MODUL PERKULIAHAN
Arsitektur
Vernakular
Indonesia
Arsitektur Vernakular Pada
Arsitektur Tradisional Mentawai
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Teknik Perencanaan dan Desain
Teknik Arsitektur
06
12052 Erza Rahma Hajaty, ST, MTAbstract
Kompetensi
Keberagaman kebudayaan di Indonesia menghadirkan mahakarya arsitektur etnik yang berakar pada nilai-nilai tradisi lokal masyarakat Indonesia. Filosofi terbentuknya fisik dan tatanan lingkungan menjadi cerminan dalam membentuk arsitektur vernakular Indonesia
Pembahasan
ARSITEKTUR VERNAKULAR PADA ARSITEKTUR TRADISIONAL MENTAWAI
I. Geografi dan Budaya Kepulauan Mentawai
Berdasarkan UU No. 49 Tahun 2009, terbentuk Kabupaten Kepulauan Mentawai yang
berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Padang Pariaman yang terdiri atas 4 (empat)
pulau besar yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Kabupaten Kepulauan
Mentawai adalah satu-satunya kabupaten di Provinsi Sumatera Barat yang berupa
daerah kepulauan, sehingga memiliki karakteristik daerah yang berbeda dengan kota
dan kabupaten lain di Sumatera Barat. Terdiri dari gugusan pulau-pulau besar dan kecil
yang berjumlah 99 pulau yang dikelilingi oleh Lautan Hindia (Samudra Hindia). Jarak
antara Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan ibukota provinsi, Kota Padang adalah
sekitar 62 mil laut. Transportasi laut dan udara menjadi transportasi utama ke Kabupaten
ini.
Mata Pencaharian Penduduk asli Kabupaten Kepulauan Mentawai :
Masyarakat pedalaman: berburu, meramu, berkebun (holtikultura)/berladang dan
beternak.
Masyarakat di sekitar pantai: menangkap ikan, kerang atau kepiting, di
sungai-sungai, rawa maupun di laut (dangkal).
Dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia di alam sekitar tempat mereka
bermukim. Sampai saat ini menangkap ikan, berladang dan beternak masih sebagai
matapencaharian utama masyarakat Mentawai.
Pada dasarnya pekerjaan yang dilakukan masyarakat Mentawai didasarkan pada jenis
kelamin, setiap keluarga dari sudut pandang ekonomi memenuhi kebutuhannya sendiri,
namun tetap menerima bantuan dari masyarakat sekitar dan keluarga, hal ini dapat
dilihat dari pembangunan rumah baru, membuat sampan atau merambah hutan untuk
ladang.
Orang Mentawai lebih memiliki orientasi nilai kehidupan yang selaras dengan alam, dan
tidak menguras alam untuk kepentingan hidup mereka. Kearifan lokal mereka dilakukan
dengan menjaga keseimbangan alam untuk kelangsungan hidup yang berkelanjutan,
Mayarakat Mentawai masih kuat memegang adat. Pelanggaran adat tidak hanya
membuat seseorang dikucilkan tetapi juga dikenakan sangsi adat atau tulon. Sebagian
masyarakat Mentawai masih memegang teguh religi yang asli yaitu arat sabulungan.
Arat berarti adat, sa berarti seikat, dan bulungan berarti daun. Disebut sabulungan
karena dalam setiap upacara ritual selalu mengunakan daun-daun yang dipercaya dapat
menghubungkan manusia dengan sang maha kuasa atau disebut sebagai ulau manua
(Tuhan). Pada dasarnya sabulungan mengajarkan keseimbangan antara alam dan
manusia. Kepercayaan itu mengajarkan bahwa manusia harus memperlakukan alam,
tumbuh-tumbuhan, air, dan binatang seperti dirinya.
