i DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
A. Pendahuluan ... 1
B. Definisi Evaluasi ... 2
C. Beberapa Model Evaluasi Program ... 4
a. Model Evaluasi CIPP ... 4
b. Model Evaluasi UCLA ... 5
c. Model Evaluasi Brinkerhoff ... 6
d. Model Stake atau Model Countenance ... 6
e. Model Evaluasi Metfessel dan Michael ... 9
D. Beberapa Pendekatan dalam Evaluasi ... 9
a. Pendekatan Experimental ... 9
b. Pendekatan yang Berorientasi pada Tujuan (Goal Oriented Approach) ... 10
c. Pendekatan yang Terfokus pada Keputusan (The DecisionFocused Approach) 11 d. Pendekatan yang Berorientasi pada Pemakai (The User Oriented Approach) .... 13
e. Pendekatan yang Responsif (The Responsive Approach) ... 14
f. Goal Free Avaluation ... 15
E. Beberapa Konsep dalam Evaluasi ... 16
1
EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN IPA
Oleh : ERWIN (Mahasiswa S3 Pendidikan IPA UPI)NIM : 1602921
A. Pendahuluan
Pendidikan dipandang sebagai salah satu sarana utama untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Kritik-kritik di masyarakat sering muncul tentang sistem pendidikan yang berubah-ubah dan tidak seimbang, kurikulum yang kurang tepat dengan mata pelajaran yang terlalu banyak dan tidak berfokus pada hal-hal yang seharusnya diberikan, dan lain sebagainya. Namun masalah yang paling parah pada setiap sistem pendidikan yaitu kurangnya evaluasi yang efektif. Sering terjadinya perubahan dalam sistem pendidikan tidak didasarkan atas evaluasi yang mendalam, sehingga dasar-dasar perubahan bisa diterima oleh masyarakat (awam dan ahli). Kemungkinan penyebab timbulnya kondisi tersebut adalah kurangnya informasi yang dapat diandalkan tentang hasil pendidikan, tentang praktek, dan programnya dan belum adanya penggunaan satu sistem yang standar untuk memperoleh informasi tentang hasil pendidikan dan praktek.
2 B. Definisi Evaluasi
Biasanya evaluasi pendidikan selalu dihubungkan dengan hasil belajar, namun saat ini konsep evaluasi mempunyai arti yang lebih luas daripada itu. Setiap orang tampaknya mempunyai maksud yang berbeda apabila sampai kepada kata evaluasi.
a. Apa Arti Evaluasi?
Banyak definisi evaluasi dapat diperoleh dari buku-buku yang ditulis oleh ahlinya, antara lain definisi yang ditulis oleh ralph Tyler, yaitu evaluasi ialah proses yang menentu-kan sampai sejauh mana tujuan pendidimenentu-kan dapat dicapai (Tyler, 1950). Evaluasi dilakumenentu-kan untuk melihat perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih.
b. Untuk Apa Evaluasi?
Scriven (1967) orang pertama yang membedakan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif sebagai fungsi evaluasi yang utama. Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dan sebagainya). Fungsi sumatif, evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.
c. Apa Obyek Evaluasi?
Hampir semua unit training dapat dijadikan objek suatu evaluasi. Siswa atau mahasis-wa sudah merupakan objek yang populer bagi evaluasi pendidikan. Yang lain-lainnya seperti proyek atau program institusi pendidikan yang sekarang menjadi objek evaluasi yang semakin populer. Penting sekali menentukan dan mengetahui apa yang akan di diveluasi. Hal ini akan menolong menentukan apa informasi yang dikumpulkan dan bagaimana menganalisisnya. Hal ini akan membantu memfokuskan evaluasi. Rumusan tujuan yang jelas juga akan menghindari salah tafsir dan kesalahpahaman.
d. Obyek, Aspek dan langkah Evaluasi
3
evaluasi ditunjukkan untuk memperluaskan atau memperbanyak variabel evaluasi dalam bermacam-macam model evaluasi (Stake, 1967; Stufflebeam, 1959, 1974; Alkim 1969; Provus, 1971). Model CIPP dari Stufflelebeam mengemukakan evaluasi yang berfokus pada empat aspek yaitu: 1) Konteks; 2) Input; 3) Proses implementasi; 4) Produk.
