• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Komunikasi Antar Anggota Dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Komunikasi Antar Anggota Dalam"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

Abstrak

Interaksi merupakan kebutuhan pokok manusia dalam bersosialisasi dengan lingkungan hidupnya. Pada penelitian ini interaksi tidak hanya dilakukan oleh masyarakat normal, tetapi interaksi juga dilakukan oleh para penyandang tunarungu. Mereka melakukan komunikasi dengan cara khusus agar pesan yang terjadi tidak kehilangan maknanya secara utuh. Cara-cara ini dibentuk sesuai pengalaman masing-masing pribadi melalui pendekatan teori penetrasi sosial. Dari awal pertemuan hingga terbentuk kelompok tunarungu kota Malang cara pendekatan berbeda-beda hingga saling menemukan kenyamanan komunikasi pada tujuan saling keterbukaan komunikasi. Melalui proses pendekatan hubungan ini, peneliti ingin melihat cara-cara yang berulang dan selalu digunakan hingga menjadi strategi komunikasi bagi penderita tunarungu. Strategi tersebut dilihat dari interaksi sehari-hari pada anggota tunarungu kota Malang. Karena keterbatasan interaksi maka peneliti melihat pada jenis komunikasi nonverbal, karena secara fungsional kemampuan verbal mereka berkurang jika dibandingkan dengan orang normal. Pada komunikasi nonverbal ini, penyandang tunarungu dapat mencari cara komunikasi yang lebih mudah, yaitu melalui media-media bantu komunkasi. Media tersebut mencul dalam bentuk tulisan, aplikasi gadget seperti chatting, simbol-simbol, bahasa isyarat khusus hingga pantomim. Penggunaan media-media tersebut menjadi bisa dipermudah dengan adanya bantuan teknologi dan faktor kebiasaan masing-masing anggota. Melalui penjelasan deskriptif, peneliti menjelaskan kemampuan dan keunggulan dari tujuan strategi media-media interaksi tersebut dipakai oleh para penyandang tunarungu. Dengan adanya strategi komunikasi tersebut diharapkan dapat membantu kemudahan pemaknaan pesan interaksi dari para penyandang tunarungu.

Kata Kunci : Strategi Komunikasi, Komunikasi Antar Pribadi, Tunarungu.

Pendahuluan:

Salah satu jenis komunikasi yang biasa digunakan sehari-hari adalah komunikasi antar pribadi atau interpersonal communication, merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara

langsung baik verbal maupun nonverbal. Komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang terjalin atau berlangsung antara dua orang atau sekelompok kecil orang (Mulyana, 2008, h.81).

(2)

maupun nonverbal akan memudahkan orang-orang yang melakukannya. Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan. Namun, tidak sedikit dari manusia yang memiliki kekurangan, masalah atau gangguan pada diri mereka. Terutama pada panca indera yang menjadi senjata utama manusia dalam berinteraksi dengan sekitar atau lingkungannya (Kuswarno, 2011, h.2). Komunikasi yang merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan manusia tidak dibatasi pada golongan tertentu. Kebutuhan ini diperlukan oleh setiap manusia mulai dari ia dilahirkan hingga akhir masa hidupnya. Sebagai kebutuhan dasar, komunikasi juga diperlukan oleh golongan yang memiliki keterbatasan dalam hal pendengaran seperti tunarungu. Komunikasi terjadi sebagai proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk menyampaikan pesan yang merupakan citra mereka mengenai dunia dalam bentuk lambang-lambang tertentu, dan diterima oleh pihak lain yang menjadi sasarannya (Effendy, 2007, h.10)

Mengacu pada model Berlo dalam (Suranto,2011 h.15), saluran komunikasi berhubungan dengan pancaindera, yaitu pengelihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Dengan demikian, pancaindera sebagai saluran komunikasi berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi. Jika salah satu dari saluran tersebut terganggu, dapat dipastikan terganggu pula proses komunikasi. Untuk itu, seseorang yang kehilangan fungsi alat indera pendengarannya atau yang biasa

dikenal dengan sebutan tunarungu akan mengalami hambatan yang lebih besar dalam proses komunikasi verbal.

