wajah ini memancarkan cahaya welas asih
Semoga kedua mata ini selalu melihat karya
Sang Pencipta kemanapun memandang
Semoga kedua telinga ini hanya mendengarkan
gema Sang Pencipta
Semoga leher ini menunduk dengan rendah hati
hanya pada Yang Esa
Semoga Kedua kaki ini melangkah pada jalan yang suci
Karya ini
Kupersembahkan kepada
Bunda tercinta Hj.Liana Budi
Semoga Allah SWT Memberikan
karunia-Nya yang tak terbatas padamu Bunda...
“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu
yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku
dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku
dengan rahmat Mu ke dalam golongan hamba-
hamba Mu yang saleh”.
QTS.An Naml:19
Dan juga Teruntuk
Ayahanda dalam kenangan terindah ;
H.Usman Husein bin Tengku Muhammad Husein (alm)
”Ya Rabbi, Ampunilah di
a, kasihanilah dia dan sejahterakanlah dia,
maafkanlah kesalahannya, hormatilah kedatangannya dan luaskanlah tempat
diamnya. Ya Allah Ampunilah kami, dia, dan saudara-saudara kami yang telah
mendahului kami dengan iman, dan janganlah Engkau jadikan gelisah dalam
hati kami dan bagi orang-orang beriman, Wahai Tuhan kami, sesungguhnya
Engkaulah Maha penyantun lagi Maha penyayang.”..Allahuma Amien
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabil’alamin, pujian serta sujud syukur yang tak terhingga atas karunia Allah SWT, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, serta sahabat. Penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang terdalam kepada Dr. Sofia Retnowati, MS selaku pembimbing yang telah mencurahkan waktu, dorongan dan pengertiannya dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan dengan segala kerendahan hati dan hormat yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Bapak
Prof. Dr. H. M. Noor Rochman Hadjam, SU, beserta seluruh civitas akademika Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
2. Prof. DR. Endang Ekowarni dan Mustaq Firin, S.Psi, M.Si selaku dewan penguji dalam memberikan masukan serta arahan yang terbaik bagi tugas akhir penulis. Dosen-dosen di Fakultas Psikologi yang mempunyai dedikasi tinggi, tidak sekedar mengajar akan tetapi mendidik kami. Semoga kami dapat menjadi manusia yang banyak manfaatnya bagi masyarakat.
3. Dra.Sugihastuti, SU. dari FIB, UGM dan Prof. DR. Burhan Nurgiyantoro dari FISE UNY atas masukannya yang sangat berharga.
4. Keluarga penulis di Depok: Hj.Liana Budi, ibunda yang tak pernah berhenti mendoakan nanda. Ayahanda H.Usman Husein (alm), Kakak-kakak tercinta : drg.Elyta Sari, Arifin Nur, S.T, Heni Yusnita, S.Si, Wahyu Basuki, S.Kom, adik Nasya Tsuraya dan Sherafinna Inaya.
5. Keluarga Besar Tengku Muhammad Husein di Sigli: Nenek Sjahbandi, Nyak wa, Abua, abang dan kakak-kakak serta keluarga besar di Pidie.
6. Keluarga besar Bhe Khi Sjen di Depok.
8. Dra.Indiyah B. Musono, M.Si atas kepercayaannya kepada penulis untuk menggantikan matakuliah psikologi kognitif, Ibu Dra.Siti Aisyah, M.Ag dan Ibu Mustaqillah Munir atas kasih sayangnya yang tak tergantikan.
9. Umi Yuniarsih Mustofa, umiku yang mencurahkan waktu dan hatinya untuk pondok tercinta, darimu aku banyak belajar, umi.
10. Penduduk dan anak-anak pengungsian Aleu Penyaring, Kecamatan Meurebo, Aceh Barat. Sumber kenangan bahagia dan inspirasi penulis : Maisuri, Yulia, Adi, Idul, Zaenal, Syafril, Daniel, Nora, Zahro dan semua yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
11. Teman-teman SUPA (Solidaritas UGM Peduli Aceh): Heni, Ka’san, Aris, Agus, Samsi, Hardi dan Agung. I really proud to know u guys!.
12. Teman-teman MHSC Team: Sri Marpinjun (Ibu Pipin-Direktur LSPPA), DR.
Indria Laksmi Gamayanti, M.Si, Mas Azied, dan geng ’82 yang akan selalu punya tempat khusus dihati penulis Plg, P’Wahyu, dan Genia, I luv u all guys!.
13. Rahmat Hidayat, Ph.D terimakasih untuk kepercayaan dan e-mail yang selalu memberi penulis semangat untuk melangkah lebih tinggi.
14. Keluarga Besar SMKN I Meulaboh: Bu Sofyani, Faridah, Hamidah, Ely, Dewi dst, bala tasaba, nekmat tasjuko, disinan rahsia hudep ureung bahgia.
15. Sahabat yang selalu dihati: Bheti Yuliana Fitrianingsih, S.Ked, Sirath Rizhqi Purnawati, S.Sos, Nurrahmi Kartikawati, S.T.
16. Para adik-adik yang senantiasa menjaga semangatku: Esti Rosiana, Intan
Nawangsari Sutarto, Nanda Pratiwi, Diah Arminingsih, Rahmatin Ni’mah.
17. Teman-teman Psikologi 2002: Ririt, Ari, Hani, Iwan, Kiki, Ani, Zahro dan semua yang mengiringi penulis dengan canda.
18. Netty Irawati, S.Psi, Febriyana Maulida, S.Psi, Harwanti Noviandari,S.Psi sahabat tersayang penulis: terimakasih untuk dukungan yang tiada henti-henti. 19. Duma Rahmad Artanto, S.Psi terimakasih untuk teh hangat di musim dingin,
cerita indah disaat penat dan untuk waktu yang terluangkan demi mengurusi
20. Muhammad Ali Al Farissi, terimakasih untuk semangat yang tertularkan, dan untuk kepercayaan yang begitu besar.
21. Dwi Sapta Yuniardi, terimakasih atas traktiran kopinya, semoga suatu hari ada kesempatan lain untuk bertemu.
22. Shininchi Chiaki dan Megumi Noda (Nodame): terima kasih untuk mottonya yang selalu terpampang di hati.
23. Teman-teman di CBMH (Center for Bioethics and Medical Humanities) Mba Dewi, Mba Ristya, Mba Mely, Mba Oni, Mba Tuti.
24. Teman-teman penulis di program Public Speaking, Due Like PPKB UGM, maaf atas komunikasi yang sempat terputus.
25. Teman-teman OT FKUI 99’: Iin, Dewi, Pinta, Nayu, Mimi yang senantiasa memberikan dorongan kepada penulis.
26. Teman-teman les dan para pengajar: PPB (Pusat Pelatihan Bahasa UGM) TU.75, LIP (lembaga Indonesia-Prancis) Monsieur Laddy Lesmana, “Merci
beacoup monsieur, au revoir a Paris”, et pour Mlle.Merry, “merci beacoup madmoiselle, au revoir a Paris”, serta Arka Paramita terima kasih.
