• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaundice caused by Suspect Leptospirosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jaundice caused by Suspect Leptospirosis"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Sucipto MPG |Ikterus yang Disebabkan oleh Suspek Leptospirosis

Ikterus yang Disebabkan oleh Suspek Leptospirosis

M Patrio Gondo Sucipto, Ronald Martua Nababan, Ryan Falamy

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Leptospirosis merupakan suatu penyakit zoonosis yang sering terjadi di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri

Leptospira interrogans semua serotipe. Insidensi leptospirosis di negara-negara berkembang mencapai 10-100 kasus per 100.000 jiwa tiap tahun, dan Indonesia merupakan negara dengan angka mortalitas tertinggi ketiga akibat leptospirosis. Penatalaksanaan awal perlu diberikan segera untuk mencegah penyakit berlanjut menjadi bentuk berat yang dapat menyebabkan ke disfungsi multiorgan. Namun, manifestasi klinis yang tidak selalu khas dan pemeriksaan laboratorium yang tidak selalu ada membuat penegakkan diagnosis menjadi lebih sulit. Seorang wanita berusia 29 tahun datang dengan keluhandemam sejak 4 hari yang lalu. Demam terjadi sepanjang hari disertai mata kemerahan dan nyeri otot betis dan pinggang serta urin kuning kecoklatan. Pasien ini memiliki riwayat membersihkan selokan beberapa hari sebelum sakit. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan konjungtiva anemis, conjungtival suffusion dan sklera ikterik di kedua mata; pada abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium dan shifting dullness. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 11,2 g/dL, trombosit 133.000/uL, SGOT 313u/L, SGPT 174 u/L, ureum 71 mg/dL dan kreatinin 2,3 mg/dL. Hasil pemeriksaan ultrasonografi abdomen menunjukkan adanya effusi pleura dextra, asites, pyelonephritis dekstra. Pasien dalam kasus ini didiagnosis ikterus ec suspek leptospirosis dan diberikan tatalaksana farmakologis penicillin G dan terapi suportif lainnya. Kata kunci:Conjunctival suffusion, ikterus, leptospirosis

Jaundice caused by Suspect Leptospirosis

Abstract

Leptospirosis is one of zoonotic diseases that often occurs in the world. The disease is caused by all serotypes of Leptospira interrogans infection. The incidence of leptospirosis in developing countries is 10-100 cases per 100,000 people each year, and Indonesia is the third highest mortality rate country due to leptospirosis. Initial management should be given immediately to prevent progression to severe forms of the disease that can lead to multiple organs dysfunction. However, the clinical manifestations are not always typical and laboratory tests are not always available so it’s difficult to ensure the diagnosis. A 29-year-old woman came with chief complaints of fever since four days ago. Fever occurs throughout the day with eye redness and pain in the calf and waist muscles as well as yellow-brownish urine. This patient has a history of cleaning gutter several days before the illness. From physical examination obtained conjunctival pallor, conjungtival suffusion and sclera jaundice in both eyes; abdominal examination obtained epigastric tenderness and shifting dullness. In laboratory test obtained hemoglobin 11.2 g/dL, platelet 133,000 /uL, AST 313 u/L, ALT 174 U/L, urea 71 mg/dL and creatinine 2.3 mg/dL. The result of abdominal ultrasound examination showed dextra pleural effusion, ascites, right pyelonephritis. Patient in this cases was diagnosed jaundice ec suspect leptospirosis. She was given pharmacological management of penicillin G and other supportive therapies.

Keywords: Conjunctival suffusion, jaundice, leptospirosis

Korespondensi: M Patrio Gondo Sucipto, Jl. Abdul Muis 8 no. 9A, HP 082281835757, e-mail mpgtoto@gmail.com

Pendahuluan

Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang tersebar luas dan seringkali berakibat fatal.1 Penyakit ini disebabkan oleh spirokaeta patogen dari genus Leptospira. Pada tahun 1907, Stimson melaporkan penemuan mikroorganisme dalam tubulus renal seorang pasien yang meninggal akibat demam kuning. Spirokaeta pertama kali diisolasi di Jepang oleh Inada dkk. pada tahun 1915, hampir 30 tahun setelah Weil memaparkan manifestasi klinisnya tahun 1886.2