Tunarungu adalah orang yang mengalami gangguan pada organ

pendengaran sehingga

(3)

sebagai anggota yang mempunyai satu visi dan misi. Begitu juga dengan penyandang tunarungu di kota Malang, peneliti menemukan satu kelompok tunarungu yang berkumpul bersama guna mendapatkan kenyamanan saat bertemu dan bercengkrama dengan sesamanya. Para penyandang tunarungu ini meluangkan waktu untuk berkumpul dengan sesamanya, berkumpul untuk saling bercengkrama, saling bertukar pikiran bahkan tak jarang saling mengungkapkan masalah-masalah mereka. Berangkat dari kesulitan-kesulitan penyandang dalam berkomunikasi dengan orang normal di lingkungan rumah maupun pekerjaan pulalah, mereka berinisiatif untuk mencari sesama penyandang untuk mencari teman ngobrol dan berbagi secara nyaman. Peneliti menganggap menarik untuk membahas lebih dalam mengenai komunikasi antar pribadi tunarungu karena peneliti ingin mengetahui bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan dalam situasi atau kondisi dimana terdapat hambatan pada saat berlangsungnya komunikasi tersebut. Terdapat beberapa penelitian yang mengangkat tema ini, namun peneliti beranggapan bahwa adanya kelompok yang intensif bertemu dan adanya kenyamanan didalam kelompok membuat peneliti memilih kelompok tunarungu tersebut sebagai bagian dari penelitian ini dikarenakan peneliti menganggap kelompok tunarungu ini termasuk kedalam kelompok yang unik. Setiap anggota kelompoknya melakukan komunikasi dengan cara mereka sendiri, dan menggunakan cara berkomunikasi yang berbeda dari

kelompok orang-orang normal lainnya. Kelompok ini berisi anggota sesama penyandang tunarungu yang berkumpul, bertatap muka langsung dalam waktu tertentu secara teratur untuk membicarakan banyak hal mengenai kegiatan mereka masing-masing, pekerjaan, hingga saling bertukar pikiran apabila terdapat permasalahan pribadi diantara penyandang tunarungu tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori penetrasi sosial untuk mengetahui apakah strategi komunikasi yang digunakan terbentuk dari adanya pengembangan hubungan antar anggota kelompok tersebut. Sehingga pandangan teori penetrasi sosial digunakan peneliti sebagai acuan untuk menentukan sejauh mana mereka berkomunikasi antar anggota didalam kelompok. Dengan adanya pertemuan tersebut maka, peneliti tertarik untuk meneliti cara berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal dari penyandang tunarungu, saat didalam kelompok maupun diluar kelompok sehingga dapat menggambarkan strategi komunikasi yang digunakan pada kelompok tersebut. Dengan begitu, peneliti menyusun judul skripsi, Strategi Komunikasi Antar Anggota Dalam Kelompok Penyandang Tunarungu (Studi Kualitatif Deskriptif Komunikasi Verbal Non verbal Antar Pribadi Pada Anggota Tunarungu Di Malang).

Metode Penelitian:

(4)

maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2007, h.4). Permasalahan dalam penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus agar penelitian dapat dibatasi dan memenuhi masuknya informasi yang dibutuhkan (Moleong, 2007, h.7). Dalam penelitian ini penulis berfokus kepada penggambaran strategi komunikasi yang dilakukan melalui komunikasi verbal dan nonverbal yang dilakukan antar anggota kelompok tunarungu tersebut baik saat bertemu dan saat tidak bertemu, sehingga komunikasi antar penyandang dapat dikatakan berhasil dan efisien dengan penyampaian dan penerimaan pesan yang baik. Dalam penelitian ini, peneliti menentukan informan dengan menggunakan teknik sampling purposif (purposive sampling) karena tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Memilih informan menggunakan teknik ini dilakukan dengan pertimbangan tertentu dari peneliti yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam penelitian (Kriyantono, 2006, h.156). Ada beberapa informan diantaranya, Informan kunci (key informan) yaitu, pencetus terbentuknya kelompok tunarungu ini yaitu bapak Yudiar. Kedua, Informan Utama, mereka yang terlibat langsung di dalam kelompok secara keseluruhan yaitu, Rina, Widodo dan Lita. Ketiga, Informan Pendukung ketua GERKATIN ( Gerakan Untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia ) cabang Kota Malang yaitu, Ibu Sumiati.

