• Tidak ada hasil yang ditemukan

proses fisiologis pada lansia. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "proses fisiologis pada lansia. pdf"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Fisiologis Penuaan Pada Lansia

Penuaan pada lansia, memungkinkan terjadinya penurunan anatomis dan fungsional yang sangat besar. Andrea dan Tobin (peneliti), memperkenalkan “Hukum 1%”, yang menyatakan bahwa fungsi organ akan mengalami penurunan

sebanyak 1% setiap tahunnya setelah usia 30 tahun (Martono, 2004).

Pada lansia sering dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan gerak dan fungsi. Menurut Kamso yang dikutip oleh Zuhdi (2000), pada lansia terjadi penurunan kekuatan sebesar 88%, fungsi pendengaran 67%, pengelihatan 72%, daya ingat 61%, serta kelenturan tubuh yang menurun sebesar 64%. Permasalahan yang muncul pada lansia dapat disebabkan karena adanya perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh. Beberapa perubahan fisiologis yang terjadi akibat proses penuaan antara lain:

2.1.1 Sistem panca-indera

Lansia yang mengalami penurunan persepsi sensoris akan terdapat kesenggangan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang dimiliki. Indera yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensoris.

a. Pengelihatan

(2)

Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya ditemukan pada lansia. Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi, konstriksi pupil akibat penuaan dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata, yaitu katarak (Suhartin, 2010).

Hal ini akan berdampak pada penurunan kemampuan sistem visual dari indera penglihatan yang berfungsi sebagai pemberi informasi ke susunan saraf pusat tentang posisi dan letak tubuh terhadap lingkungan di sekitar dan antar bagian tubuh sehingga tubuh dapat mempertahankan posisinya agar tetap tegak dan tidak jatuh.

b. Pendengaran

Penurunan pendengaran merupakan kondisi secara dramatis dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Kehalangan pendengaran pada lansia disebut dengan presbikusis. Presbikusis merupakan perubahan yang terjadi pada pendengaran akibat proses penuaan yaitu telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural, hal ini terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan pendengaran secara bertahap. Ketidakmampuan untuk mendeteksi suara dengan frekuensi tinggi (Chaccione, 2005).

(3)

Pada telinga bagian luar terjadi perpanjangan dan penebalan rambut, kulit menjadi lebih tipis dan kering serta terjadi peningkatan keratin. Implikasi dari hal ini adalah potensial terbentuk serumen sehingga berdampak pada gangguan konduksi suara (Miller, 2009).

Penuruan kemampuan telinga seperti diatas dapat berdampak pula terhadap komponen vestibular yang terletak di telinga bagian dalam. Komponen vestibular ini berperan sangat penting terhadap keseimbangan tubuh. Saat posisi kepala berubah maka komponen vestibular akan merespon perubahan tesebut dan mempertahakan posisi tubuh agar tetap tegak.

c. Perabaan

Pada lansia terjadi penurunan kemampuan dalam mempersepsikan rasa pada kulit, ini terjadi karena penurunan korpus free nerve ending pada kulit. Rasa tersebut berbeda untuk setiap bagian tubuh sehingga terjadi penurunan dalam merasakan tekanan, raba panas dan dingin. Gangguan pada indera peraba tentunya berpengaruh pada sistem somatosensoris.

(4)

2.1.2 Sistem muskuloskeletal a. Otot

Pada umumnya seseorang yang mulai tua akan berefek pada menurunnya kemampuan aktivitas. Penurunan kemampuan aktivitas akan menyebabkan kelemahan serta atrofi dan mengakibatkan kesuliatan untuk mempertahankan serta menyelesaikan suatu aktivitas rutin pada individu tersebut. Perubahan pada otot inilah yang menjadi fokus dalam penurunan keseimbangan berkaitan dengan kondisi lansia.

Menurut Lumbantobing (2005) perubahan yang jelas pada sistem otot lansia adalah berkurangnya massa otot. Penurunan massa otot ini lebih disebabkan oleh atrofi. Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik atau denervasi saraf (Martono, 2004). Perubahan ini akan menyebabkan laju metabolik basal dan laju konsumsi oksigen maksimal berkurang (Taslim, 2001). Otot menjadi lebih mudah capek dan kecepatan kontraksi akan melambat. Selain dijumpai penurunan massa otot, juga dijumpai berkurangnya rasio otot dengan jaringan lemak. Akibatnya otot akan berkurang kemampuannya sehingga dapat mempengaruhi postur.

(5)

Permasalahan yang terjadi pada lansia biasa sangat terlihat pada menurunnya kekuatan grup otot besar. Otot-otot pada batang tubuh (trunk) akan berkurang kemampuannya dalam menjaga tubuh agar tetap tegak. Respon dari otot-otot postural dalam mempertahankan postur tubuh juga menurun. Respon otot postural menjadi kurang sinergis saat bekerja mempertahankan posisi akibat adanya perubahan posisi, gravitasi, titik tumpu, serta aligmen tubuh.

