• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA PEMODELAN 3 DIMENSI SISTEM STRUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISA PEMODELAN 3 DIMENSI SISTEM STRUK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PEMODELAN 3 DIMENSI SISTEM STRUKTUR GEDUNG

DENGAN PONDASI DANGKAL DI ATAS TANAH LUNAK UNTUK

MENDAPATKAN PENURUNAN KONSOLIDASI MERATA

Putu Tantri kumala sari1, Indrasurya B.Mochtar2

1,2

Jurusan Teknik Sipil, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

1 tantri_itu_aku@yahoo.co.id

Abstrak

Penggunaan pondasi dangkal dengan berbagai tipe pondasi semakin sering dipilih dengan alasan lebih menghemat biaya jika dibandingkan dengan pondasi tiang, terutama bila letak lapisan tanah keras relatif dalam (> 20m). Para perencana struktur sering menganggap bahwa struktur tertumpu secara sempurna baik secara terjepit maupun tersendi. Hal tersebut berarti perenca na menganggap bangunan struktur terpisah dengan pondasi (tanah) padahal pada kenyataannya struktur dan pondasi merupakan satu kesatuan yang apabila dipisahkan maka terjadinya retak pada struktur tidak dapat dihindari.

Adapun permasalah yang ada, sudah pernah dilakukan peninjauan bentuk pembebanan menghasilkan penurunan yang merata yang dapat mengintegrasikan tanah dan struktur serta dengan peninjauan untuk analisa 2 dimensi. Namun sampai saat ini belum pernah ditinjau bagaimana bentuk pembebanan dengan pemodelan 3 dimensi. Untuk mengetahui pengaruh tanah dan model struktur terhadap permasalahan yang ada dilakukan beberapa variasi. Terdapat 3 variasi struktur dengan perbedaan panjang dan lebar namun tidak terjadi variasi pada jenis tanahnya. Dengan variasi-variasi yang dilakukan dengan model struktur dan tumpuan diperoleh nilai perhitungan yang berbeda antara metode konvensional dan tanah-struktur. Umumnya didapatkan nilai penurunan yang merata jika rekasi tanah yang terjadi tidak merata dan penurunan tanah yang tidak merata jika reaksi tanah yang merata.selain itu rasio momen juga mengalami perbedaan hingga mencapai 7 kalinya.

Kata kunci

:

pondasi dangkal, differensial settlement,konsolidasi,analisa interaksi tanah-struktur,pemodelan

struktur 3 dimensi.

1. Pendahuluan

Dewasa ini penggunaan pondasi dangkal dengan berbagai tipe pondasi semakin sering dipilih dengan alasan lebih menghemat biaya jika dibandingkan dengan pondasi tiang, terutama bila letak lapisan tanah keras relatif dalam (>20m) sehingga biaya tiang pancang yang dibutuhkan juga cukup besar. Pilihan pondasi dangkal seperti pondasi pelat penuh (Mat foundation), pondasi sarang laba-laba dan pondasi cakar ayam sering digunakan untuk gedung-gedung 2 sampai 4 lantai.

Para perencana struktur sering menganggap bahwa struktur tertumpu secara sempurna baik secara terjepit maupun tersendi. Hal tersebut berarti perencana menganggap bangunan struktur terpisah dengan pondasi (tanah) padahal pada kenyataannya struktur dan pondasi merupakan satu kesatuan. Perencana struktur sering tidak mempertimbangkan kondisi tanah tempat bangunan tersebut akan dibangun. Kalaupun telah dilakukan perbaikan kondisi tanah dengan suatu metode , tidak hanya

daya dukung yang ditinjau tetapi juga settlement. Sehingga akibat beban struktur diatasnya tanah akan mengalami penurunan/ pemampatan. Seperti pada Gambar 1 berat bangunan menyebabkan melengkungnya (pemampatan) daerah yang terbebani, maka dasar struktur tersebut juga akan melengkung dan keseluruhan kerangka bangunan akan berubah yang akan berpengaruh pada perubahan gaya-gaya dalam pada struktur. (Lastiasih dan Mochtar,2004),(Wicaksono dan Mochtar,2007).

