BAB II
LANDASAN TEORI
1. KONSENTRASI BELAJAR
1.1 Defenisi Konsentrasi Belajar
Konsentrasi adalah pemusatan atau pengerahan (perhatiannya ke
pekerjaannya atau aktivitasnya) (Hornby dan Siswoyo, 1993). Menurut Slameto (2003) konsentrasi merupakan pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan
mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dimana dalam belajar konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap mata pelajaran dengan mengenyampingkan semua hal yang tidak berhubungan dengan pelajaran.
Hendrata (2007) berpendapat konsentrasi adalah sumber kekuatan pikiran dan bekerja berdasarkan daya ingat dan lupa dimana pikiran tidak dapat bekerja
untuk lupa dan ingat dalam waktu bersamaan. Apabila konsentrasi seseorang mulai lemah maka akan cenderung mudah melupakan suatu hal dan sebaliknya
apabila konsentrasi masih cukup kuat maka akan dapat mengingat dalam waktu yang lama.
Djamarah (2008) mengungkapkan bahwa konsentrasi adalah pemusatan
fungsi jiwa terhadap suatu objek seperti konsentrasi pikiran, perhatian dan sebagainya. Dalam belajar dibutuhkan konsentrasi dalam bentuk perhatian yang terpusat pada suatu pelajaran. Maka dari itu konsentrasi merupakan salah satu
konsentrasi ini berkurang maka dalam mengikuti pelajaran di kelas maupun belajar secara pribadi akan terganggu.
Berdasarkan beberapa pengertian konsentrasi belajar diatas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi belajar adalah pemusatan fungsi jiwa dan pemikiran seseorang terhadap objek yang berkaitan dengan belajar (penerimaan
informasi tentang pelajaran) dimana konsentrasi belajar ini sangat penting dalam proses pembelajaran karena merupakan usaha dasar untuk dapat mencapai prestasi
belajar yang lebih baik.
1.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Belajar
Menurut Tonienase (2007) konsentrasi belajar siswa dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti di bawah ini:
a. Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan dalam berkonsentrasi, siswa akan dapat memaksimalkan kemampuan konsentrasi. Jika siswa dapat
mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap konsentrasi, siswa mampu menggunakan kemampuan siswa pada saat dan suasana yang tepat. Faktor lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi belajar adalah suara, pencahayaan,
temperatur, dan desain belajar.
1. Suara. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap suara, ada yang menyukai belajar sambil mendengarkan musik, belajar ditempat ramai,
tenang tanpa suara, atau ada juga yang dapat belajar ditempat dalam keadaan apapun.
2. Pencahayaan. Pencahayaan merupakan salah satu faktor yang pengaruhnya kurang begitu dirasakan dibandingkan pengaruh suara, tetapi terdapat juga seseorang yang senang belajar ditempat terang, atau senang belajar
ditempat yang gelap, tetapi kenyamanan visual dapat juga digolongkan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan di
dalam ruangan maupun bangunan.
3. Temperatur. Temperatur sama seperti faktor pencahayaan, merupakan faktor yang pengaruhnya kurang begitu dirasakan dibandingkan pengaruh
suara, tetapi terdapat juga seseorang yang senang belajar ditempat dingin, atau senang belajar ditempat yang hangat, dan juga senang belajar
ditempat dingin maupun hangat.
4. Desain Belajar. Desain belajar merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh juga, yaitu sebagai media atau sarana dalam belajar, misalnya
terdapat seseorang yang senang belajar ditempat santai sambil duduk di kursi, sofa, tempat tidur, maupun di karpet. Cara mendesain media dan
sarana belajar merupakan salah satu cara yang dapat membuat kita lebih dapat berkonsentrasi.
b. Modalitas Belajar
mengembangkan strategi dan metode pembelajaran di kelas akan meningkatkan konsentrasi belajar siswa sehingga hasil belajarnya pun akan meningkat pula.