Pada otot pinggul (gluteal) dan otot-otot pada tungkai seperti grup otot quadriceps, hamstring, gastrocnemius dan tibialis mengalami penurunan kemampuan berupa cepat lelah, turunnya kemampuan, dan adanya atrofi yang berakibat daya topang tubuh akan menurun dan keseimbangan mudah goyah.

b. Tulang

Pada lansia dijumpai proses kehilangan massa tulang dan kandungan kalsium tubuh, serta perlambatan remodeling dari tulang. Massa tulang akan mencapai puncak pada pertengahan usia dua puluhan (di bawah usia 30 tahun). Penurunan massa tulang lebih dipercepat pada wanita pasca menopause. Sama halnya dengan sistem otot, proses penurunan massa tulang ini sebagai disebabkan oleh faktor usia dan disuse (Wilk, 2009).

(6)

c. Perubahan postur

Perubahan postur meningkatkan sejalan dengan pertambahan usia. Hal itu dapat dihubungkan dengan keseimbangan dan resiko jatuh. Gangguan keseimbangan lansia disebakan oleh degenerasi progresif mekanoreseptor sendi intervertebra. Degenerasi karena peradangan atau trauma pada vertebra dapat menggangu afferent feedback ke saraf pusat yang berguna untuk stabilitas postural. Banyak perubahan yang terjadi pada vertebra lansia, seperti spondilosis servikal yang dimana 80% ditemukan pada orang berusia 55 tahun keatas. Hal itu berpengaruh terhadap penurunan stabilitas dan fleksibilitas pada postur (Pudjiastuti, 2003).

Perubahan yang paling banyak terjadi pada vertebra lansia meliputi kepala condong ke depan (kifosis servikal), peningkatan kurva kifosis torakalis, kurva lumbal mendatar (kifosis lumbalis), penurunan ketebalan diskus intervertebralis sehingga tinggi badan menjadi berkurang. Kepala yang condong ke depan seringkali diartikan tidak normal, tetapi dapat dikatakan normal apabila hal itu merupakan kompensasi dari perubahan postur yang lain. Kurva skoliosis dapat timbul pada lansia karena perubahan vertebra, ketidakseimbangan otot erctor spine dan kebiasaan atau aktivitas yang salah (Pudjiastuti, 2003).

(7)

Perubahan yang terjadi pada sistem saraf dan tulang memungkinkan terjadinya penurunan kontrol terhadap postural secara statis. Selanjutnya, perubahan otot, jaringan pengikat dan kulit dapat mempengaruhi perubahan postur. Adanya trauma, gaya hidup atau kebiasaan memakai sepatu hak tinggi juga memberi kontribusi pada percepatan perubahan postur lansia. Perubahan postur ini tentunya akan berpengaruh pada keseimbangan saat berdiri karena pusat gravitasi pada tubuh juga turut berubah.

2.1.3 Sistem persarafan a. Saraf pusat

Menurut Martono (2004) pada lansia akan terjadi penurunan berat otak sebesar 10%. Berat otak 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkatkan menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun, berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100 juta sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat.

(8)

b. Saraf perifer

Saraf perifer tepi adalah jaringan saraf untuk semua gerakan (saraf motorik) dan sensasi (saraf sensoris). Jaringan saraf ini berhubungan dengan sistem sarat pusat (SSP) melalui batang otak dan pada beberapa tempat sepanjang kord spinal. Ia menuju berbagai bagian tubuh. Saraf perifer membentuk komunikasi antara otak dan organ, pembuluh darah, otot dan kulit. Perintah otak akan dihantarkan oleh saraf motor, dan informasi dihantar kembali ke otak oleh saraf sensori.

Penuaan menyebabkan penurunan presepsi sensorik dan respon motorik pada susunan SSP. Hal ini terjadi karena SSP pada usia lanjut usia mengalami perubahan. Berat otak pada lansia berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak sehingga otak menjadi lebih ringan. Akson, dendrit dan badan sel saraf banyak mengalami kematian, sedang yang hidup banyak mengalami perubahan. Dendrit yang berfungsi untuk komunikasi antar sel mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar sel. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan menjadi lambat. Akson dalam medula spinalis menurun 37%. Perubahan tersebut mengakibatkan penurunan kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan waktu reaksi (Sherwood, 2009).

(9)

dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai. Waktu reaksi menjadi lebih lambat, dengan penurunan atau hilangnya hentakan pergelangan kaki dan pengurangan reflek lutut, bisep dan trisep terutama karena pengurangan dendrit dan perubahan pada sinaps, yang memperlambat konduksi (Suhartin, 2010).

Dengan adanya perubahan tersebut tentunya akan berpengaruh pada keadaan postural dan kemampuan lansia dalam menjaga keseimbangan tubuhnya terhadap bidang tumpu. Kondisi penurunan kemampuan visual, vestibular dan somatosensoris tentunya akan memperburuk keseimbangan pada lansia. Tubuh akan mengalami gangguan dalam mempersepsikan base of support atau landasan tempat berpijak. Kondisi muskuloskeletal yang mengalami penurunan juga berpengaruh pada keseimbangan otot dan postural. Perubahan postur tersebut berpengaruh pada perubahan Center of Gravity (COG) tubuh terhadap bidang tumpu. Otot-otot baik ekstremitas bawah maupun atas akan mengalami penurunan kekuatan. Akibat dari keadaan tersebut lansia sering mengalami gangguan keseimbangan saat berdiri maupun saat beraktivitas dan rentan untuk jatuh.