Adat yang dianut berkaitan erat dengan Arat Sabulangan sehingga kepercayaan adat
d a n a g a m a m e r u p a k a n b e n t u k y a n g m e n y a t u , d i m a n a p a d a s a a t i n i
a c a r a a d a t m a s i h dipakai dimasing-masing dusun, meskipun terdapat perbedaan
dalam pelaksanaannya. Disamping kepercayaan terhadap roh -roh masyarakat
juga sangat taat dan tunduk Kepala Suku (Ritoma). Dalam kehidupan
bermasyarakat Rimota berfungsi menentukan batas ladang, kebun dan hutan milik
warga, mengurus penggunaan tanah, menyelesaikan perselisihan menyangkut harta
dan perkelahian, mengurus upacara adat, perkawinan dan agama. (Syaiful Azman, SE,
M,SI pada https://www.academia.edu)
II. Arsitektur Tradisional Mentawai
https://id.pinterest.com
Sebagian masyarakat Mentawai terutama di Pulau Siberut masih merupakan
masyarakat tradisional. Termasuk tradisi dalam bertempat tinggal, masyarakat asli
Mentawai hidup dan tinggal dalam rumah tradisional mereka.
Rumah tradisional Mentawai disebut Uma, yaitu merupakan tempat orang Mentawai
untuk beraktivitas, termasuk jenis upacara atau punen.
Fungsi uma adalah sebagai balai pertemuan umum untuk upacara dan pesta adat
bagi anggotanya yang masih terikat hubungan kekerabatan menurut adat.
Saat permulaan mendirikan Uma dilakukan upacara/punen. Suku Mentawai memiliki
kepercayaan Animisme, yaitu percaya kepada roh manusia, hewan dan tumbuhan.
Suku ini meyakini bahwa semua mahluk hidup memiliki roh. Suku Mentawai
melakukan Punen dan Lia yang pada dasarnya bertujuan untuk mempererat
hubungan diantaranya dan meneruskan ajaran nenek moyang. Setiap kegiatan
Punen dan Lia yang dilakukan merupakan aplikasi wujud kebudayaan Suku
Mentawai dan berpengaruh secara langsung kepada Lay Out rumah adat. (Andriani
P,SSn,MM dan Ir. Nurhasanah, MM)
1. POLA PENATAAN RUANG
Terdapat tiga macam rumah adat orang Mentawai, yaitu :
Uma, rumah besar yang menjadi rumah induk tempat penginapan bersama, serta
tempat menyimpan warisan pusaka, juga menjadi tempat suci untuk persembahan,
penyimpanan tengkorak binatang buruan.
Lalep, tempat tinggal suami istri yang pernikahannya sudah dianggap sah, terletak di
dalam Uma.
Rusuk, tempat penginapan khusus bagi anak-anak muda, janda dan mereka yang
diusir dari kampung.
https://id.scribd.com
Luas rumah rata-rata panjang 31m , lebar 10m, tinggi 7m. Pembagian ruang pada Uma
secara umum terbagi atas:
Panggung, terbuat dari papan-papan yang tidak halus, yang terletak di sisi depan
yang besar yang dipakai para wanita dan anak-anak untuk mengambil air dari anak
sungai yang berada di dekat rumah, sedangkan para pria memakai tempat itu pada
siang hari untuk bekerja mengurus perkakas.
Bagian depan, terdapat sebuah teras/serambi terbuka yang disebut talaibo. Teras
ini berfungsi untuk menyambut tamu yang akan datang ke Uma. Di dalamnya
terdapat serambi terbuka yang merupakan tempat dimana anggota keluarga dan
tamu mengobrol. Disamping itu pada bagian depan juga terdapat tempat tidur bagi
pria dalam anggota keluarga. Biasanya jika diadakan pesta keluarga, para sanak
famili berkumpul di luar sebelum melakukan pesta maupun ritual di dalam Uma.
Bagian dalam/tengah, merupakan wilayah yang terbagi tiga sama besar yaitu terdiri
dari tempat tidur untuk keluarga terutama wanita. Selain untuk tempat tidur, terdapat
juga tungku perapian yang digunakan untuk memasak. Bagian tengah Uma ini juga
terkadang digunakan sebagai tempat untuk melakukan pesta dan ritual tarian adat
Mentawai.
Bangunan Uma menyerupai tenda ataupun atap yang cenderung memanjang. Tenda
atau atap ini dibangun di atas tiang-tiang. Tenda atau atap ini menaungi uma secara
keseluruhan hampir ke lantai rumah.
Atap Uma disebut tobat, yang dipilih dari daun sagu tua dan disusun rapat. Oleh karena
itu, Uma sanggup bertahan selama puluhan tahun. Atap uma baru diganti setelah lebih
20 tahun. (Kusbiantoro, Anthonius, Santosa, 2016)
Reng – reng terbuat dari kayu pohon palem dan yang mendukung atap dan rumbia
bertopang ke balok – balok memanjang sebelah bawah dan tengah.