Semakin banyak informasi yang diterima dan diserap oleh siswa, maka kemampuan berkonsentrasi pun harus semakin baik dan fokus dalam mengikuti setiap proses pembelajaran. Banyak cara yang ditawarkan oleh para ahli dalam
meningkatkan konsentrasi belajar siswa, misalnya dengan cara meningkatkan gelombang alfa agar setiap siswa dapat berkonsentrasi dengan baik (Depoter,dkk
dalam Susanto, 2006), kemudian dapat juga dengan mengatur posisi tubuh pada saat belajar, dan mempelajari materi (informasi) sesuai dengan karakteristik siswa itu sendiri.
c. Pergaulan
Pergaulan juga dapat mempengaruhi siswa dalam menerima pelajaran,
perilaku dan pergaulan mereka, dapat mempengaruhi konsentrasi belajar yang dipengaruhi juga oleh beberapa faktor, seperti faktor teknologi yang berkembang saat ini contohnya televisi, internet, dll hal ini sangat berpengaruh pada sikap dan
prilaku siswa.
d. Psikologi
Faktor psikologi juga dapat mempengaruhi bagaimana sikap dan perilaku siswa dalam berkonsentrasi, misalnya karena adanya masalah dalam lingkungan
tentunya akan berpengaruh juga terhadap tingkat konsentrasi siswa yang akan semakin menurun.
Selain itu Nugroho (2007) juga mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan gangguan konsentrasi dalam belajar yaitu :
a. Tidak memiliki motivasi diri : Motivasi kuat yang timbul dalam diri seorang siswa dapat mendorongnya belajar sangat diperlukan. Ada siswa yang membutuhkan rangsangan seperti hadiah yang baik dari orangtua ketika mereka
berprestasi. Namun orangtua juga harus hati-hati dalam memberikan rangsangan berupa hadiah agar anak tetap mau belajar meskipun tidak diberikan hadiah.
b. Suasana lingkungan belajar yang tidak kondusif : suasana yang ramai dan
bising tentu saja dapat mengganggu siswa yang ingin belajar dalam situasi yang tenang. Namun, ada juga tipe siswa yang dapat belajar dengan mendengarkan
musik.
c. Kondisi kesehatan siswa : bila siswa terlihat tidak serius pada materi pelajaran yang sedang dialaminya, sebaiknya tidak tergesa-gesa untuk menghakimi bahwa
ia malas belajar karena bisa jadi kondisi kesehatannya yang sedang bermasalah.
d. Siswa merasa jenuh : beban pelajaran yang ditanggung oleh siswa sangat
banyak, apalagi mereka harus mengikuti kegiatan belajar dilembaga pendidikan formal (kursus). Oleh karena itu sebaiknya siswa diberikan waktu istirahat sejenak
Menurut Slameto (2010) seseorang sering mengalami kesulitan berkonsentrasi, yang disebabkan karena: kurang berminat terhadap mata
pelajaran yang dipelajari, terganggu oleh keadaan lingkungan (bising, keadaan yang semrawut dan lain-lain), pikiran kacau/masalah-masalah kesehatan yang terganggu (badan lemah), bosan terhadap pelajaran/sekolah dan lain-lain.
1.3 Aspek – Aspek Konsentrasi Belajar
Nugroho (2007) mengungkapkan aspek – aspek konsentrasi belajar
sebagai berikut :
a. Pemusatan pikiran : Suatu keadaan belajar yang membutuhkan ketenangan, nyaman, perhatian seseorang dalam memahami isi pelajaran yang dihadapi.
b. Motivasi : Keinginan atau dorongan yang terdapat dalam diri individu untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi
kebutuhannya.
c. Rasa kuatir : Perasaan yang tidak tenang karena seseorang merasa tidak optimal
dalam melakukan pekerjaannya.
d. Perasaan tertekan : Perasaan seseorang yang bkan dari individu melainkan dorongan / tuntutan dari orang lain maupun lingkungan.
f. Gangguan kepanikan : Hambatan untuk berkonsentrasi dalam bentuk rasa was-was menunggu hasil yang akan dilakuakan maupun yang sudah dilakukan oleh
orang tersebut.
g. Kesiapan belajar : Keadaan seseorang yang sudah siap akan menerima pelajaran, sehingga individu dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
1.4 Ciri – Ciri Konsentrasi belajar
Engkoswara (2012) menjelaskan klasifikasi perilaku belajar yang dapat
digunakan untuk mengetahui ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi adalah sebagai berikut:
1. Perilaku kognitif, yaitu perilaku yang menyangkut masalah pengetahuan,
informasi, dan masalah kecakapan intelektual. Pada perilaku kognitif ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat dilihat melalui :
a. Kesiapan pengetahuan yang dapat segera muncul bila diperlukan,
b. Komprehensif dalam penafsiran informasi,
c. Mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh,
d. Mampu mengadakan analisis dan sintesis pengetahuan yang diperoleh.
