• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Tradisi marawis di pasar kliwon (studi tentang budaya masyarakat Arab di Surakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Tradisi marawis di pasar kliwon (studi tentang budaya masyarakat Arab di Surakarta)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Surakarta memiliki penduduk yang multirasial, meskipun demikian

penduduk Jawa yang paling dominan. Seiring dengan pembangunan pada masa

Keraton Surakarta, salah satu kebijakan yang dilakukan adalah mengembangkan

wilayah sekitar keraton dalam kerangka kekuasaan. Pola pemukiman penduduk

Surakarta tidak terlepas dari pola konsentris Kerajaan dan peraturan pemerintah

kolonial. Semakin jauh pemukiman itu dari pusat Raja, hal itu menunjukkan

semakin rendah derajatnya. Dengan demikian pola pemukiman pada masa

kerajaan itu masih mengacu pada pembagian kelas sosial sentono dalem, abdi

dalem dan kawulo dalem. Orang-orang yang tidak masuk dalam kelas sosial

tersebut, maka pemukimannya berada didaerah tertentu dan terpisah dari

penduduk pribumi. Pemetaan penduduk berdasarkan etnis di Surakarta dipertajam

lagi pada masa pemerintahan Belanda setelah dapat menguasai Jawa.

Sebelum tahun 1899 telah ada peraturan dari pemerintah kolonial untuk

golongan timur asing berupa penempatan pemukiman orang Arab dan Cina yang

hanya dibolehkan di kampung-kampung tertentu dan golongan timur asing tidak

boleh mendiami rumah orang Eropa atau bermukim di kampung-kampung orang

pribumi. Pemerintah Belanda berusaha memisahkan orang-orang Asing dari

pergaulan dan kontak sosial dengan penduduk Jawa. Sebagai kelompok orang

asing yaitu orang-orang Arab dan Cina yang berada di luar sistem sosial

masyarakat Jawa, maka pemukimannya dikelompokkan di daerah tertentu serta

terpisah dengan penduduk pribumi. Disatukannya atau didekatkannya dua

perkampungan non-pribumi ini sebagai akibat dari kebijakan pemerintah kolonial

seperti wikjen dan passen stelsel yang digunakan untuk mempermudah pemerintah

kolonial dalam mengawasi dan mengendalikan orang-orang pribumi serta juga

memisahkan mereka dengan kaum pribumi (Warto, 1985: 105).

(2)

Pada tahun 1900 populasi penduduk Surakarta terdiri dari orang Eropa,

Cina, Arab dan orang asing lainnya. Sebagai dampak kebijakan pemukiman bagi

orang–orang Arab maka munculah kampung Arab yang di sebut dengan Pekojan

tetapi, di Surakarta tidak terdapat Pekojan. Perkampungan orang-orang Arab di

Surakarta berada di daerah Pasar Kliwon, tepatnya di sebelah timur Keraton.

Tempat tersebut dinamakan dengan Perkampungan Arab (Sajid, 1984: 64).

Kebanyakan dari mereka sebagai pedagang batik. Sedangkan perkampungan

orang-orang Cina berada di sekitar pasar Gedhe meliputi Balong dan Warung

Pelem yang kemudian dikenal dengan Pecinan. Kepala kampung Pecinan disebut

Babah Mayor, sedangkan kepala kampung orang-orang Arab berpangkat Kapten.

Orang-orang Banjarmasin yang menekuni pekerjaan jual beli emas di

kelompokkan di Jayengan. Daerah ini kemudian dikenal dengan Banjaran.

Orang-orang Belanda kebanyakan bertempat tinggal disekitar benteng “Vastenberg”.

Mereka bertempat tinggal dalam loji-loji di sebelah timur Benteng yang kemudian

dikenal dengan Lojiwetan. Sedangkan penduduk pribumi yang sebagian besar

terdiri dari orang Jawa berada di berbagai kelompok dan kampung yang tidak

teratur di seluruh kota. Mata pencaharian mereka dari industri batik dan berbagai

macam kerajinan tangan (Soerakarta of Solo 1921: 33 dalam Sariyatun, 2005: 42).

Pengelompokan penduduk dalam satu wilayah ini bertujuan untuk

memudahkan pengurusan administrasi dan menjaga ketertiban. Semua bangsa

asing dikenakan pajak bangsa asing, serta pembatasan waktu bertempat tinggal

paling lama lima tahun. Aturan ini dilakukan agar nantinya tidak merepotkan

negara Surakarta (Sajid, 1984: 65).

Di Surakarta, orang-orang Arab menempati pemukiman yang dikenal

dengan Pasar Kliwon. Pada masa dahulu, Pasar Kliwon merupakan pusat

perdagangan hewan oleh penduduk yang ramai pada hari pasaran Kliwon.

Kemungkinan besar dipilihnya Pasar Kliwon karena berdekatan dengan Keraton

sehingga memiliki fasilitas kehidupan yang jauh lebih baik. Perkampungan itu

selanjutnya berkembang mengikuti teori Louis Wirth dalam Warto (1985: 102),

dalam proses migrasi individu-individu yang bermigrasi tersebut terdorong untuk

(3)

bermigrasi dan mampu menyesuaikan dengan suasana urban. Maka pada akhirnya

para imigran dapat beu karena ikatan primordial berupa kesamaan fisik, bahasa,

agama, tradisi dan budaya. Pada perkembangannya perkampungan tersebut tidak

lagi bersifat eksklusif karena bersamaan dengan perubahan ekologi kota dan

pertambahan penduduk maka daerah Pasar Kliwon telah dihuni oleh kebanyakan

kaum pribumi. Sehingga daerah yang dahulunya tertutup kini terbuka. Sistem

sosial yang dahulunya tertutup juga terbuka seperti tingkat pendidikan dan

pekerjaan yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan mobilitas sosial.

Kemunculan perkampungan etnis Cina maupun Arab ataupun suku

lainnya, dilihat dari aspek perkembangan kota ada perbedaan antara

perkampungan etnis pendatang di tengah kota dengan di perkampungan pesisir.

Menurut Kuntowijoyo dalam Warto (1985: 102), perkampungan etnis asing di

tengah kota dilihat dari aspek sosial dan budaya adalah kampung yang memiliki

sifat eksklusif dan intensitas hubungan orang-orang asing dan keturunannya

dengan penduduk setempat sangat terbatas. Sebaliknya di kota-kota pantai

interaksi sosial antara orang asing dengan penduduk setempat lebih luas dan

intensif dan keberadaan kampung asing tersebut tidak menunjukkan sisi

eksklusifnya.

Berdasarkan penelitian Van den Berg (1989: 1) masyarakat keturunan

Arab yang ada di Indonesia barasal dari Hadramaut. Hanya sedikit orang Arab

yang datang ke Indonesia yang berasal dari Maskat, di tepian Teluk Persia dari

Yaman, Hijaz, Mesir atau dari Pantai Utara Afrika. Jumlah mereka yang sedikit

tersebut jarang ada yang menetap di Indonesia dan jikapun ada, mereka berbaur

dengan orang Arab dari Hadramaut. Hadramaut merupakan sebuah lembah di

negeri Yaman. Kedatangan orang-orang Arab di nusantara diawali dari Aceh,

Palembang dan pada abad XIII (1820) sampai di pulau Jawa. Sejak tahun 1870,

pelayaran kapal uap antara Timur jauh dan Arab mengalami perkembangan pesat

sehingga kedatangan orang-orang dari Hadramaut tersebut semakin meningkat.

Menurut data statistik, saat itu di Pulau Jawa terdapat enam koloni besar Arab,

yaitu di Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang dan Surabaya, di Madura

(4)

Sebagian besar dari orang-orang Hadramaut yang datang ke Indonesia

merupakan pedagang yang dalam perjalanannya mereka membentuk jalur yang

menghubungkan antara bagian timur benua Afrika seperti Sudan, Somalia dan

Eritrea dengan bagian Selatan benua Asia seperti India dan Indonesia. Perjalanan

mereka dengan mengikuti arah angin barat dan timur. Hal inilah yang memaksa

mereka menunggu selama beberapa bulan untuk kembali ke Hadramaut, kampung

halamannya. Selama masa penungguan inilah interaksi antara mereka dengan

penduduk asli terjadi.

Motivasi kedatangan orang-orang Hadramaut tersebut ke Indonesia yang

pertama, mereka terlibat dalam proses Islamisasi di Indonesia. Kedua, Motivasi

perdagangan. Ada diantara orang-orang Hadramaut yang memegang posisi

keagamaan yaitu sebagai Qadi (Qhadli) atau imam, merekapun sekaligus bekerja

sebagai pedagang. Selanjutnya para pendatang dari Arab ini langsung berbaur

dengan penduduk setempat yang mayoritas penduduk asli. Diantara penduduk asli

tersebut, ada yang sudah memeluk agama Islam tetapi dalam kesehariannya masih

sangat kental dengan budaya Jawa. Selanjutnya, antara pendatang dari Arab

dengan penduduk setempat dapat terjalin hubungan yang harmonis. Sementara itu,

orang-orang Arab di Indonesia dengan nyata telah mencapai asimilasi yang

sempurna. Mereka berasimilasi dengan penduduk setempat karena memiliki satu

faktor yang sangat mendukung. Faktor itu adalah kesamaan agama antara orang

Arab dengan orang Pribumi. Satu hal yang membedakan antara penduduk asli

dengan orang Arab hanyalah ciri-ciri fisik rasnya (Koentjaraningrat, 1993: 16).

