5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Propolis
Propolis adalah senyawa kompleks yang digunakan lebah untuk melindungi sarangnya. Lebah menggunakan bahan propolis untuk pertahanan sarang, mengkilatkan bagian dalam sarang dan menjaga suhu lingkungan sarang. Zat-zat yang ada pada propolis dikumpulkan oleh lebah dari pucuk dan berbagai tanaman yang ada dihutan tempat tinggalnya (Zulkifli, et al., 2013).
2.1.1 Kenali fisik propolis
6 2.1.2 Komposisi dan nutrisi propolis
Kandungan nutrisi propolis yang lebih detail diungkapkan Prof Dr Mustofa Mkes Apt. Kepala Bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada membuktikan propolis memiliki banyak khasiat karena ia mengandung lebih dari 180 unsur fitokimia. Beberapa diantaranya adalah flavonoid dan berbagai turunan asam orbanat, fitosterol, dan terpenoids. Zat-zat itu terbukti memiliki sifat anti infalamantori, antimikrobial, antihistamin, antimutagenik, dan antialergi. Flavonoid bersifat antioksidan yang dapat mencegah infeksi serta turut menumbuhkan jaringan (Trubus, 2010).
Propolis dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik dan obat-obatan. Menurut Wade (2005), propolis mengandung senyawa kompleks, vitamin, mineral, enzim, senyawa fenolik dan flavonoid. Tabel 2.1 di bawah ini menjelaskan mengenai komposisi kimia propolis.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Propolis (Krell, 1996).
Komponen Konsentrasi Grup komponen
Resin 45-55% Flavonoid, asam fenolat dan esternya Lilin dan asam lemak 25-35% Sebagian besar dari lilin lebah Minyak esensial 10% Senyawa volatile
Protein 5% Protein kemungkinan berasal dari
pollen dan amino bebas Senyawa organik lain
dan mineral
5% 14 macam mineral yang paling
terkenal adalah Fe dan Zn, sisanya seperti Au, Ag, Hg.
7
Menurut penelitian propolis mengandung bioflavanoid yaitu zat
antioksidan sebagai suplemen sel, kandungan bioflavanoid pada satu tetes propolis setara dengan bioflavanoid yang dihasilkan 500 buah jeruk. Oleh Lembaga Riset Kanker Columbia, 1991: dalam propolis terdapat zat CAPE (caffeic acid phenylethyl ester) yang berfungsi untuk membantu mematikan sel kanker, dengan pemakaian secara teratur selama 6 bulan dapat mereduksi sel kanker sebanyak 50% .
2.1.3 Kriteria mutu propolis mentah
Hingga kini, Standar Nasional Indonesia (SNI) belum mengeluarkan standar mutu propolis mentah yang diperdagangkan di Indonesia. Namun berdasarkan transaksi di lapangan, kriteria mutu propolis mentah sangat sederhana, itupun belum ada kesepakatan tingkatan mutunya. Biasanya, penampung atau perusahaan pembeli propolis mentah memiliki kriteria tersendiri dalam penentuan mutu propolis. Termasuk soal harganya. Namun, untuk memperoleh propolis mentah yang murni dari Trigona sangat sulit. Pasti tercampur dengan bahan lainnya (Mahani, et al., 2011).
2.1.4 Sediaan propolis di pasaran
8 2.2 Madu
Madu adalah sekresi yang dihasilkan oleh lebah Apis mellifera L. Selain menghasilkan madu, lebah juga dapat menghasilkan malam. Nektar bunga mengandung banyak sukrosa. Sukrosa diubah menjadi gula invert dengan bantuan enzim yang terdapat pada saliva. Bila madu dilihat dibawah mikroskop masih diketemukan butir-butir serbuk sari. Madu merupakan campuran ekuimolar antara dekstrosa dan fruktosa yang dikenal sebagai gula invert sebanyak 50-90% dan air. Madu juga mengandung 0,1-10% sukrosa dan sejumlah kecil karbohidrat, minyak atsiri, pigmen, serta bagian tanaman terutama serbuk sari (Sirait, 2007).
2.3 Resin
Nama resin/harsa dipakai secara tidak seragam. Kadang-kadang dipakai untuk campuran senyawa yang tidak dapat diidentifikasi, tidak dapat diekstraksi,yang tertinggal hanya massa yang lengket ketika bahan penyari diuapkan (sisa seperti resin yang lengket). Resin yang sebenarnya adalah hasil ekstraksi tanaman yang secara kimia merupakan campuran asam organik, ester, dan alkohol yang amorf atau sukar dikristalkan. Sifat selanjutnya adalah tidak larutnya resin dalam air, kelarutannya yang baik dalam pelarut organik, dan meleleh pada suhu yang relatif rendah (Sirait, 2007).