27. Teman-teman di Markaz Al Manar, bersemangatlah Fastabiqul Khairat.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……….. i
HALAMAN PENGESAHAN……… ii
HALAMAN MOTTO………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………. iv
KATA PENGANTAR………... v
DAFTAR ISI……….. viii
DAFTAR LAMPIRAN……….. xiii
DAFTAR TABEL………... xiv
DAFTAR GAMBAR……….. xv
PERNYATAAN………. xvi
INTISARI PENELITIAN……….. xvii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 8
C. Tujuan penelitian... 8
D. Manfaat Penelitian... 9
E. Keaslian Penelitian... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 11
A. Bencana... 11
1. Pengertian Bencana... 11
2. Penyebab Bencana... 13
3. Dampak Bencana... 14
B. Dampak Psikologis Bencana... 16
1. Bencana dan Dampaknya terhadap Keluarga dan Anak-anak... 17 C. Metode Dongeng... 22
1. Pengertian Dongeng... 23
3. Dongeng sebagai Identifikasi Anak... 27
4. Dongeng sebagai Metode Terapi... 29
D. Pertanyaan Penelitiaan... 30
BAB III. METODE PENELITIAN... 31
A. Jenis Penelitian... 31
B. Lokasi Penelitian... 32
C. Subjek Penelitian... 33
D. Definisi Operasional... 33
E. Prosedur Penelitian... 34
F. Metode Pengumpulan Data... 35
G. Alat Penelitian... 36
H. Analisis Data... 37
BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN... 38
A. Persiapan penelitian... 38
B. Pelaksanaan Penelitian... 39
1.Gambaran Umum Objek Penelitian... 41
a. Dusun B. Selayang Pandang... 41
1) Jumlah dan Mata pencarian Penduduk... 41
2) Sumber Daya Alam... 42
3) Kegiatan Sosial Keagamaan... 42
b. Dusun B. Pascagempa 27 Mei 2006... 42
1) Dampak Terhadap Mata Pencaharian... 43
2) Masalah-Masalah Penduduk Pasca bencana... 43
2. Gambaran Subjek Penelitian……….. 45
a. Subjek Pertama………. 46
b. Subjek Kedua………. 47
c. Subjek Ketiga………. 48
d. Subjek Keempat………. 49
e. Subjek Kelima………... 50
f. Subjek Keenam……….. 51
h. Subjek kedelapan……… 53
C. Hasil Penelitian………... 53
. 1. Gambaran Kasus 01………... 54
a. Mengenai Keluarga………... 54
b. Mengenai Bencana………. 55
c. Dampak psikologis bencana terhadap Keluarga……… 57
. d. Dampak Psikologis Bencana terhadap Anak………. 57
2. Gambaran Kasus 02………... 58
a. Mengenai Keluarga……… 58
b. Mengenai Bencana………. 58
c. Dampak psikologis bencana terhadap Keluarga……… 59
d. Dampak Psikologis Bencana terhadap Anak………. 60
3. Gambaran Kasus 03………... 60
a. Mengenai Keluarga……… 60
b. Mengenai Bencana………. 60
c. Dampak psikologis bencana terhadap Keluarga……… 61
d. Dampak Psikologis Bencana terhadap Anak………. 61
4. Gambaran Kasus 04………... 61
a. Mengenai Keluarga……… 62
b. Mengenai Bencana………. 62
c. Dampak psikologis bencana terhadap Keluarga……… 63
d. Dampak Psikologis Bencana terhadap Anak………. 63
5. Gambaran Kasus 05………... 64
a. Mengenai Keluarga……… 64
b. Mengenai Bencana………. 65
c. Dampak psikologis bencana terhadap Keluarga……… 65
d. Dampak Psikologis Bencana terhadap Anak………. 66
6. Gambaran Kasus 06………... 66
a. Mengenai Keluarga……… 67
b. Mengenai Bencana………. 67
d. Dampak Psikologis Bencana terhadap Anak………. 68
7. Gambaran Kasus 07……… 69
a. Mengenai Keluarga……… 69
b. Mengenai Bencana………. 69
c. Dampak psikologis bencana terhadap Keluarga……… 70
d.Dampak Bencana terhadap Lingkungan Sekolah Anak…….. 71
8. Gambaran Kasus 08……… 72
a. Mengenai Keluarga……… 72
b. Mengenai Bencana………. 72
c.Dampak Bencana terhadap Lingkungan Sekolah Anak…….. 72
2. Hasil Evaluasi Dongeng……….. 73
D. Pembahasan………. 75
1. Pengalaman Bencana dan Dampaknya Terhadap Keluarga….. 75
a.Pengalaman Bencana……….. 75
b. Dampak Bencana……….. 78
2. Dampak Psikologis Bencana terhadap Keluarga……… 83
a. Gangguan Konsentrasi……… 83
b. Masih teringat (kenangan Berulang)………. 84
c. Kecemasan……….. 85
d. Harapan yang muncul dari Bencana………. 86
3. Dampak Psikis dan Psikologis bencana Pada Anak dalam keluarga……….. 88 4.Pemanfaatan Dongeng untuk Mengurangi Dampak Psikologis pada Anak Pasca Bencana……….. 90 5. Temuan Lain………... 95
a. Arti penting keluarga………..……… 95
c. Pola Asuh... 96
d. Keberadaan Relawan…………... 97
e. Peran keluarga dalam Kondisi Pascabencana……….. 98
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 101
B. Saran Penelitian……….. 106
C. Hambatan Penelitian………... 107
DAFTAR PUSTAKA……… 109
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
L1 Daftar Istilah………... 114
L2 Artikel Terkait……….. 115
L3 Informed Consent Penelitian……… 116
L4 Data Akibat Gempa di Kecamatan P...…………... 123
L5 Modul Dongeng………... 124
L6 Surat Ijin Penelitian……….. 140
L7 Hasil Evaluasi Dongeng………... 141
L8 Panduan Wawancara……… 145
L9 Data Verbatim Wawancara……….. 148
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Perbandingan kerugian oleh bencana alam di provinsi
NAD dan Provinsi DIY………...
2 Tabel 1.2 Korban jiwa dan luka-luka gempa bumi 27 Mei 2006
Yogyakarta-Jawa Tengah………
3
Tabel 4.1 Kegiatan Persiapan Penelitian... 38
Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian………... 40
Tabel 4.3 Data Korban Dusun B……….. 42
Tabel 4.4 Subjek Penelitian………... 45
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1 Grafik kerugian berbagai sektor pasca gempa bumi
di Yogyakarta dan Jawa
Tengah………..
2
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian……….. 35
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat hasil karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis di acu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta,18 Juli 2008
STUDI AWAL MENGENAI DONGENG SEBAGAI METODE TERAPI UNTUK MENGURANGI DAMPAK PSIKOLOGIS
(STRES PASCATRAUMA) BENCANA PADA ANAK-ANAK PASCA GEMPA BUMI DI YOGYAKARTA
Irani Soraya
Universitas Gadjah Mada INTISARI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan dua maksud, yang pertama bertujuan sebagai studi awal penggunaan dongeng untuk mengurangi dampak psikologis (stres Pacatrauma) anak-anak korban bencana alam gempa bumi 27 Mei 2006 di Yogyakarta, sedangkan yang kedua adalah sebagai studi eksplorasi mengenai peran keluarga dalam pengasuhan anak pasca bencana alam (gempa bumi 27 mei 2006). Enam orang subjek anak dilibatkan sebagai objek metode dongeng sedangkan salah satu orang tua dan dua orang guru berperan sebagi significant persons anak diwawancarai untuk mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pasca bencana dan pasca pemberian metode dongeng. Penelitian mengenai bencana memiliki beberapa kelemahan yakni sulitnya mendapatkan informasi mengenai perilaku subjek penelitian sebelum terjadinya bencana dan menerapkan kontrol penelitian. Peneliti berasumsi bahwa metode dongeng tidak efektif memberikan pengaruh perubahan perilaku pada anak-anak sehingga peneliti mencoba untuk melakukan eksplorasi mengenai faktor peran keluarga dalam pengasuhan anak sebagai faktor yang paling besar mempengaruhi recovery anak.
Kata kunci: Bencana, Stres Pascatrauma, Peran Keluarga, Mendongeng
dipercaya sebagai alat penanaman nilai luhur bangsa dan masyarakat. Itulah sebabnya peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh dongeng untuk mengurangi dampak psikologis bencana alam pada anak-anak korban gempa 27 Mei 2006 di Yogyakarta. Peneliti menyadari bahwa penelitian bencana memiliki beberapa keterbatasan baik berupa kontrol dan ketiadaan data informasi keadaan anak-anak sebelum terjadinya bencana alam (ketiadaan data pembanding). Selain itu peneliti juga mengungkapkan (melakukan studi eksplorasi) faktor peran orang tua dalam pengasuhan anak pasca bencana sebagai salah satu faktor yang diduga berperan signifikan terhadap proses recovery anak. Enam orang subjek anak diberikan metode dongeng setelah itu diberikan evaluasi serta observasi terhadap perilaku mereka, hasil evaluasi tersebut dibandingkan dengan hasil wawancara terhadap orang tua dan guru (sebagai significant persons
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana alam masih menjadi permasalahan pelik yang dihadapi pemerintah Indonesia. Belum tuntas proses rekonstruksi dan rehabilitasi bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami 26 Desember 2004 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara, negeri ini kembali dilanda berbagai bencana alam. Gempa bumi di Nias, banjir bandang di Aceh Tamiang, tanah longsor di Banjarnegara, luapan lumpur panas di Sidoarjo dan gempa bumi yang mengguncang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sebagian Jawa Tengah pada 27 Mei 2006. BAPPENAS (2006), melaporkan bahwa bencana alam merupakan salah satu penyebab kerugian terbesar di negara berkembang dalam kurun waktu sepuluh tahun.