Di Pasar Kliwon, orang-orang Arab memiliki tradisi dalam bidang seni

budaya yang mereka bawa dari kampung halamannya, yaitu Hadramaut yang

sekarang dikenal dengan Yaman Selatan. Menurut orang-orang Jawa, orang-orang

keturunan Arab adalah orang-orang yang taat dalam menjalankan syariat Islam

karena agama Islam berasal dari tanah Arab. Di dalam masyarakat Arab, tradisi

ini mereka kembangkan kepada masyarakat setempat maupun masyarakat

Surakarta pada umumnya. Setelah datangnya orang-orang Arab di Indonesia,

maka Islamisasi berkembang dengan subur. Tidak terkecuali di Pasar Kliwon.

(5)

mendakwahkan agama Islam kepada semua manusia yang ada di dunia, sehingga

dalam perkembangannya, tradisi ini merupakan salah satu media dakwah Islam

kepada masyarakat di Pasar Kliwon maupun di Surakarta. Tradisi ini sangat kental

dengan unsur budaya Arab.

Pada perkembangannya, tradisi ini mengalami akulturasi dengan budaya

masyarakat setempat. Sebelum munculnya tradisi orang Arab di Pasar Kliwon,

penduduk setempat dalam memeluk agama Islam masih kental dengan budaya

Jawa ataupun selain Islam. Pada perkembangannya, daerah ini menjadi

pemukiman yang kental dengan suasana Islam. Selain itu, untuk menunjang

dakwah Islam di daerah setempat maka dibangunlah masjid-masjid baik milik

perorangan maupun secara gotong royong oleh masyarakat keturunan Arab tetapi

tetap berfungsi sosial terhadap masyarakat sekitar. Masyarakat Arab sangat

menghormati tradisi yang berlaku, mereka memandang bahwa tradisi adalah

sesuatu yang melekat dan hanya ada pada diri manusia sebagai mahkluk ciptaan

Tuhan. Sekalipun dalam kehidupan sosial telah membaur dengan masyarakat

Jawa dan etnis lainnya yang menjadi bagian masyarakat di Pasar Kliwon.

Secara umum, saluran Islamisasi di Indonesia dilakukan dengan melalui

lingkungan keluarga atau perkawinan, pendidikan di Pesantren, organisasi, media

massa dan seni budaya. Di lihat dari sejarahnya, orang-orang Arab telah

menduduki posisi yang strategis di dalam proses Islamisasi di Indonesia. Dalam

rangka menyebarkan ajaran Islam, mereka menggunakan cara-cara yang tepat

sehingga penduduk setempat mudah menerimanya. Banyak seni budaya yang di

gunakan oleh para Wali ataupun orang-orang Arab untuk menyebarkan dakwah

Islam antara lain dengan kesenian. Kesenian merupakan salah satu unsur dari

kebudayaan. Kesenian sebagai produk budaya merupakan salah satu kebutuhan

manusia yang tidak dapat diabaikan sebab manusia mutlak memerlukannya.

Kebutuhan pada seni merupakan perimbangan antara kebutuhan jasmani dan

rohani. Salah satu kesenian yang dikembangkan oleh orang-orang Arab di Pasar

(6)

Eksistensi marawis dalam batasan ruang dan waktu akan mengalami

perubahan yang merupakan kebudayaan yang dihayati dari masa ke masa, karena

tradisi akan tetap ada dalam masyarakat yang berbudaya. Tradisi itu sampai

sekarang masih dilakukan oleh masyarakat di Pasar Kliwon karena tradisi dan

peninggalan yang memiliki corak yang khas kepada kebudayaan bangsa perlu

dipelihara dan untuk mengembangkan kesadaran sejarah (Depdikbud, 1978: 11).

Munculnya Marawis pada masyarakat Arab di Pasar Kliwon telah ada sejak tahun

1970 an yang telah di bawa oleh seorang ulama dari Hadramaut bernama Habib

Muhammad Al Mukhdori. Dalam prakteknya, orang-orang Arab tidak sekaligus

memasukkan begitu saja ajaran Islam, tetapi menggunakan media yang dapat

menarik masyarakat untuk masuk dan memeluk agama Islam yang disesuaikan

dengan penduduk setempat, misalnya dengan menampilkan marawis dalam

peringatan hari-hari besar Islam, seperti dalam peringatan Maulid Nabi Muhamad

SAW yang dilaksanakan setiap tahun dalam masyarakat di Pasar Kliwon,

memperingati orang yang sudah meninggal (khaul) dan pesta pernikahan.

Berpijak pada latar belakang di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk

mengkaji dan meneliti secara mendalam dalam sebuah karya ilmiah yang

berjudul:

‘‘TRADISI MARAWIS DI PASAR KLIWON” (Studi tentang budaya

masyarakat Arab di Surakarta).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka dapat di

rumuskan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan judul skripsi, yakni

sebagai berikut:

1. Bagimanakah latar belakang munculnya tradisi marawis di Pasar Kliwon ?

2. Bagaimanakah pementasan tradisi marawis di Pasar Kliwon ?

3. Bagaimanakah dampak tradisi marawis terhadap kehidupan masyarakat

(7)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah tersebutdi atas maka penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya tradisi marawis di Pasar

Kliwon.

2. Untuk mengetahui pementasan tradisi marawis di Pasar Kliwon.

3. Untuk mengetahui dampak tradisi marawis terhadap kehidupan

masyarakat setempat.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat:

a. Untuk memberikan sumbangan pengetahuan ilmiah yang berguna dalam

rangka pengembangan ilmu sejarah.

b. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan

kepada peneliti khususnya dan para pembaca pada umumnya mengenai

budaya masyarakat Arab.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis atau aplikasinya, penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat :

a. Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana

Kependidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Pendidikan Ilmu Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

(8)

b. Melengkapi koleksi penelitian ilmiah di Perpustakaan, khususnya

mengenai Tradisi Marawis di Pasar Kliwon yang merupakan Studi tentang

budaya masyarakat Arab di Surakarta.

c. Menambah bacaan di Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah

maupun di Fakukltas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Universitas

(9)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Kebudayaan

a. Pengertian kebudayaan

Kebudayaan berasal dari bahasa latin ”Cultura” yang artinya, pengolahan,

pemeliharaan, Cultura Animi yaitu pembentukan jiwa sama dengan peradaban.

Istilah Cultura tumbuh dikalangan Romawi, untuk menyatakan pengertian sama

dengan paideia yaitu pendidikan, perkembangan, peradaban, sampai pada abad

ke- 19 pengertian kebudayaan menunjukkan bidang kesusastraaan yaitu kesenian.

Dalam pengertian itu selalu terkait apa yag dinamakan peradaban dalam diri,

pembentukan cita rasa dan pendapat atau gagasan (Taufik H. Idris, 1983: 11).

Sejak abad ke- 9 pengertian kebudayaan merupakan istilah untuk

menunjukkan segala hasil karya manusia berkaitan dengan pengungkapan bentuk.

Dalam hubungan dengan alam, kebudayaan menunjukkan segala penggarapan

manusia dari hasil alam dan dirinya. Kebudayaan meliputi perlengkapan hidup,

peralatan, bahasa, negara, hukum, ilmu pengetahuan dan agama (Ensiklopedia

Indonesia, 1991: 52). Pengertian tentang kebudayaan juga di kemukakan oleh

Gunawan Wiradi (1991: 265), bahwa kebudayaan adalah:

Himpunan keseluruhan dari semua cara manusia berfikir, berperasaan dan perbuatan serta segala yang dimiliki manusia sebagai anggota masyarakat yang dapat dipelajari dan dialihkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan merupakan konsep abstrak, artinya hanya ada

dalam angan-angan manusia, sedangkan manifestasinya atau

perwujudtannya yang merupakan hasil kebudayaan dapat berupa hal-hal yang kongkrit dan nyata, dapat berupa hal-hal yang badani (material) juga mampu bersifat immaterial.

R. Soekmono (1983: 17), mengartikan kebudayaan sebagai dimensi

manusia dari manusia itu sendiri, artinya kebudayaan manusia terwujud dari

perkembangan norma hidup manusia dan lingkungan. Kebudayaan sebagai

ciptaan manusia dibedakan menjadi dua segi, yaitu: (1) segi kebudayaan yang

(10)

meliputi segala benda buatan manusia sebagai perwujudan dari akalnya. Hasilnya

dapat diraba oleh tangan manusia, (2) Segi kerohanian yang tidak dapat diraba

hanya dapat dipahami dengan melalui keagamaan, kesenian dan kemasyarakatan.

