commit to user
DAYA PREDASI
Mesocyclops aspericornis
TERHADAP LARVA
Aedes aegypti
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
AMANDA ARTA M. SIMANJUNTAK
G0008196
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
vii
PRAKATA ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... ... 4
D. Manfaat Penelitian ... ... 5
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ... ... 6
1.
Aedes aegypti
... 6
a. Klasifikasi ... 6
b. Morfologi ... 7
c. Sifat hidup larva ... 8
commit to user
viii
a. Klasifikasi ... 12
b. Morfologi ... 12
c. Daur Hidup dan Habitat ... 13
d. Perilaku ... 15
4. Peranan
Mesocyclops aspericornis
sebagai Pengendali Hayati Larva 16
B. Kerangka Pemikiran ... ... 17
C. Hipotesis ... ... 17
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ... 18
B. Lokasi Penelitian ... 18
C. Objek Penelitian ... ……... 18
D. Teknik Sampling ... ... ……. 18
E. Identifikasi Variabel ... ………… 18
F. Definisi Operasional Variabel ... ... 19
G. Alat dan Bahan ... ... 20
H. Rancangan Penelitian ... ... 21
I. Cara Kerja... ... 22
J. Teknik Analisis Data Statistik ... 24
BAB IV. HASIL PENELITIAN ... ……… 25
commit to user
ix
A. Simpulan ... ... 32
B. Saran ... ... 32
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
iv
ABSTRAK
Amanda Arta M. Simanjuntak, G0008196, 2011.
Pengaruh Ketersediaan Bahan
Organik pada Daya Predasi
Mesocyclops aspericornis
terhadap Larva
Aedes aegypti.
Skripsi Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
ketersediaan bahan organik pada daya predasi
Mesocyclops aspericornis
terhadap
Larva
Aedes aegypti.
Metode Penelitian:
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan metode
post-test only control group design,
dilakukan di Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP), Salatiga, Jawa Tengah
pada bulan Agustus 2011. Objek penelitian larva
Aedes aegypti
instar I dan II. Objek
penelitian dibagi menjadi 8 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 23 larva.
Teknik sampling yang digunakan adalah
random sampling.
Mesocyclops aspericornis
terlebih dahulu dipuasakan selama satu hari dan dipelihara dalam rendaman bahan
organik selama 3 hari, setelah itu baru dimasukkan larva
Aedes aegypti
. Pelihara
selama 2 hari. Pengamatan dilakukan pada jam pertama, kedua, keempat, kedelapan,
kedua puluh empat, dan keempat puluh delapan. Pengamatan dilakukan sebanyak 3
kali ulangan.
Hasil Penelitian:
Hasil perhitungan uji statistik Anova dengan p = 0,048 (p<0,05)
menunjukkan ada perbedaan signifikan pada jumlah larva
Aedes aegypti
yang tersisa
pada kadar bahan organik I, II, II, dan IV. Hasil uji
Post-Hoc
antara kadar IV dengan
kadar yang lain menunjukkan nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa kadar IV memiliki
perbedaan paling signifikan dibanding kadar lain.
Simpulan Penelitian:
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketersediaan
bahan organik secara statistik berpengaruh pada daya predasi
Mesocyclops
aspericornis
terhadap larva
Aedes aegypti.
Ketersediaan bahan organik kadar tinggi
justru menurunkan daya predasi
Mesocylops aspericornis
terhadap larva
Aedes
aegypti.
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
menjadi fokus utama kesehatan internasional. Insidensi virus Dengue telah
berkembang pesat di seluruh dunia akhir- akhir ini. Dua setengah milyar
orang, yaitu dua perlima dari populasi dunia sekarang berisiko terkena virus
Dengue. World Health Organization memperkirakan ada kurang lebih lima
puluh juta infeksi Dengue setiap tahunnya di dunia (WHO, 2009).
Demam Berdarah Dengue juga merupakan penyakit endemis di
Indonesia. Pada tahun 2010 telah dilaporkan sebanyak 2.603 kasus dengan
kematian 35 orang di 12 Provinsi yakni : Bangka Belitung, Lampung, Banten,
Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo,
dan Nusa Tenggara Timur (Ditjen PP & PL, 2010).
Penanggulangan DBD seperti juga penyakit menular lain, dapat
didasarkan atas pemutusan rantai penularan, dalam hal DBD ini komponen
penularan terdiri dari virus Dengue,
Aedes aegypti
, dan manusia penderitanya.