Kerugian yang ditanggung negara akibat bencana alam tidak sedikit. Gempa dan gelombang tsunami di Provinsi NAD menyebabkan kerugian berkisar US$4.747 juta, dan US$3.134 untuk gempa bumi di Provinsi DIY dan sebagian Jawa Tengah.
Tabel 1.1. Perbandingan kerugian yang disebabkan oleh bencana alam di Provinsi NAD dan gempa bumi di Provinsi DIY
Provinsi Bencana Tanggal Korban tewas
(dalam jiwa) Provinsi DIY dan Jawa Tengah mengungkapkan bahwa kerusakan dan kehancuran terjadi di berbagai sektor. Sektor perumahan mengalami kerugian mencapai Rp.15,3 triliun, sektor produktif (pertanian, perdagangan dan industri) mencapai Rp.9 triliun dan sektor sosial (kesehatan dan pendidikan) mencapai Rp.4 triliun, total keseluruhan mencapai Rp.28.3 triliun (BAPPENAS, 2006).
Gambar 1.1. Grafik kerugian berbagai sektor pada gempa bumi 27 Mei 2006 di Provinsi DIY& Jawa Tengah
1 Pengukuran akan kerugian dan dampak kerusakan menggunakan metodologi ECLAC, metode ini pertama kali dikembangkan oleh oleh komisi ekonomi PBB pada awal tahun 1970-an. Pengukuran ini menganalisis tiga aspek utama yaitu: kerusakan (dampak langsung), kerugian (dampak tidak langsung) dan efek ekonomi (dampak sekunder).
Sektor perumahan penduduk mengalami kerugian terbesar, yang diikuti dengan sektor produktif dan sektor sosial. Kabupaten Bantul mengalami kerusakan terparah, ribuan rumah penduduk roboh, rata dengan tanah sementara ratusan usaha mengalami kerugian materil, bencana ini juga meluluh lantakkan ratusan sekolah, fasilitas umum seperti rumah sakit dan pasar-pasar.
Perubahan kehidupan yang berlangsung tiba-tiba dan cepat menjadi sumber stres tersendiri bagi para korban (selanjutnya akan disebut sebagai survivor) Banyak permasalahan yang muncul terkait dengan bencana alam seperti kehilangan harta benda, tempat tinggal, pekerjaan, masalah pengungsian, relokasi, pemenuhan kebutuhan hidup yang sulit, pendidikan yang terputus, gangguan dalam kehidupan pribadi (privacy), serta stres yang diakibatkan oleh kehilangan anggota keluarga yang dicintai.
Tabel 1.2. Jumlah Korban Jiwa dan Luka-luka Gempa Bumi 27 Mei 2006 Yogyakarta-Jawa Tengah
Provinsi dan Kabupaten Korban Jiwa Korban Luka-luka
Yogyakarta 4.659 19.401
Bantul 4.121 12.026
Sleman 240 3.792
Kota Yogya 195 318
Kulon Progo 22 2.179
Gunung Kidul 81 1.086
Jawa Tengah 1.057 18.526
Klaten 1.041 18.127
Magelang 10 24
Boyolali 4 300
Sukoharjo 1 67
Wonogiri - 4
Purworejo 1 4
Total 5.716 37.927
Sumber: Laporan bersama BAPPENAS, Pemerintah Provinsi DIY, Jawa Tengah dan Mitra Internasional, Juli 2006
Gempa yang terjadi pada pagi hari pukul 05.54 WIB membuat banyak orang terperangkap di dalam rumah khususnya anak-anak dan orang tua, sehingga mayoritas korban merupakan orang yang berusia lanjut dan anak-anak yang kemungkinan tidak sempat menyelamatkan diri ketika gempa berlangsung (http://www.gudeg.net/gempa, 20 Oktober 2006). Kondisi tersebut menyebabkan ratusan orang mengalami kehilangan anggota keluarga baik bapak, ibu maupun saudara serta anak-anak yang terancam kehilangan orang tua. Gempa yang terjadi pada dini hari ini berpotensi menimbulkan trauma psikologis bagi para survivor baik orang dewasa maupun anak-anak.
Bencana alam yang terjadi seperti gempa bumi, tsunami, angin topan mempunyai kualitas katastropik sebagai pengalaman traumatis serta menjadi sumber stres bagi survivor yang apabila tidak ditangani akan dapat menyebabkan gangguan perilaku dalam waktu dekat maupun yang akan datang (Bell et al,
2001). Salah satu risiko yang menjadi kekhawatiran pasca terjadinya bencana alam adalah terjadinya Post Traumatic Stress Disorders (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma.
anak yang masih dalam tahap perkembangan (http://www.waspadaonline.com/ 10 Maret 2006).
Kehidupan pascabencana seringkali membawa dampak buruk pada anak, di saat perhatian orang tua dan pengampunya terserap pada pembangunan kembali rumah maupun penghidupan, anak-anak kerap terabaikan dan secara tanpa sadar terpengaruh oleh trauma yang dialami orang dewasa disekitarnya, berbeda dengan orang dewasa yang mampu berbagi beban dan ganjalan yang ditanggungnya kepada orang lain, pemulihan trauma pada anak memerlukan penangganan dan kompleksitas tersendiri (http:/WorldPress.blog/).
Mulyadi (Gerbang, 2004) pemerhati anak dan ketua Komisi Nasional HAM perlindungan anak (Komnas HAM PA), mengemukakan bahwa bencana yang datang silih berganti, konflik sosial dikhawatirkan dapat mengancam masa depan anak-anak Indonesia. Musibah dan peristiwa yang traumatis diperkirakan dapat melahirkan generasi-generasi yang mudah menyerah (putus asa), sangat
emosional, dan menyelesaikan masalah melalui jalan pintas.
Supratiknya (2001) mengemukakan bahwa perkembangan anak sangat terkait dengan orang tua, lingkungan dan situasi alam sekitar. Faktor-faktor tersebut dapat menunjang perkembangan anak untuk menjadi manusia yang sehat dikemudian hari, dalam keadaan lain faktor-faktor tersebut dapat menjadi penyebab adanya gangguan perkembangan dan penyesuaian diri anak.
Lingkungan memegang peran yang penting karena melalui lingkungan anak akan belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial. Bencana yang terjadi
anak. Hurlock (1990) menegaskan bahwa keluarga mempunyai peranan penting dalam memberikan sumbangan pada perkembangan rasa aman, pemenuhan kebutuhan fisik maupun psikologis, sumber kasih sayang dan penerimaan serta sebagai model pola pembelajaran sosial anak.
Secara psikologis, anak mempunyai perkembangan kognisi, emosi, dan sosial yang berbeda dengan orang dewasa, sehingga dalam perlakuan yang diberikan pun harus dibedakan dengan perlakuan pada orang dewasa. Demikian pula pada penanganan aspek psikologis yang dialami anak pascabencana ini harus dilakukan melalui sudut pandang yang sesuai dengan perkembangan dan dunia anak.
Dunia anak adalah dunia bermain, melalui bermain anak mencapai tahap-tahap dalam perkembangannya. Bencana yang terjadi tidak hanya menghancurkan rumah dan merobohkan sekolah, akan tetapi anak-anak terancam kehilangan ruang publik yang selama ini menjadi tempatnya bermain, waktu dan minat anak untuk bermain pun nyaris hilang karena anak harus membantu orang tua
membersihkan puing-puing, mereka menjadi terlalu lelah baik secara fisik maupun secara batin (http://www.jogjamediacenter.net/ 22 Juni 2006).
Center Unicef–Departemen Sosial di Lhoong, Aceh Besar anak-anak diberikan berbagai permainan dan pengasuhan melalui cerita anak mengenai makna hidup (www.KCM.com; 1 Februari 2005).
Pengalaman peneliti selama dua bulan sebagai relawan di Provinsi NAD juga semakin meyakinkan peneliti akan pentingnya memanfaatkan permainan seperti mendongeng dan drama sebagai sarana pendampingan anak-anak pasca
pengalaman traumatis yang mereka alami.
Mulyadi (2005) mengemukakan bahwa dongeng bermanfaat untuk membantu merangsang perkembangan anak terutama sisi intelektual dan emosi. Melalui cerita anak-anak belajar nilai moral dan pengetahuan akan norma yang berlaku di masyarakat. Mendongeng juga dianggap sebagai sarana komunikasi dan
sosialisasi nilai-nilai dalam keluarga. Melalui kegiatan ini anak-anak dapat menyerap nilai-nilai positif, seperti keberanian, kejujuran, rasa cinta tanah air, kemanusiaan, dan membedakan hal yang baik dan yang buruk.
