• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penemuan Prosedur yang Dihilangkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " Penemuan Prosedur yang Dihilangkan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PENEMUAN PROSEDUR YANG DIHILANGKAN

Disusun sebagai tugas kelompok Auditing II

Oleh :

Huzaimi Mia Nurul Hikmawati

Movitri Rosmela Husnul Khotimah

5 Akuntansi C

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

BAB I

PENEMUAN PROSEDUR YANG DIHILANGKAN

 Ketika menemukan suatu prosedur yang telah dihilangkan, auditor harus menilai kepentingan hal itu bagi kepentingan hal itu bagi kemampuannya saat ini untuk mendukung pendapat yang dinyatakan atas laporan keuangan.

 AU 390.05 menunjukkan jika auditor memutuskan bahwa pendapatnya tidak dapat didukung dan auditor yakin bahwa orang-orang saat ini mengandalkan pada laporan itu, maka auditor harus segera melaksanakan prosedur yang dihilangkan atau prosedur alternative yang akan memberikan dasar yang memuaskan atas pendapatnya.

 Apabila dasar yang memuaskan untuk menyatakan pendapat telah diperoleh dan bukti-bukti mendukung pendapat yang dinyatakan, auditor tidak mempunyai tanggung jawab lagi. Tetapi, jika pelaksanaan prosedur yang dihilangkan mengungkapkan fakta yang ada pada tanggal laporan sehingga akan mengubah pendapat yang dinyatakan sebelumnya, auditor harus mengikuti prosedur pemberitahuan yang diuraikan dalam paragraph terakhir dari bagian terdahulu untuk mencegah ketergantungan selanjutnya atas laporan bersangkutan. Jika auditor tidak dapat melaksanakan prosedur alternatif atau yang dihilangkan, maka auditor dapat berkonsultasi dengan pengacara untuk menentukan tindakan yang tepat.

(3)

Membaca Notulen Rapat Mengevaluasi keraguan yang substansial tentang kemampuan entitas untuk

mempertahankan kelanjutan usaha

Mengkomunikasikan hal-hal berkenaan dengan pelaksanaan audit

Mendapatkan bukti mengenai litigasi, klaim dan

asesmen

Melakukan review teknis atas laporan keuangan

Menyiapkan surat manajemen

Mendapatkan surat representasi klien

Merumuskan pendapat dan menulis naskah laporan

audit

Melaksanakan prosedur analitik

(4)

COMPREHENSIVE CASE CQ 19-23

MELAKUKAN REVIEW ATAS SUBSEQUENT EVENT

a. Jenis umum dari subsequent event yang memerlukan pertimbangan dan evaluasi dari Green berdasar pada AU 560.03 dan 05 adalah :

1. Subsequent Event Jenis Pertama

Subsequent event ini memberikan bukti tambahan berkenaan dengan kondisi yang ada pada tanggal neraca dan mempengaruhi estimasi yang inheren dalam proses penyusunan laporam keuangan. Subsequent event ini memerlukan penyesuaian atas laporan keuangan.

Contoh :

 Realisasi aktiva akhir tahun yang dicatat (seperti piutang usaha dan persediaan pada jumlah yang berbeda dari yang dicatat).

 Penyelesaian estimasi kewajiban akhir tahun yang dicatat (seperti perkara pengadilan atau litigasi dan jaminan produk pada jumlah yang berbeda dari yang dicatat).

2. Subsequent Event Jenis Kedua

Subsequent event ini memberikan bukti berkenaan dengan kondisi yang tidak ada pada tanggal neraca tetapi muncul setelah tanggal itu. Subsequent event ini memerlukan pengungkapan dalam laporan atau dalam kasus yang sangat material menyertakan data pro-forma pada laporan keuangan.

Contoh :

 Penerbitan obligasi jangka panjang atau saham preferen atau saham biasa.  Pembelian suatu perusahaan.

 Kerugian dari bencana alam.

b. Prosedur audit yang harus dipertimbangkan Green untuk mendapatkan bukti mengenai subsequent event berdasarkan pada AU 560.12 adalah :

(5)

2) Menanyakan kepada manajemen yang bertanggung jawab atas hal-hal keuangan dan akuntansi mengenai :

 Setiap kewajiban kontijen atau komitmen besar yang ada pada tanggal neraca atau tangggal pertanyaan itu diajukan.

 Setiap perubahan yang signifikan pada modal saham, utang jangka panjang, atau modal kerja sampai tanggal pertanyaan diajukan.