2. Perilaku afektif, yaitu perilaku yang berupa sikap dan apersepsi. Pada perilaku
ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat dilihat dari :
a. Adanya penerimaan, yaitu tingkat perhatian tertentu.
c. Mengemukakan suatu pandangan atau keputusan sebagai integrasi dari suatu keyakinan, ide dan sikap seseorang.
3. Perilaku psikomotor. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat dilihat dari adanya :
a. Adanya gerakan anggota badan yang tepat atau sesuai dengan petunjuk
guru,
b. Komunikasi non verbal seperti ekspresi muka dan gerakan-gerakan yang
penuh arti.
c. Perilaku berbahasa. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai adanya aktivitas berbahasa yang terkoordinasi
dengan baik dan benar.
2. PENGATURAN TEMPAT DUDUK
2.1 Defenisi Pengaturan Tempat duduk
Djamarah dan Zain (2010) menyatakan tempat duduk mempengaruhi siswa dalam belajar. Apabila tempat duduknya bagus tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang sesuai dengan kebutuhan siswa dan
dapat diubah-ubah formasinya, maka akan dapat membuat siswa belajar dengan tenang.
Hal ini juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Moh. Sholeh Hamid,
konsentrasi belajar siswa dimana pengaturan tempat duduk dapat dilakukan secara fleksibel dengan memosisikan sedemikian rupa, sesuai dengan kebutuhan
pengajaran yang efektif dan efisien.
Selain itu Wiyani (2013) juga mengungkapkan hal yang serupa dimana pengaturan tempat duduk dapat mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik
dimana tempat duduk yang digunakan harus sesuai dengan postur tubuh siswa dan dapat diubah posisinya sesuai dengan kebutuhan dalam kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pengaturan tempat duduk merupakan pengaturan tata letak tempat duduk yang dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam kegiatan belajar mengajar dengan
mempertimbangkan bentuk dan ukuran yang sesuai dengan peserta didik.
2.2 Manfaat Pengaturan Tempat Duduk
Menurut Novan Ardi Wiyani, M.Pd.I. (2013) perubahan posisi tempat duduk memiliki banyak manfaat dalam mencapai keberhasilan belajar. Beberapa manfaat dari pengaturan tempat duduk adalah :
a. menghindari kejenuhan pada peserta didik dalam belajar.
b. menjadikan fokus belajar peserta didik tetap terjaga.
c. meningkatkan konsentrasi belajar peserta didik.
2.3 Tujuan Pengaturan Tempat Duduk
Menurut Moh. Sholeh Hamid, S.Pd. (2012) pengaturan tempat duduk
dilakukan untuk memenuhi empat tujuan pembelajaran yaitu :
a. aksesibilitas yang membuat siswa mudah menjangkau alat atau sumber belajar
yang tersedia.
b. mobilitas yang membuat siswa dan guru mudah bergerak dari satu bagian ke bagian lain dalam kelas
c. interaksi yang memudahkan terjadinya komunikasi antara guru dengan siswa maupun antar siswa.
d. memungkinkan siswa untuk bekerjasama secara perorangan, berpasangan dan berkelompok.
2.4 Hal yang Harus Diperhatikan dalam Mengatur Tempat Duduk
Ada 6 hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengatur tempat duduk (Wiyani, 2013) :
a. ukuran dan bentuk kelas
b. bentuk serta ukuran tempat duduk dan meja siswa
c. banyaknya siswa di kelas
d. jumlah kelompok kelas
f. komposisi peserta didik dalam kelompok
2.5 Jenis – Jenis Formasi Pengaturan Tempat Duduk
Menurut Wiyani (2013) ada beberapa jenis formasi pengaturan tempat duduk yaitu:
a. Formasi tradisional : pada formasi ini peserta didik duduk
berpasangan-pasangan dalam satu meja dengan satu kursi panjang atau dua kursi dimana tempat duduk pada formasi ini berderet memanjang ke belakang.
b. Formasi auditorium : formasi ini hampir sama dengan formasi tradisional bedanya, pada formasi ini posisi tempat duduk peserta didik sederet memanjang ke samping bukan ke belakang seperti pada formasi tradisional.
c. Formasu chevron : pada formasi ini tempat duduk disusun memanjang kesamping (dua kolom saja) dengan posisi sedikit miring dari dalam keluar
sehingga hal ini memperkecil jarak antara peserta didik dan guru.