2.4 Senyawa Fenol
Senyawa fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada
tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus hidroksi (OH−)
9
senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakan memiliki gugus hidroksil lebih dari satu sehingga disebut polifenol (Anonim, 2012).
Senyawa fenolik meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan yang mempunyai ciri sama, yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus OH−. Senyawa fenolik di alam terdapat sangat luas,
mempunyai variasi struktur yang luas, mudah ditemukan di semua tanaman, daun, bunga dan buah. Ribuan senyawa fenolik alam telah diketahui strukturnya, antara lain flavonoid, fenol monosiklik sederhana, fenil propana, polifenol (lignin, melanin, tannin), dan kuinon fenolik (Anonim, 2012). Tabel 2.2 Klasifikasi senyawa fenolik berdasarkan jumlah atom karbon
Struktur Kelas
C6 Fenolik sederhana
C6 - C1 Asam fenolat dan senyawa yang berhubungan lainnya
C6 – C2 Asetofenon dan asam fenilasetat
C6 – C3 Asam sinamat, sinamil aldehid, sinamil alkohol
C6 – C3 Koumarin, Isokoumarin, dan kromon
C15 Kalkon,Auron, dihidrokalkon
C15 Flavan
Lignan, neolignan Dimer atau oligomer
Lignin Polimer
Tanin Oligomer atau Polimer Phlobaphene Polimer
10 2.4.1 Flavonoid
Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3
-C6. Artinya, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena
tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Sirait, 2007; Robinson, 1995).
Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid untuk tumbuhan yang mengandungnya ialah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga. Efek flavonoid terhadap berbagai macam organisme sangat banyak macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang menghambat banyak reaksi oksidasi (sebagai antioksidan) (Robinson, 1995).
2.5 Gula dan gula alkohol
11
1. Makanan yang ditambahkan poliol kalorinya lebih rendah dan bebas gula daripada makanan yang tidak ditambah poliol
2. Rasa poliol seperti gula pada umumnya (gula tebu atau sukrosa) 3. Kalorinya lebih rendah daripada gula
4. Tidak menyebabkan kerusakan gigi 5. Menurunkan respon insulin
Gula alkohol diklasifikasikan berdasarkan jumlan unit sakarida yang terdapat ndalam molekul. Berikut adalah gula alkohol turunan monosakarida.
Tabel 2.3 Monosakarida dan turunanny gula alkohol
Gula Gula alkohol
D-Gliseraldehida Gliserol
D-eritrosa Eritritol
D-xylulosa dan L-xylulose Xylitol D-xylulosa dan D-ribulosa D-arabitol
L-ribulosa dan D-ribulosa Ribitol (adonitol) D-glukosa, L-sorbose, dan D-fruktosa D-sorbitol (D-glucitol)
L-sorbose L-iditol
D-fruktosa D-mannitol
12
manfaat penghancur lemak dan penurun kolesterol darah tersebut, inositol menjadi bagian penting dalam diet (Luckner, 1984).
2.6 Teknologi Ekstraksi
Propolis dalam bentuk mentah (raw propolis) belum bisa dimanfaatkan khasiatnya karena masih terselimuti dengan berbagai bahan. Komponen aktifnya harus dipisahkan dan dikeluarkan dengan cara ekstraksi. Hingga kini belum ada standarisasi tentang konsentrasi, metode ekstraksi, dan jenis pelarut yang akan dipakai. Cara ekstraksi yang paling umum adalah menggunakan pelarut organik (Mahani, et al., 2011).
Proses ekstraksi yang baik adalah polaritas pelarut sesuai dengan polaritas propolis, pelarut mudah diuapkan/dipisahkan, suhu penguapan/pemisahan tidak merusak propolis dan kedap udara untuk menghindari kerusakan akibat oksidasi. Pelarut yang bersifat semi polar yang populer adalah etanol. Pelarut ini paling umum digunakan untuk mengekstrak komponen aktif dari bahan alam, termasuk untuk mengekstrak propolis. Pelarut ini memiliki sejumlah kelebihan yaitu komponen yang terbawa berasal dari golongan polar dan non polar sekaligus sehingga komponen yang terbawa lebih banyak dan beragam. Selain itu, potensi khasiat propolis yang dihasilkan lebih baik. Pelarut ini juga mudah diuapkan sehingga kemungkinan masih tertinggal sangat kecil. Artinya, propolis yang dihasilkan benar-benar bebas pelarut (Mahani, et al., 2011).
13
etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi. Metode maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi (Depkes, 2000; Ditjen POM, 1979).