Karena pendekatan ini maka evaluasi lengkap terhadap pendidikan aspek dan dimensinya meliputi: a) manfaat tujuannya, b) mutu rencana, c) sampai sejauh mana tujuan dijalankan, dan d) mutu hasilnya. Jadi evaluasi hendaknya berfokus pada tujuan dan kebutuhan, desain training, implementasi, transaksi, dan hasil training.
Proses evaluasi mungkin saja berbeda sesuai persepsi teori yang dianut, ada bermacam-macam cara. Namun evaluasi harus memasukkan ketentuan dan tindakan sejalan dengan fungsi evaluasi yaitu: 1) Memfokuskan evaluasi; 2) Mendesain evaluasi; 3) Mengumpulkan informasi; 4) Menganalisis informasi; 5) Melaporkan hasil evaluasi; 6) Mengelola evaluasi; 7) Mengevaluasi evaluasi
e. Evaluator, Standar dan tujuan Evaluasi
Untuk menjadi kelompok profesional evaluator dituntut mempunyai ciri-ciri tertentu yang memeprlukan latihan yang memadai. Untuk menjadi seorang evaluator yang kompeten dan dapat diandalkan ia harus mempunyai kombinasi berbagai ciri, antara lain: mengetahui dan mengerti teknik pengkuruan dan metode penelitian, mengerti tentang kondisi sosial, dan hakikat obyek evaluasi, mempunyai kemampuan human relation, jujur, serta bertanggung jawab. Karena sulit mencari orang yang mempunyai begitu banyak kemampuan, maka sering evaluasi dilakukan oleh suatu tim.
Akhir-akhir ini telah dicoba mengembangkan standar untuk kegiatan evaluasi pendidikan. Standar yang paling komprehensif dan rinci dikembangkan oleh Committee on
Standard for Educational Evaluation (Joint Committee, 1981) dengan ketuanya Daniel
Stufflebeam, yaitu: 1) Utility (bermanfaat dan praktis); 2) Accuracy (secara teknik tepat); 3)
Feasibility (realistik dan teliti); 4) Propriety (dilakukan dengan legal dan etik).
4 C. Beberapa Model Evaluasi Program
Model evaluasi ialah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuat-annya. Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para evaluator untuk mengeva-luasi suatu program. Pada tulisan ini hanya akan dibicarakan beberapa model yang populer dan banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program.
a. Model Evaluasi CIPP
Stufflebeam adalah ahli yang mengusulkan pendekatan yang berorientasi kepada pemegang keputusan (a decision oriented evaluation approach structured) untuk menolong
administrator membuat keputusan. Ia merumuskan evaluasi sebagai “Suatu proses
menggambarkan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai
alternatif keputusan” (Stufflebeam, 1973 dalam Farida Yusuf, 2000). Dia membuat
pedoman kerja untuk melayani para manajer dan administrator menghadapi empat keputusan pendidikan, membagi evaluasi menjadi empat macam, seperti gambar di bawah ini :
1. Contect evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini membantu
5
2. Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan,
tentang pemegang kepentingan, strategi yang digunakan, keuangan atu pembiayaan program, cakupan program dan pelaksanaan penelitian. Alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
3. Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses untuk membantu
mengembangkan program, mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki.
4. Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk menolong
keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apakah program yang dilaksanakan efektif, trnsparan, keberlanjutan program serta kesesuaian program.
Gilbert Sax (1980) memberikan masukan pada evaluator dalam mempelajari tiap-tiap komponen pada program yang dievaluasi. Model ini sekarang disempurnakan dengan satu komponen O ( outcome/s ), sehingga menjadi model CIPPO. Model CIPP hanya berhenti pada mengukur output (product), sedangkan CIPPO sampai ke implementasi dari product.
b. Model Evaluasi UCLA
Alkin (1969) menulis tentang kerangka kerja evaluasi yang hampir sama dengan model CIPP. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan, dan menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Ia mengemukakan lima macam evaluasi, yakni:
a. Sistem assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem.
b. Program palnning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil
memenuhi kebutuhan program.
c. Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah
diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan.
d. Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program
ber-fungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga?
e. Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program.