2.2 Keseimbangan

2.2.1 Definisi keseimbangan

(10)

merupakan kemampuan untuk mempertahankan equilibrium statis dan dinamis tubuh ketika ditempatkan pada berbagai posisi.

Menurut Suhartono (2005), keseimbangan merupakan suatu pengaturan yang kompleks untuk mempertahankan posisi tubuh terhadap aktivitas tubuh yang disadari dan merespon terhadap perubahan dari luar. Dengan kata lain keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol dan mempertahankan pusat massa tubuh (center of body mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support) dengan mengunakan aktivitas otot yang minimal.

Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dengan center of gravity (COG) tidak berubah. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dengan center of gravity (COG) berubah (Abrahamova, 2008). Menurut Permana (2012), keseimbangan statis merupakan keseimbangan yang diperlukan seseorang untuk mempertahankan posisi tertentu, sedangkan keseimbangan dinamis adalah kemampuan tubuh dalam menjaga keseimbangan saat melakukan gerakan atau aktivitas seperti berjalan dan berlari.

(11)

gravitasi dengan bidang tumpu, (2) ukuran luas bidang tumpu, (3) posisi garis gravitasi dengan bidang tumpu dan (4) berat badan.

Dalam mempertahankan keseimbangan dibutuhkan interaksi yang kompleks dari integrasi sistem sensorik (visual, vestibular, dan somatosensoris termasuk proprioceptif) dan sensomotorik (muskuloskeletal, otot, sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh otak terhadap respon atau pengaruh internal dan eksternal tubuh. Bagian otak yang mengatur meliputi, basal ganglia, cerebellum, area assosiasi (Batson, 2009). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efesien.

2.2.2 Mekanisme Neurofisiologi Keseimbangan

Terdapat beberapa komponen fisiologis tubuh manusia untuk melakukan reaksi keseimbangan. Bagian paling penting menjaga keseimbangan dengan merasakan posisi bagian sendi atau tubuh saat bergerak adalah proprioseptif yang menjaga keseimbangan. Kemampuan untuk merasakan posisi bagian sendi atau tubuh dalam gerak (Brown et al., 2006).

(12)

sebagai akibat dari gangguan tak terduga (Felix, 2006). Keseimbangan diperlukan koordinasi dari tiga sistem, yaitu sebagai berikut:

a. Sistem saraf menyediakan proses sensoris untuk persepsi tubuh melalui sistem visual, vestibular dan somatosensoris.

b. Muskuloskeletal sistem meliputi postural alligment, fleksibilitas otot seperti range of motion, integritas sendi dan muscle performance.

c. Contextual effect terbagi atas dua sistem yaitu sistem lingkungan baik terbuka maupun tertutup, efek gravitasi, tekanan pada tubuh dan berbagai gerakan.

Elemen-elemen diatas sangat penting untuk menjaga keseimbangan tubuh dalam keadaan statis maupun dinamis. Dalam mempertahankan keseimbangan postural membutuhkan kerja sama dan interaksi dari tiga komponen kontrol postural, yaitu sistem sensori perifer meliputi sistem visual, vestibular dan somatosensoris (taktil dan propioseptif) yang memberikan informasi secara berkelanjutan tentang posisi dan gerakan dari seluruh bagian tubuh yang dibutuhkan dalam mempertahankan keseimbangan postural (Kisner, 2010).

2.2.3 Sistem Vestibular

(13)

memberikan reaksi terhadap percepatan vertikal tingkat tinggi yang menimbulkan respon motorik yang dibutuhkan untuk merespon gerakan secara optimal sewaktu terjatuh (Jafek, 2005).

Gangguan fungsi vestibular dapat menyebabkan vertigo atau gangguan keseimbangan. Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan disekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibular di labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu (Silverthrone, 2010).

(14)

mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural (Watson et al., 2008).

2.2.4 Sistem Visual

Mata adalah organ visual mempunyai tugas penting bagi kehidupan manusia yaitu memberi informasi kepada otak tentang posisi tubuh terhadap lingkungan berdasarkan sudut dan jarak dengan objek sekitarnya. Dengan input visual, maka tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dilingkungan sehingga sistem visual langsung memberikan informasi ke otak, kemudian otak memerikan informasi agar sistem muskuloskeletal dapat bekerja secara sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Kolb, 2011).

2.2.5 Sistem Somatosensori

Sistem Somatosensori mempunyai beberapa neuron yang panjang dan saling berhubungan satu sama lainnya yang mana sistem somatosensori memiliki tiga neuron yang panjang yaitu : primer, sekunder dan tersier (Hanes, 2006).

(15)

masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus (Horak, 2006).

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indera dalam dan sekitar sendi. Alat indera tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan ligamentum. Impuls dari alat indera ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Sezler, 2006).