Manfaat penanggulangan penyakit DBD adalah pengurangan kesakitan,
commit to user
sekarang belum ditemukan obat/vaksinnya, maka salah satu penanggulangan
penyakit DBD adalah dengan cara pencegahan penularannya, yaitu dengan
memberantas vektornya. Pemberantasan vektor DBD stadium pradewasa
relatif lebih mudah daripada stadium dewasanya. Pemberantasan stadium
dewasa
Aedes aegypti
dapat dilakukan secara hayati atau kimiawi. Upaya
secara kimiawi menggunakan insektisida, semakin lama justru menimbulkan
resistensi nyamuk vektor. Jika dosis insektisida terus-menerus ditingkatkan,
pada suatu saat akan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
WHO (1987) melaporkan bahwa di Karibia dan sekitarnya, jentik
Aedes
aegypti
telah resisten terhadap Malathion, Fenitrothion, Fenthion, dan
Temephos yang digunakan secara luas sejak tahun 1973. Melihat adanya
resistensi pemakaian larvasida kimia yang dimasukkan ke dalam tempat
penampungan air, termasuk air minum perlu mendapatkan perhatian yang
seksama. Alternatif lain yang lebih berwawasan lingkungan perlu
dipertimbangkan untuk mengendalikan vektor penyakit. Salah satu cara yang
banyak diteliti dan dikembangkan adalah penggunaan predator jentik nyamuk
dalam upaya pengendalian vektor secara hayati (Yuniarti & Widyastuti,
2000).
Mesocyclops adalah Cyclopoid Copepoda, dilaporkan sebagai
commit to user
Mesocyclops dapat bertahan hidup selama dalam penampungan air asalkan
ada air dan suplai makanan (Marten, 1989).
Mesocyclops aspericornis
merupakan salah satu jasad hayati yang
terbukti efektif sebagai vektor kontrol yang digunakan untuk pengendalian
jentik nyamuk malaria dan demam berdarah.
Mesocyclops aspericornis
memiliki tingkat predasi dan reproduksi yang tinggi dan mampu memakan
berbagai macam organisme seperti: Algae, Rotifera, Copepoda yang lain,
Protozoa, Chironomid, Oligochaeta, larva ikan, dan beberapa organisme
akuatik yang lain (Williamson, 1991).
Mesocyclops aspericornis
merupakan spesies Copepoda yang hidup
bebas dan tersebar luas di danau air tawar,
reservoir
, parit, kolam, lubang
pohon, sumur dan liang/lubang kepiting. Menurut Williamson (1991)
Copepoda juga ditemukan berlimpah pada rawa, tanah basah, air payau,
empang, genangan air, dan beberapa spesies Copepoda dapat hidup pada celah
atau di bawah sistem permukaan tanah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti (1997) mengenai
daya predasi dan reproduksi
Mesocyclops aspericornis
dilaporkan bahwa
Mesocyclops aspericornis
memiliki kemampuan makan terhadap jentik
nyamuk
Aedes aegypti
pada tempat penampungan air (air ledeng) berkisar
commit to user
sedangkan reproduksi
Mesocyclops aspericornis
tertinggi terdapat pada
rendaman tinja marmut (97,59 ekor).
Oleh karena hal tersebut di atas, penulis berkeinginan untuk
mengendalikan faktor yang mempengaruhi daya predasi
Mesocyclops
aspericornis
, di antaranya adalah ketersediaan bahan organik seperti kondisi
di alam. Dalam penelitian kali ini penulis akan menggunakan media rendaman
kangkung dan rendaman tinja kelinci dalam berbagai kadar selama beberapa
hari untuk mengetahui efeknya pada daya predasi.
B.
Rumusan Masalah
Apakah pengaruh ketersediaan bahan organik pada daya predasi
Mesocyclops aspericornis
terhadap larva
Aedes aegypti
?
C.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh ketersediaan bahan organik pada daya
predasi
Mesocyclops aspericornis
terhadap larva
Aedes aegypti.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Teoritik :
Memperluas pengetahuan tentang pemberantasan vektor, khususnya
commit to user
2.
Praktis :
Mesocyclops aspericornis
diharapkan dapat sebagai salah satu alternatif
pemberantasan vektor nyamuk
Aedes aegypti
sehingga dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari di lapangan dan supaya dapat diketahui
media optimal untuk mengembangkan daya predasi
Mesocyclops
commit to user
6BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka
1.
Aedes aegypti
a.
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Subfilum
: Aceloturata
Kelas
: Insecta
Ordo
: Diptera
Famili
: Culicidae
Genus
: Aedes
Subgenus
: Stegomyia
Spesies
:
Aedes aegypti
commit to user
b.