d. Formasi kelas U Shape : formasi dimana tempat duduk disusun menjadi bentuk huruf U yang terdiri dari dua kolom kursi yang disusun berbaris dari depan
kebelakang dan dibelakang kedua kolom dihubungkan dengan sebaris kursi yang telah disusun dari kiri ke kanan.
e. Formasi meja pertemuan : formasi ini umumnya digunakan ditempat-tempat pertemuan atau seminar dimana formasi ini dapat digunakan dengan cara membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok
f. Formasi konfrensi : formasi ini menggunakan meja panjang yang didekatkan saru per satu dalam bentuk memanjang sehingga membentuk kumpulan meja
berbentuk persegi panjang. Selanjutnya, peserta didik duduk di kursi yang mengelilingi meja-meja persegi panjang tersebut.
g. Formasi pengelompokkan terpisah : formasi ini membentuk
kelompok-kelompok terpisah dengan meletekkan kelompok-kelompok yang satu berjauhan dengan kelompok yang lain dimana ada satu kelompok yang berada ditengah dalam
formasi huruf U yang sedang dibimbing oleh guru.
h. Formasi tempat kerja : formasi ini cocok untuk di laboratorium karena peserta
didik duduk pada satu tempat untuk mengerjakan tugasnya masing-masing.
i. Formasi kelompok untuk kelompok : formasi yang terdapat dalam beberapa kelompok yang duduk dalam satu meja persegi berukuran besar (bisa juga dengan
membuat beberapa meja menjadi persegi besar) sehingga setiap kelompok dapat saling berhadapan.
j. Formasi lingkaran : pengaturan tempat duduk yang disusun melingkar tanpa
menggunakan meja dan kursi.
k. Formasi peripheral : pengaturan tempat duduk dimana meja berada dibelakang
siswa dalam keadaan hampir melingkar dengan tujuan agar siswa dapat memutar kursinya mengahadap guru saat ingin berdiskusi.
Wiyani (2013) mengungkapkan bahwa formasi tempat duduk / formasi kelas U Shape dapat ditemukan pada acara diktat maupun workshop khususnya
workshop kepemimpinan, namun bukan berarti formasi ini tidak dapat diterapkan didalam sebuah kelas. Formasi ini justru sangat ideal, efektif, dan efesien untuk diterapkan di dalam sebuah kelas.
Formasi tempat duduk U Shape ini sangat menarik dan mampu mengaktifkan para siswa atau peserta didik sehingga mampu membuat mereka
antusias dalam belajar sehingga harapan keberhasilan kegiatan belajar-mengajar dapat tercapai. Pada formasi ini, guru merupakan yang paling aktif bergerak dinamis ke segala arah serta langsung berinteraksi dengan secara
berhadap-hadapan dengan peserta didiknya.
Gerakkan yang dapat dilakukan seperti gerakan maju ke tengah dan
kembali lagi ke tempat semula serta gerakan menyamping ke kanan dan ke kiri kemudian melakukan gerakan maju-mundur. Hal yang harus diperhatikan adalah
pada saat melakukan gerakan mundur (kembali ke tempat semula) guru/ pengajar tidak boleh berbalik kebelakang, tetapi harus berjalan mundur dan tetap memfokuskan pandangannya ke peserta didik.
Formasi ini tepat dilakukan dalam kegiatan belajar yang dilakukan dengan diskusi, presentasi dan kerja tim. Pada formasi ini guru dapat memindahkan siswa yang ada di deretan bangku kanan ke deretan bangku kiri, dan sebaliknya. Dengan
dalam kegiatan belajar mengajar dan mampu berinteraksi secara langsung sehingga akan mendapatkan respon dari guru secara langusng.
Berdasarkan penejelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengaturan tempat duduk U Shape memiliki beberapa kelebihan yaitu :
1. Guru dapat melakukan gerakan kesegala arah (mobilitas) :
Komunikasi merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam menyampaikan informasi kepada siswa. Ada 3 jenis komunikasi yang digunakan
untuk mengembangkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa (Sudjana, 2010) yaitu :
a. Komunikasi satu arah : dalam komunikasi ini guru berperan sebagai
pemberi aksi dan siswa penerima aksi.
b. Komunikasi dua arah : dalam komunikasi ini guru dan siswa memiliki
peran yang sama yaitu pemberi dan penerima informasi.
c. Komunikasi sebagai transaksi : komunikasi yang melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa sehingga
dapat menjadikan kegiatan belajar optimal sehingga terbentuk pembelajaran aktif.
Wiyani (2013) menyatakan tempat duduk U Shape memungkinkan guru bergerak ke segala arah dan tepat digunakan untuk kegiatan diskusi, presentasi dan kerja tim. Oleh karena itu dapat disimpulkan, dengan desain tempat duduk U
berkomunikasi dan berinterasksi dengan siswanya begitu juga dengan siswa memiliki kesempatan yang sama serta guru dapat menjangkau siswa agar tetap
fokus dan tidak menimbulkan kebisingan sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi lebih aktif dan efektif.
2. Memaksimalkan potensi alat indera yang dimiliki siswa
Menurut Wiyani (2013) pengaturan tempat duduk U Shape dapat mengoptimalkan alat indra siswa serta guru dapat berhadapan langsung dengan
siswa, sehingga dapat disimpulkan dengan pengaturan tempat duduk U Shape dapat mengoptimalkan siswa dalam menjangkau informasi secara visual dan
auditori dengan baik dan tidak ada penghalang terhadap pandangan siswa baik ke guru yang memberikan pengajaran berupa suara ataupun peragaan dan ke papan tulis berupa informasi visual.
Hal ini didukung oleh Margaret (2005) dimana dalam memproses informasi, hal utama yang diperlukan adalah fungsi alat indera yang optimal. Hal ini ditunjukkan dari tiga tahap dalam memproses informasi yaitu sensory – short
term memory – long term memory. Alat indera merupakan pintu masuknya informasi dan alat indera yang utama digunakan dalam memproses informasi ialah
alat penglihatan (Visual) dan pendengaran (Auditory).
Ketika informasi berupa stimulus dari penglihatan maupun suara dikenali oleh alat indera maka proses sensori mentransformasikan dan mengorganisasikan
saraf-saraf yang menghantarkan informasi tersebut ke bagian otak yaitu temporal lobe (hearing, advanced visual processing) dan occipetal lobe (vision).
Selain itu, menurut Moh. Sholeh Hamid (2011), formasi kelas dengan tempat duduk U Shape ini sangat ideal untuk memberikan materi pelajaran dalam bentuk apapun sehingga formasi ini menjadi formasi yang multifungsi.
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengaturan tempat duduk U Shape merupakan penataan tempat duduk berbentuk
huruf U yang terdiri dari baris kiri yang menghadap ke kanan, baris kanan yang menghadap ke kiri dan baris tengah ke depan sehingga seluruh siswa dapat
memiliki porsi yang sama untuk melihat ketengah ruangan, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Sketsa Pengaturan Tempat Duduk U Shape Melihat guru dan papan tulis
secara langsung, mendengar dan berkomunikasi secara
langsung
Interaksi antar siswa
Interaksi antar siswa Papan Tulis
4. DINAMIKA PENGATURAN TEMPAT DUDUK U SHAPE DAN KONSENTRASI BELAJAR
Sumber daya manusia merupakan faktor pusat di lingkungan organisasi yang mencari laba (perusahaan dan industri), voluntir (organisasi/perkumpulan berdasarkan kemanusiaan dan pengabdian) dan nir laba (instansi pemerintah)
(Nawawi, 2008). Organisasi pendidikan sebagai organisasi nir laba juga harus memperhatikan kualitas siswa/siswinya agar nantinya akan menjadi sumber daya
manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, siswa dan siswi harus memiliki prestasi yang baik dalam kegiatan belajar mengajar dimana salah satu aspek pentingnya ialah konsentrasi belajar (Surya, 2009).
Menurut Djamarah (2008), konsentrasi adalah pemusatan fungsi jiwa terhadap suatu objek seperti pikiran dan perasaan dimana hal ini dibutuhkan
dalam belajar sebagai perwujudan perhatian yang tepusat dan merupakan salah satu aspek yang mendukung siswa memperoleh prestasi yang baik. Selanjutnya,
Tonienase (2007) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar dimana salah satunya adalah lingkungan yang terdiri dari suara, pencahayaan, temperatur, dan desain belajar. Desain belajar merupakan
media atau sarana yang dibuat untuk meningkatkan konsentrasi belajar, yaitu dengan cara memilih dan mendesain ruang belajar sesuai dengan kebutuhan
Selain itu Nugroho (2007) menyatakan bahwa lingkungan yang ramai dan bising dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa. Hal ini juga sejalan dengan
yang diungkapkan oleh Slameto (2010) dimana keadaan lingkungan yang semerawut dan berisik dapat mengganggu konsenterasi belajar individu.
Pengaruh lingkungan dalam belajar harus diperhatikan karena kondisi
lingkungan yang buruk dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Alex Justian (2012) dengan judul
“Analisis Pengaruh Kebisingan terhadap Performa Siswa Sekolah Dasar di Ruang Kelas” membuktikan bahwa kebisingan dengan tingkat kebisingan 53 dbA keatas mempengaruhi ketanggapan siswa dalam belajar sehingga peneliti menyimpulkan
bahwa kebisingan harus dihindarai karena dapat mengganggu proses belajar di kelas.
Selain itu penelitian yang dilakuakan oleh Herlina (2007) yang berjudul “Pengaruh Pengelolaan Kelas terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa” dimana
dilakukannya perlakuan berupa pengelolaan kelas yang terdiri dari pengaturan perabot, sarana belajar, alat peraga, panjangan kelas, pengaturan tempat duduk, pengelompokkan siswa, sampai pembuatan laporan. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan terjadinya peningkatan nilai pada kelas ekpserimen setelah mendapatkan perlakuan.
Pengaturan tempat duduk merupakan salah satu faktor lingkungan yang
bentuk dan ukurannya, namun pengaturan tempat duduk juga meliputi formasi tempat duduk yang tepat untuk digunakan oleh siswa (Djamrah &Aswan, 2010).
Salah satu formasi tempat duduk yang dapat digunakan adalah pengaturan tempat duduk U Shape. Menurut Wiyani (2013) pengaturan tempat duduk U
Shape sangat ideal, efektif dan efesien untuk diterapkan di dalam kelas. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Scivener (1994) penggunan pola penyusunan tempat duduk U Shape dapat membentuk eye-contact dan berinteraksi secara
alami, selain itu ia juga mengatakan bahwa siswa yang lemah kemampuannya tidak mempunyai kesempatan untuk bersembunyi dan siswa yang lebih baik kemampuannya juga tidak dapat mendominasi kelas sehingga pemberian
informasi akan merata.
Selain itu Menurut Jeremy Harmer (1998), pola penyusunan tempat duduk
U Shape membuat posisi siswa, guru dan jangkauan ke papan tulis menjadi sama rata dan ini memberikan kesempatan kepada guru untuk lebih dekat berinteraksi
kepada siswa dan siswa juga dapat saling berinteraksi satu sama lain. Hal ini sangat mendukung dalam pemrosesan informasi yang berkaitan dengan atensi atau perhatian yang fokus pada siswa/siswi dimana menurut Margaret (2005)
dalam memproses informasi, hal utama yang diperlukan adalah fungsi alat indera yang optimal terutama alat indera merupakan pintu masuknya informasi.
Hal ini ditunjukkan dari tiga tahap dalam memproses informasi yaitu
informasi ialah alat penglihatan (Visual) dan pendengaran (Auditory). Ketika informasi berupa stimulus dari penglihatan maupun suara dikenali oleh alat indera
maka proses sensori mentransformasikan dan mengorganisasikan informasi mentah tersebut dengan menggunakan sensory reseptor. Informasi yang ditangkap melalui alat indera diproses oleh sensory receptor yang berupa saraf-saraf yang
menghantarkan informasi tersebut ke bagian otak yaitu temporal lobe (hearing, advanced visual processing) dan occipetal lobe (vision) (Margaret, 2005). Oleh
karena itu, pengaturan tempat duduk U Shape dapat mengoptimalkan alat indera siswa dalam hal ini secara visual dan auditory.
Selain itu, Menurut Wiyani (2013) pengaturan tempat duduk U Shape
dapat memberikan keleluasaan pada guru untuk bergerak kesegala arah sehingga siswa dapat dijangkau dan diawasi sehingga dapat menghindari kelas dari
kebisingan.
Menurut Mohhamad Sholeh Hamid, S.Pd (2012) pengaturan tempat duduk
U Shape sangat menarik dan dapat mengaktifkan para siswa, sehingga mampu membuat mereka antusias untuk mengikuti pelajaran serta guru adalah orang yang paling aktif dengan bergerak dinamis ke segala arah dan langsung berinteraksi
5. HIPOTESA
Oleh karena itu, hipotesa dalam penelitian ini ialah :