2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan

Keseimbangan dipengaruhi oleh banyak faktor yang terdiri dari pusat COG, garis gravitasi, bidang tumpu (base of support) dan kekuatan otot sehingga dipengaruhi dari kematangan dan pertumbuhan pada komponen yang terdapat individu.

a. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)

(16)

terjadi keadaan unstable. Pada manusia pusat gravitasi saat berdiri tegak terdapat pada satu inchi di depan vertebra sacrum dua (Bishop, 2009).

b. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)

Garis gravitasi adalah garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi. Derajat stabilitas tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan base of support (Huxam, 2005).

Gambar 2.1 Line of Gravity (Huxam, 2005) c. Bidang tumpu (Base of Support-BOS)

Base of Support (BOS) merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan

dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu,

tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area

bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya

berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki.

Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin

(17)

d. Kekuatan otot (Muscle Strength)

Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau group otot menghasilkan

tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun secara

statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal. Otot yang

kuat merupakan otot yang dapat berkontraksi dan rileksasi dengan baik, jika otot

kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik

seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya. Kekuatan otot dari

kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan

tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung

dengan kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi serta beban eksternal

lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh (Knudson, 2007).

Faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan adalah kognitif. Kognitif

berpengaruh langsung pada kemampuan motorik seseorang. Kemampuan motorik

yang di maksud dapat berupa koordinasi, dexterity, agility dan keseimbangan

(Thomas, 2012). Pendapat tersebut diperkuat dalam hasil penelitian tentang

keseimbangan yang menyatakan bahwa latihan kognitif dapat meningkatkan

keseimbangan dan mengurangi resiko jatuh (Bowers, 2010).

Kognitif dapat meningkat bila seseorang melakukan aktivitas fisik secara

teratur. Aktivitas fisik langsung dapat menstimulasi otak dan meningkatkan

protein di otak yang disebut Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF). Protein

BDNF ini berperan penting menjaga sel saraf tetap bugar dan sehat serta berperan

(18)

penurunan daya hantar antar saraf sehingga gerak menjadi lambat. Semakin

banyak lansia melakukan aktivitas fisik akan mengaktifkan peningkatan protein

BDNF pada otak sehingga daya hantar saraf mengalami peningkatan dan akan

meningkatkan waktu reaksi, kognitif dan reflek yang akan mempengaruhi

keseimbangan (Turana,2013).

Keseimbangan dinamis perlu untuk dijaga dan dioptimalkan kemampuannya. Hal ini karena saat melakukan aktivitas sehari-hari keseimbangan dinamis sangat berperan penting dalam menjaga posisi tubuh agar tetap tegak dan akan tercipta koordinasi gerakan yang baik dan terarah. Menurut Sudarsono (2006), keseimbangan dinamis sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena dapat mencegah seseorang terjatuh, baik ketika jalan, bangkit dari duduk, naik-turun tangga serta saat berjalan pada permukaan yang tidak rata.

(19)

2.6 Senam Aerobic Low Impact

2.6.1 Definisi Senam Aerobic Low Impact

Pada kondisi lanjut usia (lansia) terjadi penurunan massa otot serta kekuatan (Martono, 2004). Hal tersebut diperburuk dengan keadaan lansia yang kurang aktif. Kondisi demikian dapat berdampak pada kemampuan para lansia dalam beraktivitas. Guna menjaga kemampuan para lansia yang non-patologis (kondisi bugar) namun kurang aktif maka lansia disarankan untuk melakukan senam aerobic low impact atau sering disebut senam lansia.

Caines (2014) menyatakan senam yang dapat diaplikasikan pada kondisi lansia merupakan senam jenis aerobic low impact dimana tidak adanya gerakan pembebanan yang berat maupun gerakan-gerakan melompat yang dapat menciderai lansia. Selain itu, gerakan pada aerobic low impact juga disesuaikan dengan gerakan tubuh yang dinamis dan irama musik yang lambat-sedang. Senam aerobic low impact adalah olahraga ringan dan mudah dilakukan, tidak memberatkan yang diterapkan pada lansia. Aktifitas olahraga ini akan membantu tubuh agar tetap bugar dan segar karena melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkliaran di dalam tubuh.

(20)

mengklasifiksikan intensitas latihan berdasarkan pencapaian frekuensi denyut jantung latihan. Kecukupan frekuensi denyut jantung maksimal atau Maximal Heart Rate (MHR) yaitu 35-59% disebut intensitas sangat ringan, 60-69% disebut ringan, 70-79% disebut sedang, 80-89% disebut tinggi dan lebih besar dari 90% disebut sangat tinggi. American College of Sport Medicine (ACSM) merekomendasikan bahwa untuk perkembangan kapasitas aerobik, intensitas harus mencapai 60-69% dari MHR. Menurut Budiharjo (2005) MHR pada pria dapat diukur dengan rumus (220 – umur) dalam tahun, sedangkan pada wanita dapat diukur dengan (200 – umur) dalam tahun. Gerakan pada senam tersebut terbagi menjadi 3 fase yaitu: (1) warming up (pemanasan) selama 10, (2) gerakan inti selama 30 menit dan (3) colling down (pendinginan) selama 15 menit.