Hal ini senada dengan pendapat Wirawan (2005) mengemukan bahwa : mendongeng adalah cara yang sederhana, murah, berbobot, yang dapat
memberdayakan masyarakat serta meningkatkan diri dari generasi ke generasi untuk membangun sebuah dunia yang damai. Kegiatan ini sangat penting,
B. Rumusan Masalah
Bencana alam adalah sebuah fenomena yang mau tidak mau harus di hadapi oleh pemerintah, masyarakat maupun keluarga. Permasalahan-permasalahan yang muncul pasca terjadinya bencana alam memerlukan penangganan yang terbaik dan tepat. Penangganan ini tidak hanya meliputi pembangunan dan perbaikan fisik bangunan yang hancur akibat bencana akan tetapi penangganan terhadap risiko yang dialami oleh keluarga maupun anak-anak berupa dampak-dampak
psikologis. Salah satu risiko yang dikhawatirkan pasca terjadinya bencana alam adalah adanya gangguan stres pascatrauma.
Berangkat dari permasalahan yang diuraikan diatas serta belajar dari
pengalaman dalam penangganan pascabencana tsunami di Provinsi NAD, peneliti sangat tertarik untuk melakukan eksplorasi mengenai dampak psikologis bencana terhadap keluarga dan anak-anak. Penelitian ini juga sekaligus ingin mengungkap bagaimana dongeng dapat dimanfaatkan untuk mengurangi dampak psikologis bencana terhadap anak-anak terutama pasca gempa bumi 27 Mei 2006 di Provinsi DIY.
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat kepada:
1. Bidang keilmuan psikologi sebagai dasar informasi ilmiah untuk mengkaji lebih lanjut dongeng sebagai salah satu media terapi alternatif untuk anak-anak serta sebagai penelitian awal untuk mengembangkan teori mengenai psikologi dongeng.
2. Masyarakat serta pengambil kebijakan bidang penangganan pasca bencana alam : memperoleh informasi mengenai dampak psikologis bencana alam terhadap kondisi anak-anak dan keluarga.
E. Keaslian Penelitian
Pasca terjadinya bencana alam tsunami di provinsi NAD maupun gempa bumi 27 Mei 2006 di DIY dan Jawa tengah telah menumbuhkan minat penelitian dalam khasanah akademisi penelitian ilmiah di Indonesia, hal ini merupakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana
Pembahasan mengenai pengertian dan karakteristik bencana merupakan bagian dari penelitian untuk mengenali penyebab, dampak dan kerusakan yang diakibatkan bencana bagi kehidupan manusia.
1. Pengertian Bencana
Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) mendefinisikan bencana sebagai:
“Any occurrence, that causes damage, ecological disruption, loss on human life, deterioration of health and health services, on a scale sufficient to warrant an extra ordinary response from outside the affected community or area”
Pada definisi tersebut bencana paling tidak memiliki tiga kriteria yaitu :
a. Bencana adalah peristiwa yang menyebabkan kerusakan secara ekologis dalam skala yang luas.
b. Bencana adalah peristiwa yang terjadi dalam satu waktu dan menyebabkan kerusakan struktural dan masalah pada proses sosial.
c. Bencana adalah peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada aktivitas normal (dalam Witruk, 2006).
(CRED) mendefinisikan bencana sebagai situasi atau peristiwa yang melebihi kapasitas atau kemampuan lokal sehingga mengharuskan adanya permintaan pertolongan secara eksternal baik tingkat nasional maupun internasional (dalam Handayani, 2007).
Melengkapi definisi diatas, dalam sudut pandang psikologi Quarantelli (dalam Bell et al, 2001) mengemukakan pendapatnya bahwa bencana tidak selalu dipandang sebagai kekuatan yang menyebabkan kerusakan-kerusakan fisik akan tetapi kekuatan dan dampak yang ditimbulkannya terhadap fungsi sosial. Bencana menyebabkan kerusakan sistem sosial dalam tingkatan individu, kelompok maupun organisasi.
Soetarso (1997) mengemukakan bahwa bencana paling tidak memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Adanya kerusakan pada pola-pola kehidupan normal. Kerusakan ini biasanya cukup parah, kadangkala mendadak, tidak diduga dan jangkauannya luas.
b. Merugikan manusia, baik berupa kematian, luka, kesengsaraan, maupun akibat negatif pada kesehatan.
c. Merugikan struktur sosial seperti kerusakan sistem pemerintahan, bangunan, komunikasi dan berbagai pelayanan umum utama lainnya. Munculnya kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal atau penampungan, makanan, bantuan kesehatan dan pelayanan sosial.
secara tiba-tiba dan tidak terduga yang menyebabkan kerugian atau kehilangan harta benda maupun jiwa dalam skala yang luas, serta gangguan pada pola kehidupan normal maupun pada fungsi, struktur dan sistem sosial.
2. Penyebab Bencana
Departemen sosial (1997), meninjau dari faktor penyebabnya membagi bencana kedalam empat kategori yaitu:
a. Bencana karena alam : Bencana ini terjadi ditinjau dari letak geografi, kondisi topografi, keadaan iklim, dinamika bumi, faktor demografi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat, maka kemungkinan terjadinya bencana yang diakibatkan oleh alam di wilayah Indonesia cukup besar yang setiap saat bisa terjadi tanpa dapat diperkirakan secara tepat tentang waktu, tempat maupun intensitasnya. Bencana yang disebabkan oleh alam yaitu : gunung meletus, gempa bumi, tanah longsor, gelombang atau tsunami, banjir lahar, gas beracun dan kekeringan.
c. Interaksi akibat bencana karena alam dengan bencana karena ulah manusia Peristiwa bencana ini sering berakibat ganda yaitu menimbulkan korban,
kerusakan sarana, prasarana dan lingkungan secara beruntun serta menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, menganggu kehidupan sosial, ekonomi dan keamanan nasional serta menghambat laju pembangunan nasional.
d. Wabah penyakit: Keadaan kesehatan lingkungan dan gizi masyarakat yang masih buruk seperti kurangnya penggunaan air bersih, kurangnya jamban keluarga, kurangnya rumah sakit, banyaknya pemukiman kumuh, kekurangan kalori dan protein dan lain-lain yang dapat menyebabkan timbulnya wabah penyakit.
Dari uraian mengenai penyebab bencana maka dapat disimpulkan bahwa bencana dapat terjadi karena faktor alam, manusia dan interaksi antara faktor alam dan faktor manusia serta akibat wabah penyakit.
3. Dampak Bencana
yang sulit untuk bangkit kembali, kesulitan ekonomi dan menyebabkan masyarakat tidak mampu menghadapi bencana di kemudian hari.
Dalam buku Disaster Mental Health Response Handbook
(www.nswiop.edu.au dalam Handayani, 2007) bencana membawa dampak antara lain:
a. Pengaruh terhadap emosional meliputi: shock, terguncang, merasa ngeri, rentan, menyalahkan, marah, merasa bersalah, sedih, mati rasa, kehilangan harapan, kehilangan kesenangan dari kegiatan-kegiatan dan kesulitan untuk merasa cinta dan bahagia.
b. Pengaruh kognitif meliputi gangguan konsentrasi, gangguan dalam membuat keputusan, gangguan memori, ketidakpercayaan, kebingungan, mimpi buruk menurunnya self efficacy, menyalahkan diri sendiri dan disosiasi. c. Pengaruh fisik yaitu kelelahan yang amat sangat, susah tidur, keteganggan
gastrointestinal, respon terkejut, hyperarousal, meningkatnya rasa nyeri secara fisik, menurunnya respon kekebalan, sakit kepala, menurunnya nafsu makan, menurunnya libido, rentan sakit.
d. Pengaruh interpersonal meliputi meningkatnya konflik antar relasi, menarik diri, menurunnya keakraban dalam relasi, mengasingkan diri, gangguan performansi kerja, gangguan performansi sekolah, menurunnya tingkat kepuasan, ketidakpercayan, eksternalisasi kesalahan, merasa ditolak, hilangnya perasan over protektif.
kecacatan, perubahan finansial, kerusakan pemukiman dsb.) dan dampak sekunder (masalah keluarga, masalah bantuan, masa depan) sedangkan dilihat dari pengaruhnya terhadap perilaku maka bencana memiliki dampak terhadap aspek kognitif (gangguan konsentrasi, gangguan memori, ketidakpercayaan, mimpi buruk dsb), emosional (marah, rasa sedih, kehilangan harapan dsb), fisik (kelelahan, gangguan gastrointestinal, rasa nyeri, sakit kepala dsb), interpersonal (konflik, performansi kerja, mengasingkan diri dsb).