(a) (b)

Gambar 1. Struktur gedung diatas tanah lunak yang sebelumnya tidak memampat (a) kemudian

(2)

Sebelumnya telah dilakukan studi perencanaan struktur 2 dimensi dengan tanah dan struktur merupakan satu kesatuan dan menghasilkan penurunan yang merata pada tanah dibawahnya oleh Lastiasih dan Mochtar, 2004. hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya perubahan gaya dalam pada struktur akibat perbedaan pemampatan pada tanah lunak dibawahnya. Masalah yang sering timbul pada pondasi dangkal seperti pondasi telapak, pelat penuh, sarang laba-laba maupun cakar ayam diatas tanah lempung lunak berdasarkan pengalaman dilapangan (Mochtar, 1997) adalah Terjadi kerusakan dalam bentuk retak-retak pada dinding, balok dan kolom struktur akibat penurunan yang tidak sama (differensial settlement) dan kerusakan tersebut terus terjadi walaupun sudah diperbaiki sehingga menghabiskan biaya perbaikan yang sangat banyak. Kesalahan dalam asumsi perencanaan merupakan salah satu masalah yang menjadi penyebab kerusakan dari gedung pondasi dangkal diatas tanah lunak.

Asumsi perhitungan yang lainnya secara numerik dimana tanah dianggap sebagai pegas elatis. Asumsi dikenal sebagai Winkler foundation (Winkler, 1867). Dengan asumsi ini didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan cara konvensional. Bila pembebanan yang merata akan mendapatkan penurunan tanah yang merata pula. Namun kenyataan yang ada membuktikan bahwa tanah lebih mendekati sifat sesungguhnya dilapangan jika dianggap sebagai media elastis (elastic half space).Seperti pada Gambar 2 , beban merata diatas media elastis tidak akan menyebabkan penurunan yang merata; dan sebaliknya, penurunan yang merata disebabkan oleh beban yang tidak merata.

Gambar 2 Penurunan tanah akibat beban diatas media tanah yang elastis (elastis half space).

Lastiasih (2004: )

Untuk menghindari terjadinya retak (rusak) pada struktur gedung pemodelan 2 dimensi yang dibangun diatas tanah lunak, maka beberapa syarat yang di teliti oleh Lastiasih dan Mochtar (2004) harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

1. Gedung harus cukup kaku untuk melawan perbedaan penurunan (differential settlement) sehingga diharapkan tidak terjadi perbedaan penurunan pada tanah dasar akibat beban diatasnya. Jadi konsolidasi tanah akibat beban gedung merata (uniform) seperti pada Gambar 2.

2. Gedung tersebut haruslah mengakibatkan reaksi perlawanan tanah yang tidak merata sedemikian rupa sehingga dihasilkan penurunan konsolidasi yang merata.

Gambar 3. Struktur gedung diatas tanah yang menghasilkan penurunan merataLastiasih dan

Mochtar (2004)

3. Jumlah reaksi total tanah dasar haruslah sama dengan berat gedung jadi

.dAW= Berat gedung.

 = reaksi perlawanan tanah, dA = luasan kecil tanah.

4. Penurunan konsolidasi tanah memenuhi toleransi differential settlement untuk bangunan beton yaitu 0.002 s/d 0.003.

Hasil studi oleh Lastiasih dan Mochtar 2004 didapatkan bahwa untuk mendapatkan gedung yang cukup kaku sehingga menghasilkan penurunan merata perlu adanya modifikasi dimensi balok dan kolom dari gedung (dibandingkan dengan dimensi gedung konvensional menumpu diatas pondasi yang tidak mengalami penurunan). Didapatkan kolom dan balok yang harus diperbesar dimensinya, karena gaya-gaya dalam yang bekerja (momen dan gaya geser) ternyata jauh lebih besar dari pada hasil perhitungan konvensional. Studi yang yang dilakukan ini adalah untuk gedung 2 dimensi.

Sampai saat ini belum pernah dicoba pendekatan diatas karena adanya kesulitan dalam mendapatkan konfigurasi tegangan reaksi tanah yang menghasilkan penurunan konsolidasi yang merata. Hal ini karena konfigurasi tegangan yang menyebabkan penurunan konsolidasi yang merata tersebut juga sangat tergantung dari antara lain : tebal lapisan tanah yang memampat, jumlah lapisan, jenis lapisan dan parameter pemampatan dan dimensi gedungnya. Studi yang sebelumnya telah dilakukan merupakan pemodelan struktur 2 dimensi yang dapat menghasilkan pemampatan yang merata pada tanah, untuk itu perlu dilakukan studi lebih lanjut guna mendapatkan pemodelan struktur 3 dimensi diatas tanah lunak yang menghasilkan pemampatan yang merata.