Menurut Kostic, et all (2006), untuk memperoleh kebugaran serta tujuan, latihan sebaliknya dilakukan dengan frekuensi 2-5 kali perminggu dan dengan durasi latihan 20-60 menit. Yu (2009), menyatakan bahwa durasi latihan 15-30 menit sudah dinilai cukup apabila latihan dilakukan secara terus menerus dan didahului 5-10 menit pemanasan dan diakhiri dengan 5-10 menit pendinginan 2.6.2 Fase Gerakan Dalam Senam Aerobic Low Impact

(21)

a. Gerakan Pemanasan (warming up)

Pemanasan merupakan serangkaian gerakan persiapan yang harus dilakukan untuk mengawali aktifitas senam dengan tujuan untuk mempersiapkan anggota gerak tubuh baik otot, tulang maupun sistem kardiovaskuler agar dapat melakukan aktifitas gerakan yang lebih berat pada latihan berikutnya dan mencegah terjadinya cidera.

Pemanasan dilakukan secara bertahap tanpa menyebabkan kelelahan dan sukup untuk meningkatkan suhu otot dan suhu inti tubuh. Pemanasan dapat dilakukan mulai dari gerakan-gerakan sederhana yang kecil ke gerakan yang lebih kompleks dan besar secara bertahap guna mempersiapkan otot-otot dan sendi, meningkatkan denyut jantung, meningkatkan sirkulasi cairan dalam tubuh serta mempersiapkan tubuh secara psikologis dan emosional (Brick, 2001).

Karakteristik dari fase pemanasan yaitu dilakukan selama 10 menit dari total latihan dengan gerakan berupa penguluran otot-otot, sendi dan gerakan senam ringan untuk memperkenalkan organ tubuh serta merangsang otot agar mengenali kebutuhan gerak.

Keberhasilan dalam melakukan pemanasan ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh 1-2oC, pengeluaran keringat, peningkatan denyut jantung secara bertahap hingga mencapai 60% denyut jantung maksimal.

b. Gerakan Inti (conditioning)

(22)

denyut jantung maksimal, dimana denyut nadi seseorang bervariasi tergantung umur, genetik, jenis kelamin, IMT, etnis dan stress.

Menurut Giriwijoyo (2013) fase ini mempertimbangkan latihan dengan intensitas cukup besar untuk merangsang peningkatan stroke volume dan cardiac output serta untuk meningkatkan sirkulasi lokal dan metabolisme aerobik pada kelompok otot yang terlibat. Penekanan latihan submaksimal, berirama, berulang-ulang, dinamis dan melibatkan kelompok otot besar. Waktu yang dibutuhkan dalam fase ini 30 menit untuk total gerakan.

Gerakan dalam fase ini dapat bertujuan untuk menguatkan otot-otot terutama pada tungkai agar kestabilan tubuh terjaga. Posisi gerakan yang berdiri sambil menggerakan tubuh bagian atas selain memperkuat otot-otot tubuh juga dapat membantu otot-otot ekstremitas bawah terutama gluteal, quadriceps, hamstring, gastrocnemius dan tibialis unutk berkerja meningkatkan keseimbangan karena otot-otot pada pinggul dan tungkai bawah tersebut semakin kuat.

c. Gerakan pendinginan

(23)

2.6.3 Senam Aerobik Low Impact terhadap Keseimbangan

Senam aerobic low impact meningkatkan keseimbangan pada lansia, oleh karena gerakan yang digunakan dalam senam aerobic low impact komponen keseimbangan seperti sistem muskuloskeletal, sensomotorik dan neuromuskular, berikut analisis unsur-unsur posisi dan gerakan senam aerobic low impact yang meningkatkan keseimbangan:

a. Gerakan pada posisi kaki rapat

Kaki rapat mengakibatkan base of support menjadi sempit. Sempitnya base of support akan meminimalisir kerja visual dan meningkatnya body sway. Minimalnya kerja visual akan mengakibatkan berkurangnya input vestibular sehingga mengakibatkan propioseptif bekerja mempertahankan keseimbangan akibat adanya persepsi ketidakseimbangan. Respon keseimbangan akan muncul sebagai umpan balik adanya ketidakstabilan akibat BOS yang sempit. Respon umpan balik terjadi secara cepat dengan adanya aktifasi desenden dan tanggapan singkat atency refleks akibat adanya gerakan kompensasi mekanik pergelangan kaki menstabilkan otot dan mengubah informasi proprioseptif (Chang, 2009)

b. Gerakan membuka kaki, gerakan jalan di tempat dan gerakan berjalan ke samping

(24)

untuk secara cepat memberikan umpan balik sehingga keseimbangan dapat dicapai secara otomatis (Streepey, 2007)

c. Gerakan kepala

Senam aerobic low impact memiliki unsur gerakan kepala yaitu fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi kepala. Gerakan kepala tersebut terdapat pada bagian pemanasan, inti dan pendinginan. Gerakan kepala yang paling mempengaruhi keseimbangan adalah gerakan lateral fleksi dan gerakan rotasi.

