• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

KONSTRUKSI LEGENSKAP MASYARAKAT MADURA BARAT

Iqbal Nurul Azhar

Universitas Trunojoyo Madura iqbalnurulazhar@yahoo.com

Abstract: The purpose of this study is to explain the legendscape of West Madura Society. The method used to collect the data was the guided interview method. The data analysis method was the Interactive Data analysis model which was proposed by Miles and Huberman. The data of this study are 63 spoken legends which have been recorded from the informants living in the West Madura (Bangkalan and Sampang). The results of data analysis show ten kinds of legends in West Madura Society, namely (1) the origins of landmarks, (2) the sainthood figures who are still alive, (3) the magical-prominent-influential figures who already died and called as bhuju’, (4) some mystical places, (5) the spread of Islam, (6) the emergence of a culture, (7) the disputes between two parties that led the parties to unite or to divide, (8) the struggle against the Dutch and the Dutch supporters, (9) the tragic incidents, and (10) the curse of prominent figures who caused a disaster occurs in an area. The legendscape can be distributed vertically into five layers namely; (1) classic age, (2) neoclassic age, (3) middle age, (4) new age, and (5) contemporary age layer. The legendscape can also be classified horizontally into three contours namely the southern coast contour, the middle part contour and the northern coast contour. In addition to the above findings, this study also reveals some other interesting facts, namely (1) the emergence of strong female characterizations such as Bendoro Gung, Potre Koneng, Dewi Retnadi, Syarifah Ambami and Dewi Nawang Wulan, while the West Madurese society is very well known for its patriarchy system that puts females in inferior positions, (2) the emergence of imaginary wild animals and supernatural creatures such as talking tigers, dragons, flying horses, Lang Deur (giant), angels, fairies etc, (3) the emergence of magical mating that produces pregnancy without getting married, (4) the nonexistence of Madurese prominent figure because of a political reason called Pangeran Trunojoyo in West Madura Society, etc.

Keywords: legendscape, West Madura Society, layers, countours

PENDAHULUAN

Kata Legenskap yang ada pada judul kertas kerja ini adalah terminologi hasil

coinage dari penulis untuk merujuk pada apa yang sedang penulis presentasikan dalam kertas kerja ini yaitu penggambaran lanskap melalui legenda sebagai pembentuknya. Kata Legenskap terdiri dari dua morfem yaitu legenda (legend) dan skap (bahasa Inggrisnya scape). Dalam KBBI 2005, legenda didefinisikan sebagai cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah, sedangkan menurut Emeis (dalam Danandjaja, 1997), legenda adalah cerita kuno yang setengah berdasarkan sejarah dan yang setengah lagi berdasarkan angan-angan. Dari dua definisi tersebut, kita dapat menarik intisari dari legenda bahwa legenda pada dasarnya merupakan sebuah cerita rakyat, dituturkan oleh orang-orang terdahulu/kuno, serta isinya merupakan campuran antara sejarah dan fiksi. Sedangkan Skap dalam Cambridge Anvanced Learner’s Dictionary dimaknai sebagai sebuah affiks yang digunakan untuk membentuk kata benda yang mengacu pada gambaran luas dari sebuah tempat yang seringkali diwujudkan dalam bentuk gambar. Berdasarkan paparan definisi di atas, makna kata blending dari legen dan skap yang diinginkan penulis adalah “bentang

lanskap yang tersusun dari beberapa layer (lapis) kejadian pembangun lanskap, dan tiap layer tersusun dari beberapa kontur legenda yang memiliki hubungan”.

(2)

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

buku sejarah Madura yang dilakukan De Jonge (2011), pembuatan kamus bahasa Madura (tim penyusun kamus Indonesia-Madura Badan Bahasa Jawa Timur 2013), dan masih banyak lainnya. Beberapa penelitian tentang legenda Madura seperti yang dilakukan oleh Ahmadi (2011), Bustami (2004), Soedjidjono (2002), dan Kosim (2007), banyak menitikberatkan pada satu legenda dengan pendekatan analisis sastra, baik itu aspek intrinsik, ekstrinsik maupun kritiknya. Hingga kertas kerja ini dibentangkan, masih belum ada pemerhati sastra dan budaya yang tenaganya terfokus untuk melakukan penelitian kompilasi terhadap legenda Madura yang tersebar di banyak desa serta melakukan penyelidikan secara mendalam untuk menemukan pola-pola relasi antarlegenda seperti yang dipaparkan oleh kertas kerja ini. Balai Bahasa Jawa Timur selaku pioner dalam proses pemertahanan bahasa dan budaya Madurapun masih belum maksimal “menggarap” lahan kosong ini karena masih baru menyelesaikan pembuatan buku “Antologi Cerita Rakyat Jawa Timur”.