6
(1984) memberikan penjelasan dan menyempurnakan model ini menjadi empat tahap, yaitu : need assessment , program planning, formatif evaluation, dan summative evaluation
c. Model Evaluasi Brinkerhoff
Setiap desain evaluasi umumnya terdiri atas elemen-elemen yang sama, ada banyak cara untuk menggabungkan elemen tersebut, masing-masing ahli atau evaluator mempunyai konsep yang berbeda dalam hal ini. Brinkerhoff & Cs. (1983) mengemukakan enam langkah evaluasi program pengembangan sumberdaya manusia (HRD Evaluation), sebagaimana tergambar pada gambar di bawah ini:
d. Model Stake atau Model Countenance
Stake (1967), analisis proses evaluasi yang dikemukakannya membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini dan meletakkan dasar yang sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk perkembangan yang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan adanya dasar kegiatan dalam evaluasi ialah Descriptions dan judgement dan membedakan adanya tiga tahapan dalam program pendidikan, yaitu:Antecendents (Context), Transaction (Process), dan Outcomes (Output).
7
Stake mengatakan bahwa apabila kita menilai suatu program pendidikan kita, melaku-kan perbandingan yang relatif antara satu program dengan yang lain, atau perbandingan yang absolut (satu program dengan standard).
Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini ialah bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake mengatakan bahwa
description di satu pihak berbeda dengan judgement atau menilai. Dalam model ini,
antecendents (masukan), transaction (proses), dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak
hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut, untuk menilai manfaat program. Stake mengatakan bahwa tak ada penelitian dapat diandalkan apabila tidak dinilai.
Matrik Model Stake atau Model Countenance
9 e. Model Evaluasi Metfessel dan Michael
Model Evaluasi Metfessel dan Michael meliputi delapan unsur dalam pelaksanaannya yaitu:
a. Keterlibatan masyarakat (envalvement of the community) yakni : orangtua, ahli-ahli pendidikan dan peserta didik.
b. Pengembangan tujuan dan memilih tujuan menurut skala prioritas.
c. Menterjemahkan tujuan menjadi bentuk tingkah laku dan mengembangkan pengajaran.
d. Mengembangkan metode untuk mengukur dan mengevaluasi pencapaian tujuan. e. Menyusun dan mengadministrasi ukuran untuk mengevaluasi pencapaian tujuan. f. Menganalisis hasil pengukuran.
g. Menginterpretasi dan mengevaluasi data.
h. Menyusun rekomendasi untuk mengembangkan pengajaran Metode ini dilengkapi dengan instrumen pengumpulan data, lengkap dengan kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi sebuah proyek/kegiatan program.
D. Beberapa Pendekatan dalam Evaluasi
Pengetahuan seseorang tentang evaluasi akan mempengaruhi jawaban orang tersebut tentang evaluasi. Kualifikasi ini penting karena tak ada satu definisi pun yang paling tepat untuk menyatakan evaluasi, juga tak ada prosedur yang paling tepat untuk melakukan eva-luasi. Ada beberapa konsep tentang evaluasi dan bagaimana melakukannya, kita namakan sebagai pendekatan evaluasi. Istilah pendekatan evaluasi ini diartikan sebagai beberapa pendapat tentang apa tugas evaluasi dan bagaimana dilakukan, dengan kata lain tujuan dan prosedur evaluasi. Berikut ini akan dibicarakan beberapa pendekatan evaluasi dan setiap pendekatan memberikan petunjuk bagaimana memperoleh informasi yang berguna dalam beberapa kondisi. Semua pendekatan paling tidak mempunyai tujuan yang sama yaitu bagaimana memperoleh informasi yang berarti atau tepat untuk klien atau pemakai. Namun masing-masing dalam usahanya berbeda penekanan pada aspek tertentu dalam tahap pengumpulan data, analisis, dan laporannya.
a. Pendekatan Experimental
10
yaitu untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program tertentu yang mengo9ntrol sebanyak-banyaknya faktor dan mengisolasi pengaruh program. Evaluator berusaha sekuat tenaga menggunakan metode saintifik sebanyak mungkin.