Penyakit leptospirosis yang berat dikenal sebagai Weil’s Disease. Nama lain dari penyakit ini adalah flood fever (karena sering menjadi

wabah pada saat banjir), canicola fever dan

icterohemorrhagic fever. Leptospirosis endemik pada banyak negara tropis dan subtropis yang memiliki curah hujan tinggi. Penyakit ini seringkali menyebabkan epidemi setelah hujan deras dan banjir. Infeksi dapat terjadi akibat paparan langsung atau tidak langsung terhadap host reservoir yang membawa patogen dalam tubulus renal dan menyebarkan leptospira patogen dalam urin. Tikus cokelat (Rattus

novergicus) adalah host utama yang

menyebabkan infeksi leptospira pada manusia.1,3,4

(2)

Sucipto MPG |Ikterus yang Disebabkan oleh Suspek Leptospirosis tahun.5 Menurut International Leptospirosis

Society (ILS), Indonesia merupakan negara tertinggi ketiga dengan kasus mortalitas akibat leptospirosis.4,6 Pertama kali leptospirosis dilaporkan di Indonesia pada tahun 1952. Pada tahun 2003-2007 terdapat 666 kasus. Kejadian luar biasa leptospirosis di daerah Bantul, Jawa Tengah memiliki tingkat kematian mencapai 27%.7

Kebanyakan orang yang terinfeksi tidak memiliki gejala. Lebih dari 90% penderita simtomatik mengalami gejala ringan dan umumnya anikterik, baik dengan atau tanpa meningitis. Sindrom Weil terjadi pada 10% dari seluruh kasus leptospirosis. Leptospirosis dikategorikan menjadi leptospirosis anikterik ringan dan ikterik berat atau menjadi kategori (i) ringan; (ii) sindrom Weil; (iii) meningitis/meningoensefalitis; dan (iv) perdarahan pulmoner dengan gagal napas.8

Penyakit ini didiagnosis berdasarkan riwayat paparan infeksi leptospira, misalnya aktivitas berkebun. Pasien mungkin terkontaminasi urin hewan lewat paparan kulit atau mukosa. Infeksi leptospira karena gigitan tikus atau hewan lainnya jarang terjadi. Konfirmasi pasti leptospirosis membutuhkan pemeriksaan laboratorium, dengan ditemukannya organisme pada isolat kultur, deteksi asam nukleat atau antigen pada cairan tubuh atau imunohistokimia jaringan, atau dengan pemeriksaan mikroaglutinasi (microagglutination test /MAT).9,10

Terapi farmakologis dengan antibiotik golongan penisilin atau doksisiklin penting diberikan sejak awal. Namun, klinis penyakit leptospirosis yang tidak selalu khas seringkali tumpang tindih dengan penyakit lain seperti demam dengue, malaria, hepatitis atau tifoid, menyebabkan terapi awal kadangkala tidak dapat langsung diberikan.8,11 Dalam laporan kasus ini akan dibahas seorang pasien wanita Demam disertai dengan menggigil. Pasien juga mengeluh nyeri kepala dan lemas. Nyeri kepala dirasakan hilang timbul pada kepala bagian depan. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati sejak 4 hari yang lalu disertai mual dan muntah. Muntah terjadi >5x disertai dengan

cairan, darah (-). Penurunan nafsu makan (+). Selain itu, pasien mengeluhkan mata kemerahan tanpa disertai kotoran. Selain itu, pasien mengeluhkan nyeri pada otot, pada bagian betis dan pinggang. Pasien tidak buang air besar sejak mulai sakit. Air seni berwarna kuning kecoklatan. Riwayat diabetes melitus (-), riwayat hipertensi (-). Sehari-hari pasien bekerja sebagai petani. Sebelum sakit, suami pasien mengatakan bahwa beberapa hari sebelum sakit pasien sehabis membersihkan selokan di depan rumah yang memang sering tampak tikus berkeliaran.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/50 mmHg, nadi 86 x/menit, frekuensi napas 20x/menit dan suhu 39,2oC. Kesan gizi normal dengan IMT 18,8 kg/m2. Pada status generalis didapatkan konjungtiva anemis +/+, conjungtival suffusion +/+, sklera ikterik +/+. Leher dan toraks tidak ditemukan kelainan. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium, perkusi didapatkan shifting dullness (+), hepar dan lien tidak teraba dan frekuensi bising usus normal. Ekstremitas tidak ada kelainan.