Sumber data penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa dan

tingkah laku, tempat atau lokasi, dokumen dan arsip, serta berbagai benda lain (Sugiyono, 2008, h.58). Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah tindakan dan kata-kata, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, dan lain-lain (Moleong, 2007, h.15). Jenis Data, Data primer yang digunakan adalah wawancara mendalam (indepth interview) kepada anggota tuna rungu. Data sekunder berasal dari beberapa dokumen seperti buku-buku pendukung mengenai tunarungu, literature komunikasi antarpribadi, dan sumber internet. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai sumber, dan cara. Dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data dengan menggunakan berbagai sumber data yaitu wawancara, dokumentasi, dan observasi. Pada penelitian kualitatif, istilah sampel disebut sebagai satuan kajian atau unit analisis data (Moleong, 2007, h.223). Unit analisis data dalam penelitian ini adalah pernyataan yang dikemukakan oleh informan kunci, informan utama (tiga anggota dari kelompok penyandang tunarungu di malang tersebut), dan informan pendukung. Observasi dilapangan dilakukan peneliti guna mendukung data dari para informan.

(5)

pegangan utama. Apabila data yang dihasilkan belum mencukupi dalam ketiga bagian tesebut, peneliti akan mengumpulkan data kembali dengan menyusun penggalian data yang baru, sehingga diperoleh hasil yang pas (Denzin & Lincoln, 2009, h.592). Sehingga untuk melengkapi analisis data penelitian ini juga menggunakan Matriks Gerombol Konseptual Empiris, yaitu selama pengumpulan data atau analisis awal, kita mungkin menemukan bahwa informan-informan yang menjawab pertanyaan secara berbeda mengikat pertanyaan menjadi satu atau memberikan tanggapan yang sama (Miles and Huberman, 1992, h.146). Penelitian ini menggunakan model triangulasi sumber dan triangulasi metode, dilakukan untuk pengecekan data dari berbagai sumber, yaitu wawancara yang dilakukan kepada informan kunci, informan utama dan informan pendukung. Dan triangulasi metode digunakan karena peneliti melakukan lebih dari satu teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan observasi.

Hasil Dan Analisis Data

Hasil Tahapan Pendekatan Antar Personal, melalui hasil reduksi

wawancara, peneliti

mengelompokkan cara pendekatan interaksi antar anggota melalui beberapa tahap. Tahapan ini didapat dari penuturan data yang sesuai dengan permasalahan pada penelitian. Pada pembahasan ini peneliti menggunakan teori penetrasi sosial untuk mengelompokkan tingkatan pendekatan hingga mencapai keterbukaan menurut West dan Turner. Dari proses pendekatan antar pribadi tersebut, peneliti akan

dapat menemukan cara-cara individu dalam berinteraksi untuk kemudian dilihat strategi komunikasi masing-masing anggota dalam menyampaikan pesan mereka.

Tahapan Pembentukan

(6)

Prediktibilitas, beberapa kasus adalah sering bercanda terhadap lelucon yang mereka ketahui melalui televisi, misalnya ketika melihat tayangan komedi Yudiar sering menceritakan kembali kepada Widodo saat mereka sedang berbicara dalam pertemuan langsung kelompok. Selain itu, hobi menjadi salah satu kemudahan dalam berkomunikasi, kebetulan Yudiar dan Widodo gemar melihat bola. Berawal dari pengetahuan melihat tayangan bola, Widodo kadang memulai pembicaraan dimulai dari obrolan mengenai hasil-hasil sepakbola yang dia tonton dalam pertemuan semalam. Yudiar menganggap hubungannya dengan Widodo dan Lita adalah sebuah persahabatan dimana kesamaan mereka akan membuat kemudahan pertemanan di masa yang akan datang. Tidak akan merugikan secara mental dan meteri jika memulai hubungan pertemanan tersebut. Proyeksi ini memperlihatakan dinamis suatu hubungan yang bisa memaksa individu untuk saling berkembang antara satu dengan yang lain. Terlihat dari hobi dan selera humor yang sama, sehingga perkataan mereka akan mempermudah interaksi. Setelah prediksi suatu hubungan dalam penetrasi sosial juga terkadang mengalami hal yang disebut depenetrasi. Ketiga, Depenetrasi, dalam tahapan penetrasi sosial depenetrasi bisa diawali dengan konflik atau penarikan diri (West dan Turner : 2014, hal. 198). Konflik juga merupakan tahapan untuk memperdalam lapisan kepribadian seseorang. Tahapan lapisan dimana mereka mulai memiliki hubungan yang stabil, kebiasaan mereka untuk