Morfologi
Aedes yang berperan sebagai vektor penyakit semuanya tergolong
Stegomyia dengan ciri-ciri tubuh bercorak belang hitam putih pada dada,
perut, dan tungkai. Corak ini merupakan sisi yang menempel di luar tubuh
nyamuk. Corak putih pada dorsal dada nyamuk berbentuk seperti siku yang
berhadapan (Fitriasih, 2008).
Telur Aedes berukuran kecil (± 50 mikron), berwarna hitam, sepintas
tampak bulat panjang dan berbentuk oval menyerupai torpedo, di bawah
mikroskop, pada dinding luar (
exochorion
) telur nyamuk ini, tampak ada
garis-garis yang membentuk gambaran menyerupai sarang lebah. Larva
Aedes
aegypti
berbentuk lonjong, tampak seperti anyaman kasa pada dindingnya.
Larva
Aedes aegypti
mempunyai sifon panjang dan bulunya satu pasang, sisir
bergigi lateral, pelana tidak menutupi segmen anal (Juni Prianto, 1999).
1)
Daur Hidup dan Habitat
Perkembangan
Aedes aegypti
melalui berbagai perubahan bentuk
(
metamorphosis
) : telur – jentik (larva) – kepompong (pupa) – nyamuk.
Perkembangan dari telur menjadi jentik memerlukan 2 – 3 hari, dari jentik
menjadi kepompong rata- rata 4 – 9 hari, dan dari kepompong sampai
menetas menjadi nyamuk diperlukan waktu 7 – 14 hari (Hardjanto, 2009).
Nyamuk
Aedes aegypti
, seperti halnya Culicines lain, meletakan
commit to user
Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telur membutuhkan
waktu satu sampai dua hari untuk menjadi larva (Pandujati, 2009).
Larva ini terbagi menjadi 4 stadium sebelum tumbuh menjadi
pupa (Hoedojo, 1993). Stadium larva biasanya berlangsung 6 - 8 hari
(Depkes RI, 1992). Dari stadium larva akan berubah menjadi pupa. Pupa
ini tidak makan tapi masih memerlukan oksigen yang diambil melalui
tabung pernapasan. Pupa ini sangat sensitif terhadap pergerakan air.
Stadium ini berlangsung antara 2 - 3 hari dan akan tumbuh menjadi
nyamuk dewasa (Soedarto, 1992). Pertumbuhan dari sejak telur keluar
sampai menjadi nyamuk dewasa kira-kira mencapai 7 - 14 hari
(Hardjanto, 2009).
c.
Sifat Hidup Larva
Setelah telur menetas tumbuh menjadi larva yang disebut larva
stadium I (instar I). Kemudian larva stadium I ini melakukan 3 kali
pengelupasan kulit (
ecdysis
atau
moulting
), berturut- turut menjadi larva
stadium II, larva stadium III, dan larva stadium IV (Hoedojo, 1993).
Dalam air di wadah, larva Aedes bergerak sangat lincah dan
aktif, dengan memperlihatkan gerakan-gerakan naik ke permukaan air dan
turun ke dasar wadah secara berulang-ulang. Larva
Aedes aegypti
dapat
hidup di wadah yang mengandung air ber-pH 5,8 – 8,6. Jentik dalam
commit to user
melakukan pengelupasan kulit sebelum berkembang menjadi pupa
(Pandujati, 2009).
2.
Pengendalian Vektor
Pemberantasan sebenarnya lebih tepat disebut pengendalian, tujuannya
menekan populasi serangga vektor sampai berada di bawah batas kemampuannya
dalam menularkan penyakit. Pengendalian nyamuk
Aedes aegypti
dapat
dilakukan pada beberapa stadium, yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa
(Soedarto, 1992).
Untuk stadium larva ada empat cara pengendalian, yaitu:
a.
Cara Kimia
Cara pemberantasan larva
Aedes aegypti
menggunakan
insektisida pembunuh larva lebih dikenal dengan istilah larvasida.
Larvasida yang biasa digunakan antara lain temephos. Formulasi
temephos yang digunakan adalah butiran. Dosis yang digunakan 1 ppm
atau 10 gram untuk tiap 100 liter air. Larvasida temephos mempunyai
efek residu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golongan
insect
growth regulator
(Depkes RI, 2003).
b.
Cara Biologi/Hayati
Menurut Jumar (1997), pengendalian hayati adalah pengendalian
serangga dengan cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan
musuh-musuh alaminya (agensia pengendali biologi), seperti predator, parasit,
commit to user
Beberapa keunggulan pengendalian hayati dalam Jumar (1997),
antara lain:
1)
Aman, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, tidak
menyebabkan keracunan pada manusia dan ternak.