Uma umumnya terdiri atas perangkat konstruksi utama rumah yaitu tonggak-tonggak,
ikat, sambung dan tusuk. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat Uma dengan
bahan-bahan alam.
Konstruksi uma tak menggunakan paku sama sekali, namun uma tetap bisa berdiri tegak
dan tidak mudah roboh. Adanya peletakan pasak dan tiang tepat dengan sambungan
silang.
Kolom
Kolom pada Uma dibuat tidak sama panjang untuk menanggulangi keadaan kontur
tanah yang tidak rata. Penyusunan tiang dan balok pada prinsipnya tidak menggunakan
paku, tapi dengan cara memakai teknik ikat, tusuk, dan sambung, juga menggunakan
sambungan lubang dengan pasak, sambungan pangku dan sambungan takik. Susunan
tiang-tiang tersebut bersandar di atas batu pondasi dengan stabilitas didapat dari rel-rel
melintang yang masuk ke lubang yang dibuat di dalam tiang.
Pondasi
Pondasi rumah terbuat dari batu karang. Tiang-tiang utama (uggla) misalnya, selalu
dipilih pohon uggla yang sudah tua. Dua batang pohon, setara 7m3 sampai 9m3 kayu,
untuk mendirikan Uma sebesar 7m x 22m dengan 10 buah uggla. Material uggla berupa
kayu arriribuk (Oncospermae horridum), merupakan salah satu marga dari suku
pinang-pinangan (Arecaceae).
Dinding
Sisi depan rumah ditutup dengan dinding atap rumbia yang terbentang kebawah sampai
batas 1 m (ditengah (tempat masuk) 1,5 m) dari lantai. Rumbia atau disebut juga
(pohon) sagu adalah nama sejenis palma penghasil pati sagu. Dinding sebelah dalam
diatas tempat masuk diperkokoh dengan selembar papan yang dihiasi gambar (tagga)
atau ukiran, sedangkan ruangan dibawahnya dan sisi kanan dan kirinya tidak berdinding,
yang disebut serambi depan.
Lantai
Lantai beranda terbuat dari papan, sedangkan lantai ruangan tidur dan dapur dari
belahan kayu pohon kelapa/pohon nibung yang dipasang jarang-jarang. Pohon nibung
merupakan tumbuhan asli kawasan Asia Tenggara, tinggi pohon mencapai 20 m,
batangnya lurus berduri, digunakan untuk bahan bangunan atau lantai rumah, daun
Bagian bawah lantai atau kolong terdapat kandang hewan peliharaan sebagai
perlindungan saat hujan dan belahan kayu yang dipasang jarang-jarang sekaligus untuk
menjatuhkan makanan untuk hewan peliharaan dari atas lantai melalui celah-celahnya.
Tinggi lantai 1 m dari tanah, yang dibangunnya di tempat yang tidak rata, ketidakrataan
ditanggulangi dengan tiang-tiang penopang lantai yang berlainan panjangnya.
Lantai digunakan juga untuk menari (puturukat). Letaknya di lorong tengah, antara
perapian dan dinding belakang bangsal dan terbuat dari papan yang lebar serta diserut
sampai halus sehingga tidak kesat lagi permukaannya, sekaligus dapat menghasilkan
instrumen musik.
Tangga
Tangga terbuat dari batang pohon Sagu, yang tiap ± 15 cm diberi takuk-takuk dengan
bertahap kapak untuk tempat berjalan.
http://www.cendananews.com
Pintu
Bangunan Uma tradisional hanya mengenal dua pintu, yaitu Pintu Depan (Pintu ayun
terdiri atas tiga daun yang dibuka ke atas seperti di bekas Uma Saurei dusun Bajoja)
dan Pintu Dapur (belakang). (Kusbiantoro, Anthonius, Santosa, 2016).