Koenjtaraningrat (1974: 12), mengatakan bahwa budaya berasal dari

bahasa Sanskerta ” budhaya” kata ini adalah bentuk jamak dari ”budhi” yang

berarti ”budi atau akal”. Kata ”budi” sering dirangkaikan dengan ”akal” sehingga

menjadi akal budi yang mempunyai arti kepandaian. Dari pengertian diatas maka

kebudayaan selalu berkaitan dengan tingkah laku manusia karena manusia

makhluk yang berkebudayaan. Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling

sempurna, yang mempunyai akal budi sejak dilahirkan. Akal budi dan jiwa inilah

yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan lainnya, misalnya manusia

mempunyai jiwa dan kebudayaan, sedangkan yang lainnya tidak mempunyai jiwa

ataupun kebudayaan. Suatu hal yang membedakan antara manusia dengan

mahkluk Tuhan yang lainnnya adalah jiwa dan kebudayaan.

Kluckhon dalam Sidi Gazalba (1968: 37), menyatakan bahwa kebudayaan

mengandung arti pola-pola kehidupan yang diciptakan dalam perjalanan sejarah,

eksplisit dan implisit, rasional, irasional dan non irasional yang terwujud pada

setiap waktu sebagai pedoman yang berpotensi pada perilaku manusia. Hal ini

sesuai dengan pendapat E.B. Taylor yang dikutip oleh Soerjono Soekanto (1990:

188), mendefinisikan kebudayaan sebagai hal yang kompleks yang mencakup

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan

lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota

masyarakat. Berdsarkan pernyataan tersebut di atas dapat diketahui bahwa

kebudayan merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang tertuang

dalam wujud-wujud tertentu, yang dapat dinikmati oleh semua orang dan

dipergunakan bagi kelangsungan hidup manusia.

b. Wujud Kebudayaan

Dalam menganalisis konsep kebudayaan perlu dilakukan dengan

pendekatan dimensi wujud dan isi dari wujud kebudayaan. Menurut Munandar

(11)

kelompok gagasan, konsep dan pemikiran manusia. Dari ketiganya ini disebut

dengan sistem budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat dan berpusat pada

kepala-kepala yang berinteraksi, (2) Kelompok aktivitas, berupa manusia yang

saling berinteraksi, sifatnya konkrit, dapat diamati. Wujud ini sering disebut

dengan sistem sosial, (3) Wujud sebagai benda, aktivitas manusia yang saling

berinteraksi tidak lupa dari pemakaian alat-alat sebagai hasil karya manusia untuk

mencapai tujuannya. Dalam wujud yang seperti ini disebut dengan kebudayaan

fisik, yang berupa benda diam atau benda bergerak.

c. Unsur Kebudayaan

Untuk memudahkan pemahaman tentang kebudayaan yang sangat luas,

maka secara teoritik kebudayaan di bagi ke dalam beberapa unsur.

Koentjaraningrat (1983: 2), membagi unsur kebudayaan menjadi tujuh unsur

yaitu: (1) sistem religi dan upacara keagamaan, (2) sistem dari organisasi

masyarakat, (3) sistem pengetahuan, (4) bahasa, (5) kesenian, (6) sistem mata

pencaharian hidup, (7) sistem teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur kebudayan

masing-masing dapat dipecah lagi ke dalam sub unsur-unsurnya. Ketujuh unsur

kebudayaan tersebut dapat ditemukan dalam kebudayaan di manapun di dunia,

baik yang hidup di masyarakat pedesaan yang kecil maupun masyarakat perkotaan

yang besar dan komplek serta memiliki jaringan yang luas.

Pada hakekatnya, Islam selalu mengangkat harkat dan martabat manusia

dan kemausiaan. Seni budaya yang dilahirkan Islam bersumber pada Al Quran

dan Hadist. Menurut Hasjmy (1993) yang di kutip oleh Maryati (1997: 18),

bahwa Kebudayaan Islam merupakan penjelmaan akal dan rasa manusia muslim

yang bersumber pada Al Quran dan sunah Rosul, sedangkan hasil karya, corak

dan ragam budaya yang bertentangan dengan Allah dan Rosul- Nya bukan

merupakan kebudayaan Islam. Kebudyaan Islam merupakan cara berfikir (budi

dan rasa) dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu

(12)

Islam adalah fitrah manusia, kebudayaan yang didalamnya terdapat unsur

kesenian bagi manusia termasuk fitrahnya pula. Kesanggupan berbudaya pula

yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Kegiatan

berkresai seni dianggap sebagai manifestasi dan refleksi dari kehidupan manusia

terhadap panggilan Tuhan. Dari pendapat diatas jelas bahwa seni budaya Islam

adalah hasil ciptaan manusia yang didasarkan pada ajaran Islam dan

mencerminkan ajaran-ajaran Islam.

Allah SWT mempunyai segala sifat yang baik, sedangkan manusia sebagai

khalifah di bumi mengemban amanat dari Tuhan untuk mengembangkan

kemampuannya dengan menciptakan karya-karya yang beraneka ragam asalkan

tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Manusia dalam menciptakan

karya-karyanya, harus diusahakan selalu untuk menghindari adanya niat mengingkari

ketauhidan, menghalalkan segala cara yang dilarang oleh Allah karena semua itu

dilarang dalam ajaran Islam.

Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian masyarakat masih banyak yang

menganggap bahwa budaya Arab identik dengan budaya Islam, karena mereka

mendasarkan pada agama Islam yang pertama kali datang dari tanah Arab, dan

juga Al Quran sebagai pedoman umat Islam bertuliskan dan berbahasa Arab.

Anggapan yang demikian itu tidak benar sepenuhnya karena budaya Islam

bukanlah merupakan hak monopoli orang Arab saja, tetapi untuk seluruh umat

manusia di muka bumi. Sifat universal yang dimiliki oleh seni budaya Islam

bukan hanya untuk golongan tertentu tetapi untuk seluruh umat manusia di

seluruh dunia ini sebagai anugerah dan barokah dari Allah.

Begitu eratnya hubungan manusia dengan kebudayaan sehingga sering

disebut makhluk berbudaya. Bila dikaitkan dengan pelaksanan tradisi marawis di

Pasar Kliwon, tradisi merupakan perwujudan tingkah laku dan kebiasaan yang ada

dalam masyarakat. Perwujudan tingkah laku tersebut berupa pelestarian dan

penghormatan kepada tradisi-tradisi leluhur yang dilakukan sejak dulu dan

diwariskan secara turun temurun kepada masyarakat pendukungnya sampai saat

ini. Pelaksanaan tradisi marawis, pada perkembangannya mengalami percampuran

(13)

sumbernya yaitu Al Quran dan sunah Rosul. Syairnya berisi puji-pujian kepada

Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, mengajak, menyeru manusia agar

melaksanakan ajaran agama Islam. Sehingga tradisi marawis dapat dikatakan

mencakup kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Arab terlihat pada bahasa,

alat-alat musik yang digunakan berasal dari Jazirah Arab.

Dalam pengertian secara umum kebudayaan diidentikkan dengan

kesenian terutama seni sastra, seni tari, seni suara, seni pahat dan lain sebagainya.

Masalah kesenian bukanlah masalah yang dapat dipandang satu aspek saja,

melainkan merupakan bagian dari kebudayaan manusia atau kebudayaan

masyarakat. Jika pengertian kesenian ditinjau dari sudut ilmu pengetahuan

kemasyarakatan, seni merupakan salah satu unsur dari kebudayaan. Kesenian

merupakan aspek kebudayaan yang universal yang dapat ditemukan dalam

kebudayaan dahulu, sekarang dan dimanapun juga (Sidi Gazalba, 1988: 39).

Soedarsono (1976: 30), kesenian adalah segala sesuatu bentuk yang

menyenangkan, dan dapat memenuhi keinginan yang terakhir. Menurut John

Martin yang dikutip oleh Soedarsono (1976: 30), bahwa setiap keindahan yang

terdapat dalam seni merupakan sesuatu yang dapat memberikan kepuasan pada

batin manusia, dan tadak hanya melalui gerak–gerik yang keras, kasar, penuh

keanehan–keanehan saja yang dapat menimbulkan keindahan, tetapi juga gerak–

gerik yang halus. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

manusia di dalam mengahasilkan karya seni bertujuan untuk menumbuhkan rasa

keindahan, dan keindahan tersebut menyebabkan seseorang merasa terpenuhi

segala keinginannya sehingga merasakan kepuasaan.

Kesenian akan mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan

kebudayaan yang ada. Pendapat tersebut diperjelas oleh Umar Khayam (1981:

15), bahwa sebagai salah satu unsur kebudayaan, Kesenian akan mengalami

kehidupan statis apabila kebudayaan juga statis, sebaliknya kesenian akan

bergerak dan berkembang apabila kebudayaan juga selalu bersikap terbuka

terhadap perubahan baik itu cepat atau lambat. Berpedoman dengan pendapat

tersebut dapat diketahui bahwa sebagai salah satu dari unsur kebudayaan

(14)

pengaruh budaya yang ada, sehingga perkembangan kesenian itu akan selalu

mengikuti proses perubahan budaya yang terjadi dalam masyarakatnya.