2. Konfigurasi pembebanan.

Mencari konfigurasi pembebanan yang menghasilkan penurunan yang merata pada kedalaman yang ditinjau. Pertama-tama perlu dilakukan perhitungan untuk mencari tegangan yang dihasilkan oleh beban bangunan diatas tanah yang diasumsikan beban merata namun di konfersikan menjadi beban titik. Dimana beban titik tersebut

  

(3)

merupakan beban bangunan yang disalurkan ke tanah melalui kolom-kolom pada bangunan. Perhitungan untuk mencari nilai tegangan ini dilakukan pada setiap layer tanah dari beban titik dari suatu kolom pada bangunan bila ditinjau dengan 3 dimensi. Dari nilai tegangan tersebut, kemudian dapat digunakan untuk menghitung nilai penurunan pada tiap layer tanah. Penurunan tiap layer tanah akibat suatu titik itu kemudian dijumlah untuk mendapatkan nila penurunan total. Lastiasih (2004:13)

Dengan mendapakan nilai penurunan total tersebut maka dapat dilihat bahwa ternyata terjadi perbedaan penurunan pada tanah dibawah bangunan. Untuk mendapatkan penurunan yang sama maka perlu adanya iterasi pembebanan pada bangunan. Caranya yaitu dengan menambahkan beban diujung-ujung dan mengurangi beban ditengah-tengah.

Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat ilustrasi sebagai berikut:

1. Mula-mula diasumsikan beban di sembarang titik sama seperti iluatrasi di bawah ini.

Gambar 4 asumsi beban merata di sembarang titik(Lastiasih,2004 )

Lapisan 1

permukaan tanah dititik ke-n

zj = kedalaman tanah yang ditinjau

penurunannya pada lapisan ke-j

xn-1.n = jarak horisontal dari titik ke-(n-1) sampai

titik ke-n

∆n,j = besarnya tegangan yang terjadi akibat beban

diatas permukaan tanah pada lapisan ke-j dibawah titik n.

Setelah mengetahui besarnya tegangan yang terjadi yang diakibatkan oleh beban diatasnya maka

dapat dicari besarnya penurunan yang terjadi pada tiap-tiap lapisan akibat beban-beban yang ada. Maka pada penurunan di titik ke-1 pada lapisan ke-1 diperoleh besarnya penurunan Sc 1.1, sedangkan

besarnya penurunan yang lain-lain berturut-turut di titik-titik yang lain pada lapisan 1 adalah Sc 2.1, Sc 3.1... Sc n.1. sedangkan besarnya penurunan

dilapisan lain berturut-turut adalah sebagai berikut Sc 1.j, Sc 2.j ...Sc.n.j . setelah mengetahui besarnya

penurunan ditiap-tiap lapisan akibat beben diatasnya pada setiap titik maka dapat diperoleh penurunan total yang terjadi yaitu:

Sc total 1 = Sc 1.1 + Sc 1.2 + Sc 1.3 +...Sc 1.j = Sc total

pada titik 1 akibat settlement dari j lapisan tanah.

Sc total 2 = Sc 2.1 + Sc 2.2 + Sc 2.3+…...Sc 2.j = Sc total

pada titik 2 akibat settlement dari j lapisan tanah.

……

Dst

……

Sc total n = Sc n.1 + Sc n.2 + Sc n.3 +...Sc n.j = Sc total

pada titik n akibat settlement dari j lapisan tanah. Dengan konfigurasi beban yang sama disembarang titik maka yang terjadi adalah Sc total 1≠ Sc total 2≠ Sc

total 3≠…. Sc total n

2. Karena konfigurasi yang sama akan menghasilkan penurunan yang berbeda disembarang titik maka konfigurasi beban diubah dengan cara menambahkan beban di ujung ujung dan mengurangi beban ditengah-tengah. Terus dilakukan pengiterasian beban hingga menghasilkan penurunan yang merata Sc total 1≈ Sc total 2≈ Sc total 3≈…. Sc total n.

walaupun penurunan yang terjadi tidak sama persis, tapi toleransi yang diambil untuk selisih penurunan adalah sebesar 0.1 inchi maka penurunan tersebut sudah dianggap sama. Penurunan total yang sama pada sembarang titik bukan berarti penurunan pada tiap lapisan disembarang titik juga sama besarnya, begitu juga dengan besarnya tegangan yang terjadi akibat beban yang berada diatas permukaan tanah juga tidak sama.