3. FILOSOFI
Bagi masyarakat Mentawai, Uma lebih dari sekadar rumah. Uma adalah simbol budaya
Mentawai yang hidup di tengah derasnya tantangan pengaruh dunia modern. Uma
merupakan kebanggaan masyarakat Mentawai. Setiap Uma diberi nama sesuai dengan
nama keluarga besar pemiliknya. Uma biasanya dihuni oleh 5 hingga 7 kepala keluarga
dari keturunan yang sama. Salah satu dari keluarga itu ada yang menjadi Rimata dan
juga ada yang menjadi Sikerey (tabib/dukun) yang menjadi tetua bagi klan tersebut.
Rumah panjang Mentawai ini atau Uma tidak berpatokan menurut orientasi mata angin.
Uma dianggap hanya akan makmur di tempat yang disetujui oleh leluhur atau roh
setempat (Kusbiantoro, Anthonius, Santosa, 2016).
Pada pembagian ruang terdapat unsur filosofi yaitu :
Tiap-tiap bagian dari Uma ini terpisah atas dua wilayah yaitu kiri dan kanan. Kiri dan
bagian ujung dari pohon ditempatkan pada bagian kiri dan belakang.
Kanan merupakan tempat bagi lelaki dan kepala suku keluarga. Hal ini dikarenakan
pada saat pemasangan elemen pada Uma, bagian pangkal dari pohon selalu
ditempatkan di kanan dan depan.
Zona sebelah kanan adalah zona yang lebih sakral daripada zona sebelah kiri. Oleh
karena itu, ruang duduk sikerey dan sikebukat Uma pada acara-acara adat ada di
sisi sebelah kanan dari tangga masuk. Demikian juga ruang penyimpanan alat-alat
upacara dan juga kamar sikebukat yang berada di sisi kanan. Pada
pertemuan-pertemuan keluarga, sisi kanan diperuntukkan bagi para pria sementara wanita
duduk di sisi kiri. Bakkat katsaila atau tiang utama juga merupakan tiang di dalam
Uma yang posisinya di sisi kanan. Bagi masyarakat Mentawai, sisi kanan adalah sisi
baik sementara sisi kiri adalah sisi yang kurang baik. (Kusbiantoro, Anthonius,
Santosa, 2016).
Mereka menganggap bahwa Uma mereka merupakan bentuk alam yang “berubah
Geometeri dari Uma adanya kemungkinan menggunakan komposisi dari alam.
(Andriani P,SSn,MM dan Ir. Nurhasanah, MM)
4. ORNAMEN / RAGAM HIAS
Pola-pola ornamen atau dekorasi rumah Mentawai, sangat dipengaruhi oleh pengaruh
India wujudnya berupa bentukan sulur-sulur yang bentuk tumbuh-tumbuhannya dengan
dedaunan dan bunga-bungaan.
Di dekat atap pintu masuk teras tamu dan ruang utama banyaknya tengkorak binatang
terpajang serta ada anyam-anyaman kering yang terpintal panjang. Tengkorak yang
digantung pada sisi atas pintu masuk adalah tengkorak babi peliharaan. Banyaknya
tengkorak babi itu menandakan jumlah pesta yang telah digelar di uma tersebut.
Sementara tengkorak yang digantung di dekat sisi atas pintu ruang utama adalah
tengkorak hasil buruan yang dimaksudkan agar penunggu uma senantiasa
Daftar Pustaka
Andriani P,SSn,MM dan Ir. Nurhasanah, MM. Pengaruh Wujud Kebudayaan Suku di Indonesia Terhadap Layout Dalam Rumah Tinggal Studi Kasus Penerapan Wujud Budaya Suku Mentawai di Rumah Adat Uma pada http://portal.kopertis3.or.id
Azman, Syaiful SE, M.Si. Peranan Lembaga Adat Terhadap Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Desa Katurai Kecamatan Siberut Selatan Kepulauan Mentawai Kabupaten Padang Pariaman.
Kusbiantoro, Krismanto & Anthonius, Roy & Santosa, Iwan. (2016). Modernisasi dan Komersialisasi Uma Masyarakat Mentawai Sebuah Deskripsi Fenomenologis. E-Journal Sosioteknologi Fakultas Seni Rupa dan Desain: Universitas Kristen Maranatha.
Rosyani, Ika. 2013. Kehidupan Arat Sabulungan Dalam Masyarakat Tradisional Mentawai. Universitas Pendidikan Indonesia.
Balai Taman Nasional Siberut, 2003
https://www.academia.edu/2451938/Sosial_Budaya_Mentawai