(7)

dan pertemuan santai selain hari Minggu. Salah satu program yang mereka buat adalah mengadakan arisan antar anggota tunarungu. Arisan ini bertujuan untuk memberi waktu untuk berkumpul satu sama lain untuk lebih mendekatkan pribadi masing-masing. Ada kejadian yang menunjukkan sistem reward dalam teori penetrasi sosial telah tercapai dimana suatu waktu ibu Lita bingung mencari warna kerudung yang pas untuk acara arisan karena telah ditentukan harus memakai warna tertentu, namun ibu Rina membantu ibu Lita. Setelah konflik yang terjadi antara Lita dan Rina, mereka saling lebih terbuka satu antara lainnya. Hal ini terjadi karena konflik tersebut secara tidak langsung telah memberitahu tentang ketidaksukaan masing-masing hubungan, sehingga ketidaksukaan tersebut lebih baik diungkapkan untuk menghindari konflik.

Selanjutnya Rina lebih berhati-hati untuk menanggapi perkataan dari Lita, dan Lita belajar untuk tidak berburuk sangka dan sensitif ketika terjadi hal yang kurang diluar harapan atau kebiasaan. Pada level ini setiap informasi sudah bisa lebih dicerna oleh masing-masing individu. Begitu juga yang telah dialami Widodo dan Yudiar, setalah beberapa kali taruhan dan mengetahui bahwa mereka saling menepati janji, maka kepercayaan untuk saling terbuka semakin terbentuk antara satu dengan yang lain. Hal ini membutuhkan waktu yang tidak singkat dan membutuhkan beberapa level untuk sampai ke tahap ini, termasuk konflik antar individu. Dalam penetrasi sosial, Jika mereka mampu melewati tahapan konflik,

(8)

Analisis Strategi Media Komunikasi Penyandang Tunarungu, Strategi komunikasi yang peneliti lihat adalah bagaimana cara para penyandang tunarungu tersebut berkomunikasi dengan anggota lainnya. Penggunaan media komunikasi ternyata menjadi alat utama mereka untuk berinterkasi di antara anggota dalam kelompok maupun dengan orang-orang diluar kelompok yang memang dimaksudkan untuk mempermudah interaksi (strategi) dengan alat bantu.

Dalam memilih media

berkomunikasi para anggota tunarungu tidak semudah orang-orang normal menggunakan media komunikasi. Mereka harus memilih media yang mudah dipahami semua anggota tunarungu dan mempemudah komunikasi untuk mengakrabkan diri. Dari proses mereka melakukan pendekatan sosial yang dilihat dari teori penetrasi sosial, peneliti melihat beberapa media yang sering digunakan oleh anggota tunarungu untuk saling berinteraksi tanpa merasa kesulitan untuk berkomunikasi. Beberapa media dan cara berinteraksi tersebut antara lain adalah :

a. Bahasa Isyarat

Kelompok tunarungu ini menggunakan bahasa isyarat yeng disebut dengan Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia). Bahasa isyarat yang digunakan ini tidak menggunakan bahasa isyarat baku kata per kata seperti SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia), tetapi lebih pada pengganti kata kerja. Karena perbedaannya, SIBI lebih sulit diterapkan karena banyak ejaan lama yang sulit diadaptasikan artinya dengan isyarat, sedangkan Bisindo

pemaknaannya disesuaikan dengan budaya dan adat masing-masing daerah, lebih mengutamakan isyarat kesepakatan sosial. Seperti ucapan “Halo” cukup melambaikan tangan saja kepada lawan bicara. Ucapan