Pernyataan tersebut di atas di perkuat oleh Umar Khayam (1981: 38 ), sebagai

berikut:

Kesenian tidak pernah berdiri sendiri lepas dari masyarakat sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, maka masyarakat sebagai penyanggga kebudayaan dan kesenian berusaha mencipta, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru.

Menurut Edi Sedyawati dan Joko Damono (!981: 54), bahwa kesenian

memiiki bermacam- macam peranan dalam hidupnya dan peranan itu ditentukan

oleh keadaan masyarakatnya. Seperti halnya bentuk kesenian yang hidup di

lingkungan pedesaan, maka tradisi marawis yang ada dalam masyarakat Arab di

Pasar Kliwon memiliki beberapa fungsi, yakni sebagai berikut:

Fungsi yang paling umum darai kesenian rakyat adalah sebagai fungsi alat pendidikan masyarakat terutama para pemuda–pemudanya. Sebagai alat penmebal rasa solidaritas kolektif, sebagai alat untuk memberi kesempatan bagi seseorang untuk melarikan diri sementara dari kehidupan nyata ke dunia khayal yang indah. Sebagai alat pengehibur penontonnya dan lain sebagainya (Edi Sedyawati dan Joko Damono (1981: 81).

Berpedoman pada pendapat kedua tokoh tersebut, maka marawis dalam

masyarakat Arab di Pasar Kliwon berfungsi sebagai alat penebal solidaritas dan

alat pendidikan bagi masyarakat di Pasar Kliwon khususnya dan Surakarta pada

umumnya untuk mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah SWT dan

mengajak manusia untuk beramar ma’ruf nahi munkar (menuju kebaikan dan

mencegah kemunkaran).

2. Tradisi

Menurut Nyoman Bharata (1982: 22), pengertian tradisi berasal dari

bahasa latin “traditio’’ yang berarti penyerahan. Penyerahan tersebut berupa

pengetahuan tentang prinsi-prinsip yang tertinggi. Sehubungan dengan hal

(15)

Tradisi adalah suatu pengetahuan atau ajaran yang diturunkan dari masa ke masa, yang memuat tentang prinsip universal yang digambarkan menjadi kenyataan dan kebenaran relatif, dengan demikian segala kebenaran dan kenyataan dalam alam yang lebih rendah adalah peruntukan (aplication) dari pada prinsip universal.

Van Peursen (1976: 11), berpendapat bahwa tradisi merupakan pewarisan

secara penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah dan pewarisan harta

kekayaan. Pengertian tentang tradisi yang lain adalah sesuatu budaya yang di

dalam melaksanakan hak seseorang berdasarkan aturan yang pernah dilakukan

oleh generasi sebelumnya. Pada perkembangannya menjadi tradisional yang

berarti mencakup segala sesuatu yaitu adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan dan

ajaran yang turun temurun. Dalam Ensiklopedia Indonesia (1984: 23) tradisi

adalah hal atau isi sesuatu yang diserahkan dari sejarah masa lampau dalam

bidang adat, bahasa, tata kemasyarakatan dan keyakinan maupun proses

penyerahan atau penerusan kepada generasi berikutnya.

Sidi Gazalba (1974: 47), berpendapat tentang tradisi bahwa kehidupan

kebudayaan berlaku dalam waktu kebudayaan mempertahankan diri dengan jalan

tradisi yaitu pewarisan unsur-unsur kebudayaan diri dari suatu angkatan menuju

angkatan berikutnya, karena sesuatu tidak datang secara tiba-tiba untuk menjadi

suatu kebudayaan. Tanpa kehidupan, suatu kebudayaan akan diakhiri dengan

kemusnahan. Tradisi merupakan syarat kesinambungan seluruh kehidupan, syarat

bagi kesinambungan seluruh kehidupan berbentuk waktu yang meliputi masa lalu,

masa kini dan masa yang akan datang. Dengan demikian tradisi adalah segala

sesuatu seperti adat yang bersifat memaksa dan berlangsung terus menerus dalam

masyarakat (Koentjaraningrat, 1993: 23).

Tradisi akan berlangsung sejalan dengan dengan bergantinya generasi

penerus yang masih mempertahankan segala sesuatu yang diwariskan oleh nenek

moyangnya. Setiap arga negara suatu masyarakat yang mempunyai berbagi tradisi

mempunyai kewajiban untuk tetap mempertahankannya agar tetap sesuai dengan

kepribadian aslinya. Perubahan yang terjadi karena pengaruh dari luar akan

dipergunakan sebagai masukan yang bernilai positif namun tidak memudarkan

(16)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah

suatu adat kebiasaan yang diperoleh secara turun temurun dari para pendahulunya

atau nenek moyangnya. Tradisi juga diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan sosial

dengan melibatkan warga masyarakat dalam usahanya untuk mencapai tujuan

bersama dan merupakan bagian yang integral dari kehidupan masyarakat

pendukungnya.

Berkaitan dengan definisi tradisi seperti tersebut di atas, maka marawis

adalah tradisi dalam hal kesenian yang merupakan budaya masyarakat Arab di

Pasar Kliwon yang di bawa oleh para pendahulu mereka dari Hadramaut, Yaman

Selatan. Tradisi ini akan tetap dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat

pendukungnya sampai saat ini. Masyarakat Arab menggunakan tradisi tersebut

sebagai salah satu usaha untuk mendakwahkan ajaran Islam kepada masyarakat

setempat. Pada perkembangnnya tradisi ini dikembangkan kepada masyarakat

umum di Surakarta dengan mengajak masyarakat untuk mengarah pada kebaikan

dan mencegah kemungkaran (Amar Ma’ruf Nahi Munkar), seperti yang

dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW. Tradisi marawis dalam masyarakat

Arab di Pasar Kliwon biasanya dimainkan di dalam Masjid pada acara Maulid

Nabi Muhammad SAW yang diadakan setiap tahun, halalbihalal dan (khaul)

memperingati kematian orang Islam yang dianggap berjasa dalam masyarakat dan

pesta pernikahan.

3. Dakwah Islam

Allah SWT dalam Al Quran surat Yusuf ayat 108, telah mengajarkan

kepada Nabi Muhammad agar menyeru, mengajak, memanggil umat manusia ke

jalan– Nya (Departemen Agama Republik Indonesia, 2005: 249 ). Makna dakwah

dalam ayat ini ialah ad-dakwah ila Allah (ad’u ila Allah) yakni seruan, ajakan,

panggilan dan imbauan kepada Allah. Seruan, ajakan, panggilan dan imbauan

kembali kepada Allah disebut dengan istilah dakwah (Amien Rais, 1987: 24).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer mengidentifikasikan

istilah ‘‘Islamisasi” dengan kata Dakwah. Istilah Islamisasi berasal dari kata

(17)

adalah ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW yang berpedoman

pada Al Qur’an dan Al Hadits. Sufiks ‘‘isasi” mengandung keadaan menjadi

proses. Jadi secara keseluruhan Islamisasi merupakan suatu proses yang dilakukan

oleh Nabi Muhammad maupun para pengikutnya untuk menjadikan seseorang

atau banyak orang untuk memeluk agama Islam (Peter Salim dan Yenny Salim,

1991: 4 ).

Pendapat kedua tokoh tersebut didukung oleh Effendy Zarkasi (1977: 14),

bahwa dakwah berarti menghasung (mengajak) kepada kebaikan dan petunjuk

agar mengerjakan yang baik (ma’ruf) dan menjauhi kejahatan (munkar), agar

mereka mancapai keutuhan dunia dan akherat. Maksud dari jalan baik dan

petunjuk yang baik tidak lain adalah Islam. Berdasarkan beberapa pendapat diatas,

dapat ditarik simpulan bahwa Islamisasi atau dakwah merupakan suatu ajakan,

seruan atau panggilan kepada seseorang atau banyak orang untuk berbuat baik dan

menjauhi kejahatan. Dalam penelitian ini, untuk menyebut kedua istilah

‘‘Islamisasi dan Dakwah” penulis menggunakan istilah Dakwah Islam.

Toto Tasmoro (1987: 35), mengidentifikasikan Islamisasi dengan istilah

Dakwah. Kata dakwah berasal dari bahasa Arab da’a dari kata da’a yad’u

du’aaan/da’watan, lalu menjadi kata du’a atau da’wah yang berarti do’a yang

keduanya mempunyai arti yang sama yaitu ajakan atau panggilan. Asal kata da’a

ini bisa diartikan bermacam-macam tergantung pada pemakaian dalam kalimat.