Hasil dari pemeriksaan laboratorium: Pada hari pertama perawatan didapatkan data hemoglobin 11,2 g/dL, Hematokrit 30,2 %, leukosit 6.830/uL, trombosit 133.000/uL, eritrosit 3,89 juta/ul, MCV 77,7 fl, MCH 28,8 pg, MCHC 37,1%. Pada hari kedua perawatan didapatkan data hemoglobin 10,7 g/dL, Hematokrit 29,7 %, leukosit 5.970/uL, trombosit 111.000/uL, eritrosit 3,87 juta/ul, MCV 76,7 fl, MCH 27,6%, MCHC 36 pg, SGOT 313u/L, SGPT 174 u/L, ureum 71 mg/dL dan kreatinin 2,3 mg/dL. Hasil pemeriksaan ultrasonografi abdomen menunjukkan adanya effusi pleura dextra, asites, pyelonephritis dextra dan tak tampak kelainan pada hepar, VF, lie, pancreas dan ren sinistra.

(3)

Sucipto MPG |Ikterus yang Disebabkan oleh Suspek Leptospirosis 2x150 mg. Prognosis pasien ini adalah dubia ad malam.

Pembahasan

Penyakit zoonosis adalah penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Salah satu contoh penyakit zoonosis yang sering ditemukan adalah Leptospirosis. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri

Leptospira interrogans semua serotipe.4,8

Tikus merupakan host utama dalam transmisi leptospira ke tubuh manusia melalui kontak kulit yang tidak intak atau membran mukosa terhadap urin atau cairan reproduktif yang infeksius, atau terhadap air atau tanah yang telah terkontaminasi cairan tersebut (urin atau cairan reproduktif).12 Pada tahun 2004 dilaporkan bahwa 48% tikus memiliki antibodi anti-leptospira yang terdeteksi dalam serum. Bakteri leptospira mampu bertahan dalam tubuh host ini selama hidupnya menyebabkan tikus tersebut mengalami sakit.13

Leptospirosis memiliki banyak variasi klinis. Hampir 90% kasus infeksi leptospira bermanifestasi sebagai penyakit sistemik dengan tanda dan gejala yang tidak khas seperti mialgia anikterik yang mirip dengan penyakit lain. Tingkat kematian pada jenis ini kurang dari 1% namun dapat meningkat pada pasien lanjut usia yang memiliki komorbid penyakit lain.14

Masa inkubasi penyakit ini bervariasi antara 2 hari hingga 3 minggu. Fase akut (sekitar 7 hari) muncul sebagai gejala tidak khas meliputi nyeri kepala (berat dan termasuk nyeri retroorbita dan fotofobia), demam, menggigil, mialgia, mual, diare, nyeri perut, uveitis, conjunctival suffusion dan terkadang, ruam kulit. Fase kedua atau fase imun ditandai dengan pembentukan antibodi dan adanya leptospira pada urin.12

Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan berupa demam, nyeri kepala, nyeri otot, mata merah dan air seni kuning kecoklatan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis +/+, conjungtival suffusion +/+, sklera ikterik +/+. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium dan shifting dullness (+). Hasil laboratorium menunjukkan adanya anemia dan penurunan jumlah trombosit, peningkatan SGOT 313u/L, SGPT 174 u/L, ureum 71 mg/dL dan kreatinin 2,3 mg/dL. Hasil pemeriksaan ultrasonografi abdomen menunjukkan adanya effusi pleura dextra, asites, dan pyelonephritis dextra.

Sesuai dengan tanda dan gejala yang didapatkan pada pasien melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien yang dipaparkan dalam kasus mengalami kondisi berat dari infeksi leprospira atau Weil disease. Bentuk ikterik atau bentuk berat dari leptospirosis yang dikenal dengan nama Weil disease terjadi pada 5-10% pasien leptospirosis. Weil disease umumnya diawali dengan gejala klinis leptospirosis ringan yang diikuti progresivitas menjadi derajat berat. Manifestasi klinis yang dapat ditemukan antara lain ikterik, gagal ginjal, perdarahan (khususnya pulmoner) aritmia kardiak, pneumonitis dan gangguan hemodinamik.12,15

Ikterik biasanya muncul pada hari kelima hingga kesembilan dan dapat bertahan beberapa minggu. Terjadi peningkatan kadar uji fungsi hepar, namun kerusakan hepatoselular berat sangat jarang terjadi. Hepatomegali dan splenomegali dapat ditemukan. Keterlibatan renal umum ditemukan dan dapat muncul pada hari 3-4 onset penyakit. Beberapa faktor dapat terlibat dalam patogenesis insufisiensi renal, meliputi hipovolemia, hipotensi dan nekrosis tubular akut, Gagal ginjal oligurik atau non-oligurik biasanya terjadi pada minggu kedua.8,15