Gerakan lateral fleksi kepala akan mempengaruhi sistem vestibular yaitu utrikulus dan sakulus. Pergerakan linier seperti gerakan fleksi kepala akan merangsang makula yang terdiri dari sel-sel rambut. Stereosilia dari sel-sel rambut yang panjang menjadi gel kental yang disebut membran otolithic akan menanggapi gerakan kepala. Lateral fleksi kepala menyebabkan membran otolithic untuk meluncur di atas makula arah gravitasi. Membran otolithic bergerak, stereosilia menekuk menyebabkan beberapa sel rambut untuk mendepolarisasi dan yang lain hiperpolarisasi. Posisi yang tepat dari kepala ditafsirkan oleh otak berdasarkan pola depolarisasi sel rambut. Perbedaan inersia antara stereosilia sel rambut dan membran otolithic mengarahkan ke gaya geser yang menyebabkan stereosilia untuk menekuk ke arah akselerasi linear dan tubuh harus merespon secara tepat agar seimbang.

(25)

exictation sel menuju kinocilium dan frekuensi perubahan kecepatan gerak rotasi yang ditransmisikan kinocilium akan menggerakan serabut saraf vestibular memberi input menuju ke saraf kranial. Sinyal yang dikirim ke saraf ini menyebabkan refleks vestibulo-okular yang akan memungkinkan mata untuk memperbaiki posisi pada objek bergerak.

Gerakan baru akan dikirim ke retikular kemudian dikirim ke sumsum tulang belakang dan terjadi reaksi refleks cepat untuk kedua tungkai dan batang untuk mendapatkan kembali keseimbangan (Saladin, 2011). Perubahan rotasi kepala akan di proses ke thalamus yang memungkinkan untuk kepala dan kontrol motor tubuh serta menjadi sadar posisi tubuh dan merespon gerakan rotasi kepala yang berlawanan yaitu gerakan ke kiri atau sebaliknya.

d. Gerakan persilangan antara kaki dan tangan

Gerakan persilangan akan mengkoordinasikan otak atas (korteks) dan batang otak kemudian ke pusat gerak dan pusat nerves cranialis yang akan aktivasi di serebelum sehingga merangsang vestibular system (Thomas, 2012).

e. Gerakan berdiri dan gerakan berdiri satu kaki

(26)

terprogram sistem saraf pusat, yang terdiri dari unsur lingkup gerak sendi, kekuatan otot, aligmen sikap, serta stamina.

Pada saat berdiri tegak, dan berdiri satu kaki tubuh harus meminimalisir gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa disebut dengan ayunan tubuh agar tetap seimbang.

2.7 Aquatic Exercise Therapy

2.7.1 Prinsip Aquatic Exercise Therapy

Prinsip-prinsip yang dimiliki oleh air membuat latihan menjadi lebih mudah dan bermanfaat terhadap keseimbangan lansia, sebagai berikut:

a. Gaya apung (buoyancy)

Gaya apung (buoyancy) adalah gaya tekan ke atas yang dihasilkan cairan yang terjadi ketika tubuh masuk kedalam air. Hukum Archimedes menyatakan ketika tubuh masuk ke dalam air dalam keadaan istirahat, maka akan terjadi dorongan oleh air terhadap tubuh ke arah atas (Brody, 2009).

(27)

tahanan untuk meningkatkan kekuatan otot jika tubuh digerakkan menjauhi permukaan air (Vargas, 2004).

Ketika melakukan latihan di dalam air, gerakan akan dihambat oleh tekanan air sehingga otot akan berkontraksi lebih kuat untuk melawan dan mempertahankan posisi tubuh agar mencapai keadaan stabil.

b. Tekanan hidrostatik atau hukum pascal

Cairan memberikan tekanan pada seluruh permukaan tubuh yang terbenam sesuai dengan kedalaman. Tekanan hidrostatik membantu mendorong darah kembali kejantung lebih efisian. Air disekeliling tubuh membantu sirkulasi darah dari tungkai menuju jantung. Tekanan hidrostatis juga memberikan penekanan ringan di sekitar tulang rusuk sehingga pada saat bernapas ketika tubuh berada di dalam air, akan membentuk latihan yang sangat baik bagi pernapasan (Brody, 2009).

c. Kepadatan relative (Relative density)

Relative density berhubungan dengan berat jenis suatu objek sama dengan isi dari cairan pada suhu dan tekanan yang standar. Objek yang memiliki kepadatan lebih tinggi dari pada air akan tenggelam dan sebaliknya. Jaringan otot lebih padat dibandingkan jaringan lemak. Sehingga orang yang kurus dan berotot akan cenderung tenggelam, sedangkan orang yang lebih banyak jaringan lemaknya akan cenderung mengapung (Brody, 2009).

d. Tahanan cairan (fluid resistance)

(28)

cairan, semakin cepat benda bergerak maka semakin besar usaha yang harus dilakukan dan semakin besar pula tahanan cairan yang menghambat dari segala arah. Sementara bila di darat, tahan dirasakan hanya dari satu arah saja yang tergantung pada arah beban yang diberikan (Vargas, 2004).