Evaluator yang menggunakan pendekatan eksperimental melakukan evaluasi seperti seorang ilmuwan yang melakukan penelitian. Misalnya, termasuk penciptaan situasi yang dikontrol, di mana beberapa subjek menerima perlakuan sedang yang lainnya tidak, dan membandingkan kedua kelompok untuk melihat dampak program. Evaluator memakai teknik dasar desain eksperimental acak, kelompok kontrol, dan analisis longitudinal untuk menarik kesimpulan tentang dampak perlakuan.
Memang kita tidak dapat melakukan kontrol yang begitu ketat dalam kenyataannya atau dalam keadaan yang sebenarnya (ini merupakan salah satu kelemahan pendekatan ini), namun evaluator akan berusaha sekuat mungkin untuk mengontrol misalnya melalui desain kuasi eksperimen dan memakai teknik statistik yang canggih seperti analisis covariance untuk mengatasi perbedaan yang tak dapat dikontrol dalam kondisi program.
Keuntungan dari pendekatan eksperimen ini yaitu kemampuannya dalam menarik kesimpulan yang relatif obyektif, generalisasi jawaban terhadap pertanyaan program yang bersangkutan. Hal ini membuat pendekatan ini lebih populer, terpercaya, dan disukai pemakai serta pembuat keputusan.
Pendekatan ini membuat evaluator sebagai orang ketiga yang obyektif dalam program yang menjalankan prinsip-prinsip desain penelitian dalam situasi yang diberikan untuk memperoleh informasi yang tidak diragukan kebenarannya atas dampak program. Evaluator sebagai ahli penelitian jarang ada klien yang mengerti pentingnya acak, perlunya konsis-tensi, dan lain-lain. Hal ini merupakan keterbatasan yang harus diatasi evaluator dan klien. Evaluator harus pandai-pandai membawa diri, menjaga hubungan baik dan harmonis deng-an klien, kalau tidak hubungdeng-an mungkin jadi renggdeng-ang ddeng-an mungkin akdeng-an menggagalkdeng-an pekerjaan evaluator.
b. Pendekatan yang Berorientasi pada Tujuan (Goal Oriented Approach)
Cara yang paling logis untuk merencanakan suatu program yaitu merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus dan membentuk kegiatan program untuk mencapai tujuan tersebut. Hal yang sama juga diperoleh pada pendekatan orientasi tujuan pada evaluasi. Pendekatan ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluator mencoba mengukur sampai dimana pencapaian tujuan telah dicapai.
pengem-11
bangan program, menjelaskan hubungan antara kegiatan khusus yang ditawarkan dan hasil yang akan dicapai. Peserta tidak hanya harus menjelaskan hubungan tersebut di atas, tetapi juga harus menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Dengan demikian ada hubungan yang logis antara kegiatan, hasil, dan prosedur pengukuran hasil.
Tidak semua program direncanakan seperti tersebut di atas, merumuskan tujuan deng-an cukup jelas. Maka evaluator ydeng-ang mengdeng-anut pendekatdeng-an ini akdeng-an membdeng-antu klien me-rumuskan tujuannya dan menjelaskan hubungan antara tujuan dan kegiatan. Bila ini sidah tercapai maka pekerjaan evaluasi akan menjadi lebih sederhana.