2)
Tidak menyebabkan resistensi terhadap sasaran.
3)
Musuh alami bekerja secara selektif terhadap inang atau
mangsanya.
4)
Bersifat permanen, untuk jangka panjang dinilai lebih murah
apabila keadaan lingkungan telah stabil atau telah terjadi
keseimbangan antara hama dengan musuh alaminya.
Selain itu ada beberapa kelemahan dalam pengendalian hayati, di
antaranya (Jumar, 1997) :
1)
Hasil sulit diprediksi dalam waktu singkat.
2)
Diperlukan biaya yang cukup besar pada tahap awal baik untuk
penelitian maupun untuk pengadaan sarana dan prasarananya.
3)
Pembiakan masa di laboratorium kadang-kadang menghadapi
kendala, karena musuh alami menghendaki kondisi lingkungan
yang khusus.
4)
Teknik aplikasi di lapangan belum banyak dikuasai.
c.
Cara Fisik
Cara ini dikenal dengan kegiatan 3M, yaitu menguras bak mandi,
commit to user
mengubur barang-barang bekas seperti kaleng dan ban. Pengurasan
tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur
sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat
berkembang biak di tempat itu (Depkes RI, 2003).
d.
Cara Lingkungan
Cara ini dikenal dengan modifikasi lingkungan dan pengelolaan
lingkungan. Modifikasi lingkungan antara lain dengan (Depkes RI,
2000):
1)
Perbaikan saluran air
Apabila aliran dan sumber air tidak memadai dan hanya tersedia
pada jam tertentu maka harus diperhatikan kondisi penyimpanan air
pada berbagai jenis wadah. Suplai air minum yang tersedia dalam
jumlah yang cukup, berkualitas baik, dan terus menerus sangatlah
penting agar penyimpanan air yang dapat digunakan sebagai tempat
perindukan larva dapat dikurangi.
2)
Talang air atau tangki air bawah tanah dibuat antinyamuk
Perindukan larva
Aedes aegypti
di talang air atau tanki air
bawah tanah yang bangunannya terbuat dari batu harus dibuat
antinyamuk. Sedangkan pengelolaan lingkungan dilakukan dengan
mengeringkan instalasi penampungan air. Genangan air akibat
commit to user
kotak keran hidran, meteran air dapat menjadi tempat perindukan
larva
Aedes aegypti
apabila tidak ditangani dengan baik.
3.
Mesocyclops aspericornis
a.
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Kelas
: Maxillopoda
Ordo
: Cyclopoida
Famili
: Cyclopidae
Spesies
:
Mesocyclops aspericornis
(Myers, 2008)
b.
Morfologi
Mesocyclops
aspericornis
berukuran 0,5 – 2,0 mm dan merupakan
Copepoda yang hidup bebas (Yuniarti dkk., 1995). Tubuhnya
bersegmen-segmen, terdiri atas segmen kepala dan dada yang menjadi satu (sefalotoraks)
dan segmen abdomen (Upiek, 1998). Di bagian abdomen dilengkapi 5 pasang
kaki, pada kepala terdapat mata median (Radiopoetro, 1996). Pada bagian
anterior dilengkapi alat mulut dan antena, bagian posterior dilengkapi ekor
(Upiek , 1998). Alat mulutnya dilengkapi dengan alat pemotong yang
bergigi-gigi disebut
gnathobasis
(Radiopoetro, 1996). Yang betina membawa
telur-telurnya di dalam dua kantung yang terletak di sebelah lateral dekat ujung
commit to user
Gambar 1.
Morfologi
Mesocyclops aspericornis
(labs1.eol.org)
c.
Daur Hidup dan Habitat
Mesocyclops aspericornis
mengalami reproduksi secara seksual. Baik
jantan maupun betina dapat melakukan perkawinan satu kali atau lebih
(Upiek, 1998).
Adapun siklus hidup atau metamorfosis
Mesocyclops aspericornis
,
adalah sebagai berikut (Pennak, 1978) :
1)
Telur: bentuk bulat bergerombol yang diletakkan pada oviseas atau kantung
telur
2)
Nauphillus I: tiga pasang bagian tubuh yang memendek diwakili oleh antena
pertama, kedua, dan mandibel.
3)
Nauphillus II: setelah masa pemberian makanan, mempunyai maksila
tambahan.
4)
Nauphillus VI: mempunyai semua bagian tubuh menyambung dengan
commit to user
5)
Copepodid I: mempunyai empat ruas toraks, semua bagian tubuh
menyambung dengan pasangan lengan keempat.