B. Dampak Psikologis Bencana
Rubonis & Bickman (dalam Bell et al, 2001) mengungkapkan, dari penelitian mengenai bencana dan dampaknya ditemukan bahwa bencana dapat berakibat pada perilaku dan kesehatan mental, penelitian ini juga menunjukkan adanya faktor-faktor risiko dampak bencana terhadap masalah emosi yang terjadi jauh setelah masa bencana. Gejala lain seperti meningkatnya penyakit tukak lambung juga ditemukan pada kondisi pasca terjadinya peristiwa yang menimbulkan stres seperti pada kondisi pengungsian, kebanjiran, gempa bumi dan perang (Davidoff, 1981). Beberapa psikolog mengemukakan bahwa pengalaman bencana termasuk salah satu yang dapat menyebabkan trauma psikologis (Carr, 2001).
sering kali terjadi, sering merasa tidak berdaya. Dampak fisik berupa kondisi fisik cedera, maupun terluka akibat gempa yang terjadi. Dampak Kognitif berupa kesulitan konsentrasi, sulit mengambil keputusan, gangguan fungsi memori, serta seringkali kehilangan rasionalitas dalam bertindak. Dampak sosial berupa terbatasnya relasi dengan orang lain, menarik diri dari pergaulan serta rentan berkonflik dengan orang lain.
Erikson (dalam Bell et al, 2001) menyatakan bahwa gejala-gejala gangguan yang dialami oleh para survivor bencana muncul dari rusaknya konstruksi masyarakat dan hilangnya rasa kemasyarakatan, rasa kebersamaan dan karena hancurnya komunitas serta sistem yang dibangun.
Dari uraian mengenai dampak psikologis bencana dapat ditarik kesimpulan bahwa bencana berpotensi menimbulkan gangguan-gangguan emosi (Rubonis & Bickman dalam Bell et al, 2001), serta dampak kognitif dan sosial (Masykur dalam Nugroho, 2007) yang oleh Erikson (dalam Bell et al, 2001) disimpulkan sebagai hasil dari rusaknya konstruksi masyarakat dan hancurnya sistem serta komunitas.
1. Bencana dan Dampaknya terhadap Keluarga dan Anak-anak
Dalam perkembangan seorang anak, keluarga memiliki atribusi yang besar, Hurlock (1990) mengemukakan bahwa keluarga pada masa perkembangan anak berfungsi sebagai :
a. Perasaan aman karena menjadi anggota kelompok yang stabil.
c. Sumber kasih sayang dan penerimaan yang tidak terpengaruh oleh apa yang mereka lakukan.
d. Model pola perilaku yang disetujui guna belajar menjadi sosial.
e. Bimbingan dalam pengembangan pola perilaku yang disetujui secara sosial.
f. Orang-orang yang dapat diharapkan bantuannya dalam memecahkan masalah yang dihadapi tiap anak dalam penyesuaian pada kehidupan. g. Bimbingan dan bantuan dalam mempelajari kecakapan-kecakapan
motorik, verbal dan sosial yang diperlukan untuk penyesuaian.
h. Membantu kemampuan anak untuk mencapai keberhasilan di sekolah dan kehidupan sosial.
i. Bantuan dalam menetapkan aspirasi yang sesuai dengan minat dan kemampuan.
j. Sumber persahabatan saat mereka cukup untuk mendapatkan teman di luar rumah atau bila teman di luar rumah tidak ada.
Pascabencana perhatian orang tua akan tertuju pada pembangunan kembali rumah, fasilitas umum sampai dengan sistem sosial, hal ini otomatis menyebabkan anak kehilangan haknya untuk bermain, sebagai salah satu tugas perkembangannya.
The American Academy of Child and Adolesence (AACAP) berpendapat bahwa reaksi anak dan remaja terhadap bencana alam dipengaruhi oleh seberapa besar dampak pada saat bencana dan setelah bencana terjadi. Kematian salah satu anggota keluarga ataupun teman dekat menjadi salah satu penyebab paling besar terjadinya trauma. Selain itu rusak atau runtuhnya rumah atau hancurnya sekolah akan menyebabkan terjadinya beban psikologis, dampak dari pengalaman traumatis yang dialami anak bisa mempengaruhi perkembangan di masa depan, prestasi belajar, produktivitas, dan kesehatan.
Takada dan Nakamura (1999) mengemukakan bahwa bencana memiliki dampak buruk terhadap anak-anak. Anak belum mampu untuk memahami penyebab terjadinya bencana dan kemampuan mereka untuk coping masih sangat terbatas. Reaksi anak terhadap bencana terutama berkaitan dengan stres pengalaman kehilangan anggota keluarga, teman, mainan, rusaknya rumah, kehilangan mainan dan tempat bermain. Dalam kondisi pasca bencana reaksi anak akan lebih jelas sebagai gangguan fisik dan perilaku dibanding gangguan psikologis.
perilaku yang dialami anak berupa : hilang nafsu makan, makan berlebihan, diare, tidak berani pergi ke toilet sendirian, tidak berani tidur sendiri, menangis dalam tidur, takut akan tempat gelap, dan gangguan konsentrasi belajar.
bermain, kehilangan tempat belajar atau sekolah, trauma, takut, sulit tidur, dan menghindar.
Penelitian mengenai korban kebakaran di California menunjukkan bahwa terdapat gejala stres pascatrauma atau biasa disebut PTSD (Post Traumatic Stress Disorders) pada anak yang rumahnya terbakar, gejala yang dilaporkan berupa adanya mimpi buruk berulang-ulang dan menolak untuk mengingat tentang pengalamannya tersebut (Jones, Ribbe & Cunningham dalam Bell et al, 2001). Ketakutan dan kecemasan spesifik yang berhubungan dengan kejadian pascabencana (tornado, gempa), depresi dan stres pascatrauma serta kecemasan ditemukan pada korban bencana alam (Vogel &Vernberg dalam Bell et al, 2001) dari 5000 anak dan remaja survivor dari badai Hugo banyak dilaporkan kasus gangguan stres pascatrauma
Astuti (2007) melakukan penelitian akan stres pascatrauma pada anak-anak survivor gempa Jogjakarta menemukan bahwa respon awal anak terhadap trauma psikis secara umum meliputi gangguan pada kognisi (daya ingat, prestasi sekolah, dan kemampuan belajar) gangguan afeksi, (murung, depresi, cemas yang berlebihan, mimpi buruk dsb.) relasi interpersonal (menarik diri, kehilangan minat, untuk berinteraksi dengan orang lain) fungsi kontrol dan tingkah laku (agresif, hiperaktif, dan sulit berkonsentrasi) fungsi vegetatif (pusing, muntah, gejala psikosomatis) dan berbagai simtom reaksi formasi.
untuk menggembalikan kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya bencana seperti membangun rumah dan penghasilan, pada kondisi inilah anak-anak merupakan korban yang kurang diperhitungkan dari akibat terjadinya bencana. Beberapa penelitian menggungkapkan bahwa pada kondisi pasca bencana anak-anak berisiko untuk mengalami stres pascatrauma. Risiko ini disebabkan karena faktor dari dalam keluarga maupun stres yang berasal dari luar keluarga seperti meninggalnya teman-tema, hancurnya sekolah, hilangnya tempat mereka bermain dsb.
C. Metode Dongeng
Dunia anak adalah dunia bermain, melalui bermain anak mencapai tahap-tahap dalam perkembangannya. Freud (dalam Tedjasaputra, 2001) mengemukakan teori mengenai fungsi bermain bagi anak. Bermain adalah sarana yang digunakan anak untuk mengeluarkan perasaan negatif, seperti pengalaman yang tidak menyenangkan dan harapan-harapan yang tidak dapat terpenuhi dalam kehidupan nyata. Anak memproyeksikan harapan maupun konflik pribadi melalui bermain. Bermain menurut Freud mempunyai efek katarsis yang sangat penting bagi perkembangan emosi anak.
Hurlock (1978) menggolongkan aktivitas bermain kedalam dua jenis yakni bermain aktif dan bermain pasif. Bermain aktif berfungsi selain sebagai sarana perkembangan sosialisasi anak juga sebagai sarana perkembangan motorik. Permainan pasif merupakan pelengkap bagi permainan aktif. Salah satu contoh dari permainan pasif adalah membaca dan mendengarkan cerita (dongeng). Dongeng sangat berarti bagi perkembangan jiwa anak, pada usianya anak sangat mengemari seni dongeng ini, dan dari dongeng itu sendiri anak banyak menangkap manfaatnya. Manfaat dari dongeng itu sendiri bahwa anak akan diajari untuk bersikap proaktif yang akan dikembangkan terus selama hidupnya, sekaligus membantu pertumbuhan jiwa dan kreativitasnya.