Tahanan cairan memberikan keuntungan saat melakukan latihan di dalam air, karena memberikan efek penyanggan sehingga otot postural akan berkontraksi menjaga tubuh agar tetap pada posisi stabil. Tahanan cairan juga dapat meningkatkan kesadaran sensoris, meningkatkan waktu reaksi dan belajar mempertahankan keseimbangan dalam lingkungan air (Brody, 2009)

e. Turbulence

(29)

2.7.3 Komponen spesifik aquatic exercise therapy

Aquatic exercise therapy terdiri dari beberapa komponen spesifik, yaitu sebagai berikut :

a. Pemanasan (warming up)

Pemanasan merupakan latihan permulaan yang berguna untuk mempersiapkan fisik dan harus selalu dilakukan saat pertama kali sebelum memulai latihan. Gerakan dalam pemanasan harus dilakukan secara perlahan-lahan, yang bertujuan untuk mempersiapkan grup otot dan persendian, agar dapat terulur serta kuat saat terjadi kenaikan suhu dan sirkulasi dalam otot, tanpa harus menyebabkan timbulnya kelelahan pada otot dan adanya pengurangan cadangan energi. Pemanasan dapat membuat otot menjadi lebih fleksibel dan mengurangi terjadinya cedera (Brody, 2009).

Tujuan dari pemanasan adalah sebagai berikut (1) menaikkan suhu tubuh dan otot, (2) mengurangi kemungkinan terjadinya cedera pada otot dan penguluran pada ligamen, (3) meningkatkan lingkup gerak sendi, (4) mengidentifikasi adanya nyeri atau keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS), (5) mencegah sakit pada otot atau spasme.

b. Inti (conditioning)

Latihan inti yang dirancang oleh peneliti terdiri dari dua tahap, yaitu penguluran (stretching) dan latihan keseimbangan.

1. Penguluran (stretching)

(30)

kemampuan seseorang dan membuat pergerakan menjadi lebih efisien. Apabila fleksibilitas persendian meningkat, maka otot dan tendon akan menjadi lebih lunak (soft) dan ligamen menjadi lebih luwes (Kisner, 2010).

Spasme pada otot akan membuat LGS seseorang menjadi lebih terbatas. Ketika melakukan latihan fleksibilitas, harus dihindari ballistic stretching atau penguluran yang dilakukan secara tiba-tiba atau mendadak, yang dapat memicu terjadinya spasme otot. Penguluran harus dilakukan secara perlahan dan dengan kecepatan sedang saat melakukan penguluran. Penguluran secara statis paling baik, karena saat dilakukan penguluran otot dibiarkan dalam keadaan memanjang tanpa menghasilkan sobekan pada jaringan otot. Untuk menghasilkan penguluran terbaik, maka saat melakukan penguluran pada suatu persendian, dilakukan penahanan selama 15 – 20 detik (Brody, 2009).

Tujuan dari latihan stretching ini adalah sebagai berikut (1) mengembalikan lingkup gerak sendi normal pada suatu persendian dan meningkatkan mobilitas jaringan lunak disekitar persendian, (2) untuk mencegah spasme otot, (3) untuk memfasilitasi rileksasi pada otot, (4) untuk mengurangi resiko terjadinya cedera pada otot saat latihan atau melakukan suatu pergerakan.

2. Latihan keseimbangan

(31)

dapat meningkatkan kesadaran sensoris seseorang serta meningkatkan waktu reaksi seseorang, sehingga dapat tetap mempertahankan posisi tubuh dalam keadaan tetap stabil. Hal ini dapat membuat seseorang menjadi lebih tanggap sehingga dapat menurunkan resiko jatuh yang sering terjadi pada lansia.

c. Pendinginan (colling down)

Pendinginan berfungsi menghilangkan ketegangan otot. Ketegangan otot dapat dihasilkan oleh tubuh secara fisiologis dan juga oleh psikologis. Ketegangan otot secara fisiologis dapat disebabkan oleh karena nyeri akut atau cedera, sedangkan ketegangan otot secara psikologis disebabkan oleh karena stres atau cemas. Faktor seperti kelelahan dan tekanan yang berlebihan pada seseorang akan dapat berpengaruh terhadap ketegangan ototnya. Rileksasi lokal dapat dilakukan dengan pemanasan, pemijatan (massage) dan penarikkan pada persendian. Rileksasi general dapat dilakukan dengan mengapung, meditasi seperti yoga, dan latihan pernapasan.

Tujuan dari gerakan rileksasi adalah menurunkan ketegangan otot, menurunkan atau mengurangi stres dan kecemasan, serta dapat untuk menghentikan lingkaran nyeri.

2.7.4 Aquatic exercise therapy terhadap keseimbangan

(32)

muskuloskeletal, sensomotorik dan neuromuskular, berikut analisis unsur-unsur posisi dan gerakan aquatic exercise therapy yang meningkatkan keseimbangan:

1. Straddle standing, Thigh side bends dan Heel raises

Saat kaki jinjit dan menyangga berat tubuh dengan kedua kaki atau satu kaki dan akan terjadi perubahan pada base of support (BOS) yang bervariasi, sehingga merangsang propioseptif untuk identifikasi posisi sendi. Identifikasi posisi sendi direspon tubuh sebagai informasi gerakan baru kemudian timbul umpan balik untuk mempertahan posisi tetap seimbang. Pengulangan posisi dengan BOS yang besar akan di terima oleh otak dan COG untuk secara cepat memberikan umpan balik sehingga keseimbangan dapat dicapai secara otomatis, dapat dilihat gambar 2.4.