Perdarahan terjadi karena vaskulitis berat, dengan kerusakan endotel yang menyebabkan cedera kapiler. Manifestasi perdarahan meliputi ptekiae, puprura, gusi berdarah, epitaksis, hemoptisis, perdarahan gastrointestinal dan yang paling jarang, perdarahan subarachnoid atau adrenal. Keterlibatan jantung dapat berupa miokarditis atau perikarditis, dan dapat terjadi aritmia seperti atrial fibrilasi, atrial flutter dan berbagai gangguan konduksi jantung. Gagal jantung kongestif dapat terjadi dan miokarditis sering ditemukan pada kasus berat.8,12,15

Sehari-hari pasien bekerja sebagai petani. Aplin et al. melaporkan bahwa penularan penyakit ini dapat terjadi melalui kontak kulit terhadap tumbuhan yang terkontaminasi tikus infektif Leptospira sp. Aktivitas harian sebagai petani sangat memungkinan kontak dengan rumput atau tumbuhan lain di sawah atau ladang yang memiliki kemungkinan terkontaminasi urin tikus.16,17 Oleh karena itu, pekerjaan pasien ini dapat menjadi faktor risiko leptospirosis.

(4)

Sucipto MPG |Ikterus yang Disebabkan oleh Suspek Leptospirosis risiko dan memperkuat dugaan bahwa pasien mengalami infeksi Leptospira. Analisis spasial mengenai kejadian leptospirosis di Sleman tahun 2011 melaporkan bahwa keberadaan selokan di sekitar rumah pasien bukanlah faktor risiko terjadinya leptospirosis. Namun, proses transmisi saat kontak dengan air selokan yang diduga telah terkontaminasi urin tikus atau hewan lain yang terinfeksi Leptospira itulah yang menjadi faktor risiko.18

Acute kidney injury dilaporkan pada 40-60% kasus leptospirosis berat dan biasanya non-oligourik. Trombositopenia ditemukan pada 50% pasien dengan leptospirosis dan berkorelasi dengan prognosis yang buruk. Jumlah trombosit kurang dari 100.000/uL merupakan faktor risiko kematian pada leptospirosis. Pada pasien ini ditemukan trombosit 133.000/uL pada hari pertama perawatan dan semakin menurun pada hari kedua yaitu 111.000/uL. Meskipun belum mencapai angka di bawah 100.000/uL, namun penurunan trombosit setiap harinya ini perlu dipantau untuk menghindari kemungkinan perdarahan spontan atau komplikasi lainnya. Penelitian oleh Daher et al. (2014) menemukan bahwa trombositopenia tidak selalu berkaitan dengan kematian pasien leptospirosis.19

Menurut WHO, kasus leptospirosis terkonfirmasi laboratorium didefinisikan sebagai: tanda dan gejala klinis yang mengarah pada leptospirosis dan salah satu dari hasil laboratorium berikut:20

• Peningkatan empat kali titer MAT pada sampel serum akut dan konvalesen;

• Titer MAT ≥ 1:400 pada sampel serum tunggal atau berpasangan;

• Isolasi spesies Leptospira patogen dari lokasi yang normalnya steril;

• Deteksi spesies Leptospira pada sampel klinis dengan teknik histologis, histokimia atau imunostain;

• Deteksi DNA spesies Leptospira patogen dengan PCR.

Kasus leptospirosis probable didefinisikan sebagai: tanda dan gejala klinis yang mengarah

• Ditemukannya antibodi IgM dengan pemeriksaan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) atau dipstick;

• Titer MAT ≥ 1:100 pada sampel serum fase akut tunggal di daerah non-endemik.

Pada pasien ini juga terjadi anemia yang didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan penunjang, dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik berupa konjungtiva anemis dan pemerikaan laboratorium, yaitu kadar hemoglobin sebesar 11,2 g/dl. Menurut WHO, anemia adalah kondisi dimana kadar hemoglobin <13 g/dl (laki-laki) dan <12 g/dl (wanita), sehingga disimpulkan bahwa pasien mengalami anemia.21

Pemberian terapi doksisiklin efektif untuk mengurangi beratnya gejala dan durasi infeksi, dan sebaiknya diberikan sejak awal dugaan leptosiprosis tanpa menunggu hasil tes konfirmasi. Sedangkan, untuk kasus berat dapat diberikan penisilin G intravena sebagai obat pilihan serta rawat inap, terapi suportif lain dan monitoring ketat.12 Antibiotik sebaiknya diberikan selama 7-10 hari. Leptospira sp.