Assalamu’alaikum dengan

mengacungkan tiga jari di atas kepala, tepat di dahi sebelah kanan. Untuk penggunaan kata baku isyarat memang sudah digunakan seperti layaknya bahasa verbal biasa. Pada kelompok penyandang tunarungu Malang bahasa isyarat baku tidak lazim digunakan karena memang penguasaan individu mengenai bahasa isyarat baku tidak terlalu dikuasai. Karena tingkat penguasaan bahasa isyarat yang sangat teknis dan rumit, kebanyakan anggota kelompok peyandang tunarungu tidak menguasai bahasa ini secara formal. Informan pendukung Sumiati ketua Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) cabang Malang mengatakan, setiap tunarungu bahkan bisa memiliki gaya sendiri dalam berkomunikasi, bahasa isyarat baku hanya digunakan sebagai patokan dasar dalam interaksi, namun perkembangannya dikembalikan pada kebiasaan masing-masing penyandang.

b. Tulis

(9)

berupa SPOK ( Subyek Predikat Obyek Keterangan ) tetapi hanya berupa kata sifat atau kata benda saja. Misalnya ketika menjelaskan warna, bau atau rasa mereka lazim menggunakan tulisan. Warna “putih”, “biru”, “coklat” dan lain-lain ketika meminta pendapat tentang warna baju dan kerudung. Penggunaan tulisan ini lebih mudah karena kata sifat sulit digantikan dengan simbol-simbol lain. Tingkat keakuratan makna lebih jelas ketika semua hal dapat dibaca dan dimengerti orang lain. Kejadian sehari-hari penggunaan kata sifat yang ditulis, ketika bertanya yang ditemui oleh peneliti adalah “Kamu tau baju warna biru kemarin?“, Kalo masak jangan terlalu asin!”, dan “ Tolong belikan pengharum ruangan yang bau bunga Melati!” . Kata yang dicetak tebal hanyalah ditulis satu kata selain diiringi dengan gerakan tubuh, kata itu adalah Biru, Asin dan Melati. Pak Widodo dan Pak Yudiar pada awalnya menggunakan media tulis dengan kertas, begitu juga dengan anggota tunarungu yang lain. Sejak kecil ketika mereka belajar selalu memanfaatkan media tulis dengan kertas baik untuk catatan sendiri ataupun media komunikasi dengan orang lain. Bahkan Ibu Lita masih sering menggunakan memo sebagai komunikasi dengan orang lain, selalu membawa catatan kecil untuk memberi tanda atau sekedar menulis beberapa kata kepada orang lain. Namun seiring kemajuan teknologi, mulai berdampak kepada masing-masing anggota. Pada saat itu semua sudah menggunakan handphone walaupun secara fungsi masih digunakan untuk sms seperti

layaknya fungsi handphone sebagai komunikasi. Dari mulai saat itu, sms mulai sangat digemari untuk berkomunikasi antar anggota.

c. Pantomim

Penggunaan bahasa isyarat tidak terlalu sering menggunakan bahasa isyarat baku Indonesia. Tetapi mereka lebih menekankan pada intonasi walau pengucapan oral terkadang kurang jelas. Lebih sering menggunakan simbol dari gerakan – gerakan. Seperti menggesek-gesek telapak tangan bisa berarti “Gadget” mereka. Gerakan mengunci pintu, seperti mengepal kunci ketika mempertanyakan dimana menaruh kuncinya. Gerakan-gerakan ini lazim mengarah pada simbol yang disebut pantomim. Gerakan menirukan kata kerja dan kata sifat ini merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh pasangan suami istri tunarungu. Tujuan melakukan ini untuk menggambarkan maksud yang diinginkan oleh pembicara kepada lawan bicara tanpa menggunakan bahasa isyarat. Misal ketika ibu Rina berbicara dengan suaminya “ Aku mau setrika baju” maka dia berusaha memperlihatkan posisi dan gerakan tangan maju mundur layaknya memegang setrika. Begitu pula ketika dia mau memasak, maka gerakan yang diperlihatkan adalah seolah memegang wajan penggorengan dan spatula dengan gaya sedang menggoreng sesuatu. d. Simbol