 Status saat ini dari pos-pos yang sebelumnya dipertanggungjawabkan atas dasar data sementara, pendahuluan, atau tidak konklusif.

 Apakah setiap penyesuaian yang tidak biasa telah dilakukan sejak tanggal neraca.

3) Membaca notulen rapat dewan komisaris, pemegang saham, dan komite lainnya yang sesuai.

4) Menanyakan ahli hukum klien mengenai litigasi, klaim, dan penilaian.

5) Mendapatkan surat representasi dari klien mengenai subsequent event yang menurut pendapatnya akan memerlukan penyesuaian atau pengungkapan.

(6)

BAB II

PREMATURE SIGN-OFF

Keterangan:

“Auditor bekerja berdasarkan time budget yang telah ditetapkan dalam penugasan audit. Jika time budget yang ditetapkan terlalu ketat dan sulit untuk dicapai maka auditor akan melakukan perilaku disfungsional dengan tujuan agar pekerjaannya terselesaikan. Hal in dimotivasi oleh keinginnan auditor agar dapat bekerja lebih baik di KAP. Perilaku disfungsional tersebut adalah audit quality reduction behaviour (AQRB), dan Under reporting of time (URT)”.

Pengaruh Time Budget Pressure Terhadap Audit Quality Reduction Behaviour

(7)

Pengaruh Time Budget Pressure terhadap Under Reporting of Time

Under reporting of time terjadi ketika auditor menyelesaikan pekerjaannya pada waktunya, dan tanpa melaporkan waktu yang sebenarnya (Commission on Auditor Responsibility Report, 19789; Lightner et al, 1982, 1983). Menurut Kelly & Margheim (1987), menemukan bahwa perilaku under reporting of time oleh auditor akibat dari adanya time budget pressure yang besar. Time budget pressure berpengaruh positif terhadap under reporting of time. Artinya, ketika time budget pressure meningkat, maka perilaku under reporting of time juga akan meningkat.

Pengaruh Time Budget Pressure Terhadap Premature Sign-Off

Premature sign off yaitu pengurangan tahap audit sebagai dampak dari time budget pressure seorang auditor tanpa mencatat pekerjaan atau tahap yang dihilangkan tersebut. Perilaku tersebut secara langsung akan mengancam serius pada kualitas audit. Artinya bahwa semakin besar time budget pressure maka akan meningkatkan auditor untuk melakukan premature sign off yang semakin besar pula.

Otley dan Pierce (1995), menjelaskan bahwa beberapa perilaku disfungsional auditor seperti Prematur Sign-Off Prosedur Audit adalah perilaku beberapa yang cenderung mengarah pada perilaku masalah sebagai auditor, yang akan mempengaruhi audit kehilangan kualitas dan kecenderungan menurunkan kepercayaan publik dalam akuntansi profesi dan akhirnya membunuh profesi itu sendiri.

(8)

Auditor menjadi tidak valid dan akurat, hal ini dikarenakan kemungkinan Auditor untuk melakukan kesalahan menjadi lebih besar.

Jika dilihat berdasar sumbernya, alasan untuk melakukan penghentian prematur atas prosedur audit dibagi 2, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (situasional). Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari individu si Auditor itu sendiri, seperti faktor gender misalnya. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan dan situasi dari kerja Auditor, seperti Time Pressure dan Prosedur review dan kontrol kualitas.

Menurut penelitian Soobaroyen dan chengbroyan (2005) dalam Suryanita et al (2006) menemukan bahwa Time budget pressure yang terdapat di negara berkembang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan negara-negara maju. Soobaroyen dan Chengabroyan (2005) menemukan bahwa time budget yang ketat sering menyebabkan auditor meninggalkan bagian program audit penting dan akibatnya menyebabkan penurunan kualitas audit. Kelley (2005) mendukung pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa penurunan kualitas audit telah ditemukan akibat ketatnya time budget. Ketika time pressure semakin bertambah tinggi dan melewati tingkat yang dapat dikerjakan, time pressure akan memberikan pengaruh yang negatif (Kelley et.al, 2005; Glover, 1997; Dezoort, 1998; Soobaroyen dan Chengabroyan, 2005).