(a) (b) (c)

Gambar 2.2 (a) Straddle standing, (b) Thigh side bends, (c) Heel raises (Brody, 2009)

2. Stork stand,Leg balance exercise dan Four-corner pivot

(33)

otomatis. Terlebih lagi, saat bertumpu pada satu tungkai dan tungkai lainnya bergerak kedepan, samping dan belakang akan menyebabkan terjadinya putaran arus yang mengakibatkan ketidakstabilan tubuh. Otot-otot tungkai juga menerima hambatan oleh air sehingga otot-otot tungkai dan postural bekerja lebih kuat agar dapat mempertahankan kestabilan tubuh, dapat dilihat gambar 2.5.

(a) (b) (c)

Gambar 2.3 (a) Thigh side bends, (b) Leg balance exercise, (c) Four-corner pivot (Brody, 2009)

3. Forward walking, Backward walking, Side walking

(34)

(a) (b) (c)

Gambar 2.4 (a) Forward walking, (b) Backward walking, (c) Side walking (Brody, 2009)

2.8 Pengukuran Keseimbangan Dinamis Pada Lansia

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur keseimbangan dimanis adalah four square step test. Peralatan yang diperlukan dalam four square step test adalah stopwatch dan 4 buah tongkat dengan panjang 90 cm digunakan untuk membuat persegi di lantai. Keseimbangan dinamis diukur dengan satuan detik.

Gambar 2.7 Four square step test

(35)

samping kiri (persegi angka 4), melangkah ke depan (persegi angka 1). Setelah itu, subyek kembali melangkah ke belakang (persegi angka 4), melangkah ke samping kanan (persegi angka 3), melangkah ke depan (persegi angka 2) dan berakhir melangkah ke samping kiri (persegi angka 1). Stopwatch dimulai sejak kaki pertama menyentuh lantai pada persegi angka 2 dan stopwatch dihentikan saat kaki terakhir menyentuh lantai pada persegi angka 1. Subjek diminta untuk menyelesaikan urutan secepat mungkin tanpa menyentuh tongkat dan kedua kaki harus menyentuh lantai pada setiap persegi (Gunarto, 2005).

Four square step test merupakan salah satu alat ukur keseimbangan yang baik. Alat ukur ini mempunyai validitas dan reliabilitas yang baik pula. Dite (2002) menjelaskan bahwa alat ukur ini mempunyai reliabilitas inter-rater dengan r=0,99 dan retest reliability 0,98. Selain itu four square step test berkorelasi dengan alat ukur keseimbangan yang lainnya. Bahkan alat ukur ini mempunyai validitas yang lebih tinggi dengan nilai p<0,01.

Whitney (2007) menjelaskan bahwa ada kriteria dari hasil pengukuran menggunakan four square step test, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1

Kriteria Pengukuran Menggunakan Four Square Step Test

RESIKO JATUH NILAI

Tinggi > 15 detik

Sedang 11 – 15 detik

Gambar

Gambar 2.1 Line of Gravity (Huxam, 2005)
Gambar 2.2 (a) Straddle standing, (b) Thigh side bends, (c) Heel raises (Brody, 2009)
Gambar 2.3 (a) Thigh side bends, (b) Leg balance exercise, (c) Four-corner pivot (Brody, 2009)
Gambar 2.4 (a) Forward walking, (b) Backward walking, (c) Side walking  (Brody, 2009)
+2

Referensi

Dokumen terkait

tersebut dapat menyulitkan dokter dalam pengambilan data anamnesis, demikian pula dalam pengobatan dan tindak lanjut adanya gangguan kognitif tentu akan mempengaruhi kepatuhan

Batuan dengan sederhana didefinisikan sebagai agregasi dari satu atau beberapa jenis Batuan dengan sederhana didefinisikan sebagai agregasi dari satu atau beberapa jenis mineral

Sebagai gagasan maka, urusan pemerintahan dalam konteks penataan kelembagaan birokrasi pemerintahan berdasarkan UUD 1945, khususnya yang dikelola oleh Kementerian Negara dalam

Hasil pengamatan kondisi kematangan ikan nipi berdasarkan waktu penangkapan menunjukkan ikan nipi yang tertangkap di Teluk Kupang dan Perairan lainnya di NTT

Berlawanan dengan publikasi sebelumnya, yang mendaftar jumlah negara yang mengecualikan atau mencakup pekerja rumah tangga dari undang-undang kondisi kerja (ILO, 2009),

Dr.. Seperti &amp;uga pemeri%aan $ang mendalam. Seperti &amp;uga pen$a%it $ang lain# pemeri%aan )i $ang pen$a%it $ang lain# pemeri%aan )i $ang teliti dan

Teknik repetisi memiliki hubungan yang erat dengan kemampuan mengingat, sebab repetisi (pengulangan) pada dasarnya bekerja dengan cara kerja otak. 149) menjelaskan