Uraian diatas menegaskan bahwa bermain mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan emosi anak. Bermain menurut Freud mempunyai efek katarsis yang sangat penting bagi perkembangan emosi anak. Salah satu jenis bermain yang sangat penting adalah mendengarkan dongeng. Vygotsky (dalam Tedjasaputra, 2001) percaya bermain membantu anak untuk menjadi lebih percaya diri, dan lebih mandiri, kegiatan bermain pasif seperti membaca juga membantu anak untuk mendapatkan pemahaman (insight) terhadap masalah pribadi mereka dan memberi ide kepada mereka bagaimana memecahkan masalah
1. Definisi Dongeng
(menurut kamus besar bahasa Indonesia), dalam penelitian ini istilah yang digunakan adalah dongeng, mendongeng.
Dongeng menurut kamus besar bahasa Indonesia : 1.cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh) 2.Perkataan (berita) yang bukan atau tidak benar.
Sugihastuti (1992) mengemukakan bahwa dongeng sering diidentikan sebagai suatu cerita bohong, bualan, khayalan, atau cerita yang mengada-ngada dan tidak ada manfaatnya, bahkan ada yang menganggap dongeng sebagai cerita yang tidak masuk akal. Dongeng memang ada yang berasal dari cerita rekaan tapi bukan berarti bahwa dongeng tidak ada manfaatnya.
Mendongeng menurut Rachmawati (2002) adalah suatu aktivitas menceritakan secara lisan berbagai macam cerita, baik fiksi maupun non fiksi yang mengandung pesan-pesan tertentu yang ingin disampaikan kepada anak secara komunikatif dalam suasana yang nyaman dan aman bagi anak.
Mendongeng adalah salah satu metode komunikasi tertua merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat mendidik karena mendorong individu-individu untuk membagi atau menyampaikan pemahaman pribadi mereka kepada orang lain dengan demikian tercipta suatu perundingan (Egan dalam Rachmawati, 2002)
tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan yang diamanatkan, moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message, amanat atau gagasan itu sendiri adalah unsur yang mendasari penulisan karya tersebut karena karya cerita diciptakan sebagai pendukung pesan.
Dari uraian mengenai dongeng maka peneliti menyimpulkan bahwa dongeng adalah cerita (metafora maupun fiksi) yang diceritakan secara lisan, cerita ini mengandung pesan , dan merupakan model kehidupan yang diidealkan oleh sang pembawa cerita, cerita ini pula mengandung moral yang digambarkan melalui sikap dan perilaku tokoh-tokoh sehingga pembaca atau pendengar dapat mengambil hikmah atau amanat.
2. Manfaat Dongeng Pada Perkembangan Anak
Mulyadi (2000) dalam seminar nasional pendidikan nilai bagi anak mengemukakan bahwa mendongeng adalah cara paling praktis untuk menanamkan nilai-nilai kepada anak. melalui dongeng nilai-nilai akan terserap dan membekas sampai mereka dewasa, nilai-nilai yang mereka serap akan membentuk perilaku anak dan mempengaruhi bagaimana mereka membedakan baik dan benar serta bagaimana mereka bersikap. Dongeng bukan hanya hiburan tetapi menyimpan energi untuk pendidikan dan pengajaran anak-anak.
a. Membantu mengembangkan kemampuan anak untuk menginterpretasi peristiwa diluar pengalamannya. sudut pandangan anak tentang lingkungannya diperluas melalui pengalaman pengalaman dalam cerita hal ini dilakukan dalam suasana penuh kasih sayang tidak dibawah tekanan. b. Memperkenalkan anak pada kemampuan bahasa secara oral
c. Mengembangkan kemampuan anak untuk mendengarkan
d. Memberikan kontribusi pada perkembangan sosial dan kognitif melalui berbagi pengalaman untuk ikut merasakan kebahagiaan dan kesedihan orang lain.
e. Memberikan kontribusi pada kesehatan mental anak. f. Membantu dalam perkembangan sistem nilai anak.
Mulyadi (1987) mengemukakan ada lima peranan cerita pada perkembangan anak yaitu :
a. Menjalin komunikasi yang akrab dengan anak, pembaca cerita menjadi pusat perhatian sehingga jika anak terpesona maka anak akan berani mengungkapkan pendapatnya karena merasa terlibat dengan isi cerita
b. Mengembangkan imajinasi, cerita membuat imajinasi anak melayang ke dunia fantasi, sedangkan imajinasi pada batasan tertentu berkaitan dengan kreativitas.
c. Membantu merangsang aspek perkembangan yang lain seperti aspek moral, bahasa dan kognitif.
Pada saat mendengarkan dongeng emosi anak dalam keadaan tergerak dan terpengaruh oleh tema dan masalah dongeng, ekspresi yang keluar dari wajah anak adalah keadaan hati yang tamak dalam gejala riang saat mendengar dongeng yang bahagia dan saat pendongeng mengisahkan hal-hal yang sebaliknya yang sedih dan menakutkan maka emosi anak bergerak kearah itu pula.
3. Dongeng sebagai Identifikasi Anak
Peran pendongeng sangat penting untuk menyampaikan pesan kepada pendengarnya (anak-anak) pesan dedaktis yang biasanya dominan unsur mendidik yang secara langsung atau tidak langsung terimplisit melalui dongeng melalui tokoh-tokoh tertentu anak-anak mengidentifikasikan dirinya dan mengaktualisasi emosi-emosinya. Dongeng yang berkesan bagi anak adalah dongeng yang banyak menyangkut dan berhubungan dengan pengalaman-pengalaman batin masa lalu.
Anak-anak membutuhkan dongeng karena memerlukan pengalaman batin untuk memperkaya aneka emosinya, minat, keinginan, kebutuhan, harapan, dan cerita yang sangat bermakna bagi anak diharapkan mereka dapat memperoleh pengalaman batin dan segala kemungkinan untuk melengkapi keadaan emosinya (Sugihastuti, 1992).
berprestasi (Need of Achievement) membandingkan cerita-cerita dari masa abad ke 19 pada dua negara yaitu Inggris dan Spanyol, Mc Clelland yakin kemajuan yang dicapainya saat ini adalah karena cerita-cerita kepahlawanan yang mereka internalisasikan (Suryono, 1999). Kirschenbaum (dalam Rachmawati, 2002) dalam bukunya 100 cara penanaman nilai dan moral di sekolah menegaskan efektifnya metode bercerita untuk menanamkan nilai-nilai pada anak. Dalam dunia pendidikan para guru menyadari bahwa mendongeng dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan mendengarkan anak. Itulah sebabnya tradisi lisan ini merupakan bagian yang sangat penting dari sebuah budaya nusantara.
Fungsi bercerita bagi anak-anak menurut Suryono (1999) adalah, a. Sarana kontak batin antara pendidik dengan anak didik
b. Media untuk menyampaikan pesan-pesan moral atau nilai-nilai ajaran tertentu
c. Metode untuk memberikan bekal kepada anak didik agar mampu melakukan proses identifikasi diri maupun identifikasi perbuatan
d. Sarana pendidikan emosi anak didik
e. Sarana pendidiak imajinasi/fantasi/kreativitas f. Sarana pendidikan bahasa anak didik
g. Sarana pendidikan daya pikiran anak didik
h. Sarana untuk memperkaya pengalaman batin dan khasanah pengetahuan anak didik
j. Sarana hiburan dan pencegah kejenuhan.
Dari uraian tentang manfaat dongeng bagi perkembangan dan identifikasi anak maka peneliti meyakini bahwa sebuah cerita yang dipilih dan disesuaikan dengan pendengarnya akan mempunyai dampak yang baik pada proses identifikasi anak.
4. Dongeng Sebagai Sebuah Media Terapi
Penggunaan cerita-cerita metaforis yang sistematis, terstruktur, dan bernilai terapeutik telah dipelopori oleh Milton Erickson, dan secara luas karyanya telah didokumentasikan oleh pakar-pakar lain seperti Rosen (1982), Rossi, Ryan, & Sharp (1984) dalam Burns (2001). Metafora digunakan menggantikan istilah dongeng, cerita, maupun anekdot sebagai penekanan bahwa satu cerita bukan hanya cerita biasa akan tetapi memiliki nilai terapeutik. Metafora dirancang dengan sasaran terapeutik yang jelas, rasional dan etis (Burns, 2001).
menanamkan pemahaman karyawan akan visi dan nilai-nilai perusahaan yang ingin dicapai di masa depan serta memperbaiki kinerja di perusahaannya.