Untuk pemodelan tanah supaya dapat dicapai kondisi penurunan yang sama, maka tanah dianggap sebagai sekumpulan pegas yang memiliki konstanta pegas sebesar k. Menurut Bowless, 1992, konstanta pegas k diperoleh dari ks x B, dimana Ks adalah modulus reaksi tanah dan B adalah lebar balok. Dengan jarak antar pegas sama, maka akan diperoleh variasi nilai K akibat reaksi yang terjadi sehingga penurunan dianggap merata disembarang titik seperti dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5. Dengan pembebanan yang tidak merata akan menghasilkan penurunan yang merata.

(4)

Setelah mengetahui konfigurasi pembebanan melalui iterasi yang menghasilkan penurunan yang merata, maka akan dapat diketahui juga reaksi yang terjadi pada tanah. Tanah diasumsikan sebagai suatu media elastis sehingga tanah dapat diidealisasikan sebagai sekumpulan pegas yang memiliki nilai konstanta yang harus dicari. Adapun perumusan yang digunakan untuk mencari nilai konstanta pegas adalah :

i si

i

k

x

F

(2)

Dimana :

Fi = Gaya atau beban yang terjadi di titik ke-i

ksi = konstanta pegas di titik ke-i

δi = Penurunan yang terjadi di titik ke-i

dengan nilai δi yang sama maka akan diperoleh nilai

ksi yang berbeda. Dapat dilihat dari perumusan

berikut yang diperoleh dari persamaan 2.12 :

i i si

F

k

(3)

Apabila diatas tanah yang diasumsikan sebagai media elastis terdapat bangunan gedung maka akan diketahui nilai-nilai F, δi, dan ksi masing-masing titik

akan diketahui berat total dari struktur tersebut. Adapun berat total dari struktur tersebut dpat dicari dari perumusan sebagai berikut :

 

n

t

i s i n

i i

k

W

F

W

W

dA

F

1 . 1

.

.

(4)

Karena δ1 = δ2 = δ3= .... δn= δ, maka didapat :

n

i

n

i si si

i

k

k

W

1 1

(5)

3. Pemodelan struktur gedung

Variasi pemodelan tipe struktur ini dibagi menjadi 3 macam. Model struktur 35-7-7 seperti pada Gambar 6a dengan bentuk gedung memanjang, model 28-14-7 seperti pada gambar 6b dengan gedung agak memanjang dan sedikit melebar serta model 21-21-7 seperti pada gambar 6 c dengan gedung simetris baik memanjang maupun melebar adalah dimaksudkan untuk mengetahui hasil perhitungan untuk sistem iterasi gedung dan tanah sebagai media elastis bila dibandingkan dengan sistem konvensional gedung berada pada tumpuan pondasi jepit atau sendi, sistem struktur 2 dimensi dengan hanya memperhitungkan satu portal yang terberat, dan sistem struktur 3 dimensi. Tumpuan pada sistem struktur pada gambar dibawah ini adalah pegas dengan jarak antar pegasnya 1 meter.

Gambar 6(a) pemodelan struktur 35-7-7 ( 3 dimensi dan tampak atas )

Gambar 6 (b) pemodelan struktur 28-14-7 ( 3 dimensi dan tampak atas )

Gambar 6(c) pemodelan struktur 21-21-7 ( 3 dimensi dan tampak atas )

4. Metodologi penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dikembangkan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mencari nilai tegangan pertitik pada tiap kedalaman tinjauan dengan beben gedung yang belum dimodifikasi.

2. Mencari nilai settlement dan membandingkan perbedaan settlement yang terjadi antar titik satu dengan yang lainnya. Perbedaan nilai settlement ini disesuaikan dengan tabel toleransi differential settlement yang dikeluarkan oleh NAVAC DM7 sesuai dengan tipe strukturnya. 3. Jika perbedaan settlement tersebut tidak

(5)

4. Setelah memperoleh nilai konfigurasi pembebanan yang menghasilkan pemampatan tanah yang sama, kemudian dilakukan perhitungan nilai konstanta pegar yang merupakan reaksi tanah yang bersifat elastic ketika dibebani gedung diatasnya.

