A. Latar Belakang
Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) telah menyeret nama sejumlah institusi pendidikan lewat kasus-kasus yang terjadi selama pelaksanaannya. Dari waktu ke waktu kekerasan kerap mewarnai pelaksanaan Ospek di Indonesia. Pada permulaan 2009 seorang mahasiswa jurusan Teknik Geodesi ITB diberitakan meninggal dunia setelah melaksanakan Ospek yang berlangsung selama 3 hari di fakultasnya. Korban mengalami kekerasan berupa pemaksaan dari panitia Ospek untuk melakukan aktifitas yang melelahkan melampaui apa yang dapat diterima oleh tubuh secara normal (Siswadi, 2009). Pada penghujung 2011 seorang mahasiswa jurusan MIPA Universitas Hasanuddin diberitakan meninggal dunia usai mengikuti kegiatan Ospek di kampus tersebut (Abdurrahman, 2011). Sebelumnya Universitas Hasanuddin yang berlokasi di Makassar ini juga sudah sering tercatat dengan sejumlah kasus kekerasan yang terjadi pada saat Ospek. Ospek di universitas tersebut pada saat itu dinilai sarat akan tindakan kekerasan, mulai dari kekerasan verbal hingga kekerasan fisik yang dialami oleh mahasiswa peserta Ospek (Gunawan, 2004).
mengikuti Ospek di kampusnya yang berlokasi di Tangerang (Imam, 2012). Di tempat berbeda, Institut Pendidikan Dalam Negri (IPDN) telah tercatat memiliki kasus yang terbanyak dan paling fenomenal sepanjang sejarah pendidikan di Indonesia. Secara resmi pihak IPDN sendiri telah mengumumkan bahwa hanya ada 29 orang praja IPDN yang meninggal dalam kurun 1993-2007, dengan 3 orang praja yang dinyatakan meninggal akibat kekerasan yang diterima di kampus IPDN. Sementara menurut keterangan beberapa saksi yang berasal dari kubu internal IPDN sendiri, ada lebih dari 40 kasus kekerasan yang telah terjadi dengan belasan korban meninggal dengan sebagian besar kasus terjadi pada masa Ospek (Kompas.com). Tak ubahnya di tempat lain, di wilayah Sumatera Utara sendiri kekerasan juga kerap mewarnai kegiatan Ospek. Pada 15 Agustus 2009 seorang mahasiswa Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Medan diberitakan meninggal dunia akibat penganiayaan berat yang diterimanya pada saat Ospek (Ikhwan, 2009).
perlakuan yang dapat digolongkan ke dalam pelecehan seksual (seputarmalang.com).
kesimpulan bahwa individu memiliki kecenderungan mendominasi individu lain dalam konteks sosial, di mana kecenderungan ini memiliki level atau tingkatan tertentu, yang selanjutnya disebut dengan orientasi dominasi sosial (Social Dominance Orientation/ SDO). Para peneliti juga menemukan bahwa level SDO yang lebih tinggi berhubungan dengan level yang semakin rendah dari kepedulian terhadap orang lain dan level empati yang lebih rendah (Pratto et al., 1994; Sidanius & Pratto, 1999).
Ospek melibatkan interaksi antara kelompok senior dan kelompok junior. Sebagai senior, tidak tertutup kemungkinan jika ketika menjadi pelaksana Ospek mereka ingin menunjukkan kalau kelompok mereka adalah kelompok yang
superior, membuat junior pada posisi inferior, menginginkan hirarki berbasis kelompok tersebut dan mendominasi para junior atau peserta Ospek. Dan untuk merampungkan niatannya itu, kekerasan dapat menjadi alat yang efektif dan Ospek menjadi sarana yang sempurna untuk melakukannya. Sehingga bisa saja orientasi dominasi sosial (SDO) mempunyai korelasi dengan kekerasan yang kerap terjadi di dalam Ospek. Lewat penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara Social Dominance Orientation (SDO) dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan.