Metafora, dongeng maupun cerita bagaimanapun bukanlah ‖obat ajaib‖untuk mengobati stres, cerita-cerita ini adalah sebuah cara komunikasi yang lebih baik, dan dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri pada anak, maupun orang dewasa. Cerita membantu mengembangkan kemampuan untuk menginterpretasikan peristiwa-peristiwa diluar pengalaman, melalui sudut pandang yang baru (www.seanet.com)
D. Pertanyaan Penelitian
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah sebuah studi pendahuluan atau biasa dikenal dengan kata studi awal. Studi pendahuluan bertujuan untuk dapat meletakkan dasar teoritis melalui pengumpulan informasi-informasi atau pengetahuan yang berkaitan dengan bidang yang akan diteliti guna memperkuat atau menyokong secara ilmiah terhadap suatu penelitian (Notoatmodjo, 2002). Meletakkan dasar penelitian yang tepat dalam sebuah penelitian merupakan hal yang sangat penting, dari sebuah pertanyaan penelitian maka peneliti memanfaatkan pengetahuan yang ada untuk mencari tahu pendekatan penelitian apa yang dirasa cocok dan mampu menjawab pertanyaan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan sebuah penelitian pendahuluan untuk mengetahui dampak psikologis bencana terhadap kehidupan keluarga dan pemanfaatan metode dongeng untuk mengurangi dampak psikologis anak-anak korban bencana alam 27 Mei 2006, di Yogyakarta sekaligus untuk menggali informasi mengenai peran keluarga dalam pengasuhan anak dalam keadaan pascabencana.
Hetherington dan Parke (2000) mengungkapkan terdapat tiga cara untuk mengumpulkan data melalui subjek anak, salah satu dari tiga pendekatan tersebut adalah wawancara terhadap sinificant persons anak. Pertanyaan penelitian tentang peran keluarga dalam pengasuhan anak pascabencana dijawab dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif didefinisikan sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia berdasarkan pada penciptaan gambaran holistik lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan subjek secara terperinci dan disusun dalam sebuah latar ilmiah (Cresswell, 2002). Moleong (1989) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Moleong lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif maka sifat datanya adalah deskriptif, tujuan dari penelitian deskriptif adalah mencoba menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-anagka yang berasal dari naskah wawancara, catatan penelitian, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan, memo dan dokumen resmi lainnya,
B. Lokasi Penelitian
luka berat sejumlah 48 orang dari 646 jumlah penduduk (Lampiran: data korban bencana per 2 Juni 2006).
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini yaitu anak-anak yang tergabung dalam TPA masjid Mujahiddin Dusun B, Bantul.
1. Kriteria Pemilihan Subjek
a. Usia : 9-11 Tahun, hal ini didasari pada fase perkembangan kognitif, yaitu pada masa operasional konkrit. Anak sudah mampu memperhatikan lebih dari satu dimensi dan menghubungkannya satu sama lain (Monks, 2002).
b. Demografi: anak tinggal, menetap, bersekolah di lokasi terjadinya bencana alam
c. Anak menjadi atau memiliki keluarga yang menjadi korban gempa bumi d. Anak berada di tempat (lokasi bencana) saat terjadinya bencana
e. Orang tua anak bersedia untuk diwawancarai melalui informed consent f. Sampai saat ini anak masih tinggal di lokasi pasca gempa
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Dongeng adalah cerita yang dibacakan kepada anak-anak maupun orang dewasa yang dimaksudkan untuk menghibur atau diambil hikmah (pelajarannya).
Anak-anak korban bencana alam: adalah anak-anak berusia 9-11 tahun yang menyaksikan, mengalami dan terkena dampak bencana alam secara langsung maupun tidak langsung .
E. Prosedur Penelitian 1. Tahap I : Persiapan Penelitian
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan penelitian berupa: izin penelitian, dongeng, rancangan panduan wawancara untuk anak, orang tua maupun guru. Pada tahap ini pula peneliti membangun rapport dengan anak-anak di lokasi penelitian, sekaligus melakukan pemilihan subjek. Wawancara awal kepada tokoh masyarakat dilakukan di lokasi penelitian serta observasi awal akan kegiatan masyarakat sehari-hari pasca bencana gempa 27 Mei 2006 untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi masyarakat.
2. Tahap II : Pelaksanaan Penelitian
Metode dongeng diberikan kepada subjek penelitian selama sebelas hari dan diakhir diberikan lembar evaluasi kepada anak-anak serta dilakukan wawancara terhadap orang tua dan guru subjek mengenai keadaan fisik maupun psikis yang dialami subjek sejak terjadinya bencana sampai saat ini.
3. Tahap III : Hasil Penelitian
Gambar 3.2 Gambaran Prosedur Penelitian
F. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi mengenai keadaan masyarakat pada umumnya dan kondisi anak-anak korban bencana alam. Gambaran ini nantinya akan menjadi sebuah sumber masukan yang berharga untuk memecahkan masalah atau menjawab permasalah masyarakat dan perkembangan anak pada situasi pasca bencana. Teknik pengumpulan datanya yaitu dengan indepth interview dan searcing for informan Wawancara menggunakan panduan wawancara yang didasarkan pada wawancara yang sama yang diberikan pasca bencana gempa bumi besar di Hanshin, Jepang (Takada, Nakamura, 1999) dengan dilakukannya wawancara terhadap orang tua subjek serta guru.
1. Kualitatif / Deskriptif
Data diperoleh melalui kegiatan :
a.Observasi; Pengamatan dan pencatatan sistematik akan level aktivitas warga pasca bencana, kegiatan sosial dan keagamaan, daya adaptasi warga pasca bencana serta pengamatan terhadap perilaku anak-anak yang didukung dengan data wawancara terhadap significant persons baik orang tua maupun guru.
b.Wawancara semi terstruktur; Wawancara dianggap efektif untuk mendapatkan gambaran mengenai pandangan masyarakat terhadap bencana alam yang mereka alami dan sebagai data pembanding dengan hasil observasi, wawacara lebih ditekankan pada wawacara semi–terstruktur. Format Panduan wawancara diadaptasi dari sebuah panduan yang validitas dan reliabilitasnya sudah teruji (Takada, Nakamura, 1999). Panduan ini meliputi gambaran umum perubahan yang dialami masyarakat pasca gempa, anak-anak, gangguan fisik maupun gejala-gejala dari Stres pascatrauma.
G. Alat Penelitian
1 Modul/Panduan wawancara yang diadaptasi dari modul yang pernah digunakan pasca bencana gempa bumi Hanshin- Awaji (Takada, 1999)
3 9 Buah kaset durasi @90 menit untuk merekam wawancara orang tua, anak, guru
4 Alat perekam merk SONY
5 Kamera serta 4 roll film @36 buah untuk pendukung observasi H. Analisis Data
Data akan diperoleh dan dianalisis dengan cara :
1. Analisis kualitatif
Yaitu dengan cara analisis isi (content analysis) dari data yang diperoleh melalui wawancara mendalam / indepth interview. Dengan Prosedur Analisis Data sebagai berikut :
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian adalah kegiatan mempersiapkan subjek dan bahan penelitian seperti: surat-surat, modul dongeng dan panduan wawancara serta observasi dan wawancara awal. Kegiatan ini dilakukan dari 26 - 29 Agustus 2006. Kegiatan ini tergambar dalam tabel berikut:
TABEL 4.1. Kegiatan Persiapan Penelitian
No. Tanggal Deskripsi Kegiatan Keterangan
1 26 Agustus
2006
Mengurus perizinan di kantor Kelurahan Pj Mengisi TPA serta membangun rapport dengan anak-anak dusun B.
Diterima oleh Lurah P.
2 27 Agustus
2006
Mengurus perizinan di pak dukuh dusun B.
serta mewawancarai pak dukuh
(ww.10.TM.L.P.27 Agustus 2006)
Peneliti melakukan observasi pada sekolah, dan mengisi kegiatan TPA juga membina rapport dengan anak.
Pada observasi awal ini peneliti membina rapport dengan anak-anak di dusun B.
3 28 Agustus
2006
Observasi aktivitas sehari-hari masyarakat pasca gempa: meliputi kegiatan di sawah, di puskesmas, dan di sekolah.