(10)

bergerak seakan tangan memegang tas jinjing sembari tangan satunya menunjuk pintu keluar hal ini berarti menerangkan jika ingin pergi kerja dulu. Bagi Rina jika ingin pergi belanja atau membeli keperluan rumah tangga, menunjukkan tas belanja sambil menunjuk kulkas, berarti dia ingin pergi belanja ke pasar atau supermarket. Contoh mudah adalah ketika bilang ya atau setuju itu hanya menganggukan kepala, dan jika ada perkataan tidak atau bukan maka hanya akan menggelengkan kepala saja. Pengungkapan ini dipakai ketika komunikasi memang tidak berlangsung secara lama, seperti ketika bertemu dijalan dan menyampaikan halo atau sapaan biasa, sehingga konteks pembicaraan hanya mewakilkan beberapa makna atau bahkan hanya satu makna. Melalui simbol ini kedekatan hubungan bisa terjadi karena makna simbol terkadang hanya diketahui oleh beberapa orang saja dan dalam konteks tertentu, misal antara Yudiar dan Widodo, karena mereka sudah menyepakati makna dari simbol tertentu.

e. Video Call

Cara video call adalah cara pengganti dari komunikasi jarak jauh yang biasanya menggunakan pesan suara, karena keterbatasan pendengaran maka cara ini dipandang lebih memudahkan komunikasi dengan memaksimalkan audio visual secara langsug. Dari visual ini beberapa isyarat bisa diperlihatkan melalui pesan video call agar kedua belah pihak bisa mengerti apa yang dimaksud satu sama lain. Media video call merupakan strategi komunikasi langsung paling efisien

(11)

dibalas pula dengan gerakan pantomim juga. Misalnya tidur menggerakan tangan seolah-olah bantal dan meletakkan di kepala, Ke mana saja dipantomimkan dengan dua jari seolah-olah berjalan-jalan di telapak tangan lainnya. Hal ini bisa dilakukan jarak jauh dan secara langsung karena keunggulan dari media video call namun tidak sering mereka menggunakan ini dalam sehari-hari.

f. SMS

Short Message Service ( SMS ) menjadi hal yang biasa dilakukan. Jika ingin menghubungi orang kelompok tunarungu, lazimnya mereka saling mengabari lewat sms dulu. Jika ingin menghubungi orang yang tidak mengerti bahasa isyarat biasanya mereka menggunakan sms dengan bahasa yang biasa pula, layaknya orang normal. Sehingga bahasa juga mudah dipahami oleh orang biasa di luar kelompok. Dalam pedekatan hubungan melalui SMS biasa dilakukan jika pada awalnya hanya mengetahui nomer pribadi saja, namun seiring perkembangan zaman SMS hanya dilakukan jika jaringan bermasalah, karena banyak fitur yang menyediakan konten seperti SMS tetapi menggunakan internet. Fitur ini digunakan bisanya pada awal-awal kenal terhadap anggota baru, semisal hanya mengetahui nomor telephonenya saja, karena belum sempat bertanya mengenai pin atau kata kunci lain. Dari saling berkirim SMS ini mereka bisa saling tanya aplikasi lain yang bisa diajak mengobrol selain SMS, mungkin chating, kemudian bisa saling bertukar alamat e-mail. Secara verbal penderita tidak bisa melakukan komunikasi verbal secara

langsung, baik ucapan maupun suara. Tetapi secara susunan dan penataan kalimat sebagai bahasa , kelompok tunarungu juga bisa melakukan sesuatu yang sama dengan orang normal lakukan, hanya saja media yang dilakukan adalah melalui tulisan atau kata tersusun.

g. Chatting

(12)

sharing kegiatan sehari-hari atau membuat agenda pertemuan kedepannya. Ini adalah tingkat dimana setelah identifikasi terakhir dilakukan mereka saling mengetahui bagaimana kemampuan masing-masing individu dalam memanfaatkan teknologi pada media pertukaran informasi. Semua media tersebut mampu dikuasai oleh setiap anggota tunarungu Kota Malang untuk kegiatan interaksi kepada komunikator dan komunikan. Dari mulai bahasa isyarat hingga video call. Penggunaan teknologi juga mempermudah mereka tetap berkomunikasi walau pun tidak bertemu dalam satu tempat dan satu waktu. Penggunaan strategi ini juga

mempermudah mereka

berkomunikasi dengan masyarakat nonanggota tunarungu Kota Malang. Karena semua orang mampu mengerti tulisan dan simbol yang memang sudah ada dalam beberapa aplikasi chatting. Kecuali penggunaan bahasa isyarat hanya sebagai identitas mereka sebagai komunikasi utama antar tunarungu. Selebihnya setiap individu dituntut untuk saling menjaga hubungan baik untuk tetap berkomunikasi satu sama lain. Dengan berbagai cara mereka mengembangkan kemampuan