Hasil studi The Commission on Auditors Responsibilities (1978) dalam Soobaroyen dan Chengabroyan (2005) mencatat tekanan waktu sebagai salah satu pusat perhatian auditor dalam menyelesaikan pertanggungjawaban mereka. Ditemukan bahwa 60 persen responden mengakui melakukan premature sign-off karena tekanan waktu. Kelly et.al (2005) menemukan bahwa 31 persen auditor senior mengalami time budget pressure dan 41 persen staf auditor dilaporkan mengalami time budget pressure. Masalah time budget pressure tersebut menyebakan penurunan kualitas audit.

(9)

sign-off, akan tetapi terdapat jumlah yang cukup banyak yang menyatakan kadang-kadang juga melakukannya 38,8 persen. Sebagian besar (74,1 persen) auditor menyatakan sering memenuhi anggaran biaya jika mencatat waktu yang dilakukan untuk melakukan audit. Hal ini menunjukkan bahwa auditor akan berusaha memenuhi anggaran waktu dan anggaran biaya audit tetapi terdapat jumlah yang besar yang melakukan premature sign-off untuk mencapai hal tersebut.

(10)

BAB III

PENEMUAN FAKTA YANG ADA PADA TANGGAL LAPORAN

Audit dikatakan selesai ketika auditor menerbitkan laporan audit dan menyelesaikannya seluruh pembahasan dengan manajemen dan komite audit. Terkadang auditor menemukan bahwa setelah audit laporan keuangan diterbitkan terjadi salah saji material dalam laporan keuangan.

Auditor tidak mempunyai tanggung jawab untuk menemukan fakta yang ada setelah audit (tetapi tidak diketahui) pada tanggal laporan audit. Namun, SAS 1, Subsequent Discovery of Facts Existing at the Date of the Auditor’s Report (AU 561), menunjukkan dalam AU 561.04 bahwa jika

1. Auditor menyadari adanya fakta tersebut, dan

2. Fakta itu mungkin mempengaruhi laporan yang telah dikeluarkan

maka auditor diwajibkan untuk memastikan reliabilitas informasi itu. Apabila penyelidikan lebih lanjut menguatkan eksistensi fakta itu dan auditor merasa yakin bahwa informasi itu penting bagi mereka yang mengandalkan atau cenderung mengandalkan pada laporan keuangan, maka auditor harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah ketergantungan pada laporan audit itu dimasa depan.Pada saat terdapat penemuan fakta setelah penerbitan laporan audit terjadi, auditor berkewajiban untuk memastikan bahwa pengguna laporan keuangan mendapatkan informasi atas salah saji tersebut. Jika auditor mengetahui salah saji sebelum pelaporan audit diterbitkan, maka auditor akan memaksa manajemen untuk melakukan koreksi salah saji atau menerbitkan laporan audit yang berbeda.

Jika klien menolak untuk mengungkapkan fakta yang baru ditemukan, maka auditor harus memberitahu setiap anggota dewan komisaris mengenai penolakan tersebut. Selain itu, AU 561.08 juga menyatakan bahwa auditor harus mengambil langkah- langkah berikut untuk mencegah ketergantungan lebih lanjut terhadap laporan itu:

(11)

 Memberitahu lembaga berwenang yang mempunyai jurisdiksi terhadap klien bahwa laporan itu tidak dapat lagi diandalkan.

 Memberitahu (biasanya melalui lembaga yang berwenang) setiap orang yang diketahui mengandalkan pada laporan bahwa laporan audit itu tidak dapat lagi diandalkan.

PSA No. 47 Pendahuluan

1. Prosedur yang dijelaskan dalam seksi ini harus diikuti oleh auditor yang setelah tanggal laporan auditor atas laporan keuangan auditan, menyadari tentang fakta yang mungkin telah ada pada tanggal laporan auditor, yang mungkin berdampak terhadap laporannya, jika fakta tersebut diketahuinya pada waktu itu.

2. Karena beragamnya kondisi yang mungkin dihadapi oleh auditor, maka prosedur-prosedur berikut ini ditetapkan dalam garis besar saja ; tindakan khusus yang harus diambil oleh auditor dalam kasus tertentu dapat sedikit bervariasi tergantung atas keadaan yang dihadapinya. Auditor disarankan meminta nasihat dari penasihat hukumnya bila ia menemukan keadaan yang dicakup dalam seksi ini, karena adanya implikasi hukum yang mungkin timbul dari tindakan- tindakan auditor, misalnya kemungkinan adanya implikasi hukum sehubungan dengan ketentuan kerahasiaan dalam komunikasi antara auditor dengan kliennya.

Tanggung Jawab Auditor

(12)

setelah penerbitan laporan auditor, yang telah mengakibatkan penyimpangan dari laporan auditor bentuk baku.

Prosedur Audit

4. Bila auditor menyadari adanya informasi yang bersangkutan dengan laporan keuangan yang sebelumnya telah dilaporkannya, nemun tidak diketahuinya pada tanggal laporan auditnya, yang karena sifat dan sumber informasi tersebut mengaharuskan auditor menyelidiki informasi tersebut, jika hal itu diketahuinya selama pelaksanaan audit, segera sepanjang praktis dilakukan, ia harus menentukan apakah informasi tersebut andal dan apakah fakta tersenut ada pada tanggal laporan auditnya. Dalam hubungan ini, auditor harus membicarakan masalah ini dengan kliennya pada tingkatan manajemen yang semestinya termasuk dewan komisaris, dan meminta kerjasama mereka dalam penyelidikan apapun yang dianggap perlu.

5. Bila informasi yang ditemukan kemudian ternyata andal dan ada pada tanggal laporan audit, auditor harus mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam paragraph berikut ini, jika sifat dan dampak masalah tersebut sedemikian rupa sehingga (a) laporan auditor akan terpengaruh jika informasi tersebut diketahui pada tanggal laporan auditnya dan belum dicerminkan dalam laporan keuangan, dan (b) auditor yakin ada orang yang sekarang mengandalkan atau kemungkinan besar mengandalkan laporan keuangan tersebut memandang penting terhadap informasi tersebut. Sehubungan dengan (b), pertimbangan harus dilakukan, diantaranya, waktu yang telah lewat sejak laporan keuangan diterbitkan

Langkah Pengungkapan Oleh Klien

(13)

klien membuat pengungkapan semestinya, metode yang digunakan dan pengungkapan yang dilakukan tergantung atas keadaan berikut ini:

a. Jika dampak informasi yang ditemukan kemudian terhadap laporan keuangan dan laporan auditor dapat ditentukan segera, pengungkapan harus berupa penerbitan, sesegera mungkin, laporan keuangan dan laporan audit yang telah direvisi. Alasan revisi biasanya harus dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan dan diacu dalam laporan audit. Umumnya, hanya laporan keuangan auditan paling akhir yang memerlukan revisi, meskipun revisi tersebut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam tahun- tahun sebelumnya.

b. Jika penerbitan laporan keuangan yang disertai dengan laporan auditor untuk periode kemudian akan segera dilakukan, sehingga pengungkapan tidak tertunda, pengungkapan semestinya tentang revisi dapat dilakukan dalam laporan tersebut, bukan dengan menerbitkan kembali laporan sebelumnya sesuai dengan subparagraph (a).

(14)

dan/atau komite audit mengenai penolakan tersebut dan kenyataan bahwa, dengan tidak adanya pengungkapan tersebut oleh klien, auditor akan menempuh langkah sebagaimana digariskan berikut ini untuk mencegah pengguna laporan meletakkan kepercayaan terhadap laporan auditnya dimasa yang akan dating. Langkah- langkah yang semestinya diambil oleh auditor tergantung atas tingkat kepastian pengetahuan auditor tentang adanya orang- orang yang sekarang atau yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan dan laporan audit, dan yang memandang penting informasi tersebut, serta tingkat kepraktisan bagi auditor untuk dapat berkomunikasi dengan mereka. Kecuali jika penasihat hokum auditor memberikan rekomendasi lain, auditor harus mengambil langkah berikut ini sepanjang dapat berlaku:

a. Pemberitahuan kepada klien bahwa laporan auditor harus tidak lagi dihubungkan dengan laporankeuangan.

b. Pemberitahuan kepada badan pengatur yang memiliki jurisdiksi atas klien bahwa laporan auditor tidaklagi dapat diandalkan.

(15)

Pengungkapan

9. Panduan berikut ini harus dianut oleh auditor dalam menentukan isi pengungkapan yang ditujukan kepada pihak selain klien, sesuai dengan yang digariskan dalam paragraf 08.

a. Jika auditor telah dapat melakukan penyelidikan yang memuaskan terhadap informasi dan telahmenentukan bahwa informasi tersebut andal:

1) Pengungkapan harus menjelaskan dampak informasi yang diperoleh kemudian terhadap laporanauditor jika informasi tersebut telah diketahui oleh auditor pada tanggal laporan auditnya dan tidakdicerminkan dalam laporan keuangan. Pengungkapan harus termasuk penjelasan tentang sifatinformasi yang diperoleh kemudian dan dampaknya terhadap laporan keuangan.

2) Informasi yang diungkapan harus setepat dan sennya mungkin dan harus tidak melampaui dariyang dipandang perlu untuk tujuan yang disebutkan dalam subparagraf (1) di atas. Komentar terhadap perilaku atau motivasi seseorang harus dihindarkan.

b. Jika klien tidak mau bekerja sama dan sebagai akibatnya auditor tidak dapat melakukan penyelidikanyang memuaskan terhadap informasi tersebut, pengungkapan auditor tidak perlu merinci informasi khusus tertentu, namun hanya menujukkan bahwa informasi tersebut telah diketahui oleh auditor yang klienya tidak memberikan kerja sama dalam menguatkan informasi tersebut dan bahwa, jika informasi tersebut benar, auditor percaya bahwa laporan auditnya harus tidak lagi dapat diandalkan atau dihubungkan dengan laporan keuangan kliennya. Pengungkapan tidak perlu dilakukan kecuali jika auditor percaya bahwa laporan keuangan kemungkinan menyesatkan dan laporan auditnya tidak dapat diandalkan.

(16)

Tanggal Berlaku Efektif

(17)

Kasus Audit Umum PT KAI

Menerapkan proses GCG (Good Corporate Governance) dalam suatu perusahaan bukan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan pemahaman yang jelas dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai bagaimana seharusnya proses tersebut dijalankan. Namun, dari kasus-kasus yang terjadi di BUMN ataupun Perusahaan Publik dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa penerapan proses GCG belum dipahami dan diterapkan sepenuhnya. Pembedahan kasus-kasus yang telah terjadi di perusahaan atas proses pengawasan yang efektif akan menjadi pembelajaran yang menarik dan kiranya dapat kita hindari apabila kita dihadapkan pada situasi yang sama.

Salah satu contohnya adalah kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas dalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya.

Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal.Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan keuangan PT. KAI

(18)

sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.

Hasil audit tersebutkemudiandiserahkandireksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005. Perbedaan pandangan antara manajemen dan komisaris tersebut bersumber pada perbedaan mengenai :

1. Masalah piutang PPN.

Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor.

2. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.

Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.

3. Masalah persediaan dalam perjalanan.

Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2005.

4. Masalah uang muka gaji.

(19)

Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005.

5. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan Penyertaan Modal Negara (PMN).

BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit digolongkan sebagai poster sendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.

Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan public terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bias dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan public itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek.

Kasus PT KAI di atas menurut kami berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bias menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.

Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bias diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan ituw ajar.Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal inilah yang patut dipertanyakan.

(20)

Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan. Bila hal itu benar-benar terjadi dan bias dibuktikan bahwa pihak Akuntan public sengaja melakukannya, maka tindakan tegas berupa sanksi dapat dikenakan.

Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Dari situ sudah diketahui kalau bidang kerja akuntan rawan memicu konflik kepentingan. Oleh karena itu, segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.

Beberapa hal yang direfentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan keuangan PT. KAI Indonesia:

1) Auditor internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya auditor Eksternal.

2) Komite audit tidak ikut serta dalam proses penunjukkan auditor sehingga tidak terlibat proses audit.

3) Manajemen (tidak termasuk auditor eksternal) tidak melaporkan kepada komite audit dan komite audit tidak menanyakannya.

4) Adanya ketidak yakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, sehingga ketika komite audit mempertanyakan manajemen merasa tidak yakin.

(21)

Berikut ini beberapa solusi dan rekomendasi yang disarankan kepada PT KAI untuk memperbaiki kondisi yang telah terjadi:

1. Apabila Dewan Komisaris ini merasa direksi tidak capable (mampu) memimpin perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk mengganti direksi.

2. Diperlukannya kebijaksanaan (wisdom) dari Anggota Dewan Komisaris untuk memilah-milah informasi apa saja yang merupakan private domain.

3. Komunikasi yang intens sangat diperlukan antara Auditor Eksternal dengan Komite Audit.

4. Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya untuk mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional perusahaan.

5. Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal, karena opini sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal.

6. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan.

7. Komite Audit tidak berbicara kepada public karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit, tetapi Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada Laporan Komite Audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.

8. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure.

(22)
(23)

JURNAL/RISET

George Benard Shaw dalam buku Daryl Koehn, The Ground Of Professional Ethics, melontarkan tuduhan terhadap kaum profesi bahwa semua profesi merupakan persekongkolan melawan kaum awam. Kaum profesional berdiri sebagai tertuduh karena dianggap lebih menginginkan status dan kekayaan bahkan memperdaya dan bukannya menolong klien-klien mereka. Serangan terhadap kewibawaan professional telah dilancarkan oleh tiga kelompok berbeda yaitu :

1. Kelompok pertama menuduh bahwa tak ada sesuatupun yang baik pada praktek professional.

2. Kelompok kedua terdiri atas Para Filsup, yang bersedia mengakui bahwa profesi mempunyai etika yang nonideologis, bagi para filsuf menjadi professional sama dengan menjadi orangtua.

3. Kelompok ketiga, kaum analis organisatoris. Mereka melihat bahwa tidak ada satupun daftar ciri-ciri profesional yang disepakati oleh semua orang.

Berdasarkan berbagai informasi, kegiatan bisnis yang sangat terkait dengan fungsi dan peran profesi akuntan dimana setiap badan usaha diwajibkan membuat pembukuan, bahkan tidak saja badan usaha,pemerintah juga diwajibkan menyusun neraca. Sementar asaat ini mulai banyak terungkap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh akuntan yang mengakibatkan kerugian publik atau negara, seperti kasus Bank Lippo. Selama ini dasar hukum kegiatan akuntan adalah kode etik, standarisasi akuntansi dan beberapa aturan Menteri yang bersifat aturan administrasi belaka, sehingga peluang untuk melakukan penyimpangan dan pelanggaran hukum sangat besar.

Perlunya Regulatory Driven dalam implementasi Kode Etik dan Standarisasi Akuntan di Indonesia. Karena etika itu memperhatikan dan mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individu dengan objektivitas untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.

(24)

Akuntan Publik dan Jasa penilai dimana telah terjadi pembukuan ganda yang mengakibatkan nilai saham Bnank Lippo turun sangat tajam di Bursa Efek Jakarta.

FAKTA-FAKTA KASUS SUBSEQUENT EVENT

Kasus ini bermula ketika tanggal 17 Maret 2003, Bapepam menyampaikan hasil pemeriksaan kasus PT. Bank Lippo Tbk yang diduga telah melanggar peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal. Sebagai bentuk akuntabilitas Bapepam kepada masyarakat,berikut kami sampaikan hasil pemeriksaan tersebut :

I. LAPORAN KEUANGAN PT BANK LIPPO TBK. PER 30 SEPTEMBER 2002

A. Fakta-fakta

Berkaitan dengan laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002, BAPEPAM menemukan bahwa terdapat 3 (tiga) versi laporan keuangan, yang semuanya dinyatakan audited, yaitu :

a) Laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk Per 30 September 2002 yang diiklankan di surat kabar pada tanggal 28 November 2002

b) Laporan keuangan PT Bank Lipppo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada tanggal 27 Desember 2002

c) Laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan oleh Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk pada tanggal 6 Januari 2003

Adapun informasi yang tercantum dalam masing-masing laporan keuangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan di surat kabar pada tanggal 28 November 2002. Pemuatan iklan tersebut merupakan pelaksanaan kewajiban PT Bank Lippo Tbk atas ketentuan Bank Indonesia.

(25)

a. Adanya pernyataan Manajemen PT Bank Lippo Tbk bahwa laporan keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah di audit oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan pendapat wajar tanpa pengecualian.

b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“Diaudit”) dan per 30 September 2001 (“Tidak Audit”)

c. Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp 2,393triliun.

d. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 24,185 triliun. e. Laba tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp 98,77 miliar f. Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia sebesar 24,77%.

Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada tanggal 27 Desember 2002. Penyampaian laporan tersebut merupakan pemenuhan kewajiban PT Bank Lippo Tbk untuk menyampaikan Laporan Keuangan Triwulan ke-3.

Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut antara lain adalah :

a. Pernyataan manajemen PT Bank Lippo Tbk bahwa laporan keuangan yang disampaikan adalah laporan keuangan “audited” yang disertai dengan Laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik.

b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“audited”) dan 30 September 2001 (“unaudited”).

c. Nilai Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar 1,42 triliun.

d. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 22,8 triliun. e. Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp 1,273 triliun. f. Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.

Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan oleh Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk pada tanggal 6 Januari 2003.

(26)

a. Laporan Audditor independen yang berisi opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan Auditor Independen tersebut tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk Catatan 40a tertanggal 20 November 2002 dan Catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002.

b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember 2000.

c. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 22,8 triliun.

d. Nilai Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp 1,42 triliun

e. Rugi bersih per 30 September 2002 Sebesar Rp 1,273 triliun f. Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.

B. Hasil Pemeriksaan

Dari penelaahan atas data atau dokumen yang terkait dan informasi atau keterangan yang diperoleh oleh Tim Pemeriksa BAPEPAM, dapat disimpulkan :

 Bahwa hanya terdapat 1 (satu) laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diaudit dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian darui Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja, dengan Laporan Auditor Independen No. REC-0031/02 dengan tanggal ganda (dual dating) tertanggal 20 November 2002 (kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 60c tertanggal 16 Desember 2002) yang disampaikan pada manajemen PT Bank Lippo Tbk pada tanggal 6 Januari 2003. Penerbitan laporan yang diaudit dengan tanggal ganda (dual dating) dapat dilakukan sepanjang sesuai dengan Standar Auditting Seksi 530 paragraf 5 dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI).

 Bahwa laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 Desember 200 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah alporan keuangan yang tidak diaudi. Namun angka-angkanya sama seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen.  Bahwa laporan keuanga PT Bank Lippo per 30 September 2002 yang disampaikan ke

BEJ pada tanggal 27 Desember 2002 adalah laporan keuangan yang tidak disertai Laporan Auditor Independen dan telah tedapat penilaian kembali terhadap Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).  Bahwa perbedaan antara laporan keuangan PT Bnak Lippo Tbk per 30 September

(27)

tersebut pada huruf a) dan huruf c) diatas, habya disebabkan oleh adanya penesuaian dan penilaian kembali ata Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Priduktif (PPAP).

 Bahwa pemeriksaan atas prosedur penilaian kembali Agunan Yang Diambil Alih dan prosedur audit atas beberapa akun laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 saat ini masih dalam proses pemereiksaan oleh instansi yang berwenang.

Di dalam kasus PT Lippo Bank Tbk tersebut mengandung 3 tiga (unsur) dari pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal, yaitu antara lain :

Tindakan tersebut mempengaruhi harga di Bursa Efek.

Dari fakta menunjukkan bahwa tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan memberikan informasi yang menyesatkan pada laporan keuangan per 30 september 2002 telah menimbulkan ketidakpastian di masyarakat sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa. Saham PT Lippo Bank Tbk pun mengalami fluktuasi yang tajam disebabkan oleh misleading information tersebut.

Setiap pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan.

Dalam kasus ini ditemukan fakta sebagai berikut :

 Dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang diiklankan di media massa pada 28 November 2002 . manajemen Bank Lippo menyatakan bahwa Laporan Keuangan tersebut disuusn berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian.

 Hasil pemeriksaan bapepam menunjukkan bahwa laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah laporan keuyangan yang tidak audit meskipun angka-angkanya sama seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen.

(28)

Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya bahwa pernyataan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-hati dalam menentukaan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen PT Bank Lippo tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangannya dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke public tanggal 28 November 2002. Pihak manajemen dalam mempublkasikan laporan keuangan tersebut terbukti tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak auditor Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja).

Oleh karena ketiga unsur dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal telah terpenuhi maka tindakan pihak manajemen PT Bank Lippo Tbk dalam memberikan keterangan atau informasi laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik merupakan suatu tindakan penyesatan informasi public (misleading information).

Penyelesaian masalah dalam kasus PT Bank Lippo Tbk yang merugikan pihak investor di Bursa Efek Indonesia

Dalam kasus tersebut otoritas BEJ dan BAPEPAM menjatuhkan sanksi kepada PT Bank Lippo Tbk. Otoritas BEJ menyatakan PT Bank Lippo Tbk tidak bersalah dalam penyampaian informasi yang keliru dimana laporan keuangan akuntan yang belum diaudit (unaudited) dikatakan telah diaudit (audited). Sanksi BEJ atas Bank Lippo adalah berupa peringatan keras, selain itu BEJ mewajibkan Bank Lippo menyerahkan laporan kemajuan (progress report) setiap seminggu sekali 24 Februari sampai keluarnya laporan keuangan auditan tahun 2002.

Sanksi-Sanksi

(29)

2. Terhadap PT Bank Lippo Tbk. diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada pemegang saham mengenai kekuranghatian yan telah dilakukan serta sanksi administratifyang mereka terima dalam Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya. 3. Terhadap Sdr. Ruchjat Kosasih selaku partner KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja,

(30)

DAFTAR PUSTAKA

 Ardy. 2009. Variable dummy. http://prabusetiawan.blogspot.com/2009/05/variabel-dummy.html, diakses 26 juni 2010

 Dyah Sih Rahayu dan Faisal. 2003. ”Pengaruh Komite Terhadap Respon Auditor Atas Tekanan Sosial”.

 Elen dan ilha sabarudin. 2001. “Metodologi Audit (Pendekatan Prosedur Audit)” Jurnal Bisnis Dan Akuntansi : Vol 3 no 3.

 Ghozali, I. 2005. “Aplikasi Analisis Multivarariate Dengan Program SPSS”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.

 Halim, Abdul. 2008. “Auditing Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan Jilid 1” edisi ke empat. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

 Herningsih, Sucahyo. 2001.” Pengehentian Prematur atas Prosedur Audit : Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik”. Tesis, Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

 Heriyanto, Pri. 2002. “Menuju Audit Yang Efektif Dan Efisien”. Pemeriksa, Agustus No 86.

 Ikatan Akuntansi Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari 2001. Jakarta : Salemba Empat.

 Mulyadi. 2001. Auditing 1 : Edisi Enam. Jakarta : Salemba Empat. Mowen, Hansen. 2004.

 “Management Accounting” : edisi tujuh. Jakarta : Salemba Empat. 21

 Santoso Singgih. (2001), Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik”; edisi 1 Penerbit ; elex media komputerindo

 Sekaran, U. 2003. “Research methods for Business”. 4 ed. USA : John Wiley dan Sons.

 Sudarma, Ridya. 2005. “Pendekatan Audit Berdasarkan Resiko Jawaban Atas Harapan Masyarakat Akn Audit” .

 Suryanita, Doddy, Dan Hanung Triatmoko. 2006. “Pengehentian Prematur atas Prosedur Audit” Simposium Nasional IX di Padang.

(31)

 Wahyudi, H. dan Adia, A.M (2006). “pengaruh profesionalisme auditor terhadap tingkat materialitaas dalam pemeriksaan laporan keuangan,” Simposium Nasional Akuntansi IX di Padang.

 Widigdo, Unti dan Mas’ud Machfoedz. 1999. “Persepsi Akuntan Dan Mahasiswa Tentang Etika Bisnis” Jurnal Riset akuntansi Indonesia Vol 2 no 1.

 Widigdo, Unti. 2006. “Strukturisasi Praktik Etika Di Kantor Akuntansi Publik

 Sebuah Studi Interpretif” Simposium Nasional Akuntansi IX di Padang.  www.konsultanstatistik.blogspot.com “uji realibilitas”

http://developmentcountry.blogspot.com/2009/08/pengaruh-prosedur-review-dan-kontrol.html

Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006

http://putrijulaiha.wordpress.com/2012/05/09/kasus-audit-umum-pt-kai/

http://id.scribd.com/doc/7867059/PSA-No-47-Penemuan-Kemudian-Fakta-Yg-Ada-Pd-Tgl-Lap-Auditor-SA-Seksi-561

Referensi

Dokumen terkait

fotensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

(Slameto, 2003), mengemukakan bahwa prinsip dasar tentang persepsi yang perlu diketahui oleh seorang guru agar dapat mengetahui siswanya secara lebih baik dan

Hal ini sebagai akibat dari rendahnya populasi vektor yang menghinggapi tanaman pepaya, disamping itu vektor kutudaun yang berhasil masuk ke pertanaman pepaya adalah

Dalam arsitektur postmodern yang dimaksud ungsi adalah peran dan kemampuan arsitektur untuk mempengaruhi dan melayani manusia, yang disebut manusia bukan hanya pengertian

Judul ini diangkat dengan pertimbangan bahwa masih banyak orang-orang di desa Wage yang tidak menikah sampai usia tua atau bisa dikatakan terlambat, padahal Islam sangat

Dibanding Intel Xeon yang berbasis mikro arsitektur Intel Netburst, AMD Opteron ini dapat dibilang menang telak dilihat dari kinerja yang ditunjukkan tiap watt yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga tingkatan beban penyangraian, waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan air hingga diperoleh kadar air biji kakao pascasangrai 2,5—3%

Cadangkan dan terangkan DUA (2) kaedah kawalan getaran lain untuk mengurangkan getaran sistem dengan putaran jisim tidak seimbang.. [a] Sound is any pressure