Mislanya: ”da’ahu artinya memanggil atau menyeru, da’alahu artinya mendoakan

kepadanya”. Dakwah berarti seruan seseorang kepada orang lain agar masuk dan

mengikuti ajaran Islamn. Pendapat ini juga didukung oleh Chadijah Nasution,

yang menyatakan bahwa dakwah dalam Islam adalah mengajak masyarakat untuk

melaksanakan ajaran-ajaran Islam dan menyuruh berbuat baik itu adalah tugas

dalam agama Islam. Lebih luas Amien Rais mengartikan dakwah secara makro,

yaitu dakwah dalam Islam merupakan suatu rekonstruksi masyarakat yang

mengandung unsur-unsur Jahiliyyah menjadi masyarakat yang Islami. Dakwah

juga merupakan proses Islamisasi pada seluruh kehidupan manusia, jadi kegiatan

dakwah dalam Islam meliputi segenap dimensi kehidupan manusia (Ridin

(18)

Dakwah Islam merupakan suatu kewajiban bagi seluruh umat Islam di

seluruh dunia. Seperti pendapat Hamka (1993: 71), bahwa:

Setiap muslim harus menyiarkan agamanya, baik yang pengetahuannya sedikit apalagi yang banyak, kepada orang lain yang belum mengetahuinya. Hal itu disebabkan karena kebenaran yang terkandung di dada setiap Muslim tidak akan diam, kecuali kebenaran itu terwujud dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Dan ia tidak akan puas hingga ia menyampaikan kebenaran itu pada setiap orang, sehingga apa yang ia percayai itu juga sebagai kebenaran oleh anggota masyarakat dan umat manusia pada umumnya.

Pendapat Hamka itu sesuai dengan Hadits nabi ‘‘Sampaikanlah walau

hanya satu ayat”. Berdasarkan Al Quran surat Al imron ayat 104 (Departemen

Agama Islam Republik Indinesia, 2005: 64 ), bahwa hukum dakwah Islam adalah

Fardhu Kifayah (kewajiban kolektif) dan fardhu ’ain (kewajiban individu). Ada

sebagian orang menganggap ayat ini mengandung pengertian tab’id (bagian),

sehingga hukum dakwah menjadi fardhu kifayah. Ada pula yang menganggap

sebagai zaidah (tambahan), sehingga hukumnya menjadi fardhu a’in.

Satu hal yang tidak dapat dipungkiri oleh setiap muslim bahwa agama

Islam merupakan agama motivasi dan sudah menjadi kewajiban bagi setiap

muslim untuk menyerukan, mendakwahkan Islam dengan kemampuan

masing-masing. Sesungguhnya seorang Da’i atau pengajak bertugas untuk mengajak

seluruh manusia, baik yang muslim maupun nonmuslim untuk memahami Islam

dan mengamalkannya serta menegakkan syariat Islam di muka bumi, agar

manusia meraih kebahagiaan di dunia dan mendapat kenikmatan di akhirat.

Seorang Da’i dituntut untuk menjelaskan, menguraikan dan merinci ajaran Islam

dengan mengambil keteladanan dari Rosulullah SAW (Jum’ah Amin Abdul Aziz,

1997: 46). Seorang Da’i dalam berdakwah harus selalu memperhatikan esensi dari

dakwah itu sendiri yaitu ajakan, dorongan (motivasi), rangsangan serta bimbingan

terhadap orang lain untuk menerima ajaran Islam dengan penuh kesadaran.

Pendapat tersebut sejalan dengan definisi dakwah menurut Arifin (1977: 17),

sebagai berikut:

(19)

timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya suatu paksaan.

Berpedoman pendapat tersebut di atas, maka dalam mengembangkan dan

menyiarkan ajaran agama dan haruslah berpegang teguh pada tata cara dan aturan

permainan yang ditentukan. Misalnya, harus menghormati dan menghargai

hak-hak asasi manusia, tidak boleh melakukan kekerasan terhadap pemeluk agama lain

apalagi sampai memaksa dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan lahirnya

Islam ke dunia yang tidak mengenal paksaan ataupun kekerasan.

Dakwah juga diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan atau suatu proses

dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan untuk

memberikan arahan dan pedoman bagi gerak dan langkah kegiatan dakwah

tersebut. Din Syamsudin (2002: 127), dalam rangka mancapai tujuan dakwah

seorang Da’i atau pengajak harus mendasarkan pada dua konsep dasar dalam

dakwah yaitu:

1) Dakwah bi lisanil hal yaitu penyampaian ajaran Islam dengan budi pekerti

yang luhur, sehingga Da’i dianggap sebagai panutan dalam bertindak dan

bertingkah laku.

2) Dakwah bi lisalil maqal yaitu dakwah dengan menggunakan

pernyataan-pernyataan lisan (ceramah, seminar, nasehat).

Dengan berpedoman pada dua konsep tersebut, maka tujuan dakwah akan tercapai

apabila pada diri manusia sudah terjadi proses sosialisasi yang di wujudkan ke

dalam kehidupan beragama.

Tujuan dakwah Islam dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan umum

dan tujuan khusus. Tujuan umum adalah untuk mengajak manusia ke jalan yang

benar yang di ridhoi oleh Allah SWT, sedangkan tujuan khususnya dapat

dibedakan menjadi:

(1) Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu

meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.

(2) Membina mental agama Islam bagi kaum yang masih mualaf (orang yang baru

(20)

(3) Mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah

(memeluk agama Islam).

(4) Mendidik dan mengajarkan kepada anak-anak agar tidak menyimpang dari

fitrahnya.

Dalam rangka mencapai tujuan dakwah secara efisien dan efektif maka,

komponen yang dianggap tepat adalah dengan menggunakan media dakwah.

Media dakwah adalah segala alat bantu yang di gunakan oleh Da’i dalam

menyampaikan pesan dakwahnya kepada orang yang di dakwahi untuk mencapai

tujuan dakwah yang diinginkannya. Ruang lingkup yang bisa dijadikan sebagai

media dakwah adalah (1) keluarga, (2) lingkungan pendidikan, (3) organisasi (4)

seni budaya dan (5) media massa.

Dalam menyebarkan cita-cita atau tujuan, maka media merupakan alat

yang penting dan sekaligus sebagai urat nadi dalam menyebarkan dakwah Islam.

Datuk Tombak Alam, 1990 dalam Maryati (1997: 26) membagi dakwah ke dalam

empat sifat, yaitu:

(1) Media lisan, yaitu melalui kata-kata yang terucap untuk menyalurkan cita-cita

antar manusia.

(2) Media tulisan, berwujud buku-buku bacaan, surat kabar, majalah dan

sebagainya yang berfungsi sebagai penyebar cita-cita.

(3) Media radio, merupakan media yang dapat di dengar sebagai penyalur cita-

cita.

(4) Media film atau pertunjukan, berfungsi sebagai penyebar cita-cita dan

membentuk pendapat umum.

Kaitan anatara pendapat-pendapat di atas dengan penelitian ini adalah

masyarakat ataupun orang-orang Arab di Pasar Kliwon, Surakarta memiliki peran

atau posisi yang strategis dalam proses dakwah Islam. Dalam menyebarkan ajaran

Islam, para ulama Arab menggunakan cara-cara yang tepat sehingga dapat

diterima dengan baik oleh penduduk setempat. Misalnya: dengan menggunakan

media kesenian. Melalui kesenian marawis yang dipentaskan oleh para ulama di

setiap majelis ilmu dapat menciptakan keramaian, sehingga masyarakat yang

(21)

Melalui syair-syair yang terwujud daam alunan qosidah atau ceramah-cermah

yang disampaikan oleh ulama dalam majelis sehingga masyaarakat secara

langsung atau tidak langsung telah menyerap ajaran-ajaran Islam. Oleh karena itu,

para ulama Arab di Pasar Kliwon Surakarta dalam berdakwah tidak terlepas dari

kebudayaan yang dimiliki penduduk setempat yaitu marawis. Selain melalui

kebudayaan, cara lain yang digunakan oleh masyarakat Arab di Pasar Kliwon

Surakarta dalam mendakwahkan ajaran Islan yaitu melalui bidang pendidikan

dengan mendirikan lembaga pendidikan atau sekolah yang berlandaskan ajaran

Islam. Melalui seni budaya yang bernafaskan Islam atau dengajn pendidikan

semuanya bertujuan untuk mengajak masyarakat di sekitarnya manusia untuk

berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran agar mencapai kebahagiaan di

dunia dan akherat (amar ma’ruf nahi munkar).

B. Penelitian yang relevan

Untuk mempertajam dan memperkuat hasil penelitian ini, maka penulis

menggunakan hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang sedang penulis

teliti yaitu:

Penelitian Hana Farkhana (2007) dengan judul “Musik Gambus dalam

Komunitas Arab di Pasar Kliwon, Surakarta’’. Karya ini dutujukan untuk

mendapat gelar Sarjana Karawitan pada Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta;

yang terdiri dari lima bab dengan tebal 89 halaman.

Menurut Hana Farkhana (2007), penelitiannya lebih menitikberatkan pada

melodi, syair dan lagu serta instrumen yang digunakan dalam gambus sesuai

dengan pendidikan tempat menuntut ilmu yaitu di ISI Surakarta. Musik gambus

muncul di Pasar Kliwon diduga bersamaan dengan penyebaran Islam yaitu

kira-kira tahun 1730-an yang dibawa oleh para pedagang Arab di Pasar Kliwon.