Sensitif terhadap berbagai antibiotik. Penisilin, ampisilin, amoksisilin atau doksisiklin merupakan obat yang direkomendasikan. Eritromisin, sefalosporin generasi ketiga seperti seftriakson dan sefotaksim dan beberapa jenis flourokuinolon juga sangat efektif. Namun, bakteri ini resisten terhadap kloramfenikol, vankomisin, aminoglikosida, dan sefalosporin generasi pertama.15 Pengelolaan pasien dalam kasus telah tepat dengan pemberian penisilin G intravena, tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium karena keterbatasan sarana pemeriksaan.

Pencegahan dilakukan dengan menghindari air, tanah atau lumpur yang mungkin terkontaminasi, menggunakan pakaian protektif dan menutupi luka dan abrasi kulit dengan penutup tahan air. Selain itu, hindari percikan yang mungkin akan masuk ke membran mukosa atau meminum air yang terkontaminasi. Vaksin tersedia untuk imunisasi pada orang-orang berisiko tinggi di Tiongkok, Jepang, Vietnam, Israel dan beberapa negara Eropa. Namun, keamanan dan efikasi pada manusia masih belum jelas.15

(5)

Sucipto MPG |Ikterus yang Disebabkan oleh Suspek Leptospirosis dinilai cukup efektif untuk mencegah leptospirosis pada tentara Amerika Serikat di Panama. Indikasi diberikan kemoprofilaksis

adalah orang yang akan pergi ke derah berisiko tinggi dalam jangka waktu pendek.15

Tabel 1. Terapi dan kemoprofilaksis pada leptospirosis (dewasa).8

Indication Regimen

Treatment

Mild Leptospirosis Doxycycline (100 mg PO bld) or

Amoxicylline (500 mg PO tid) or Ampicilline (500 mg PO tid)

Moderate/Severe Leptospirosis Penicilline (1,5 million unit IV or IM q6h) or

Ceftriaxone (1g/d IV) or Cefotaxime (1g IV q6h)

Chemoprophylaxis

Doxycycline (200 mg PO once a week) or Azithromycin (250 mg PO once or twice a week)

Prognosis leptospira ditentukan berdasarkan derajat beratnya penyakit meliputi disfungsi renal dan pulmoner sebagai dua poin utama penentu. Usia tua, keterlibatan pulmoner, peningkatan kadar kreatinin serum, oliguria dan trombositopenia terkait dengan buruknya diagnosis. Disfungsi hepar yang tidak terdiagnosis dapat menjadi faktor risiko kematian pada penyakit ini.8 Prognosis pasien dalam kasus adalah dubia ad malam karena telah ditemukan disfungsi hepar yang ditandai dengan klinis ikterus dan peningkatan fungsi hati, disfungsi renal ditandai dengan peningkatan ureum dan kreatinin serum serta pielonefritis pada pemeriksaan ultrasonografi.

Simpulan

Leptospirosis adalah penyakit infeksi

Leptospira sp. yang ditularkan khususnya melalui urin tikus. Manifestasi klinis penyakit ini bervariasi mulai dari asimtomatik hingga kegagalan multiorgan. Meksipun penegakkan diagnosis seharusnya melalui konfirmasi hasil laboratorium, namun terapi antibiotik awal sebaiknya diberikan sejak muncul kecurigaan leptospirosis dari klinis pasien. Terapi pilihan yang diberikan berupa doksisiklin dan golongan penisilin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Haake DA, Levett PN. Leptospirosis in Human. Curr Top Microbiol Immunol. 2015; 387:65–97.

2. Dutta TK, Christoper M. Leptospirosis – An Overview. JAPI. 2005; 51:545-51.

3. Tanzil K. Ekologi dan Patogenitas Kuman

Leptospira. WIDYA. 2012; 29(324): 10-3.

4. Andani L, Gassem MH. Evaluasi Penggunaan Kriteria Diagnosis Leptospirosis (WHO Searo 2009) pada Pasien Leptospirosis Di RSUP Dr Kariadi Semarang. 2014. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

5. Kumar, S. Shiva. Indian Guidelines for the Diagnosis and Management of Human Leptospirosis. Mortality 2013;5: 20.

6. Yunianto B, Ramadhani T, Ikawati B, Wijayanti T, Jarohman. Studi Reservoir Dan Distribusi Kasus Leptospirosis Di Kabupaten Gresik Tahun 2010. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 1, Maret 2012 : 40 – 51.