2.7 Kromatografi Gas – Spektrometri Massa
Kromatografi gas (KG) merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an. Dalam metode kromatografi gas , yang sangat menentukan kehandalan metode ini adalah instrumennya sendiri yang dikenal sebagai kromatografi gas. KG merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Perkembangan teknologi yang signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi lebih akurat melalui teknik analisis dengan resolusi yang meningkat (Rohman, 2009).
14
induknya. Juga seringkali untuk menentukan bobot molekul suatu senyawa dari spektrum massanya (Supratman, 2010).
2.7.1 Sistem peralatan kromatografi gas–spektrometri massa
Bagian-bagian yang terpenting dari sebuah kromatografi Gas– Spektrometri Massa, menurut meliputi :
Gambar 2.1 Diagram Blok Kromatografi Gas–Spektrometri Massa
(Sumber: Anonim, 2011).
2.7.2 Prinsip Kromatografi Gas–Spektrometri Massa
Menurut Watson (2005), prinsip-prinsip alat Kromatografi Gas– Spektrometri Massa tersebut yaitu:
- Injeksi sampel dapat dilakukan secara manual atau menggunakan pengambil sampel otomatis melalui sekat karet yang dapat tertutup kembali.
- Sampel tersebut diuapkan pada bagian portal injeksi yang dipanaskan dan mengalami kondensasi pada bagian atas kolom
15
- Kolom ditutup dalam suatu oven yang dapat diatur pada suhu antara suhu kamar dan lebih kurang 400oC
- Detektor yang digunakan adalah spektrometri massa (MS)
- Sampel dimasukkan kedalam sumber instrumen dengan memanaskannya pada akhir suatu sensor sampai menguap airnya, dibantu dengan keadaan sangat hampa dalam instrumen tersebut
- Jika berada dalam fase uap, analit dibombardir dengan elektron-elektron yang dihasilkan oleh filamen rhenium atau tungsten, yang diakselerasi menuju suatu target positif dengan energi sebesar 70 eV.
- Dua jenis sistem biasanya digunakan untuk memisahkan ion-ion berdasarkan perbandingan muatan terhadap massanya.
Prinsip dasar kromatografi Gas melibatkan volatilisasi atau penguapan sampel dalam inlet injektor, pemisahan komponen-komponen dalam campuran, dan deteksi tiap komponen dengan detektor. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50oC - 350oC) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.7.3 Instrumentasi alat
2.7.3.1 Fase gerak
16
pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas. Syarat gas pembawa adalah: tidak reaktif, murni/kering karena kalau tidak murni akan berpengaruh pada detektor, dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi (Rohman, 2009).
2.7.3.2 Ruang suntik sampel
Lubang suntik didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien. Desain yang populer terdiri atas saluran gelas yang kecil atau tabung logam yang dilengkapi dengan septum karet pada satu ujung untuk mengakomodasi injeksi dengan syringe. Karena Helium (gas pembawa) mengalir melalui tabung, sejumlah volume yang diinjeksikan akan segera menguap untuk selanjutnya dibawa menuju kolom (Rohman, 2009).
2.7.3.3 Kolom
17 2.7.3.4 Oven
Oven KG menggabungkan suatu kipas, yang memastikan distribusi panas yang merata diseluruh oven. Oven-oven ini dapat diprogram untuk menghasilkan suhu yang tetap, kondisi isotermal, atau peningkatan suhu secara berangsur-angsur. Kecepatan pemrograman oven dapat berkisar dari 1oC/menit sampai 40oC /menit. Program suhu yang kompleks dapat dihasilkan dengan melibatkan sejumlah peningkatan suhu berselang-seling dengan periode-periode kondisi isotermal, misalnya 60oC(1menit)/5oC/menit sampai 100oC(5menit)/10oC/menit sampai 200oC (5menit). Keuntungan dari program-program suhu adalah bahwa bahan-bahan yang keatsiriannya sangat berbeda dapat dipisahkan dalam waktu yang rasional dan juga injeksi sampel dapat dilakukan pada suhu rendah, ketika sampel akan diperangkap pada bagian atas kolom dan kemudian suhu dapat dinaikkan sampai sampel berelusi (Watson, 2005).
2.7.3.5 Detektor
Detektor adalah gawai yang memasok sinyal keluaran sebagai tanggapan terhadap cuplikan. Alat ini disambungkan dengan keluaran kolom untuk memantau efluen kolom dalam waktu sebenarnya. Fungsi detektor adalah untuk mendeteksi dan mengukur sejumlah kecil komponen yang terpisahkan pada aliran gas yang meninggalkan kolom. Keluaran dari detektor direkam oleh sebuah recorder yang akan mengahasilkan sebuah kromatogram (Jeffery, et al., 1989; Johnson dan Stevenson, 1978).