Melakukan dokumentasi penelitian
4 29 Agustus
2006
Observasi kegiatan masyarakat. Melakukan
dokumentasi penelitian
TPA mulai diaktifkan kembali pada tangggal 26 Agustus dengan meminjam rumah tenda salah seorang warga. Pemilihan TPA sebagai sasaran penerapan metode dongeng didasarkan pada materi dongeng yang banyak mengambil cerita nabi, sahabat nabi, ulama dan budi pekerti muslim secara umum.
Panduan wawancara menggunakan panduan yang diberikan pasca bencana gempa bumi besar di Hanshin, Jepang (Takada, Nakamura, 1999) dengan dilakukannya wawancara terhadap orang tua subjek serta guru. Panduan ini kemudian disesuaikan dengan tujuan penelitian yang hendak diraih sehingga bagiannya terdiri dari : biodata, mengenai bencana dibahas dalam tiga tema pertanyaan yakni pengalaman bencana dan dampaknya terhadap keluarga, dampak psikologis bencana terhadap keluarga, serta mengenai dampak fisik dan psikologis bencana pada anak-anak. Begitu pula untuk pertanyaan yang diajukan kepada guru terdiri atas dua tema yaitu dampak bencana terhadap lingkungan sekolah anak dan perubahan perilaku anak di sekolah. Pada penelitian ini peneliti dibantu oleh seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, sebagai informan dan informan terhadap masyarakat.
B. Pelaksanaan Penelitian
keimanan akan Tuhan YME. Dongeng dimulai setelah doa, lalu diikuti dengan kegiatan belajar mengaji dan hafalan doa-doa, kemudian dilanjutkan dengan shalat isya bersama dan belajar bersama. Kegiatan berakhir kurang lebih pukul 20.00 malam. Gambaran kegiatan sebagai berikut:
18.00-18.30 Shalat maghrib bersama dilanjutkan dengan doa 18.30-18.40 Materi dongeng
18.40-19.00 Menulis dan menghafal doa hadist 19.00-19.30 Belajar membaca al Qur’an metode Iqra 19.30-19.45 Shalat Isya berjamaah
19.45-20.00 Belajar bersama
Dari hasil mengikuti kegiatan TPA inilah kemudian peneliti memilih enam orang anak yang mengikuti dongeng secara terus menerus dan juga sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan. Salah satu orang tua anak-anak ini akan di wawancarai dengan panduan wawancara yang telah peneliti siapkan, begitu pula dengan guru yang mengajar mereka di sekolah. Pelaksanaan penelitian tergambar dalam jadwal berikut:
Tabel 4.2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tanggal Kegiatan Keterangan
4 September 2006 Dongeng 1 Apel haram
5 September 2006 Dongeng 2 Perangkap monyet
6 September 2006 Dongeng 3 Sedekah yang diterima
7 September 2006 Dongeng 4 Lelaki ahli surga
8 September 2006 Dongeng 5 Kesetiaan sahabat
9 September 2006 Dongeng 6 Sakitnya nenek tua
10 September 2006 Dongeng 7 Umar dan anak yang lapar
11 September 2006 TPA terpadu di Masjid
12 September 2006 Dongeng 8 Bergantung pada tanganmu
13 September 2006 Wawancara Guru sekolah Bp.Wr dan Ny.Sj
14 September 2006 Wawancara Orang tua An.Nd dan An.Ar
15 September 2006 Wawancara Orang tua An.E dan An.Ta
Delapan cerita dipersiapkan oleh peneliti yang kemudian dibacakan dalam kegiatan TPA. diakhir pemberian cerita pada anak, peneliti melakukan pendekatan kepada pihak guru anak di sekolah dan juga terhadap salah-satu orang tua anak. kemudian dilakukanlah wawancara kepada guru maupun salah satu orang tua anak sesuai dengan panduan yang dipersiapkan peneliti.
Dari hasil observasi awal dan pendekatan terhadap subjek penelitian maka didapatkan data mengenai keadaan dusun pasca terjadinya bencana serta gambaran singkat mengenai subjek penelitian.
1. Gambaran Umum Objek Penelitian a. Dusun B. Selayang Pandang
Dusun B, salah satu dari 16 pedukuhan yang terdapat di Desa P. Kecamatan Pundong Bantul, terletak kurang lebih 22 km dari Jogja.
1) Jumlah dan Mata Pencarian Penduduk
Dusun B. terdiri atas 4 RT (Rukun Tetangga) dan dua RW (Rukun Warga). Jumlah keseluruhan penduduk sebelum terjadinya gempa bumi 27 Mei 2006 adalah 646 jiwa dengan 182 KK (unit Keluarga) walaupun dikenal dengan industri gerabah akan tetapi hanya ada satu industri gerabah di Dusun B. yaitu terdapat di RT.1, sehingga mata pencaharian penduduk Dusun B. sebagian besar adalah sebagai buruh lepas dan petani. Pak Dukuh (47 th) sempat mengungkapkan hal ini:
Buruh itu ada yang jadi buruh tukang, buruh sawah ada juga yang di keramik, yah itu tergantung dimana ia bekerja, tapi sebagian besar adalah buruh tukang ke kota tapi kalau yang tidak ada sepeda itu buruh tani.
2) Sumber Daya Alam
Tanah-tanah pertanian di Dusun B. sebagian besar ditanami palawija terutama padi dan kacang-kacangan. Dusun B. sendiri tidak terdapat sarana pendidikan, SD Panjang 1 dan SMP I Pundong terdapat di Dusun tetangga industri yang terdapat di Dusun B. adalah industri pembuatan kerupuk. Industri ini cukup memakai tenaga kerja masyarakat Dusun B..
3) Kegiatan Sosial Keagamaan
Sarana keagamaan yang terdapat di Dusun ini yaitu: 2 buah masjid, 4 buah makam sedangkan corak keagamaan diwarnai dengan Nadhatul Ulama (NU). b. Dusun B. Pascagempa Bumi 27 Mei 2006
Gempa bumi berkekuatan 5.9 R yang menghantam Provinsi DIY, juga dirasakan dampaknya oleh Dusun B. yang hanya berjarak lima kilometer dari pantai Parangtritis. Dari data yang didapat melalui Kelurahan P, Dusun B. merupakan dusun terparah keempat di Kelurahan P.
Tabel 4.3. Data Korban Dusun B.
No Deskripsi Jumlah
1 Jumlah Jiwa 646
2 Jumlah KK 182
3 Korban Meninggal 14
4 Luka Berat 48
5 Rumah Rusak 9
6 Rumah Roboh 173
7 Rumah aman -
sumber: Data Kelurahan P. per 1 Juni 2006
minimnya pekerjaan mereka harus membersihkan puing bangunan rumah mereka serta berusaha membangun kembali rumah mereka. Pada saat ini walaupun gempa besar tidak terjadi lagi akan tetapi gempa-gempa susulan yang skalanya lebih kecil masih terjadi, sehingga walaupun beberapa rumah sudah bisa dihuni akan tetapi warga masih merasa takut untuk menempati.
1) Dampak Terhadap Mata Pencaharian
Bencana ini juga memberi dampak yang besar bagi penduduk yang bekerja sebagai buruh tani:
sekarang terlantar, ya sawah-sawah itu banyak yang tidak ditanami. (Karena memang fokusnya itu ke…) kerumah, fokusnya itu ya kerumah sementara itu untuk berlindung, sampai sekarang sampai masih itu. (Bp.Dukuh ww.10.TM.01.B.81-87)
2) Masalah-Masalah Penduduk Pasca Bencana
Perubahan yang terjadi akibat adanya bencana alam adalah juga pada pola serta bantuan dari pemerintah yang mungkin tertunda serta bantuan dari lembaga non-pemerintah yang tidak merata cukup membuat resah diantara warga.
Ya, jadi sulit juga, hari hari ini mungkin sudah...sekarang ini kan masyarakat sudah banyak yang kekurangan, untuk bantuan jadup (jatah hidup) sendiri membuat resah karena apa, sampai sekarang itu yang belum menerima itu, ya belum menerima, malah keterangan dari kabupaten sudah tidak menerima, padahal tidak sedikit untuk wilayah sini itu ada 184 jiwa yang belum menerima jatah hidup per hari, yang menjadi kesulitan itu dengan adanya LSM, bantuan rumah, padahal itu kan tidak merata, disini dapat disitu tidak, untuk Dusun B. ini yang baru dibuatkan itu ada dua atau tiga, (Bp.Dukuh ww.10.TM.01.B.91-105)