Apabila dilihat dari pendekatan sejarah musik gambus dalam komunitas Arab di

Pasar Kliwon, merupakan hasil pewarisan dari orang-orang Arab dari Hadramaut.

Dalam usaha menyebarkan ajaran Islam, kedudukan kesenian mempunyai peranan

yang sangat penting yaitu sebagai sarana untuk mendakwahkan agama Islam.

(22)

mendakwahkan ajaran agama Islam. Berdasarkan keterangan di atas dapat

diketahui bahwa munculnya musik gambus pada masyarakat Arab di Pasar

Kliwon sebagai dampak dari kegiatan mendakwahkan ajaran Islam. Pada tahun

1730-an penduduk di Surakarta hanya sedikit yang mengenal atau sudah memeluk

Islam. Dalam kehidupannya, penduduk yang sudah mengenal atau memeluk Islam

juga belum taat dan tertib dalam melaksanakan dan mengamalkan ajaran islam

dalam kehidupan sehari-hari, sehingga orang-orang Arab di Pasar Kliwon dalam

menyebarkan ajaran Islam menggunakan musik gambus sebagai medianya.

Relevansi antara karya Hana Farkhana dengan penelitian ini terletak pada

fungsi pementasannya yaitu sebagai sarana untuk mendakwahkan ajaran Islam.

Hal itu dapat dilihat dari syair-syair dan lagu yang dilantunkan dalam kesenian

musik gambus. Tulisan Hana Farkhana ini dapat dikatakan sebagai ikhtisar saja,

karena di dalamnya hanya berisikan uraian secara singkat mengenai fungsi musik

gambus dalam komunitas Arab di Pasar Kliwon yang meliputi fungsi hiburan dan

fungsi komunikasi serta fungsi simbolik.

C. Kerangka Berfikir

Kerangka pemikiran adalah suatu alur berfikir yang digunakan oleh

peneliti dengan menggambarkan secara menyeluruh dan sitematis. Kerangka

pemikiran yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagan I. Alur Kerangka Pemikiran Budaya Arab

Masy. Arab di Pasar Kliwon

Budaya Jawa

Tradisi

marawis Dakwah Islam

(23)

Keterangan:

Agama Islam merupakan agama yang diturunkan di tanah arab yang

ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW Agama Islam mengalami perkembangan

pesat di seluruh dunia. Kegemilangan dan kebesaran agama Islam itu dapat

dirasakan dimana-mana. Agama Islam di Indonesia disebarkan dengan cara-cara

damai misalnya melalui kontak antar pedagang di daerah pesisir, perkawinan,

pendidikan di pondok pesantren, kesenian dan lain sebagainya. Agama Islam

turun di tanah Arab dan Al Quran sebagai pedoman umat Islam bertuliskan dan

berbahasa Arab, walaupun demikian agama Islam dan budaya Islam tidak hanya

diperuntukkan kepada orang-orang Arab tetapi untuk seluruh umat manusia yang

ada di bumi.

Para ulama Arab di Pasar Kliwon melakukan berbagai cara dalam rangka

memasukkan ajaran Islam ke dalam kehidupan masyarakat setempat. Para ulama

Arab berusaha mempergunakan cara yang tepat untuk memudahkan masyarakat

agar dapat menerima ajaran Islam. Cara yang ditempuh yaitu dengan melalui seni

budaya Islam yang bernama marawis. Melalui seni budaya, banyak diantara para

ulama yang mengalami keberhasilan dalam mendakwahkan Islam. Tradisi ini

berkembang di daerah tersebut karena kondisi dan situasi masyarakat setempat

memungkinkan sekali untuk menggunakan tradisi ini sebagai sarana untuk

mendakwahkan Islam baik kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Masyarakat dapat menerima pesan-pesan, ajaran Islam yang disampaikan di

dalam syair dan lagu-lagu marawis, karena didorong oleh kebutuhan lahiriyah dan

kebutuhan batiniyah.

Di dalam pelaksanaannya, terdapat kesamaan pandangan dan tujuan antara

budaya Jawa (masyarakat Surakarta adalah orang Jawa) dengan masyarakat Arab

di Pasar Kliwon yang tersimbolkan oleh tradisi marawis.yaitu keduanya berfungsi

untuk mendakwahkan ajaran Islam kepada masyarakat sekitar maupun di

(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar

Kliwon, Surakarta. Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi

dengan judul “Tradisi Marawis Di Pasar Kliwon” (Studi Tentang Budaya

Masyarakat Arab di Surakarta). Lokasi ini dipilih karena tempat tersebut

merupakan tempat berkembangnya tradisi marawis yang dilakukan oleh

masyarakat Arab di Surakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan, yaitu terhitung dari

pengajuan judul, penyusunan proposal, mengurus perijinan sampai pengumpulan

data dan penulisan akhir, yang dimulai sejak pengajuan judul pada bulan Januari

2009 sampai Agustus 2009.

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Di dalam suatu penelitian ilmiah, diperlukan suatu metode tertentu yang

sesuai dengan obyek penelitian. Metode penelitian merupakan suatu cara untuk

mencapai tujuan penelitian dengan menggunakan teknik tertentu. Dengan kata

lain, metode adalah cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah yang

menyangkut masalah kerja, yaitu cara untuk dapat memahami objek yang menjadi

sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1983: 7). Pada penelitian ini,

peneliti menggunakan bentuk penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi.

Penelitian kualitatif yang peneliti lakukan ini bersifat deskriptif yang berupa

kata-kata tertulis atau lisan, perilaku yang diamati. (Moleong, 2002: 3).

(25)

Penelitian kualitatif adalah suatu kegiatan untuk menjawab berbagai

pertanyaan tentang bagaimana dan mengapa. Menurut Lexy J. Moloeng (1991:

30), yang dimaksud dengan penelitan kualitatif adalah suatu bentuk penelitian

yang menghasilkan karya ilmiah dengan menggunakan deskriptif yang berupa

kata-kata tertulis atau lisan atas perilaku yang dapat diamati terhadap kelompok

manusia, obyek, dan kebudayaan.

Pendekatan etnografi sebagai suatu cara untuk mempelajari masyarakat

yang kemudian dibuat gambaran mengenai semua segi kehidupan seperti cara

berfikir, sistem mata pencaharian, sistem kerjasama, pandangan-pandangan serta

aturan-aturan yang berlaku mengenai sistem keluarga. Penelitian kualitatif pada

hakekatnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, dan berusaha

memahami tafsiran tentang dunia sekitar (Nasution, 1988: 5).

Etnografi adalah suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain.

Etnografi merupakan suatu bangunan pengetahuan yang meliputi teknik

penelitian, teori etnografis dan berbagai macam deskripsi kebudayaan. Etnografi

suatu pemahaman yang sistematis mengenai kebudayaan manusia dari perspektif

orang yang telah mempelajari kebudayaan. Etnografi didasarkan pada asumsi

bahwa pengetahuan dari semua kebudayaan sangatlah tinggi nilainya. Etnografi

selalu menggunakan hal yang dikatakan oleh orang dalam upaya untuk

mendeskripsikan kebudayaan (James P. Spradly, 1997: 13).

Pada Perkembangannya, etnografi tidak hanya merupakan paparan tanpa

interprestasi. Roger M. Keesing dalam Burhan Bungin (2007: 220),

mendifinisikan etnografi sebagai pembuatan dokumentasi dan analisis budaya

tertentu dengan mengadakan penelitian lapangan. Artinya dalam mendeskripsikan

suatu kebudayaan seorang etnografer (peneliti etnografi) juga menganalisis.

Berpedoman pada pendapat di atas dapat diketahui bahwa entografi adalah

pelukisan sistematis dan analisis kebudayaan kelompok masyarakat atau suku

(26)

2. Strategi Penelitian

Ditinjau dari obyek yang diteliti, penelitian mengenai Tradisi marawis di

Pasar Kiwon termasuk dalam penelitian kasus atau studi kasus. Penelitian ini

menggunakan strategi studi kasus terpancang tunggal. Strategi studi kasus

terpancang tunggal karena masalah yang akan diteliti mempelajari secara intensif

tentang latar belakang keadaan dan interaksi lingkungan satu unit sosial, individu,

lembaga atau masyarakat.

Winarno Surakhmad (1990: 143), menyatakan bahwa “studi kasus

memusatkan perhatian pada kasus secara intensif dan mendetail’’. Definisi lain,

“studi kasus merupakan proses inkuiri yang menyelidiki fenomena didalam

konteks kehidupan nyata, batas-batas antara fenomena dan konteks tidak tampak

dengan tegas dan di mana multi sumber bukti dimanfaatkan” (Robert K. Yin,

1997: 12). Kasus adalah suatu permasalahan yang harus diselesaikan. Disebut

terpancang karena sasaran dan tujuan serta masalah yang disebut sudah ditetapkan

sebelum terjun ke lapangan atau tempat penelitian. Tunggal karena hanya

memiliki karakteristik tunggal yang menyangkut berbagai unit dan merupakan

satu kesatuan di suatu tempat yaitu berlangsungnya tradisi marawis di Pasar

Kliwon Surakarta.