18
kualitatif, sedangkan luas puncak dalam kromatogram dapat dipakai sebagai data kuantitatif yang keduanya telah dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Akan tetapi apabila kromatografi gas digabung dengan instrumen yang multipleks misalnya GC/MS atau yang disebut Kromatografi Gas–Spektrometri Massa, kromatogram disajikan dalam bentuk lain (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.7.3.5.1 Spektrometri massa sebagai detektor
(Sumber: Lee, 2005).
Menurut Lee (2005), terdapat delapan jenis sumber ionisasi yang digunakan dalam intrumen MS. Pada analisis yang divariasikan dengan GC, umumnya dan pada penelitian ini yang digunakan adalah elektron impact (EI). Proses ionisasi dalam elektron impact (EI) yaitu, elektron dilewatkan melalui sampel fase gas dan bertubrukan dengan molekul analit (M) yang kemudian menghasilkan ion-ion bermuatan positif atau fragmentasi ion. Umumnya elektron memiliki energi sebesar 70 eV. Metode ini digunakan untuk semua senyawa-senyawa yang bersifat volatil.
19 2.8 Derivatisasi pada Kromatografi Gas
Derivatisasi pada KG merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis menggunakan kromatografi gas (menjadi lebih mudah menguap). Menurut Rohman (2009), alasan dilakukannya derivatisasi adalah: - Senyawa-senyawa tersebut tidak memungkinkan dilakukan analisis dengan
KG terkait dengan volatilitas dan stabilitasnya.
- Untuk meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram. Beberapa senyawa tidak menghasilkan bentuk kromatogram yang bagus (misal puncak kromatogram saling tumpang tindih) atau sampel yang dituju tidak terdeteksi, karenanya diperlukan derivatisasi sebelum dilakukan analisis dengan KG. - Meningkatkan volatilitas, misal senyawa gula. Tujuan utama derivatisasi
adalah untuk meningkatkan volatilitas senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (non-volatil). Senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah biasanya tidak mudah menguap, karena adanya gaya tarik-menarik inter molekuler antara gugus-gugus polar karenanya jika gugus-gugus polar ini ditutup dengan cara derivatisasi akan mampu meningkatkan volatilitas senyawa tersebut secara dramatis.
- Meningkatkan deteksi, misal untuk kolesterol dan senyawa-senyawa steroid. - Meningkatkan stabilitas. Beberapa senyawa volatil mengalami dekomposisi
parsial karena panas sehingga diperlukan derivatisasi untuk meningkatkan stabilitasnya.
20
Beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada kromatografi gas yaitu esterfikasi, asilasi, alkilasi, sililasi, kondensasi, dan siklisasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
• Sililasi
Derivat silil digunakan untuk menggantikan eter alkil untuk analisis komponen sampel yang bersifat polar dan tidak mudah menguap. Salah satu contoh sampel yang menggunakan derivat ini adalah Propolis. Derivat yang paling sering dibuat adalah trimetilsilil. Urutan reaktifitas pereaksi sililasi berdasarkan pada kemampuan penyumbang silil adalah sebagai berikut: Trimetilsililimidazol(TMSIM)>N,O-bis-(trimetilsilil)-trifluoroasetamid (BSTFA) >N,O-bis-(trimetilsilil)-asetamid(BSA)>N-metil-N-trimetilsililtrifluoroasetamid (MSTFA) > Trimetilklorosilan (TMCS) > Heksametildisilazan (HMDS) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Urutan reaktivitas gugus-gugus penerima silil adalah sebagai berikut: alkohol>fenol>asam karboksilat>amina>amida. Faktor sterik sangat penting dalam hal penentuan kecepatan reaksi derivatisasi. Untuk setiap gugus fungsi, urutan reaktifitasnya adalah: primer>sekunder>tersier (Gandjar dan Rohman, 2007).
N,O-bis-21
trimetilsilil)-trifluoroasetamid(BSTFA) yang kadang-kadang ditambah dengan trimetilklorosilan(TMCS) sebagai katalis. Kedua pereaksi ini menunjukkan selektifitas. TMSIM tidak bereaksi dengan gugus amino, sedangkan BSTFA merupakan pereaksi terpilih untuk gugus amino. Pembuatan pereaksi ini pun lebih reaktif dengan media bebas air (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gambar 2.2 Struktur BSTFA dan reaksi Sililasi :
Struktur BSTFA:
Reaksi Sililasi :
For BSTFA :
For TMCS: X = Cl