Kalau evaluator berbicara tentang tujuan, klien kebanyakan berbicara hasil. Namun program dapat mempunyai tujuan dan prosedur. Evaluator juga dapat membantu klien me-nerangkan rencana penerapan dan melihat proses pencapaian tujuan yang memperlihatkan kemampuan program menjalankan kegiatan sesuai rencana. Begitu tujuan umum dan tujuan khusus terjelaskan, tugas ecvaluator menentukan sampai sejauh mana tujuan program telah dicapai. Bermacam-macam alat ukur akan dipakai untuk melakukan tugas ini, tergantung pada tujuan yang akan dikukur. Hasil evaluasi akan berisi penjelasan tentang status tujuan program. Dalam hal ini keberhasilan diukur dengan kriteria program khusus bukan dengan kelompok kontrol atau dengan program lain seperti halnya dalam pendekatan eksperimen. Tentu saja prosedur untuk mengukur pencapaian tujuan diusahakan sekuat tenaga. Mereka juga memakai analisis statistik bila dianggap lebih baik. Kelebihan pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini ialah terletak pada hubungan antara tujuan dan kegiatan dan penekanan pada elemen yang penting dalam program yang melibatkan individu pada elemen khusus bagi mereka. Namun keterbatasan pendekatan ini yaitu kemungkinan eva-luasi ini melewati konsekuensi yang tak diharapkan akan terjadi.
Pendekatan ini mempengaruhi hubungan antara evaluator dan klien, karena proses memperjelas tujuan ini memerlukan interaksi yang sering dengan klien, maka sifat inde-penden evaluator tidak seperti pada pendekatan eksperimen. Evaluator lebih bersifat seperti
“mentor” terhadap klien. Jarang digunakan teknik statistik cangging dalam pendekatan ini.
Hubungan evaluator dan klien menjadi lebih mudah dikukur, maka seluruh proses evaluasi menjadi lebih mudah dan sederhana.
c. Pendekatan yang Terfokus pada Keputusan (The DecisionFocused Approach)
penge-12
lola program membuat keputusan. Oleh sebab itu, kegiatan evaluasi harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan untuk keputusan program.
Pengumpulan data dan laporan dibuat untuk menmbah efektifitas pengelola program. Selanjutnya karena program sering berubah selama beroperasi dari awal sampai akhir, kebutuhan pemegang keputusan juga akan berubah, dan evaluasi harus disesuaikan dengan keadaan tersebut. Pada tingkat perencanaan, pembuat program memerlukan informasi tentang masalah dan kapasitas organisasi. Selama dalam tingkat implementasi administrasi memerlukan informasi tentang proses yang sedang berjalan. Bila program sudah selesai, keputusan-keputusan penting akan dibuat berdasarkan hasil yang dicapai. Sebagai akibat-nya, avaluator harus mengetahui dan mengerti perkembangan program dan harus siap menyediakan bermacam-macam informasi pada bermacam-macam waktu. Idealnya pro-gram dan sistem evaluasi dikembangkan bersama, tapi hal ini tidak selalu dapat terjadi. Malahan sering evaluator diminta mengevaluasi setelah program berjalan.
Biasanya evaluator bekerja mundur, dari berbagai butir keputusan untuk mendesain kegiatan pengumpulan data yang memberikan data yang relevan untuk mengurangi keragu-raguan. Evaluator memerlukan dua macam informasi dari klien. Pertama, ia harus menge-tahui butir-butir keputusan penting pada setiuap periode selama program berjalan. Kedua, ia perlu mengetahui macam informasi yang mungkin akan sangat berpengaruh untuk setiap keputusan. Tentu ada juga berupa keputusan yang dibuat berdasarkan politik dan pertim-bangan lain yang tidak berhubungan dengan informasi yang relevan.
Keunggulan pendekatan ini ialah perhatiannya terhadap kebutuhan pembuat keputusan yang khusus dan pengaruh yang makin besar pada keputusan program yang relevan.
Keterbatasan pendekatan ini yaitu banyak keputusan penting dibuat tidak pada waktu yang tepat, tapi dibuat pada waktu yang kurang tepat. Seringkali banyak keputusan tidak dibuat berdasarkan data, tapi tergantung pada impresi perorangan, politik, perasaan, kebu-tuhan pribadi, dan lain-lain. Dalam hal ini evaluator mungkin dapat memberi pengaruh positif yang lebih objektif dan rasional.
13
sebagainya. Misalnya data normatif hasil tes standar tidak relevan dengan keputusan yang ada, maka data tersebut tak perlu dikumpulkan. Sebagai informasi kita dapat menentu-kan dan mengumpulkan berbagai informasi yang pilihannya relevan. Evaluasi model ini dianjur-kan oleh beberapa penelitian, dua orang yang amat terkenal yaitu, Stufflebeam (1971) dan Alkin (1969).
d. Pendekatan yang Berorientasi pada Pemakai (The User Oriented Approach)
Sejak tahun 1970-an, evaluasi merupakan suatu komponen standar dari hampir semua program yang dibiayai masyarakt. Para evaluator menjadi sibuk, namun banyak yang merasa kurang puas atas hasil usahanya. Ketidakpuasan ini disebabkan laporan mereka hanya berpengaruh sedikit sekali terhadap program yang mereka evaluasi. Walaupun evaluasi sudah mencoba mengukur sampai sejauh mana tujuan program telah dicapai, tapi hasilnya tidak seperti yang mereka harapkan.
Sebagai jawaban atas hal tersebut, para peneliti mulai meneliti masalah utilisasi evaluasi. Mereka mulai mengumpulkan bukti-bukti empiris yang membatasi pemakaian informasi. Sejumlah faktor-faktor positif berhasil dirumuskan termasuk keterlibatan lang-sung para pemegang kunci keputusan, ketepatan waktu inforamsi, dan kepakaan terhadap konteks organisasi. Lebih-lebih lagi keterlibatan personal tampaknya memegang peran penting dalam mempromosikan pemakaian evaluasi.
Karena banyak faktor-faktor positif dapat dipengaruhi oleh perilaku evaluator, sejum-lah peneliti mengembangkan pendekatan baru yang menekankan perluasan pemakaian informasi. Hal ini disebut pendekatan the user oriented. Seperti apa yang dibayangkan, pemakai informasi yang potensial adalah yang menjadi tujuan utama.
14
atau hasil evaluasi apabila disodorkan kepada mereka, karena juga merupakan hasil kerja mereka. Kurang ditekankan padsa laporan akhir dan lebih banyak melibatkan dan ber-komunikasi dengan erat dengan para pemegang kunci keputusan.
Kelebihan pendekatan ini ialah perhatiannya terhadap individu yang berurusan dengan program dan perhatiannya terhadap informasi yang berguna untuk individu tersebut. Hal ini tidak saja membuat evaluasi menjadi lebih berguna tetapi juga dapat menciptakan rasa telah berbuat bagi individu tersebut, dan hasil evaluasi akan selalu dipakai.
Keterbatasan pendekatan ini yaitu ketergantungannya terhadap kelompok yang sama dan kelamahan ini bertambah besar pengaruhnya sehingga hal-hal lain di luar itu kurang mendapat perhatian. Kelompok itu dapat berganti komposisi berkali-kali dan ini dapat mengganggu kelangsungan atau kelancaran kegiatan evaluasi. Akhirnya, mereka yang lebih banyak bicara dan lebih persuasif dapat berpengaruh lebih besar. Lagi pula, sulit untuk mengatakan atau meyakinkan bahwa semua minat dapat tertampung.
e. Pendekatan yang Responsif (The Responsive Approach)
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling lain dari lima bentuk pendekatan yang dibicarakan dalam tulisan di atas karena perspektif dalam usulan evaluasi dan metode pencapaiannya. Evaluasi responsif percaya bahwa evaluasi yang berarti yaitu yang mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandangan dari semua orang yang terlibat, yang berminat, dan yang berkepantingan dengan program. Evaluator tak percaya ada satu jawab-an untuk suatu evaluasi program yjawab-ang dapat ditemukjawab-an dengjawab-an memakai tes, kusioner, atau analisis statistik. Tapi setiap orang yang dipengaruhi oleh program merasakannya secara unik, dan evaluator mencoba menolong menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan melukiskan atau menguraikan kenyataan melalui pandangan orang-orang tersebut. Tujuan evaluator ialah berusaha mengerti urusan program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.
Evaluator juga mengadopsi pendekatan yang bermacam-macam dalam penelitiannya dan dalam masalah mencari tahu dinamika organisasi. Evaluasi responsif ditandai oleh ciri-ciri penelitian yang kualitatif, naturalistik, bukan kuantitatif. Bukan mengumpulkan data dengan instrumen tes atau kuesioner, tapi evaluator mengandalkan observasi yang langsung atau tidak langsung terhadap kejadian atau interpretasi data yang impresionistik. Evaluator mengobservasi, merekam, menampi data, mengecek pengetahuan awal (preliminary
under-standing) peserta program, dan mencoba membuat model yang mencerminkan pandangan
15
yang berkepentingan pada hasil evaluasi, bukan pada permintaan desain penelitian atau teknikpengukuran. Tapi bukan berarti evaluator menghindari pengukuran dan teknik ana-lisis sama sekali. Elemen yang penting dalam pendekatan responsif ini yaitu pengumpulan dan menyintesis data. Tes tradisional dan instrumen biasanya merupakan pertimbangan langsung dan tak langsung, dan bentuk laporan ialah studi kasus atau gambaran yang deskriptif. Evaluator bertindak sebagai organisator antropologis, pencari pengertian realitas melalui perspektif orang program, peserta program, dan kelompok lain yang dipengaruhi oleh program tersebut.
Kelebihan pendekatan responsif ini ialah kepekaannya terhadap berbagai titik pandangan, dan kemampuannya mengakomodasi pendapat yang ambigis dan tidak fokus. Pendekatan responsif dapat beroperasi dalam situasi di mana terdapat banyak perbedaan minat dari kelompok yang berbeda-beda, karena mereka dapat mengatur pendapat tersebut dengan cara yang tepat. Demikian juga evaluasi responsif dapat mendorong proses perumusan masalah dengan menyediakan informasi yang dapat menolong orang mengerti isu lebih baik.
Keterbatasn pendekatan responsif ialah keengganannya membuat prioritas atau penyederhanaan informasi untuk pemegang keputusan dan kenyataan yang praktis tidak mungkin menampung semua sudut pandangan dari berbagai kelompok.
f. Goal Free Avaluation
16
1) Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program.
2) Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan menyempitkan fokus evaluasi.
3) Evaluasi bebas tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang direncanakan.
4) Hubungan antara evaluator dan manajer atau dengan karyawan proyek dibuat seminimal mungkin.
5) Evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tak diramalkan. E. Beberapa Konsep dalam Evaluasi
Scriven (1967) yang pertama-tama membedakan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, kemudian sejak itu istilah ini menjadi populer dan dapat dikatakan diterima secara universal dalam bidang ini. Evaluasi formatif dilaksanakan selama program berjalan untuk memberikan informasi yang berguna kepada pemimpin program untuk perbaikan program. Misalnya, selama pengembangan program paket kurikulum, evaluasi formatif akan melibat-kan pemeriksaan konten oleh ahli, pilot tes terhadap sejumlah siswa, tes lapangan terhadap siswa yang lebih banyak dan dengan guru di beberapa sekolah, dan lain sebagainya. Setiap langkah evaluasi akan menghasilkan umpan balik yang segera kepada pembuat paket, yang kemudian menggunakan informasi tersebut untuk merevisi bahan apabila diperlukan.
Evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program untuk memberi informasi kepada konsumen yang potensial tentang manfaat atau kegunaan program. Misalnya, sesudah paket kurikulum dikembangkan, evaluasi suamtif mungkin dilaksanakan untuk menentukan efek-tifitas paket tersebut pada tingkat nasional atas sampel sekolah khusus, guru, dan siswa pada tingkat perkembangan tertentu. Penemuan hasil evaluasi ini akan diberikan kepada konsu-men. Perhatikan bahwa audensi dan pemakaian evaluasi tersebut amat berbeda. Pada evaluasi pormatif, audeensinya personalia program, dalam contoh tersebut , mereka yang bertanggungjawab atas pengembangan kurikulum. Pada evaluasi sumatif, audensinya ter-masuk konsumen yang potensial seperti siswa, guru, dan lain-lain yang terlibat dalam program.Evaluasi formatif harus mengarah kepada keputusan tentang perkembangan pro-gram termasuk perbaikan, revisi, dan kegiatan sejenis lainnya. Sedangkan evaluasi sumatif mengarah ke arah keputusan tentang kelanjutan program, berhenti atau diteruskan, peng-adopsian dan selanjutnya.
17
pengaturan uang, dan semua hal seperti moril dan materiil, dapat diarahkan ke arah yang lebih produktif. Evaluasi yang dilaksanakan pada saat proyek akan berakhir, mungkin akan terlambat dan tidak dapat menolong.
Evaluasi Formatif Tekanan
Relatif
Evaluasi Sumatif Kehidupan Program
(Worthen, B.R & Sanders, G.R. 1987, dalam Farida, 2000: 38)
Pemakaian evaluasi formatif dan sumatif berubah menurut penggunaan dan penekanannya selama program pendidikan berjalan, seperti yang digambarkan dalam kurva di bawah. Kurva menunjukkan hubungan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif selama program berjalan, walaupun generalisasi ini tidak selalu cocok pada setiap inovasi program. Kurva diambil dari Blaine R. Worthem and James R. Sanders, 1987 (dalam Farida, 2000: 38).
18
Contoh penerapan Evaluasi Formatif dan Sumatif dalam pembelajaran.
Tahapan Silabus dan SAP Dosen Kuesioner silabus dan isi
program
Dosen Penilaian substansi bahan ajar
Mahasiswa Penilaian substansi bahan ajar
Mahasiswa Pedoman observasi aktivitas belajar
Mahasiswa Tes hasil belajar mahasiswa (UAS)
19
DAFTAR PUSTAKA
Alkin, M.C, daillan R. & Whate P. 1979. (dalam Farida, 2000). Using Evaluation. Does
Evaluation Make a Different? Beverly Hills, CA: Sage.
American Psychological Association. 1966. Standards for Educational Psychological Tests
and Manuals. Washington DC: APA.
Anderson, S.B. & Ball, S. 1978. (dalam Farida, 2000) The Proffession and Practice of
Program Evaluation. San Francisco: Jossy Bass.
Backer, E.L. 1978. Evaluation Dimension for Program Development and Improvement. In. S.B. Anderson & C.D. Coles (Eds). Exploring Purposes and Dimensions. New Directions for Program Evaluation. No. 1, san Francisco: Jossy Bass.
Brinkerhoff, Robert O, Brethower, D.M., Hluchyj. T., & Nowakoswki, J.R., 1983. (dalam Farida, 2000) Program Evaluation A Practitioner’s Guide for Trainers and
Educators. Source Book & Casebook. Boston.
Campbell, D.T. & Stanley, J.C. 1963. Experimental and Quosi Experimental Design for
Research. Chicago: rand, McNally.
Cartono, Toto S.G.U. 2005. Evaluasi Hasil Belajar Berbasis Standar. Bandung: Prisma Press.
Cronbach, L.J. 1973. Course Improvement Through Evaluation. In. B.R. Worthen & J.R. Sanders. Educational Evaluation: Theory and Practice. Belmont, C.A.: Wadsorth. Farida Yusuf Y. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Patton, Michael Quin. 1988. How to Use Qualitative Methods in Evaluation. Center for the Study of Evaluation, University of California, Los Angeles, beverly Hills: Sage. Stake, R.E. 1975. Program Evaluation. Particular Responsive Evaluation. (Occational
Paper, No. 5), Kalmazoo, MI: Western Michigan University Evaluation Center. Stufflebeam, D.L. 1969. Evaluation and Enlightment for Decision Making. Columbus, OH:
Ohio state University, Evaluation Center.