Moch. Nasir (1985: 68), menyatakan bahwa subyek penelitian dalam studi

kasus tunggal adalah individu, kelompok, lembaga dan masyarakat. Kasus ini

mempelajari secara intensif dengan memberikan gambaran yang mendalam

tentang latar belakang, sifat, dan karakter-karakter yang khas dari kasus

selanjutnya dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Studi kasus bertujuan untuk

mengetahui faktor-faktor yang memberikan ciri khas pada tingkah laku sosial,

memahami hubungan dengan lingkungan sekitarnya, sejarah, unit sosial yang

diselidiki serta faktor-faktor sosial yang mempengaruhi. Penelitian ini merupakan

gambaran peristiwa secara sistematis tentang tradisi marawis yang dimiliki

(27)

C. Sumber Data

Sumber data merupakan suatu sumber di mana data diperoleh. Data tidak

akan bisa diperoleh tanpa adanya suatu sumner data. Dalam memilih sumber data

peneliti harus berfikir mengenai kemungkinan kelengkapan informasi yang akan

dikumpulkan dan juga validitasnya. Adapun sumber data yang digunakan dalam

penelitan ini adalah sebagai berikut:

1. Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, dan diminta informasi oleh

pewawancara. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan

memahami data, informasi ataupun fakta dari suatu obyek penelitian (Burhan

Bungin, 2007: 108).

Menurut Lexy J. Moloeng (1991: 12), informan adalah orang yang

dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar

belakang penelitian. Informan dipandang menguasai permasalahan yang akan

dikaji oleh peneliti serta dapat merekonstruksi mengenai organisasi, kejadian,

motivasi, dan bersedia memberikan informasi kepada peneliti.

Di dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia sangat penting

perannya sebagai individu yang memiliki informasi, oleh karena itu untuk

memilih siapa yag akan menjadi informan, peneliti harus memahami posisi

dengan beragam peran dan keterlibatannya dengan informasi yang sesuai dengan

kebutuhan penelitian. Dalam penelitian, kesalahan dalam memilih informan akan

berakibat kurang mantapnya data yang diperoleh dalam penelitiannya (Sutopo,

2006: 58).

Dalam penelitian ini, wawancara akan dilakukan kepada beberapa

informan. Informan dipilih dari orang-orang yang lebih mengetahui secara

mendalam tentang Tradisi Marawis di Pasar Kliwon. Wawancara dengan

informan dilaksanakan kepada : (1) Pemain Marawis, (2) Tokoh masyarakat

keturunan Arab, (3) Tokoh masyarakat dari keturunan Jawa, (4) Majelis Ulama

Indonesia (MUI) Surakarta, (5) Perangkat pemerintah, (6) Orang-orang yang

(28)

2. Tempat dan Peristiwa

Tempat dan penelitan dapat dijadikan sebagai sumber informasi karena

dalam pengamatan harus ada kesesuaian dengan konteks dan situasi sosial yang

selalu melibatkan pelaku, tempat dan aktivitas. Tempat dan peristiwa

dimaksudkan untuk memperkuat penelitian.

Pengumpulan data dilaksanakan di Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan

Pasar Kliwon Surakarta karena pemain marawis berasal dari daerah yang berada

dalam Kelurahan Pasar Kliwon. Dalam penelitian ini, juga dilaksanakan

pengamatan secara langsung dengan hal–hal yang berhubungan dengan

pelaksanaan pementasan marawis di Pasar Kliwon. Dari tempat ini akan

didapatkan berbagai fenomena dan data yang sangat diperlukan dalam penelitian,

sehingga dapat memperkuat keterangan yang diberikan oleh informan dan sebagai

bukti yang nyata.

3. Dokumen dan Arsip

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 66), arsip adalah

“dokumen tertulis (surat, akta, dan sebagainya), lisan (pidato, ceramah, dan

sebagainya), atau bergambar (foto, film, dan sebagainya), dari waktu yang

lampau, disimpan dalam media tulis (kertas), elektronik (pita kaset, pita video,

disket komputer, dan sebagainya), biasanya dikeluarkan oleh instansi resmi, di

simpan dan di pelihara di tempat khusus untuk referensi”. Sedangkan pengertian

dokumen di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 272), adalah “surat

yang tertulis atau tercetak yang dapat di pakai sebagai bukti keterangan (seperti

akta kelahiran, surat nikah, surat perjanjian), barang cetakan atau naskah yang di

kirim melalui pos, rekaman suara, gambar di film, dan sebagainya yang dapat di

jadikan bukti keterangan”. Penggunaan dokumen dan arsip sebagai sumber data

atau informasi, maka peneliti dapat mengatasi ruang dan waktu sehingga terbuka

(29)

Dalam penelitian ini, data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian

berupa laporan monografi kelurahan Pasar Kliwon, artikel-artikel dari media

massa, buku kumpulan lagu-lagu marawis, kaset rekaman lagu marawis, dan

dokumentasi berupa foto-foto yang berkaitan dengan tradisi marawis.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Kartini Kartono (1983: 171) menyatakan “wawancara adalah suatu

percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, dimana dua orang atau

lebih berhadapan secara fisik”. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa

menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan

terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Materi wawancara adalah tema

yang ditanyakan kepada informan, berkisar antara masalah atau tujuan penelitian

(Burhan Bungin, 2007: 108).

Wawancara merupakan suatu interaksi dan komunikasi. Interaksi yaitu

antara peneliti dengan informan. Wawancara ini dilakukan secara mendalam

bersifat terarah dan tidak terarah. Wawancara terarah dilakukan secara sistematis

dan berencana dalam bentuk pertanyaan tercatat kepada informan. Wawancara

tidak terarah dilakukan secara bebas kepada informan dalam memberikan

keterangan umum dan tidak terduga yang tidak diketahui bila ditanyakan dengan

wawancara tidak terarah, wawancara seperti ini disebut wawancara mendalam

atau in- depth interviewing (Sutopo, 2006: 68). Wawancara di dalam penelitian

kualitatif dilakukan secara terstruktur ketat, wawancara dilakukan dengan

pertanyaan yang bersifat terbuka (open-ended), dan mengarah pada kedalaman

informasi, serta wawancara yang dilakukan secara formal tidak terstruktur

(Sutopo, 2006: 69).

Hal-hal yang dipersiapkan sebelum wawancara adalah sebagai berikut:

(30)

Informasi atau data yang lengkap dan dalam sangat penting karena akan

menentukan kualitas penelitian. Oleh karena itu, dalam pengumpulan

informasi melalui wawancara, peneliti harus bisa mendapatkan informan yang

tepat.

2) Persiapan wawancara

Peneliti harus mempersiapkan diri untuk memahami pribadi dan peran

informan dalam konteksnya, sehingga paneliti harus berusaha menyesuaikan

diri dengan karakter dan posisi informan agar tidak terjadi kesan yang

mungkin kurang tepat sehingga bisa berakibat mendapatkan informasi yang

kurang sesuai dengan yang diharapkan.

3) Langkah awal

Peneliti perlu menjalin keakraban berbagai informan yang dihadapinya, dan

memberikan kesempatan pada informan untuk mengorganisasikan apa yang

ada dalam pikirannya, sehingga benar-benar terjadi suasana yang santai.

4) Pengusahaan agar wawancara bersifat produktif

Wawancara perlu dijaga agar tetap santai dan lancar. Peneliti jangan banyak

memotong pembicaraan, dan berusaha menjadi pendengar yang baik tetapi

kritis. Keberhasilan peneliti dalam menjaga kelancaran wawancara dengan

alur yang semakin mendalam pada fokusnya akan membuat wawancara

semakin produktif.

5) Penghentian wawancara dan mendapatkan simpulan

Bila peneliti menangkap gejala kejenuhan baik pada informan maupun pada

peneliti sendiri, maka peneliti wajib bisa menghentikan wawancara tersebut,

dan sudah dapat ditarik simpulan dari semua informasi yang diberikan oleh

informan (Sutopo, 2006: 72).

Dalam penelitian ini, peneliti sebagai wawancara menggunakan teknik

terstruktur, yaitu teknik wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri

masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, dibuat kerangka dan garis

besarnya sebelum berada di lapangan penelitian, sehingga pertanyaan yang

(31)

kebutuhan data meskipun pertanyaan tersebut tidak ada dalam pedoman

wawancara.

2. Observasi

Sutrisno Hadi (1977: 7) berpendapat bahwa “observasi adalah suatu

pengamatan-pengamatan, pencatatan-pencatatan secara sistematis

fenomena-fenomena yang diselidiki”. Observasi adalah cara mengumpulkan data dengan

pengamatan oleh seorang peneliti (Kartini Kartono, 1983: 142). Dari observasi

akan diperoleh data lisan dan tertulis atau dokumenter dari objek penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti tidak hanya menonton dan mendengarkan apa yang

menarik saja tetapi juga mencatat dan mengumpulkan keterangan-keterangan dari

apa yang dilihat dalam objek pengamatan di lokasi penelitian.

Kegiatan observasi ditinjau dari cara pelaksanaan dan tujuannya. Kartini

Kartono (1983: 147-152) dapat dibedakan dalam tiga teknik obeservasi, yaitu :

a. Teknik oberservasi yang partisipatif

Peneliti ikut berpartisifasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan para obyek

yang dioberservasi, dengan mempertimbangkan akses yang bisa diperolehnya

dan dimanfaatkan bagi pengumpulan data.

b. Teknik oberservasi non-partisipatif,

Peneliti hanya mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak terlibat langsung

dalam kegiatan.

c. Teknik oberservasi sistematis

Teknik observasi yang dilakukan untuk menemukan dan merumuskan

permasalahan, sekaligus menyusun kategori permasalahan, teknik observasi

sistematis sering dilengkapi alat-alat pencatat mekanis, seperti kamera, foto,

pita rekam, tape recorder, dan lain sebagainya.

d. Teknik oberservasi eksperimental

Merupakan teknik oberservasi yang dilakukan secara non-partisipatif namun

terstruktur dan sistematis dalam pelaksanaanya.

Sehubungan dengan penelitian ini, maka dipergunakan teknik obrservasi

(32)

langsung ke lokasi observasi yang memungkinkan peneliti untuk melihat,

mengamati dan memepelajari secara langsung keadaan tempat yang diteliti, serta

jalannya atau pelaksanaan pementasan marawis di Pasar Kliwon. Observasi ini

memudahkan peneliti untuk mendapatkan data secara mendalam, sebab peneliti

dapat menangkap fenomena-fenomena yang muncul pada saat itu.

3. Analisis Dokumen

Analisis dokumen merupakan teknik pengumpulan data dengan mencari

dan mengumpulkan data melalui membaca buku yang relevan dengan topik yang

menjadi bahan penelitian. Dokumen yang diperoleh secara langsung sebagai

sumber data, kemudian dianalisis dan diteliti serta disesuaikan dengan penelitian

yang dilakukan. Dokumen yang dianalisis adalah dokumen yang berhubungan

dengan penelitian. Dokumen sangat berharga untuk memahami aktivitas yang

dilakukan oleh sekelompok populasi tertentu yang faktanya tersimpan dalam

dokumen. Oleh karena itu, dokumen berfungsi apabila sudah dianalisis, kemudian

setelah dianalisis dokumen berfungsi pula sebagai bukti pengujian. Dokumen

merupakan sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif,

memanfaatkan suatu dokumen yang padat isinya biasanya menggunakan teknik

tertentu, teknik yang paling umum digunakan yaitu Content Analysis atau kajian

isi. Kajian isi menurut Burhan Bungin (2007: 155) yaitu teknik penelitian untuk

membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru, dan sah dengan memperhatikan

konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi.

Teknik ini dilakukan paling awal untuk melihat dan menghimpun

pengetahuan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tradisi marawis. Studi ini

merupakan langkah untuk mendapatkan pengetahuan terutama sebagai bekal

untuk melaksanakan penelitian di lapangan. Sebagai tindakan dalam studi ini

adalah dengan menganalisis sumber berupa kumpulan lagu-lagu marawis. Dari

sumber tersebut dapat diketahui bahwa isi dari syair dan lagu marawis merupakan

permohonan doa kepada Allah SWT, puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW,

(33)

E. Teknik Sampling (Cuplikan)

Teknik sampling adalah suatu bentuk khusus atau suatu proses yang

umum dalam memusatkan atau pemilihan riset dalam penelitian yang mengarah

pada pendekatan seleksi (Sutopo, 2006: 63). Sedangkan Lexy J. Moleong (1990:

178 - 179), berpendapat bahwa teknik sampling adalah untuk mengiring sebanyak

informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan yang muncul. Teknik sampling

yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling atau dapat juga

disebut criterion based selection atau sampling bertujuan. Teknik sampling

bertujuan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk

menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui permasalahan secara

mendalam, dengan demikian informasi yang diterbitkan bersifat tetap, jelas dan

tidak diragukan (Lexy J. Moloeng, 1990: 30). Cara yang dilakukan untuk

mendapatkan jumlah dan kualitas data yang diharapkan, maka peneliti

menggunakan teknik cuplikan bola salju atau “snawball sampling”, yaitu peneliti

pertama-tama datang kepada seseorang menurut pengetahuannya sebagai “key

informan”, setelah dipandang cukup, orang tersebut mencari subyek lain yang

dianggap tahu permasalahannya sebagai informan baru. Demikian seterusnya,

berganti informan berikutnya sehingga data yang diperoleh semakin lengkap dan

mendalam.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik snawball sampling atau

teknik bola salju. Snawball sampling merupakan cara pemilihan informan pada

saat di lokasi penelitian kemudian berdasarkan petunjuk informasi lainnya yang

tidak terencana sebelumnya sehingga data lengkap dan mendalam.

F. Validitas Data

Validitas data adalah kebenaran dari kancah penelitian, dimana kebenaran

data dalam penelitian sangat diperlukan agar hasil penelitian tersebut benar-benar

dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam penelitian, untuk menentukan valid tidaknya suatu data, digunakan

suatu teknik yang disebut dengan teknik trianggulasi data. Yang dimaksud

(34)

dimanfaatkan sesuatu yang ada di luar data itu dan untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu (Lexy J. Moleong, 1991: 178).

Validitas ini merupakan jaminan bagi kemantapan simpulan dan tafsir makna

sebagai hasil penelitian. Untuk mendapatkan data yang valid dalam suatu

penelitian kualitatif.

Menurut H.B. Sutopo (2006: 93 – 98), trianggulasi terdiri dari empat, yaitu

sebagai berikut:

1. Trianggulasi Data (Trianggulasi Sumber)

Cara ini mengarahkan peneliti agar dalam mengumpulkan data, wajib

menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama

atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber

yang berbeda. Trianggulasi sumber bisa menggunakan satu jenis sumber data

seperti informan. Trianggulasi data memanfaatkan jenis sumber data yang

berbeda-beda untuk menggali data yang sejenis. Cara menggali data dari

sumber yang berbeda-beda dan juga teknik pengumpulan data sejenis bisa

teruji kemantapan dan kebenarannya.

2. Trianggulasi Metode

Peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan

teknik atau metode pengumpulan data. Penggunaan dari dua metode yang

ditekankan tersebut adalah penggunaan metode pengumpulan data yang

berbeda bahkan lebih jelas untuk diusahakan mengarah pada sumber data yang

sama untuk menguji kemantapan informasinya.

3. Trianggulasi Peneliti

Pengumpulan data semacam atau sejenis tetapi dilakukan oleh beberapa

peneliti.

4. Trianggulasi Teori

Peneliti mengadakan penelitian dengan teknik yang sama dan datanya

dianalisis menggunakan perspektif teori yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan dua teknik trianggulasi yaitu. trianggulasi data

dan trianggulasi metode. Trianggulasi data adalah dalam mengumpulkan data

Gambar

Tabel 2. Pengelompokan Penduduk Berdasarkan Kriteria Golongan Penduduk Jawa dan Keturunan Asing di Kelurahan Pasar Kliwon Surakarta Menurut Jenis Kelamin Tahun 2009
Tabel 5. Agama–Agama yang Dipeluk Penduduk Kelurahan Pasar Kliwon Surakarta Bulan Januari Tahun 2009
Tabel 3. Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan pasar Kliwon Surakarta (Untuk Usia 5 th Ke Atas) Tahun 2009
Tabel 4. Jenis-Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Pasar Kliwon Surakarta (Untuk Usia 10 th Ke Atas) Tahun 2009
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ini akan menjadi kontraproduktif dan tragis apa bila hukum kendaraan bermotor, yang diciptakan untuk menyediakan jalan umum yang aman dan tertib, justru malah

Hal-hal yang harus dipelajari dalam lari jarak pendek (sprint) adalah teknik start, gerakan lari, dan gerakan masuk finis.. Bagi seorang pelari jarak pendek (sprinter) kunci

Penata Muda Tk.I/Kasubbag Keuangan dan Perlengkapan Sekretariat Kantor Camat.. Pagaran Tapah

Kuantitas pegawai dapat dilihat dari camat yang telah meningkatkan kinerja pemerintah kota Samarinda yang efektif, efisien, akuntabel dan transparan dalam upaya

Terus gunakan kaedah lama yang sangat-sangat menyusahkan dan melambatkan proses urusan jual beli sekaligus melambatkan masa untuk close order. Anda masih ingin kekalkan

(B) Hadirin yang terhormat perkenankanlah saya menyampaikan pidato dengan tema Peranan Pelajar dalam kehidupan masyarakat.. (C) Hadirin yang terhormat Pidato ini disampaikan

Populasi penelitian ini adalah ibu yang mempunyai riwayat menyusui yang mem- punyai bayi 6-12 bulan berjumlah 150 orang yang terdiri dari 58 orang ibu yang mem- punyai riwayat

Plot sebuah film sebagian besar dituturkan dengan pola linier dimana waktu berjalan sesuai urutan aksi peristiwa tanpa adanya interupsi waktu yang signifikan.