B. Keutamaan Penelitian
identik dengan kegiatan Ospek. Akan tetapi, pada praktek yang terjadi di lapangan, kekerasan Ospek tidaklah sepenuhnya hilang. Masih banyak perlakuan-perlakuan yang diberikan di dalam Ospek yang wujudnya tidak secara eksplisit berbentuk kekerasan seperti kasus-kasus terdahulu, melainkan cenderung bersifat lebih halus namun tetap mengandung nilai eksploitasi yang mengarah kepada kekerasan dan penganiayaan. Misalnya, masih banyak kampus yang menerapkan gaya Ospek ala semi-militer, yang beragendakan pembinaan mental melalui cara-cara membentak, hukuman seperti push-up, sit-up, lari keliling lapangan, menjemur atau menyetrap junior, mempermalukan dan menyakiti mental dan sebagainya. Bentuk-bentuk kekerasan seperti ini mungkin tidak akan sampai menimbulkan jatuhnya korban jiwa seperti kasus-kasus sebelumnya, akan tetapi kekerasan dalam bentuk apapun tetap berdampak negatif bagi korban yang mengalaminya.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara variabel psikologis SDO dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan. Persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan dalam penelitian ini diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk mempersepsikan Ospek sebagai suatu rangkaian kegiatan yang memang diperuntukkan bagi ajang kekerasan. Dengan hipotesis bahwa terdapat hubungan yang positif di antara kedua variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi derajat SDO seorang individu maka semakin tinggi pula persepsi individu terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan. Jika hipotesis penelitian diterima berdasarkan pengolahan dari data-data yang berhasil dikumpulkan, maka untuk selanjutnya kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini dapat berfungsi sebagai langkah preventif untuk turut memperkecil probabilitas munculnya perilaku kekerasan di dalam Ospek. Langkah preventif yang dimaksud dapat dilakukan dengan melakukan tes pengukuran SDO terlebih dahulu terhadap setiap individu dalam setiap komponen yang akan menjadi pelaku atau pelaksana di dalam kegiatan Ospek dan menetapkan standar skor SDO maksimum sebagai kriteria untuk dapat terlibat dalam kegiatan Ospek.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
orang terhadap wajar/ tidaknya perlakuan-perlakuan yang mengandung unsur kekerasan diberikan di dalam Ospek
b. Mengetahui level dan rata-rata orientasi dominasi sosial (SDO) partisipan penelitian
c. Melihat hubungan antara level SDO dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
 Mengembangkan kajian ilmu di bidang psikologi, khususnya
psikologi sosial yang berhubungan dengan Ospek atau kegiatan orientasi lainnya yang sudah menjadi bagian dari dunia pendidikan di Indonesia
 Memperkaya literatur dan menambah daftar temuan penelitian yang
berkaitan dengan social dominance orientation di wilayah Asia, khususnya Indonesia
b. Manfaat Praktis
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I: Pendahuluan
Bab ini menceritakan beberapa kasus mengenai maraknya praktek kekerasan di dalam Ospek di berbagai wilayah dari luar kota hingga ke dalam kota Medan sendiri, menjelaskan mengapa kekerasan di dalam Ospek menjadi hal yang penting untuk diteliti, menjelaskan latar belakang mengenai mengapa peneliti tertarik untuk melihat hubungan di antara
social dominance orientation dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan, serta memaparkan manfaat dan tujuan yang diperoleh dari hasil penelitian, dan uraian singkat mengenai sistematika penulisan penelitian.
BAB II: Landasan Teori
Bab ini berisi penjelasan mengenai indikator-indikator penelitian: teori persepsi, teori kekerasan, ulasan singkat mengenai Ospek, teori social dominance, social dominance orientation (SDO), dan bagaimana social dominance orientation dapat memiliki keterkaitan dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan, kemudian diakhiri dengan pemaparan hipotesa penelitian.
BAB III: Metode Penelitian
pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, uji asumsi dan metode analisis data.
BAB IV: Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini berisi uraian tentang gambaran partisipan penelitian, hasil penelitian yang meliputi hasil uji asumsi, hasil utama penelitian, dan deskripsi data penelitian, serta pembahasan.
BAB V: Kesimpulan dan Saran