Dalam meneliti suatu fenomena sastra dan budaya, seorang peneliti dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, ia dapat menganut salah satu teori dan secara deduktif menjabarkan beberapa aspek teoretis pada data yang diselidiki. Yang kedua, ia memanfaatkan berbagai wawasan dari beberapa teori dan memakainya sebagai “teropong” untuk mendekati data yang diselidiki. Pilihan pertama tidak diambil penulis karena sastra dan budaya dewasa ini berkembang dengan pesat sehingga apabila penulis menggunakan satu aliran sastra dan budaya saja, maka dikhawatirkan banyak fakta akan luput dari pengamatan peneliti. Pengambilan pilihan kedua memiliki resiko yaitu akan adanya ketidakkonsistenan penulis dalam memandang sebuah fenomena, namun resiko ini haruslah diambil supaya penulis dapat memusatkan diri pada data sebagai akibat keleluasaan pandangan untuk tidak menganut hanya pada satu aliran sastra dan budaya saja. Untuk memulai pengenalan akan keluwesan kajian ini, tidak ada salahnya apabila pada bagian ini diulas pandangan beberapa sarjana yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kajian ini.

(3)

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

arketipal menghasilkan data: [1] pengusiran, [2] pengembaraan, [3] adukesaktian. Analisis elemen imagi arketipal menghasilkan data: [1] burung gagak, [2] buah-buahan, [3] danau dan karang, [4] benda keramat.

Ketiga kajian pendahulu secara umum memberikan informasi tentang kondisi legenda-legenda yang ada di masyarakat Madura. Yang membedakan tiga kajian tersebut dengan kajian ini adalah subjek kajian dan pendekatannya. Tiga kajian tersebut menggunakan subjek legenda-legenda yang ada di masyarakat Madura di kepulauan (di luar Pulau Madura), sedangkan kajian ini berfokus pada yang ada di pulau Madura. Yang kedua, ketiga kajian pendahulu tersebut menggunakan pendekatan deduktif untuk menganalisis datanya, dalam artian, hasil analisis merupakan produk operasional dari teori yang telah lebih dahulu secara ajeg dipilih peneliti. Adapun kajian ini, menggunakan pendekatan sebaliknya yaitu pendekatan yang bersifat induktif, sebuah pendekatan yang lebih mengutamakan data dan secara intuitif data-data tersebut disusun secara konstruktif membentuk legenskap meskipun dalam operasional kajian ini, penulis tidak menafikan teori-teori yang telah ada.

Secara umum, tujuan kajian ini adalah untuk menjelaskan legenda-legenda yang ada di masyarakat Madura Barat (Bangkalan dan Sampang), bagaimana legenda-legenda yang ada itu berpola dan mengisi kehidupan masyarakat, serta bagaimana beberapa legenda itu memiliki hubungan baik itu disebabkan oleh adanya kesamaan karakter, waktu, maupun keterkaitan cerita untuk membentuk apa yang disebut sebagai legenskap Masyarakat Madura Barat.

METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam penelitian legenda ini dibagi ke dalam empat tahap, yaitu tahap prapenelitian, tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data. Pada tahap prapenelitian, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan informan yang akan diambil dari desa yang akan diteliti legendaanya. Setelah informan ditentukan, maka langkah selanjutnya dilakukan survey awal di lapangan yaitu mencari informasi tentang karakteristik informan, menyediakan dan mengecek kesiapan perangkat perekam data.

Pada tahap penyediaan data, data diperoleh dengan menggunakan metode interview (Sudaryanto (1990) menyebutnya sebagai metode cakap) dengan teknik dasar yaitu teknik stimulasi dan teknik lanjutan yaitu teknik rekam. Setelah tahap penyediaan data selesai, dilakukan tahap ketiga yaitu tahap analisis data.