interaksi kepada lawan bicara masing-masing, melalui pengalaman mereka bertemu dengan berbagai karakter jenis orang. Dengan kemudahan-kemudahan tersebut maka bisa meningkatkan kemampuan berkomunikasi sehingga lebih membangun kepercayaan diri masing-masing individu penderita tunarungu.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang diperoleh dari rumusan masalah bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan melalui komunikasi verbal dan nonverbal antar pribadi dari anggota tunarungu saat pertemuan adalah dengan menggunakan bahasa isyarat BISINDO yang didukung dengan gerakan pantomim, media tulis dikertas digunakan pula untuk menjelaskan mengenai istilah-istilah yang sangat sulit untuk dijelaskan melalui bahasa isyarat ataupun pantomim. Sedangkan saat diluar pertemuan dalam kelompok penyandang tunarungu adalah dengan menggunakan media tulis melalui chatting serta SMS ternyata mempermudah mereka untuk saling berinteraksi dan mendekatkan hubungan masing-masing personal.

Daftar Pustaka

Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas. Bandung: Armico. Cutlip, Scott, M. 2006. Effective

Public Relation (cetakan ketiga). Jakarta: Prenada Media Group.

Depdikbud. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

DeVito, Joseph A. 2007. The Interpersonal Communication Book Eleventh Edition. London: Pearson Educations. Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu

(13)

Hardjana, Agus M. 2007. Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Intrapersonal. Jakarta: Kanisius.

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana. Kurnia, Azizun. 2010. Komunikasi

Antarpribadi Ganda Rungu Wicara Dalam Penyesuaian Diri Terhadap Lingkungan Remaja. Malang: Universitas Brawijaya.

Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Bandung: Widya Padjajaran.

Liliweri, Alo. 2010. Strategi Komunikasi Masyarakat. Yogyakarta: Lkis.

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman.1992. Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jalaludin. 1994. Psikologi

Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Salim, Mufti. 1984. Pendidikan anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud.

Somantri, Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Suranto, AW. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suryadi. 2008. Komunikasi Pembangunan. Malang: Bayumedia.

Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada Media.

Tuggs, S.L. & Moss, S. 2005. Human Communications: Konteks-Konteks Komunikasi. (Terj D. Mulyana & Gembirasari.) Bandung: Remaja Rosdakarya.

West, Richard.,& Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Wisadirana, Darsono. 2005. Metode Penelitian dan Pedoman Penulisan Skripsi. Malang: UMM Press..

Andriani, 2012. Pengertian Kelompok dan Organisasi Sosial. Online. Avaliable at: (http://marishaandriani

wordpress.com/2012/08/23/pen

Referensi

Dokumen terkait

Fasilitas pembiayaan konsumtif yang diberikan kepada masyarakat untuk kebutuhan jasa dengan agunan berupa fixed asset atau kendaraan bermotor selama jasa dimaksud

dalam transaksi jual-beli secara online dilakukan dengan cara dikirim, menggunakan.. perusahaan jasa pengiriman barang seperti JNE, TIKI, M as-Kargo, atau Pos Indonesia. Hal

(2000) melaporkan bahwa apabila pH urin lebih rendah dari 6.0, berarti ransum yang diberikan mengandung garam-garam anion yang berlebihan pada waktu melakukan penurunan

Lingkungan eksternal merupakan lingkungan yang berada diluar lingkungan perdesaan yang secara langsung ataupun tidak, dapat mempengaruhi kegiatan agribisnis dan

hipotesis peneliti, dilakukan analisis statistik dengan analisis regresi. Cara pengambilannya menggunakan teknik random sampling, yaitu cara pengambilan/pemilihan

Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, yang

kekurangannya.pendapatan dari sumber-sumber lain yang berkaitan dengan proyek atau pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini peningkatan tarif atau juga

Menurut Gagne, Wager, Goal, & Keller [6] menyatakan bahwa terdapat enam asusmsi dasar dalam desain instruksional. Keenam asumsi dasar tersebut dapat dijelaskan