7. Gamage CD, Tamashiro H, Ohnishi M, Koizumi N. Epidemiology, Surveillance and Laboratory Diagnosis of Leptospirosis in the WHO South-East Asia Region. INTECH Open Access Publisher. 2012:214.

8. Hartskeerl RA. Leptospira. Dalam: Liu DY, ed. Molecular Detection of Human Bacterial Pathogens. Florida: CRC Press. 2011. Hal. 1172-80.

9. Vinetz JM. Leptospirosis. Dalam: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, ed. Harrisson’s Principle of Internal Medicine. 18th Edition Volume 2. USA: McGraw-Hill Professional Publishing; 2012.

10. Bezerra LFM, Fontes RM, Gomes AMM, da Silva DA, Colares JKB, Lima DM. Serological evidence of leptospirosis in patients with a clinical suspicion of dengue in the State of Ceará, Brazil. Biomédica 2015;35:557-62 11. Verasahib K. Guidelines for The Diagnosis,

(6)

Sucipto MPG |Ikterus yang Disebabkan oleh Suspek Leptospirosis 12. Stoddard RA, Galloway RL, Guerra MA.

Leptospirosis. 2015. Tersedia pada http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2

016/infectious-diseases-related-to-travel/leptospirosis

13. Supraptono B, Sumiarto B, Pramono D. Interaksi 13 Faktor Risiko Leptospirosis.

Berita Kedokteran Masyarakat. 2011; 27(2):55-65.

14. Alian Sh, Davoudi A, Najafi N, Ghasemian R, Ahangarkani F, Hamdi Z. Clinical and laboratory manifestation and outcome of icterohemorrhagic leptospirosis patients in Northern Iran. Med J Islam Repub Iran,

Desember2015;29:308.

15. Ansdell VE. Chapter 23: Leptospirosis. Dalam: Sanford CA, Jong EC, Pottinger PS, ed. The Travel and Tropical Medicine Manual. Fifth Edition. 2016. Elsevier.340-3. 16. Aplin KP, Brown J, Jacob CJ, Krebs, Singleton

GR. Field methods for rodent studies in Asia and the Indo-Pacific. Australian Centre for

International Agricultural Research. Canberra: Australia; 2003.

17. Ramadhani T, Yunianto B. Reservoir dan Kasus Leptospirosis di Wilayah Kejadian Luar Biasa. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 2012;7(4):162-8.

18. Febrian F, Solikhah. Analisis Spasial Kejadian Penyakit Leptospirosis Di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011. KES MAS, Maret 2013, 7(1):1–8. 19. Daher EF, Silva GB, Silveira CO, et al. Factors

associated with thrombocytopenia in severe leptospirosis (Weil’s disease).Clinics. 2014;69(2):106-10.

20. World Health Organization. Report of the Second Meeting of theLeptospirosis Burden Epidemiology Reference Group. 2011. Geneva: WHO Document Production Services. Hal 1-37

Referensi

Dokumen terkait

gfpuq;f mwptpg;ig tpLj;jhH. nksyhd Kfk;kJ myp ,k;khehl;by; Mw;wpa ciu md;W jkpof cykhf;fs; Njrpa eltbf;iffspy; Ntfkhf &lt;Lgl ce;J rf;jpahf mike;jJ. gs;spthry;fisAk; mugpf;fy;Y}hp –

Penelitian mengenai pengaruh senam irama terhadap perkembangan motorik kasar anak kelompok B di TK Al-Fitroh Surabaya ini menggunakan pendekatan kuantitatif

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dipersidangan perbuatan terdakwa tersebut dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada sekitar bulan September 2009, Desember 2009, dan

Industri furnitur Korea Selatan tahun 2012 bernilai 8,5 juta Won, dimana beberapa produsen furnitur ternama mengalami penurunan jumlah produksi serta kemerosotan

Spesimen yang sudah siap untuk diperiksa dikirimkan ke bagian pemeriksaan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang diminta.. Puskesmas tidak mampu melakukan pemeriksaan, maka

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor keterjagaan, faktor durasi latihan fisik dan interaksinya terhadap tingkat kantuk yang dapat menyebabkan kecelakaan dan

Sehingga kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah pencapaian perilaku hidup bersih dan sehat memerlukan strategi pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah