• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDENT CENTERED LEARNING DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN ABSTRACT - STUDENT CENTERED LEARNING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDENT CENTERED LEARNING DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN ABSTRACT - STUDENT CENTERED LEARNING"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Kami minta maaf file ini belum di edit, bagi yang suda download kami

Berpusat pada siswa belajar adalah sebuah pendekatan pendidikan yang berfokus pada kebutuhan siswa. Siswa diminta untuk menjadi lebih aktif dan bertanggung jawab sendiri belajar. Konsep pembelajaran siswa yang berpusat pada tumbuh subur karena pemahaman yang berkembang tentang bagaimana siswa benar-benar belajar. Ini adalah paradigma pergeseran dari pembelajaran konvensional yang berpusat pada peran guru. Artikel ini membahas implikasi dari mahasiswa yang berpusat pada siswa pada aspek pengembangan kurikulum, strategi pembelajaran, peran guru dan siswa, lingkungan belajar, dan pengukuran prestasi siswa. Dampak dari pendekatan tatap muka belajar serta pembelajaran jarak jauh juga dibahas.

student-centered learning

Proses pembelajaran secara konvensional menempatkan guru atau dosen sebagai sumber belajar yang mengajarkan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa atau mahasiswa. Perkembangan penelitian mengena i bagaimana seseorang belajar mempengaruhi proses pembelajaran konvensional yang menempatk an guru sebagai pusat belajar. Kunci perubahan tersebut terdapat pada pemikiran bahwa siswa secara aktif membentuk pengetahuannya sendiri, yang dikenal sebagai pemikiran konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme tersebut dalam implementasinya melahirkan pendekatan Student Centered Learning (SCL) yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa.

(2)

PEMBELAJARAN DENGAN SCL

Pemikir seperti John Dewey, Jean Piage t, dan Lev Vygotsky (Wikipedia, 2006) yang karyanya terfokus pada bagaimana siswa belajar, bertanggung jawab atas gerak perubahan cara pembelajaran dari yang terpusat kepada guru menjadi terpusat kepada siswa, yaitu SCL. SCL berarti Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 1, Maret 2007, 1-102 menempatkan siswa sebagai pusat dari kegiatan belajar. Pergerakan konsep tersebut didukung pula oleh penelitian mengenai bagaimana kerja otak manusia yang m enyebutkan bahwa siswa belajar secara lebih baik dengan cara mengalami l angsung dan mengontrol proses belajar tersebut (Wikipedia, 2006).

Menurut Hall (2006) yang dikutip dalam blog Exploration on Learning , SCL adalah tentang membantu siswa menemukan gaya belajarnya sendiri, memahami motivasi dan menguasai keterampilan belajar yang paling sesuai bagi mereka. Hal tersebut akan sangat berharga dan bermanfaat sepanjang hidup mereka.

Melaksanakan pendekatan SCL berarti guru perlu membantu siswa untuk menentukan

tujuan yang dapat dicapai, mendor ong siswa untuk dapat menilai has il belajarnya sendiri, membantu

mereka untuk bekerja sama dalam kelompok, dan memastikan agar mere ka mengetahui bagaimana

memanfaatkan semua sumber belajar yang te rsedia. Pembelajaran lebih merupakan bentuk

pengembangan diri secara keselur uhan dibandingkan kemajuan linier yang dicapai guru dengan cara

pujian dan sanksi. Kesalahan dilihat sebagai bagian konstruktif dari proses belajar dan tidak perlu

dilihat sebagai hal yang memalukan. Pendapat tersebut merupakan inti sari dari prinsip SCL yang

muncul dalam berbagai defnisi SCL yang beberapa di antaranya dikemukakan sebagai berikut.

“Student-centred learning or student-centered learning is an approach to education focusing

on the needs of the students, rather than those of others involved in t he educational process, such as

(3)

McMahon, 2005) mendefnisikan SCL secara lebih luas yaitu bahwa SCL mencakup :

ketergantungan terhadap belajar aktif, penekanan terhadap belajar secara mendalam, pemahaman,

meningkatnya tanggungjawab di pihak siswa, meningkatnya perasaan otonomi pada pembelajar,

saling ketergantungan antara guru dan siswa. SC L lebih merupakan suatu pendekatan pembelajaran

yang refleksif baik bagi pihak siswa maupun guru.

Dalam pendekatan SCL, pembelajar memiliki tanggung jawab penuh atas kegiatan

belajarnya, terutama dalam bentuk keterlibatan aktif dan partisipasi siswa. Hubungan antara siswa

yang satu dengan yang lainnya adalah setara, yang tercermin dalam bentuk kerja sama dalam

kelompok untuk menyelesaikan suatu tugas belaj ar. Guru lebih berperan sebagai fasilitator yang

mendorong perkembangan siswa, dan bukan merupakan satu-satunya sumber belajar. Keaktifan

siswa telah dilibatkan sejak awal dalam bentuk disain belajar yang memperhitungkan pengetahuan,

keterampilan, dan pengalaman belajar siswa yang telah didapatkan sebelum nya. Dari pengalaman

praktek yang ada, diharapkan setelah mengalami pembelajaran dengan pendek atan SCL pembelajar

akan melihat dirinya secara berbeda, dalam arti lebih memahami manfaat belajar, lebih dapat

menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari, dan lebih percaya diri (O’Neill &

McMahon, 2005).

Apabila dibandingkan antara Teacher Centered Learning (TCL) dan Student Centered

(4)

Nugraheni, Student Centered Learning dan Implikasinya terhadap Proses Pembeajaran

3

Tabel 1. Perbandingan antara Teacher Centered Learning dan Student Centered Learning

Variabel

Instruksional

Pendekatan Instruksional

Teacher centered learni ng Student centered learning

Hasil belajar

( Learning

outcomes )

• Informasi verbal yang secara spesifk

mengacu pada bidang ilmu tertentu

• Tingkat keterampilan berpikir rendah

(mengingat, mengenal, menjelaskan)

• Menghafalkan suatu fakta, rumus, atau

besaran yang abstrak dan terpisah-pisah

atau terkotak-kotak

• Informasi dan pengetahuan interdisiplin

• Tingkat ketrampilan berpikir tinggi ( problem

solving )

• Keterampilan memproses informasi (mengakses,

mengorganisasikan, menginterpretasikan,

mengkomunikasikan informasi)

(5)

belajar

• Guru menentukan tujuan instruksional

berdasarkan pengalaman, praktek yang telah

dilakukan, ataupun standar yang telah

ditentukan menurut kurikulum negara yang

berlaku

• Siswa bekerja bersama guru untuk memilih

tujuan belajar berdasarkan permasalahan yang

dihadapi, hal-hal yang telah dipelajari dan

dikuasai siswa sebelumnya, ketertarikan, dan

pengalaman sebelumnya.

Strategi

belajar

• Strategi belajar ditentukan oleh guru

• Didisain untuk kemajuan seluruh kelompok

dan berbasis pada kemampuan rata-rata

• Informasi terutama diatur dan diberikan oleh

guru, seperti kuliah, ditambah bahan bacaan

wajib, dan tugas.

• Guru berkerja sama dengan siswa untuk

menentukan strategi belajar

• Didisain untuk memenuhi kecepatan dan

kebutuhan belajar mandiri setiap siswa

• Siswa diberikan akses langsung ke berbagai

sumber informasi seperti buku, database online,

(6)

Pengukuran

dan penilaian

• Pengukuran dilakukan untuk

mengelompokkan siswa

• Tes atau ujian diadakan untuk mengukur

keberhasilan siswa menguasai informasi

tertentu

• Guru menentukan kriteria keberhasilan untuk

siswa

• Siswa berusaha mengetahui apa keinginan

guru

• Pengukuran adalah bagian integral dari proses

belajar

• Pengukuran berbasis kinerja siswa digunakan

untuk menilai kemampuan siswa

mengaplikasikan pengetahuannya

• Siswa bersama guru bekerja sama menentukan

kriteria keberhasilan

• Siswa mengembangkan keterampilan menilai diri

sendiri dan rekan lain atas keberhasilan belajar.

Peran guru • Guru mengatur dan mempresentasikan

informasi kepada siswa

• Guru berperan sebagai penjaga ilmu

pengetahuan dan mengontrol pilihan siswa

atas bahan belajar

(7)

• Guru menyediakan berbagai cara untuk

mengakses informasi

• Guru berperan sebagai fasilitator yang

membantu siswa untuk mendapatkan dan

memproses informasi

• Guru memfasilitasi proses belajar

Peran siswa • Siswa mengharapkan guru untuk mengajar

mereka sehingga dapat lulus ujian

• Siswa berperan pasif sebagai penerima

informasi

• Siswa merekonstruksi pengetahuan dan

informasi

• Siswa bertanggung jawab terhadap proses

belajar

• Siswa berperan aktif dalam mencari

pengetahuan

• Siswa mengkonstruksi pengetahuan dan makna

Lingkungan

belajar

• Siswa duduk berjajar dalam format kelas

• Informasi dipresentasikan melalui kuliah,

buku, dan media lain

• Siswa belajar di suatu tempat dengan akses

penuh kepada sumber belajar

• Siswa lebih banyak bekerja secara mandiri dan

(8)

kelompok kecil

Sumber: Diadaptasi dari Hirumi, (2005)

Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 1, Maret 2007, 1-10

4

IMPLIKASI SCL DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Dalam kenyataannya, proses belajar yang terj adi tidak hitam dan putih sebagaimana teori

yang mendasarinya. Praktek yang lebih realis tis akan dapat terjadi apabila kita memandang kedua

konsep (SCL dan TCL) sebagai sebuah kontinum sebagaimana diuraik an pada Gambar 1.

Gambar 1. Kontinum Teacher-centered dan Student -centered

Teacher-centered Learning Student-centered Learning

Pilihan sedikit Pilihan banyak

Siswa pasif Siswa aktif

Belajar diarahkan guru Siswa mengar ahkan proses belajarnya sendiri

TCL SCL

Gambar 1 bermanfaat untuk melihat seberapa jauh praktek yang telah dilakukan, bergerak

dari TCL ke SCL dalam kontinum tersebut. Setel ah memahami posisi dari praktek yang dilakukan,

(9)

mengimplementasikan pembelajaran SCL, perhatian harus diberikan antara lain pada aspek

pembelajaranseperti tujuan belajar dan hasil yang i ngin dicapai yang tercermin dalam kurikulum,

strategi pembelajaran, peran gur u, peran siswa, pengukuran hasil belajar, dan lingkungan belajar.

Implikasi SCL dalam Pengembangan Kurikulum

Berkaitan dengan implikasi terhadap pengembangan kurikulum, pembelajaran yang berfokus

pada siswa mencakup pengertian bahwa siswa memiliki pilihan tentang apa yang akan dipelajari dan

bagaimana mempelajarinya. Namun sejauh mana hal itu dapat dilaksanakan di ruang kuliah

univeritas tatap muka perlu dicermati lebih l anjut. Upaya yang dapat dilakukan adalah penstrukturan

mata kuliah menjadi bentuk modul-modul yang dapat memberikan kesempatan memilih kepada

siswa tentang pokok bahasan yang ingin mereka pelajari pada suatu waktu (O’Neill & McMahon,

2005). Selanjutnya, Donnelly dan Fi tzmaurice (2005) menekankan pentingnya siswa terlibat seawal

mungkin dalam disain kurikulum. Kelemahan y ang perlu dicermati adal ah kecenderungan berlebih

atas konsep individualitas yang memiliki kemungkinan menjauhkan siswa dari kemampuan

kerjasama dan keterampilan sosial lainnya.

Salah satu pendekatan disain kurikulum berbasis SCL adalah Problem-Based Learning

(10)

(Lonka, 2000). Pendekatan tersebut memperbolehk an siswa menentukan seperangkat tujuan

pembelajaran dan hasil yang ingin dicapai berbasis pada pengetahuan awal yang telah mereka miliki.

Proses PBL yang melatih siswa untuk menyel esaikan permasalahan nyata akan mendorong siswa

untuk mengetahui kesenjangan pengetahuan dan pem ahamannya. Pada akhirnya, siswa akan

terlatih dan mampu menentukan tujuan belaja rnya sendiri (Boud & Feletti, 1997).

Praktek yang dilakukan secara meluas berkaitan dengan disain pembelajaran adalah dengan

cara menuliskan tujuan belajar yang berfokus pada apa yang akan mampu dilakukan oleh siswa

setelah proses belajar, dan bukan pada materi apa yang akan dicakup dalam perkuliahan. Praktek

tersebut adalah contoh dari pergeseran pengembang an kurikulum yang menuju SCL, yang

cenderung menekankan pada peran siswa dibandingk an guru (Donnelly & Fitzmaurice, 2005).

Berikutnya, O’Neill dan McMahon, (2005) m encontohkan penulisan tujuan pembelajaran yang

menggunakan pendekatan SCL dan yang bukan seperti yang tertera pada Tabel 3.

Nugraheni, Student Centered Learning dan Implikasinya terhadap Proses Pembeajaran

5

Tabel 2. Contoh Tujuan Pembelajaran

Contoh Tujuan Pembelajaran SCL Contoh Tujuan Pembelajaran Konvensional

Pada akhir pembelajaran siswa akan mampu

(11)

Matakuliah akan mencakup anatomi jantung manusia.

Sumber: Diadaptasi dari O’Neill dan McMahon, (2005)

Implementasi SCL dalam St rategi Pembelajaran

Untuk dapat mengimplementasikan SCL dengan baik maka strategi belajar mengajar harus

diadaptasikan atau dipilih dari berbagai alternatif yang ada. Strategi yang dipilih tentunya yang

menekankan dan mendorong siswa lebih aktif dalam mendapatkan dan menguasai pengetahuan dan

keterampilan. Hal tersebut antara lain dapat dila kukan melalui latihan di kelas, studi lapangan,

penggunaan paket computer assisted learning (CAL), dan belajar mandiri sebagaimana praktek yang

dilakukan dalam pendidikan jarak jauh (PJJ). Selain itu strategi tersebut akan membuat siswa lebih

sadar tentang apa yang mereka lakukan dan mengapa mereka melakukan kegiatan belajar tersebut.

Sebagai tambahan perlu dipertimbangkan pula k egiatan yang mendorong interaksi siswa dalam

kerjasama kelompok (O’Neill & McMahon, 2005).

O’Neill dan McMahon (2005) memberikan beberapa contoh metode pembelajaran yang

dapat dipilih guru, yang tertera pada Tabel 3. Met ode tersebut terbagi menjadi kegiatan di dalam

kelas dan kegiatan di luar kelas. Metode belaj ar tersebut, yang tentunya dapat dikombinasikan dan

diadaptasikan, dimaksudkan untuk memberi cont oh ide yang dapat dilakukan oleh guru dalam

(12)

Tabel 3. Contoh Metode Pembelajaran SCL

Di luar kelas Di dalam kelas

Tugas mandiri Diskusi kelompok kecil (antara dua siswa )

Diskusi kelompok Diskusi dalam kelompok besar

Mentoring dengan siswa lain Mengelompokkan siswa

Debat/ diskusi Memberi kesempatan berbicara secara bergiliran

Studi lapangan Kuis

Praktek, praktikum Menulis refleksi dalam belajar

Jurnal kegiatan belajar Presentasi di dalam kelas

Computer Assissted Learning (CAL) Bermain peran

Menulis dan menelaah makalah Presentasi poster

Mengembangkan portofolio Siswa memproduksi mind map dalam kelas

Sumber: Diadaptasi dari O’Neill dan McMahon, (2005)

Peran Guru dalam Pendekatan SCL

Dalam SCL titik berat peranan beralih pa da siswa sehingga guru harus menyadari bahwa

peran mereka adalah sebagai kolabor ator dari proses belajar. Guru berperan sebagai fasilitator yang

membantu siswa mengakses semua sumber belajar yang ada. Guru bukan satu-satunya sumber

belajar bagi siswa. Ini merupakan peran baru yang harus dipegang oleh guru apabila mereka ingin

menerapkan SCL dengan baik.

Guru yang cenderung menggunakan pendekatan SCL memiliki karakteristik umum yang

(13)

Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 1, Maret 2007, 1-10

6

karakteristik guru tersebut antara lain mengak ui dan menghargai keunikan masing-masing siswa

dengan cara mengakomodasi pemikiran siswa, gaya belajar, tingkat perkembangan, kemampuan,

bakat, persepsi diri, serta kebutuhan akademis dan non akademis siswa. Selanjutnya guru yang

efektif akan memulai pembelajaran dengan asumsi dasar bahwa semua siswa bersedia untuk belajar

dengan sebaik-baiknya.

Perubahan peran guru dari foku s utama menjadi fasilitat or atau pendamping dalam SCL

tidaklah mudah. Menurut Doyle (2006) ada berbagai penyebab resistens i guru, antara lain: mereka

lebih senang menjadi pusat perhatian; ada perasaan kurang berarti karena hanya sebagai

pendamping siswa sedangkan siswa yang mengontrol seluruh kegiatan belajar; dan guru

menganggap bahwa siswa tidak dapat menangani tanggung ja wab atas belajarnya sendiri. Pada

kenyataannya banyak guru yang tidak mengetahui bagaimana memegang peran yang baru tersebut.

Untuk mengatasi hambatan peralihan peran te rsebut, langkah yang harus dilakukan guru

adalah mengurangi hal-hal yang biasa dilakukan seperti: ceramah, mengorganisasikan materi

pelajaran, membuat contoh, menjawab pert anyaan, merangkum diskusi, dan memecahkan

(14)

tugas, memperbolehkan siswa menemukan sendiri dan belajar di antara sesamanya, dan

menciptakan suasana belajar aktif dalam kelas. Dengan kata lain guru perlu mengulangi pengalaman

proses belajarnya sendiri dan menempatkan diri sebagai siswa, sehingga siswa dapat mengalami

proses belajar yang menarik dan menyenangkan (Doyle, 2006).

Peran Siswa dalam Pendekatan SCL

Ciri utama SCL adalah siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajarnya. Siswa

memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. Dalam kegiatan

belajar, guru mengajak siswa agar memahami bahwa pembelajaran adal ah suatu proses konstruktif,

oleh karena itu, siswa harus mempelajari sesuatu yang relevan dan bermakna bagi diri mereka.

Selain itu siswa juga mencoba mengembangkan pengalaman belajar seca ra aktif, menciptakan, dan

membangun pengetahuannya sendiri, serta mengaitkan apa yang sudah diketahuinya dengan

pengalaman yang diperoleh sebelumnya (Afatin, 2004).

Berkaitan dengan kerjasama antarsiswa maka dalam SCL sikap dan upaya tersebut sangat

penting. Dalam SCL pengalaman dan latar belakang siswa diperhitungkan sehingga

keanekaragaman pengalaman dari berbagai siswa akan memperkaya interaktivitas di dalam kelas.

Namun demikian, siswa memutuskan sendiri bagaimana bentuk kelompok belajar, siapa saja

(15)

jawab atas kegiatan belajarnya yang dibangun atas pengetahuan dan keterampilan yang sebelumnya

telah dimiliki. Selain itu, sisw a memonitor kemajuan belajarnya secara teratur. Siswa bahkan dapat

dilibatkan dalam penilai an hasil belajar. Hal tersebut dapat dilakukan dalam penyelesaian tugas dan

ujian yang lebih bersifat evaluasi formatif. Dalam SCL siswa secara intrinsik lebih memiliki motivasi

diri untuk mencapai tujuan belajar yang mereka tetapkan sendiri (O’Neill & McMahon, 2005).

Implikasi Pendekatan SCL dalam Pengukuran Hasil Belajar

Berkaitan dengan pengukuran dan penila ian hasil belajar, maka praktek yang sudah terjadi

pada umumnya mengandung beberapa kelem ahan, antara lain yang disebutkan oleh Black (1999)

yaitu: a) penekanan yang berlebih pada pemberian nilai akhir, sedangkan pemberian masukan dan

bimbingan yang merupakan salah satu fungsi belajar kurang ditekankan; b) siswa dibandingkan satu

dengan lainnya yang akan lebih mendorong kompetisi dibandingkan perkembangan individu. Dalam

Nugraheni, Student Centered Learning dan Implikasinya terhadap Proses Pembeajaran

7

SCL yang menekankan agar siswa bertanggung jawab atas proses belajar nya, bentuk pengukuran

dan penilaian lebih mendekati kons ep penilaian diri sendiri atau self-assessment (Black, 1999).

(16)

penilaian sumatif. Penambahan bentuk tes formatif yang lebih menekankan pada umpan balik atas

proses belajar yang telah dilakukan akan dapat mendorong proses belajar aktif sebagaimana yang

menjadi prinsip dasar SCL. Dengan mengembangkan lebih banyak tes formatif, guru dapat

memberikan fokus kepada siswa dengan ca ra memperjelas kesenjangan pengetahuan dan

keterampilan, serta mengidentifkasi aspek belaj ar yang dapat dikembangkan. Contoh tes formatif

dapat berupa umpan balik terhadap makalah, catatan tertulis atas tugas, atau nilai sepanjang tahun

yang tidak diakumulasikan menjadi nilai akhir, sebagaimana dikemukakan oleh Gibbs (dalam O’Neill

& McMahon, 2005). Metode pengukuran berbasis SCL lain yang dapat dipilih oleh guru adalah: buku

harian, jurnal, portofolio , tes mandiri, penilaian oleh sejawat, kerja kelompok, demonstrasi, dan lain

sebagainya.

Selain berbagai bentuk pengukuran tersebut, penerapan SCL dapat dilakukan pula melalui

kontrak belajar yang dinegosiasikan antara sisw a dan guru yang berbasiskan kesenjangan belajar

yang dimiliki siswa. Melalui cara tersebut dapat direncanakan dan disepak ati pula bentuk penilaian

dan pengukuran hasil belajar yang akan dilakukan, yaitu dengan cara apa siswa akan

memperlihatkan keberhasilan belajarnya. Hal tersebut akan memberikan siswa lebih banyak pilihan

atas bentuk pengukuran hasil belajarnya. Pilihan merupakan kata kunci utama dalam SCL (O’Neill &

(17)

Implikasi Pendekatan SCL pada Lingkungan Belajar

Lingkungan belajar SCL yang baik akan me rupakan lingkungan belajar yang terbuka,

dinamis, saling mempercayai, dan saling menghormati. Hal tersebut akan mendorong keingintahuan

siswa untuk belajar secara alamiah. Selain itu, siswa juga akan bekerja sama dalam memecahkan

permasalahan bermakna dan sesungguhnya yang akan merupakan pendalaman lebih lanjut

terhadap pelajaran terkait. Proses belajar tersebut diharapkan dapat melibatkan pribadi secara

keseluruhan, perasaan, pemikiran, tujuan, ketera mpilan sosial, dan intuisi. Hasilnya adalah

seseorang yang termotivasi untuk menjadi pel ajar seumur hidup, siswa yang memahami dan

menerima kemampuannya sendiri dan menghargai kemampuan orang lain (Doyle, 2006). Menurut

Afatin (2004), guru yang menerapkan SCL cenderung menciptakan li ngkungan pembelajaran

dengan ciri antara lain: suasana kelas yang hangat dan mendukung; siswa hanya akan diminta untuk

mengerjakan pekerjaan yang bermanfaat bagi mereka; guru menj elaskan manfaat dari tugas yang

diberikan pada siswa; dan siswa dengan senang hati mengerjakan pekerjaannya dengan sebaik

mungkin.

PRAKTEK SCL DALAM PENDIDIKAN TATAP MUKA

(18)

SCL. Perkembangan konsep pendidikan telah m endorong pergerakan TCL ke arah SCL. Agar

perubahan dapat berjalan mulus dan memperhalus kejutan yang terjadi, Hall (2006) dalam

diskusinya menyarankan kepada para guru untuk memperkenalkan kegiatan khusus berbasis SCL

secara gradual, bukan merombak total keseluruhan mata kuliah. Dengan cara tersebut

dimungkinkan dilakukannya evaluasi dan perbaikan sejalan dengan proses pengembangan yang

terjadi. Hal tersebut juga memungkinkan setiap guru mengadopsi ide yang disukai dengan kecepatan

Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 1, Maret 2007, 1-10

8

mereka sendiri sehingga memiliki waktu yang realistik dalam m enuliskan kembali bahan

ajar/mengembang-kan bahan aj ar berbasis SCL.

Pada tahap perencanaan, bahan ajar dapat di pecah dan distrukturkan dalam bentuk

moduler, sehingga siswa memiliki kesempatan untuk memilih bahan ajar yang akan dipelajari sesuai

dengan pengetahuan awal. Untuk pengayaan, berbagai sum ber belajar selain perkuliahan harus

disediakan, misalnya buku teks, artikel jurnal, situs WEB yang dapat diakses, dan multimedia

interaktif. Dengan demikian, sumber belajar yang disediakan akan menjadi lebih beragam

dibandingkan dengan yang terdapat pada kelas konvensional.

(19)

secara bertahap dan lebih mendorong siswa untuk berperan aktif. Guru bergeser perannya menjadi

fasilitator yang membantu siswa ketika diperlukan, dan siswa dituntut untuk lebih mampu belajar

secara mandiri. Perkuliahan tatap muka dikurang i dan ditambahkan tugas yang harus dikerjakan

secara mandiri dan berkelompok. Berbagai metode pembelajaran yang lebih berpendekatan SCL

dapat diterapkan dengan kreatif dan adaptif sesuai kondi si siswa. Sebagai fasilitator yang efektif,

tugas guru tidak menjadi lebih mudah, bahkan dituntut kompetensi yang lebih tinggi karena guru

harus mampu fleksibel dalam menerapkan ber bagai metode pembelajaran. Lingkungan belajarpun

secara bertahap dibawa ke dalam s uasana yang lebih mendorong SCL.

Dalam hal metode penilaian hasil belajar, penilaian yang lebih bersifat formatif dapat lebih

banyak dilakukan. Selain itu dapat pula disepakati pada awal pem belajaran tentang bagaimana pada

akhirnya siswa akan menunjukkan keberhasilan belajarnya. Jenis penilaian tidak terbatas pada ujian

tertulis sebagaimana yang berlaku pada kelas konv ensional, dan hal tersebut dinegosiasikan antara

guru dan siswa pada awal pembelajaran menjadi kont rak tertulis. Dengan demikian, nilai yang akan

diberikan harus memiliki kriteria terukur yang dapat pula dibicarakan sebelum kegiatan belajar.

Misalnya dapat disepakati bahwa untuk mendapatkan nilai A maka si swa harus menyelesaikan tugas

a, b, c, dan makalah x, w, z, dan tes tertulis d, e. Jika tugas yang diselesaikan hanya a dan b, dan

(20)

dan seterusnya.

PRAKTEK SCL DALAM PJJ

Dalam PJJ, terutama pada generasi akhir PJJ, implementasi SCL dapat dilakukan sejak

awal, yaitu sejak perencanaan kurikulum yang diikuti dengan per ancangan pembelajaran dan

pengembangan bahan ajar. Disain PJJ yang terutama difokuskan pada belajar mandiri merupakan

implementasi nyata dari SCL. Bahan ajar yang dikembangkan secara terpusat, dapat didisain secara

moduler dan mengakomodasi kegiatan belajar m andiri. Bahan ajar, selain yang berupa uraian

tercetak, dapat pula dilengkapi dengan berbagai bentuk multimedia, baik yang terintegrasi dengan

bahan ajar tercetak maupun sebagai bahan ajar tambahan.

Strategi belajar yang dipilih pada PJJ lebih banyak berbasis pada siswa, sehingga siswa

dituntut untuk aktif belajar mandiri. Inisiatif kerja kelompok hampir sepenuhnya diserahkan kepada

siswa. Dalam hal strategi belajar maka sistem PJJ lebih bersifat SCL dibandingkan sistem tatap

muka. Dalam PJJ dikenal upaya bantuan belajar dal am bentuk tutorial, baik secara tatap muka

maupun berjarak seperti tutorial online dan tutorial tertulis. Pada kegiatan tutorial tersebut guru

sepenuhnya bertindak sebagai fasilitator mengingat bahan ajar utama adalah modul tercetak dan

multimedia. Dengan demikian, sejak awal peran guru telah didisain sebagai fasilitator.

(21)

masih mempergunakan metode pengukuran klas ik yang mengandalkan pengukuran kemampuan

Nugraheni, Student Centered Learning dan Implikasinya terhadap Proses Pembeajaran

9

rata-rata siswa dalam pencapaian belajar. Untuk lebih mendekati sistem SCL, institusi PJJ dapat

memanfaatkan bentuk computer adaptive testing (CAT) yaitu suatu metode tes yang mengadaptasi

tingkat kemampuan siswa secara individual yang juga umum disebut sebagai tailored testing (Weiss

& Kingsbury, 1984). CAT secara suksesif memberikan pertanyaan yang semakin lama semakin naik

tingkat kesukarannya tergantung kepada jawaban siswa atas satu pertanyaan dasar. Apabila

jawaban siswa benar atas satu pertanyaan maka pertanyaan berikutnya akan memiliki tingkat

kesukaran yang lebih tinggi, apabila jawaban siswa salah maka pertanyaan berikutnya memiliki

tingkat kesukaran yang lebih rendah dan seterusnya. Dengan jumlah soal total yang lebih sedikit

dibanding tes hasil belajar biasa maka akan diket ahui tingkat penguasaan hasil belajar siswa. Karena

tes tersebut diberikan dengan bant uan komputer, maka hasil tes ak an segera diketahui pula oleh

siswa (Green, 2000).

Dengan jenis CAT tersebut, setiap siswa mendapat kan set soal yang berbeda sesuai tingkat

(22)

dengan prinsip SCL. Teknologi pengukuran yang digunakan pada jenis tes ini adalah item response

theory. Adaptive test secara perhitungan statistik akan menghasilkan nilai yang tepat bagi semua

tingkat kemampuan siswa. Cara pengukuran tersebut akan mengatasi kelemahan tes klasik yang

hanya mengukur secara tepat kemampuan siswa pada tingkat menengah, yang secara bertahap

akan semakin bias untuk tingkat kemampuan siswa pada sisi ekstrim bawah dan ekstrim atas

(Thissen & Mislevy, 2000).

PENUTUP

Perubahan pendekatan dari TCL menjadi SCL m enuntut kehati-hati an dalam penerapannya.

Pergeseran fokus tersebut berdampak pada perubaha n aspek pembelajaran, sejak dari disain

kurikulum, pemilihan strategi belajar, peran guru dan siswa, lingkungan belajar, sampai dengan

pengukuran hasil belajar. Implik asi penerapan SCL bagi pendidika n tatap muka dalam bidang

kurikulum adalah pada penstrukturan bahan ajar menjadi lebih moduler dan diadaptasikan pada

kebutuhan siswa. Peran guru pendidikan tatap muka sebagai sumber belajar utama secara

berangsur lebih digeser kepada peran fasilitator, sedangkan siswa juga dituntut untuk lebih aktif dan

bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. Adapun strat egi belajar dan cara pengukuran

hasil belajar dapat lebih disesuaikan dengan pendekatan SCL.

(23)

pendekatan SCL. Hal tersebut terutama disebabkan ol eh disain kurikulum dan strategi belajar yang

ditempuh yaitu belajar mandiri. Bahan ajar PJJ dari awal memang didisain sedemikian rupa sehingga

adaptif dengan kebutuhan, waktu, dan kemauan siswa untuk mempelajarinya. Dalam kegiatan

belajar mandiri yang sebenarnya, siswa diharuskan aktif dan bertanggung jawab atas proses

belajarnya, sedangkan sebagai bantuan belajar disiapkan tutor yang bertindak sebagai fasilitator.

Untuk pengukuran hasil belajar institusi PJJ harus secara bertahap mengupayakan perubahan ke

arah adaptive test yang lebih berorientasi kepada siswa, walaupun perubahan tersebut tidaklah

mudah.

REFERENSI

Afatin, T. (2004). Pembelajar an berbasis student-centered learning. Disampaikan dalam Seminar

Implementasi nilai kearifan dalam proses pembelajaran berorientasi student-centered

learning, di Balai Senat UGM, 30 November 2004”. Diambil 10 November 2006, dari

http://inparametric.com/bhinablog/

Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 1, Maret 2007, 1-10

10

Black, P. (1999). Assessment, learning theories and testing systems. In Murphy, P. (Ed.), Learners,

learning, and assessment . London: Open University Press.

(24)

nd

Ed.). ERIC

Abstract [ED415220]. Diambil 4 Oktober 2006, dari

http://www.eric.ed.gov/ERICWebPorta l/custom/portlets/recordDetails/ .

Donnelly, R. & Fitzmaurice , M. (2005). Designing modules for lear ning. Diambil 27 November 2006,

dari http://www.aishe.org/readings/2005-1/donnelly-ftzmaurice-Designing_Modules_for_

Learning.html.

Doyle, T. (2006). The role of the teacher in a learner-centered classroom . Diambil 27 Januari 2007,

dari http://www.ferris.edu/htmls/academics/center/teaching_and_lear ning_Tips/Learner-Centered%20Teaching/RoleofTeacher.htm. .

Green, B.F. (2000). System desi gn and operation. In Wainer, H. (Ed.) Computerized Adaptive

Testing: A Primer. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associat es. Diambil 14 November 2006,

dari http://en.wikipedia.org/wiki/Comput er-adaptive_test#_ref-WeissKingsbury_0 .

Hall, B. (2006). The nature of "Student-Centred Learning". Diambil 24 November 2006, dari

http://secondlanguagewriting.co m/explorations/Archives/ 2006/Jul/StudentcenteredLearning.h

tml.

Hirumi, A. (2005). Student-Centred Technology-Rich Learning Envir onments (SCenTRLE) -

Operationalizing constructivist approaches to teaching and learning. Diambil 27 November

2006, dari http://www.bath.ac.uk/e-learning/student_centredness.htm.

(25)

learning: Beyond ‘educational bulimia’. Studies in Higher Education 28(3), 321-334. Dalam

O’Neill, G. & McMahon, T. (2005). Student-centred learning: W hat does it mean for students

and lecturers. Diambil 27 November 2006, dari http://www.aishe.org/readings/2005-1/oneill-mcmahon-tues_19th_Oct_SCL.html#XLea2003.

Lonka, K.(2000). How to implement an innovative problem-based curric ulum in medical education:

Challenges and solutions. Di ambil 1 Desember 2006, dari

http://www.umich.edu/~icls/ proceedings/pdf/Lonka.pdf.

O’Neill, G. & McMahon, T. (2005). Student-centred learning: What does it mean for students and

lecturers? Diambil 25 November 2006, dari

.http://www.aishe.org/readings/2005-1/oneill-mcmahon-Tues_19th_Oct_SCL.html.

Thissen, D., & Mislevy, R.J. (2000). Testing algor ithms. In Wainer, H. (E d.) Computerized adaptive

testing: A primer. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates. Diambil 14 November 2006, dari

http://en.wikipedia.org/wiki/Comput er-adaptive_test#_ref-WeissKingsbury_0 .

Weiss, D. J., & Kingsbury, G. G. (1984). Application of computer ized adaptive testing to educational

problems. Journal of Educational Measur ement, 21, 361-375. Dalam Wikipedia (2006).

Computer-adaptive testing. Di ambil 14 November 2006, dari

http://en.wikipedia.org/wiki/Comput er-adaptive_test#_ref-WeissKingsbury_0 .

Wikipedia. (2006). Student-centered learning. Diambil 11 September 2006, dari

Referensi

Dokumen terkait

(3) Selama pelepasan masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa tempat dimana dia berada, orang yang dilepaskan bersyarat dapat ditahan guna menjaga ketertiban

Ditemukan penyebab trafo rusak karena salah satu kumparan dalam trafo rusak sehingga trafo tidak dapat diperbaiki di kantor rayon dan harus direturn ke gudang Aris Munandar..

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi

Hak waris tersebut menutupi saudara-saudara lelaki dan perempuan dari pewaris.Se- dangkan terhadap harta pusaka yang diterima orang tua angkat dari orang tuanya, baik anak

[r]

Setelah 10 langkah di atas anda lakukan, maka Windows akan restart untuk memulai proses mempartisi harddisk anda, silahkan anda tunggu proses tersebut hingga

Kaginan teorètis saking panalitèn inggih punika kangge biyantu nyugihakên pangangge teori-teori sastra kalihan terapanipun, mliginipun teori structural kalihan

4.4 Data Frame Loss Layer 2 Metro Ethernet Frame loss merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui jumlah frame yang tidak berhasil diterima oleh