5. Analisa gaya dalam pada struktur dengan menggunakan program bantu untuk struktur dengan nilai konstanta pegasnya sebagai tumpuan. Analisa struktur gedung dilakukan dengan melakukan pendimensian balok dan kolom hingga memperoleh penurunan pada tanah yang sesuai dengan tabel NAVAC DM 7 yaitu 0.002 s/d 0.003 setengah bentang gedung. 6. Jika reaksi bangunan diatas sekumpulan pegas

tidak menyebabkan terjadinya perbedaan penurunan pada tanah dibawahnya, maka kemudian dilakukan pengecekan kekuatan struktur. Karena iterasi dilakukan dengan memperbesar ataupun mengecilkan kolom pada bangunan, maka yang perlu dilakukan adalah mengecek apakah Hubungan balok kolom yang ada sudah kuat.

5. Hasil analisa

Hasil studi yang didapat dari perhitungan analisa tanah-struktur dengan variasi dimensi bangunan adalah sebagai berikut:

1. Struktur dengan beban yang merata dan berdiri diatas tanah lunak yang diasumsikan sebagai tumpuan pegas akan menghasilkan nilai settlement pada tanah yang berbeda (differential settlement) dan tidak sesuai dengan syarat yang ada untuk nilai pemampatan pada bangunan gedung. Hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan struktur. Maka dengan memperbesar beban struktur pada bagian tepinya dan mengurangi beban pada bagian tengahnya akan menghindari terjadinya differential settlement. 2. Jika gedungnya kaku dan penurunannya relative

merata maka reaksi media elastis yang terjadi tidak merata. Nilai reaksi tersebut akan relative besar pada tanah yang menerima tumpuan struktur paling tepi dan semakin mengecil pada bagian tengah. Inilah yang membedakan dengan perhitungan metode konvensional dimana reaksi yang terjadi pada tanah merata sehingga menghasilkan penurunan yang tidak merata. 3. Perbandingan gaya dalam untuk struktur gedung

yang menumpu pada tumpuan jepit,sendi dan pegas merata dengan tumpuan pegas sebagai asumsi tanah yang bersifat elastis,pada nilai momen mencapai nilai 7 kali lipat dan terjadi pada balok lantai 1 yang menumpu langsung dengan tanah sebagai media elastis. Momen yang terjadi pada struktur dengan tumpuan pegas jauh lebih besar dari pada tumpuan dengan metode konvensional. Sehingga defleksi dan lebar retak yang terjadi akan sangat besar jika tetap

digunakan metode konvensional. Karena itu perlu dilakukan perencanaan ulang pada struktur terutama pada elemen-elemen yang mengalami defleksi dan lebar retak yang besar. Untuk itu, perlu dilakukan penambahan tulangan pada balok lantai 1 pada daerah tarik untuk menghindari adanya retak akibat tulangan longitudinal yang terpasang pada balok. Selain itu juga perlu dilakukan perbesaran dimensi balok untuk menghindari deffleksi yang terlalu besar melebihi peratuan yang berlaku. Perbesaran dimensi yang dilakukan adalah : pada struktur 35-7-7 dan 28-14-7 balok lantai 1 diperbesar dimensinya menjadi 75x55 yang semula 60x40 cm dan pada struktur 21-21-7 balok lantai 1 bagian tepi diperbesar menjadi 90x60 dan balok lantai 1 tengah diperbesar menjadi 70x50 cm.

4. Semakin lebar bangunan perbandingan momen antara 2 dimensi dan 3 dimensi semakin mendekati sama dan bahkan bisa lebih besar. Pada tipe struktur 35-7-7 rasio perbandingan tinjauan 3 dimensi lebih besar dari pada 2 dimensi tetapi pada tipe struktur 28-14-7 rasio perbandingan momen 2 dimensi lebih besar dari pada tinjauan 3 dimensi hal demikian juga terjadi pada tipe struktur 21-21-7. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan nilai gaya pegas antara tinjauan struktur 2 dimensi dan 3 dimensi. Sedangkan untuk nilai perbandingan momen dengan tumpuan antara tumpuan sendi,jepit dan pegas merata tidak jauh berbeda sehingga perbandingan momen antara jepit-pegas, sendi pegas dan pegas merata-pegas tidak jauh berbeda dan nilainya saling mendekati satu sama lain. Dengan nilai perbandingan metode tumpuan pegas merata yang sama nilainya dengan sendi dan jepit maka metode ini bisa disamakan dengan metode konvensional sama dengan tumpuan jepit maupun sendi yang bisa digunakan. Sehingga jika metode ini digunakan maka perubahan gaya dalam pada struktur yang dapat menyebabkan retak struktur tidak dapat dihindari.

6. Kesimpulan dan saran.

(6)

tanah yang elastic seperti pegas gaya dalam struktur adalah lebih besar. Kesalahan asumsi tumpuan itulah yang menyebabkan keretakan-keretakan struktur sering terjadi pada bangunan berpondasi dangkal.

Sehingga pada intinya, perlu adanya pendekatan yang harus dilakukan oleh perencana gedung yaitu pendekatan cara geoteknik teoritis dengan mengasumsikan gedung berdiri diatas pegas -pegas non-uniform, dan pendekatan rekasaya dengan cara perbaikan tanah untuk meningkatkan daya dukung tanahnya dan memperkecil penurunan tanah jangka panjang.

Daftar Pustaka:

C.Hardiyatmo,Hary(2002)Mekanika Tanah 2, Yogyakarta,Gadjah Mada University Press E.Bowles,Joseph (1984). Sifat-Sifat Fisis dan

Geoteknis (Mekanika Tanah),Jakarta,erlangga Lastiasih,Yudhi (2004) ,Study Perencanaan Sistem

Struktur Gedung Dengan Pondasi Dangkal

Yang Dapat Mengakibatkan Penurunan Konsolidasi Merata, Thesis Pasca Sarjana Jurusan Teknik SipilFTSP-ITS.

Lastiasih,Y., Mochtar,I.B., (2009) : Solusi geoteknik untuk merancang gedung berpondasi dangkal diatas lapisan tanah lempung lunak yang memiliki potensi pemampatan konsolidasi yang besar, Prosiding Pertemuan ilmiah tahunan-XIII HATTI, P: 59-69, Bali 2009.

M. Das, Braja.(1985). Mekanika Tanah 1 (prinsip-prinsip rekayasa geoteknis), Jakarta,Erlangga Nawy,Edward G (1998), Beton Bertulang suatu

pendekatan dasar,Bandung,PT Refika Aditama. Purwono,Rahmat (2005). Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa penerbit itspress.

Purwono,Rachmat,dkk (2007) Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung [SNI 03-2847-2002] ,Surabaya,itspress Vis,W.C, Kusuma,Gideon (1993) Dasar-dasar

Perencanaan Beton Bertulang, Jakarta, Erlangga.

Gambar

Gambar 1. Struktur gedung diatas tanah lunak yang sebelumnya tidak memampat (a) kemudian memanpat (b) karena tanah lunak
Gambar 2 Penurunan tanah akibat beban diatas  media tanah yang elastis (elastis half space)
Gambar 5. Dengan pembebanan yang tidak merata  akan menghasilkan penurunan yang merata
Gambar 6(c) pemodelan struktur 21-21-7 ( 3 dimensi  dan tampak atas )

Referensi

Dokumen terkait

Minuman kopi bukan hanya sekedar minuman yang beraroma khas dan merangsang karena mengandung kafein. Secangkir kopi dihasilkan melalui proses yang sangat

Dalam kedudukannya sebagai pengelola barang, dan dihubungkan dengan amanat pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 17 tahun 2003, Gubernur juga berwenang mengajukan usul untuk

Dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat erat antara persepsi terhadap peran teman sebaya dengan religiusitas

Certificate (Hull & Machinery).4.Copy Tank Table (Cargo & Bunker Tank).Bagi kapal yang telah memiliki tank table yang telah disahkan oleh fungsi Bunker Operational

Penelitian ini akan menguji kembali pengamh motivasi terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) dengan menambahkan variabel motivasi sosial

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3A a y at (3) Peraturan Komi s i Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 29

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa antibodi maternal anak babi dari induk yang telah divaksin hog cholera secara teratur dan divaksinasi pada umur 7 hari,

Sedangkan prinsip dari gerak cross feed adalah ketika batu gerinda berada pada posisi B menuju B’maka batu gerinda akan bergeser sesuai dengan dengan cross feed