6)
Dewasa:
Mesocylcops aspericornis
dewasa dapat bertahan hidup sampai 2,5
bulan. Untuk jantan lebih cepat mati karena bersifat kanibal.
Mesocyclops
aspericornis
dewasa dapat kawin satu kali dan lebih.
Waktu yang dibutuhkan untuk mengalami siklus hidup yang sempurna,
dari telur hingga telur lagi merupakan variabel yang tinggi tergantung dari
spesies dan kondisi lingkungan, untuk
Mesocyclops aspericornis
berkisar 7
hingga 180 hari (Pennak, 1978).
Penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti dkk. (1997) menunjukkan
bahwa reproduksi
Mesocyclops aspericornis
paling tinggi diperoleh dari
medium rendaman tinja marmut, diikuti oleh medium rendaman eceng
gondok, dan rendaman jerami. Di daerah tropis dan subtropis, distribusi
Mesocyclops tersebar luas terdapat dalam jumlah yang melimpah di danau air
tawar, reservoir (tendon air), parit, kolam, lubang pohon, sumur, dan liang
kepiting (Widyastuti, 1995).
Mesocyclops aspericornis
dilaporkan sebagai
hewan pemakan Algae, Rotifera, Protozoa, Chorinomid, Ologochaeta, ikan
commit to user
d.
Perilaku
Mesocyclops aspericornis
Sama seperti predator pada umumnya,
Mesocyclops aspericornis
sebagai predator bagi larva nyamuk (Jumar, 1997) juga memiliki ciri sebagai
berikut:
1)
Predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsa (telur, larva,
nympha, pupa, dan imago). Dalam hal ini
Mesocyclops aspericornis
memangsa nyamuk pada masa larva instar I dan II awal.
2)
Predator membunuh dengan cara memakan atau menghisap mangsanya
dengan cepat.
3)
Seekor predator memerlukan dan memakan banyak mangsa selama hidupnya.
Mesocyclops aspericornis
memakan kurang lebih 15 larva per hari.
4)
Predator membunuh mangsa untuk dirinya sendiri.
5)
Kebanyakan predator bersifat karnivor, baik pada saat pradewasa maupun
sesudah dewasa (imago) dan memakan jenis mangsa yang sama atau beberapa
jenis mangsa.
6)
Predator memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan tubuh mangsanya.
7)
Dari segi perilaku makannya, ada predator yang mengunyah semua bagian
tubuh mangsanya, begitu juga
Mesocyclops aspericornis
.
8)
Metamorfosis predator ada yang sempurna dan ada juga yang tidak sempurna.
4.
Peranan
Mesocyclops aspericornis
sebagai Pengendali Hayati Larva
Mesocyclops aspericornis
sebagai pengendali hayati larva
Aedes aegypti
commit to user
paling disukai oleh
Mesocyclops aspericornis
sebesar 100 % pada perbandingan
25:20 dibandingkan
Culex queneuefasciatus
(50,66 %) dan
Anopeles aconitus
(27,33 %). Kemampuan makan
Mesocyclops aspericornis
terhadap jentik nyamuk
Aedes aegypti
paling besar dengan asumsi sebagai berikut:
a.
Perilaku aktif jentik nyamuk
Aedes aegypti
yang aktif, karena menurut
monokov dalam Yuniarti, dkk (2000), Cyclopoida cenderung menangkap
mangsa yang lebih aktif, sedangkan mangsa yang kurang aktif dapat dideteksi
hanya setelah kontak.
b.
Perilaku makan jentik
Aedes aegypti
bisa mengambil makanan di dasar,
sedang
Mesocyclops aspericornis
yang hidup di dasar memungkinakan
terjadinya kontak kedua organisme tersebut relatif tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan
berhubungan dengan keberhasilan
Mesocyclops
aspericornis
dalam
memangsa larva nyamuk
Aedes aegypti
, berarti bahwa
Mesocyclops
aspericornis
sebagai predator larva nyamuk sangat berperan dan bermanfaat
guna mengendalikan perkembangan nyamuk
Aedes aegypti
sebagai vektor
Dengue yang pada akhirnya akan menekan jumlah prevalensi penyakit Deman
commit to user
B.
Kerangka Pemikiran
C . Hipotesis
Ketersediaan bahan organik menurunkan daya predasi
Mesocyclops
aspericornis
terhadap larva
Aedes aegypti
.
Mesocylops aspericornis
dipelihara di tempat
penampungan air berisi bahan
organik
Larva
Aedes aegypti
Faktor yang mempengaruhi:
1.
Suhu udara
2.
Suhu air
3.
Air yang dipakai
4.
pH
commit to user
18