Sebelum memasuki proses analisis data, dilakukan proses yang disebut dengan tabulasi data. Setelah tabulasi data selesai, metode proses selanjutnya adalah analisis data dengan menggunakan metode Analisis data Interaktif yang diusulkan oleh Miles dan Huberman (1994).

Tahap terakhir adalah tahap penyajian hasil analisis data. Pada tahap ini, metode yang digunakan untuk menyajikan hasil analisis data adalah metode informal naratif. Dalam metode ini, data disajikan dalam bentuk naratif dengan menggunakan bahasa, dan bukan lambang-lambang.

PEMBAHASAN

(4)

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

daerah tempat legenda diceritakan. Adapun klasifikasi data berdasarkan isi narasinya dapat dilihat pada tabel berikut berikut:

Tabel. Data Temuan

No Isi Narasi Asal Cerita

Bangkalan Sampang

1 Asal muasal berdirinya sebuah lanmark seperti masjid, hutan,

sumber air, maupun tempat seperti pemandian 18 4 2 Kesaktian/kewalian tokoh masyarakat yang masih hidup 1 -

3 Kesaktian/kewalian tokoh masyarakat yang sudah meninggal dan dikeramatkan dengan cara disebut sebagai bhuju’ 14 4

4 Tempat-tempat mistik yang ada di daerah 4 - 5 Penyebaran agama Islam di Madura Barat 3 1 6 Asal-usul munculnya sebuah budaya di Madura Barat 2 -

7 Masalah yang terjadi antar dua pihak yang menyebabkan satu

pihak/daerah bersatu atau terpecah 2 1 8 Perjuangan melawan Belanda atau Pihak yang Mendukung Belanda 2 -

9 Insiden yang Bersifat Tragedi 3 -

10 Kutukan seorang tokoh yang menyebabkan bencana/perubahan pada

suatu daerah yang akhirnya menjadi nama daerah tersebut - 4

49 14

TOTAL 63

Dari tabel di atas, terlihat bahwa jumlah legenda di Sampang tidak sebanyak yang ada di Bangkalan. Sedikitnya jumlah layer yang dibentuk oleh legenda-legenda di Sampang selain disebabkan karena keterbatasan tenaga dan waktu penulis dalam mengumpulkan data di Sampang, juga karena disebabkan secara historis, Sampang dalam berapa waktu yang lama berada dalam zona ketidakpastian secara politik, dalam artian, bahwa Sampang pada jaman dahulu tidaklah muncul sebagai sebuah daerah yang kuat sehingga dapat memiliki otoritas yang tinggi seperti Sumenep Pamekasan dan Bangkalan. Sampang beberapa kali diposisikan sebagai daerah kewedanan, baik itu kewedanan yang bergabung dengan Kadipaten Madura Barat dengan kota raja Bangkalan, maupun kewedanan yang bergabung dengan Kadipaten Pamekasan. Padahal kebanyakan legenda yang ada di Masyarakat Madura Barat muncul karena adanya otorisasi ini (tokoh-tokoh yang melegenda kebanyakan adalah anggota kerajaan).

Setiap legenda di Masyarakat Madura Barat yaitu Bangkalan dan Sampang memiliki kekhasan isi narasinya. Di Bangkalan, legenda yang menceritakan kesaktian/kewalian tokoh masyarakat yang masih hidup, tempat-tempat mistik yang ada di daerah, asal-usul munculnya sebuah budaya di Madura Barat, serta perjuangan melawan Belanda atau pihak yang mendukung Belanda dapat dijumpai, sedang di Sampang, legenda dengan isi narasi seperti ini tidak dijumpai. Adapun di Sampang, daerah ini juga memiliki kekhasan yang berkaitan dengan isi narasinya. Masyarakat Sampang mengenal legenda yang berhubungan dengan kutukan seorang tokoh yang menyebabkan bencana/perubahan pada suatu daerah yang akhirnya menjadi nama daerah tersebut, sedang di Bangkalan tidak.

(5)

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

pemimpin daerah Madura yang memiliki kecakapan yang tinggi (Pangeran Segoro dari Bendoro Gung, dan Jokotole dari Dewi Retnadi). Dua figur perempuan ini sangat dihormati oleh orang Madura dan dianggap sebagai pemimpin, sehingga sebagai bentuk penghormatan, orang Madura selalu menyebut siapapun pemimpin satu daerah di Madura, baik laki-laki maupun perempuan, sebagai Ratu. Dewi Retnadi dipandang sebagai seorang istri yang cakap dari seorang Pemuda yang memiliki banyak kelebihan yang bernama Jokotole. Dewi inilah yang membuat Jokotole mampu melakukan banyak hal yang mustahil dilakukan manusia biasa. Syarifah Ambami dikenal sebagai permaisuri Tjakraningrat I yang merupakan putra Angkat Sultan Agung Mataram. Ia adalah figur istri yang setia dan cakap memimpin kerajaan ketika suaminya tidak ada. Ia juga sanggup melakukan apa saja untuk menyenangkan hati suaminya termasuk bertapa hingga meninggal untuk memenuhi keinginan suaminya agar keturunan mereka menguasai Madura selamanya. Adapun Dewi Nawang Wulan, digambarkan sebagai seorang bidadari yang kecantikannya luar biasa dan mampu melakukan banyak hal yang sukar dinalar seperti menanak nasi hanya dengan beberapa bulir padi. Dewi ini juga mampu membuat seorang yang hebat seperti Aryo Menak, Sang Pengendara Bulus, patah hati dan bersumpah untuk tidak memakan nasi selamanya.

Temuan yang kedua adalah tentang jejak legenda Pangeran Trunojoyo. Meskipun Pangeran Trunojoyo dianggap sebagai pahlawan Madura yang berani melawan Belanda tidak hanya di Madura tetapi juga di Jawa (Jonge, 2011), jejak langkahnya tidak begitu terlihat di Madura Barat. Ini dapat dilihat dari 63 legenda yang menjadi subjek kajian kertas kerja ini, tidak ada satupun yang menceritakan kejadian yang berhubungan dengan Pangeran Trunojoyo. Ini tidaklah mengherankan, karena pada saat Pangeran Trunojoyo melakukan kampanyenya melawan Mataram yang dibantu Belanda, Madura Barat adalah daerah yang dianggap setia pada Mataram dan karenanya tidak ikut membantu Trunojoyo melawan Belanda.

Layer Legenskap Madura Barat

Berdasarkan hasil analisis data, dapat digambarkan bahwa pembentukan legenskap masyarakat Madura Barat, tidak dilakukan sekaligus tetapi secara bertahap dalam beberapa lapis kronologis (selanjutnya akan kita sebut sebagai layer). Seperti contoh layer a menjadi dasar dari pemberian/pengenalan nama dari beberapa daerah yang terbatas yang sebelumnya tidak bernama sama sekali. Layer b melanjutkan pemberian/pengenalan nama daerah-daerah tak bernama, demikian juga layer c, layer d

dan layer e.

Layer legenskap Madura Barat terbagi menjadi lima. Layer pertama adalah layer legenda dari jaman klasik. Layer kedua adalah layer legenda-legenda dari jaman neoklasik. Layer ketiga adalah layer legenda-legenda pada zaman tengah. Layer keempat adalah layer legenda pada zaman baru, dan terakhir adalah legenda-legenda masa kini.

Legenda klasik adalah legenda pendahulu yang membangun layer awal dari legenskap Bangkalan. Legenda yang berada di layer ini memberi pondasi pada penamaan penamaan mula-mula daerah yang ada di Madura Barat. Legenda-legenda yang mengisi layer ini meliputi legenda asal muasal Madura yang melibatkan tokoh Bendoro Gung, Pangeran Segara, dan Ki Poleng, yang mula-mula bermukim di Gunung Geger Bangkalan dan hijrah ke Hutan Nepa Sampang.

(6)

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

Segara, dan Ki Poleng. Di Bangkalan, Layer kedua ini berisi keseluruhan legenda Jokotole yang melibatkan tokoh Jokotole sendiri, Potre Koneng, Dewi Retnadi, Adipoday, Adirasa, Joko Wedi dan Empu Kelleng, Lang Deur, legenda Aryo Menak, serta legenda pertempuran Jokotole dengan Dempo Abang. Sedangkan di Sampang, layer ini juga diisi oleh Legenda yang berhubungan dengan Jokotole dan Dewi Retnadi, meskipun ceritanya tidak sepanjang cerita yang ada di Bangkalan.

Legenskap selanjutnya dibangun oleh layer yang berisikan legenda pada zaman tengah, yang kebanyakan informan menyebutnya latarbelakang pada zaman sebelum hingga penjajahan Belanda lama (ketika masuk ke Nusantara dalam bentuk kamar dagang VOC). Di Bangkalan, Legenda ini melibatkan tokoh-tokoh seperti Tong Sari, Kiai Sulaiman, H. Hadhori, Raja Arosbaya, R. Abdul Wahid Trunokusumo, Pangeran Macan Putih, Pangeran Pragalba serta Raden Adipati Pratanu dan Syarifah Ambami. Di Sampang, Layer Jaman Tengah diisi oleh legenda-legenda yang tokoh ceritanya sangat variatif seperti Syekh Abdul Jabbar Al Yamani, Raden Sasongko, Sagatra, Sagatro, Sraba, Astra, Raden Kabul, Bhuju’ Buddih, Bhuju’ Taneh, Raja Harimau, Juju’ So’on, Kyai Raden Mas Utawi, dan Pangeran Aji Wongso.

Layer keempat adalah Layer yang berisi legenda-legenda Zaman Madura Baru. Informan kebanyakan menunjuk setting legenda ini adalah pada masa Pemerintahan kolonial Belanda di Nusantara dan berakhir pada zaman kemerdekaan. Legenda ini biasanya berwujud cerita-cerita luar biasa, kekaromahan atau kesaktian dari seorang tokoh. Adapun tokoh-tokoh Bangkalanyang mengisi layer ini adalah: Ke’ Lesap, Sakera, Brudin, Marlena, Mbah Kiai Minah, Mohammad Yasin, Kiai serembang dan Kiai Rembah, Raden Aji Noto kusumo, Bhuju’ Hara, Pak petok dan Buju’ Galis, Buju’ Rambesi, Ke’ Lesap, Kiai Abdul Adim/Kiai Shohib, Abdul Basyir, Mbah Saronen, Buju Achmad, Buju’ Tarhes Buju Markun dan Buju Achmad, Buju’ Tarhes Buju Markun. Di Sampang, Layer Jaman Baru diisi oleh tokoh Raden Ronggo, Gubernur dan Wedana sebagai bahannya.

Jenis Layer Legenda Madura Barat terakhir adalah Layer Masa Kini. Dikatakan masa kini karena terjadinya legenda berkisar antara tahun 1980an hingga sekarang. Pelaku legenda adalah orang-orang yang hidup pada masa tersebut (bahkan ada beberapa tokoh yang hingga kini masih hidup), namun cerita yang berkembang di masyarakat banyak diisi distorsi kronologis sehingga tidak layak disebut sebagai biografi atau sejarah. Contoh tokoh dari legenda ini adalah Maria, dan Ra Lilur. Di Sampang, legenda yang berasal dari Layer Masa Kini belum dijumpai keberadaannya.

Kontur Legenskap Madura Barat

Selain menunjukkan layer, tabel 2 juga menggambarkan kontur dari legenda. Kontur dalam kertas kerja ini didefinisikan sebagai posisi dari sebaran sebuah legenda berada, serta kemungkinan relasinya dengan legenda yang ada di tempat lain. Kontur berbeda dengan layer. Jika layer mengelompokkan legenda berdasarkana waktu eksistingnya, atau dengan kata lain tersusun secara vertikal, maka kontur mengelompokkan legenda berdasarkan sebarannya di peta/lanskap, atau dengan kata lain tersusun secara horizontal.

(7)

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

Di Kontur Utara Bangkalan, tepatnya di sepanjang pantai utara Bangkalan, jumlah legenda yang mengisinya adalah delapan belas buah. Adapun judul legenda yang mengisinya adalah: (1) legenda dari Gunung Geger Arosbaya, (2) legenda Bhujuk Santri, (3) Bhupanjheng Arosbaya, (4) legenda Bhuju’ Tong Sari, (5) Bilapoh dari Klampis, (6) Lerpak Lantong Geger, (7) asal muasal Banda Soleh, (8) asal muasal Kampung Beruk, (9) asal muasal Klampis, (10) legenda Masjid Arosbaya, (11) legenda Arosbaya, (12) Dusun Banyuajuh Lajing, (13) kisah Pisang Agung, (14) Makam Agung Arosbaya, (15) asal muasal Kampak, (16) legenda Rato Ebhu (17) legenda Pak Petok (18) legenda Sumber Tattatan Tlokoh Kokop. Sedangkan Di Kontur Utara Sampang, tepatnya di sepanjang pantai utara Sampang, jumlah legenda yang mengisinya ada Sembilan buah. Adapun judul legenda yang mengisinya adalah (1) asal muasal Desa Nepa, dan kera-kera penghuni Hutan Nepa, (2) legenda sang penjaga Pantai Taralam, (3) asal usul Desa Banyuates, (4) asal usul Sokobanah, (5) asal usul Desa Nagasareh, (6) asal usul Desa Tragih dan Torjunan, (7) asal usul Desa Bapelle, (8) asal usul Dusun Kajuabuh, dan (9) asal usul Desa Banyusokah dan Dusun Sadah.

Di Kontur Tengah Bangkalan, legenda yang mengisinya ada duapuluh buah. Adapun judul legenda ayang mengisinya adalah: (1) asal muasal Socah, Telang, (2) asal muasal Bancaran, (3) Bhermanten Bancaran, (4) legenda Pangeran Macan Putih (5) Sakera, (6) Desa Kramat Bangkalan, (7) Bhuju’ Lomot Jaddih (8) Kampung Sumur Kembang, (9) Langgher Sabe Burneh, (10) asal usul Bangkalan, (11) Kampung Kepang, (12) asal usul Kramatikus, (13) Peterongan Galis, (14) Legenda Bhujuk Haji Ponteh, (15) asal muasal Kampung Bang Temuran, (16) legenda Bhujuk Saronen (17) asal usul Banyu Bunih, (18) si cantik dari Pedeng, (19) rumah batik yang legendaris, dan (20) Ra Lilur Sang Waliyullah. Di Kontur Tengah Sampang, legenda yang mengisinya adalah: (1) asal muasal Desa Omben, Banyubanger dan Sampang, dan (2) asal usul Desa Napo.

Di Kontur Selatan Bangkalan, legenda yang mengisinya ada sebelas buah. Adapun judul legendanya adalah: (1) asal muasal Paseraman, (2) Batu Cenning, (3) asal usul kenapa Orang Madura makan jagung, (4) asal muasal Karang Anyar, (5) Banyuajuh Kamal, (6) Legenda Bhuju’ Hara, (7) Dusun Tambak Agung Baengas, (8) asal muasal Sekarbungoh, (9) asal muasal Pancoran, (10) asal usul Mancingan, dan (11) Berkoneng Gili Kamal. Sedangkan di Kontur Selatan Sampang, jumlah legenda yang mengisinya adalah tiga. Adapun judul legenda nya adalah: (1) legenda Panji Laras Madegan, (2) asal usul Desa Kalangan Prao, dan (3) asal usul Desa Polagan.

Relasi Antar Legenda dalam Legenskap Madura Barat

Legenda-legenda yang ada dalam cakupan Legenskap Madura Barat yang ada dalam data dapat dilihat relasinya melalui persamaan-persamaan yang muncul baik itu kesamaan unsur instrinsik legenda maupun kesamaan elemen-elemen lainnya. Disebabkan karena terbatasnya lembar halaman untuk menulis kertas kerja ini, maka dalam kertas kerja ini hanya akan dipaparkan lima elemen yang dianggap memiliki hubungan antara satu legenda dengan legenda lainnya.

(8)

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

berbeda namun tetap berhubungan dengan tokoh ini. Selain tokoh-tokoh dengan jati diri yang jelas di atas, tokoh-tokoh yang jatidirinya kurang terkenal dan sedikit kabur juga dijumpai muncul di data. Adapun tokoh-tokoh ini seperti seorang penyiar agama Islam (dengan nama yang bervariatif), pertapa, raja, putri raja atau bangsawan, pemuda, serta orang yang sakti.

Elemen kedua adalah genre. Meskipun seluruh legenda yang ada di Legenskap Madura Barat bergenre naratif, namun legenda-legenda itu memiliki tipe-tipe yang berbeda. Kebanyakan naratif yang ada di Madura Barat adalah naratif klasik, bahkan beberapa diantaranya adalah tragedi atau epik. Beberapa legenda juga ditemukan memiliki ending bahagia dan karenanya masuk kekategori komedi meskipun tidak juga bersifat anekdot. Naratif yang bersifat seperti fabel tidak dijumpai dalam data.

Elemen ketiga adalah setting terjadinya legenda. Kebanyakan setting legenda adalah setting jaman kerajaan atau jaman penjajahan atau jaman perlawanan melawan Belanda. Beberapa bahkan dengan jelas menunjukkan pertempuran besar antara kerajaan-kerajaan, atau tentara pemberontak dengan Belanda. Setting-setting yang lain berupa penyebaran agama juga banyak dijumpai.

Elemen keempat adalah imajinari. Imajinari ini didefinisikan sebagai sebuah konsep yang hanya muncul dalam imajinasi dan sulit diterima oleh akal. Beberapa peristiwa imajinari banyak dijumpai, seperti hamil secara gaib karena amenelan bintang atau kawin tanpa proses berjumpa secara fisik, lidi yang ditancapkan mengeluarkan air, naga yang berubah jadi tombak, golok yang terbang, tubuh yang menghilang, bertapa dalam waktu beberapa bulan atau bahkan tahun tanpa makan, kapal dan kuda yang bisa terbang, kutukan yang terjadi dan masih banyak lainnya. Selain peristiwa imajinari, tokoh-tokoh imajinari juga banyak dijumpai, seperti Lang Deur (raksasa), Naga, Bidadari atau Peri, Harimau dan Ular yang bisa bicara, dan tokoh-tokoh imajinari lainnya.

Elemen kelima adalah komplikasi yang mengantarkan pada klimaks. Komplikasi-komplikasi yang banyak muncul dalam legenda-legenda yang ada di Madura Barat yaitu seputar kesulitan-kesulitan dalam berdakwah, kesulitan dalam mencari air, serangan Bangsa Asing seperti Cina, keinginan untuk menjadi sesuatu yang yang paling baik atau sakti, kedurhakaan pada orangtua atau pembangkangan pada atasan, dan lainnya.

SIMPULAN

Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat sepuluh jenis legenda yang ada di masyarakat Madura Barat, yaitu (1) asal muasal berdirinya sebuah lanmark, (2) kesaktian/kewalian tokoh yang masih hidup, (3) kesaktian/kewalian tokoh yang sudah meninggal dan kuburannya dikeramatkan, (4) tempat-tempat mistik, (5) penyebaran agama Islam, (6) asal-usul munculnya sebuah budaya, (7) masalah antar dua pihak yang menyebabkan satu pihak/daerah bersatu atau terpecah, (8) perjuangan melawan Belanda atau pihak yang mendukung Belanda, (9) insiden yang bersifat tragedi, dan (10) kutukan seorang tokoh yang menyebabkan bencana/perubahan pada suatu daerah yang akhirnya menjadi nama daerah tersebut.

(9)

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

pantai utara Sampang, jumlah legenda yang mengisinya adalah Sembilan buah. Di Kontur Tengah Bangkalan, jumlah legenda yang mengisinya adalah duapuluh buah legenda sedangkan Di Kontur Tengah Sampang, jumlah legenda yang mengisinya adalah dua buah legenda. Di Kontur Selatan Bangkalan, jumlah legenda yang mengisinya adalah sebelas buah legenda, sedangkan di Kontur Selatan Sampang, jumlah legenda yang mengisinya adalah tiga buah legenda.

Selain temuan di atas, dijumpai beberapa fakta menarik lainnya, yaitu (1) dijumpainya beberapa legenda yang melibatkan karakter perempuan Madura yang kuat bernama Bendoro Gung, Dewi Retnadi, Syarifah Ambami dan Dewi Nawang Wulan, Keempat wanita ini sangat dihormati orang Madura padahal budaya Madura terkenal dengan patriarkinya, (2) munculnya hewan-hewan buas yang menjadi komplikator dari legenda seperti harimau, naga, kuda terbang, dsb, (3) munculnya makhluk-makhluk gaib (mitos) seperti lang deur, bidadari, dll, (4) adanya kesamaan peristiwa yang melahirkan tokoh besar seperti kemasukan bulan dan kawin gaib yang menghasilkan hamil tanpa menikah, (5) jejak pangeran Trunojoyo yang begitu terkenal di Madura namun tidak nampak menghiasi skap legenda masyarakat Bangkalan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. 2011. Cerita Rakyat Pulau Raas dalam Konteks Psikoanalisis Carl G. Jung

dalam Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik. Volume 24 No 2. 109-116.

Arti Legenda. --. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Bustami, L. 2004. Folklor Kangean: Suatu Kajian Cerita Bajak Laut (Lanun) Sebagai Sumber Sejarah Kawasan dalam Bahasa dan Seni, Tahun 32, Nomor 2 hlm 267-285

Definisi Scape. Cambridge Anvanced Learner’s Dictionary (CALD), Cambridge University press 2003 version 1.0

Danandjaja, J. 1997. Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti. Jonge, d.H. 2011. Garam Kekerasan dan Aduan Sapi. LKiS

Kosim, M. 2007. Kerapan sapi; “pesta” rakyat Madura (perspektif historis-normatif)

dalam Jurnal Karsa, Vol. XI No. 1 April 2007 hlm 68-76

Miles, M.B dan A.M Huberman. 1994. Qualitative Data Analysis. California: SAGE Publications Inc

Soedjidjono. 2002. Legenda dari Pulau Bawean: Kajian dengan Pendekatan Arketipal.

Makalah diterbitkan di Prosiding Seminar Akademik , Volume 2, 2002

Sudaryanto.1990. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Ucapan terimakasih disampaikan kepada:

1. Direktorat Jenderal Penguatan Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah membiayai kegiatan penelitian ini. Kertas kerja ini merupakan bagian dari output penelitian tersebut;

2. Ibu Hani’ah, rekan penelitian penulis yang sekarang sedang mengambil program doctor di UNS, yang telah membantu menyiapkan segala hal terkait penelitian ini; 3. Ibu Pupa Ruriana dari Balai Bahasa Surabaya yang telah mengedit dan

memberikan inspirasi serta arahan akan dibawa kemana buku hasil output penelitian ini;

(10)

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

Gambar

Tabel. Data Temuan

Referensi

Dokumen terkait

Proses ekstraksi kontur mata yang dilakukan Gradient Vector Flow Snake sangat dipengaruhi hasil template matching untuk penentuan inisialisasi kontur dengan hasil cukup baik

bahwa untuk melaksanakan hal sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang Pedoman Teknis Operasional Bagian 8900

Berdasarkan hasil penelitian dengan level of significant 5% diketahui bahwa informasi yang terkandung dalam data 76,4% dapat dijelaskan oleh model tersebut.

Tujuan dari penelitian ini, yaitu mengembangkan dan memperbaiki model penjadwalan security yang digunakan oleh hotel-hotel non bintang di DIY menjadi model penjadwalan yang

kurangnya kelengkapan sarana dan prasrana yang dimiliki SMA 17 Pagelaran dikarenakan minimnya dana yang dimiliki sekolah untuk memenuhi standar kelengkapan sarana

mengadopsi smartphone. Berdasarkan hasil analisis penelitian, adanya perbedaan yang signifikan pada karakteristik pendidikan terjadi karena baik responden. berpendidikan

Residual semakin mendekati 0 maka model regresi semakin baik dalam melakukan prediksi, dan sebaliknya semakin menjauhi 0 atau lebih dari 1 atau -1 maka semakin tidak baik model

Hasil pengumpulan data koping keluarga terhadap bencana tsunami menggunakan kuesioner yang dilakukan sebelum dan sesudah menggunakan panduan tanggap bencana tsunami