Jalan Sepi untuk yang Terpinggirkan Catatan aksi menolak TPL di Samosir
Pagi masih enggan beranjak. Semilir angin berhembus kencang di pinggiran danau terbesar di bangsa kita ini, danau Toba. Air dalam danau beberapa keluar dari danau menuju jalanan di Pangururan, sebuah kecamatan di Kabupaten Samosir. Deburan ombak dari danau terdengar lirih namun pasti,mengeluarkan air dari danau.
Dingin mulai terasa pagi itu, bersama dengan angin yang terus terhembus. Dingin itu sirna setelah berada di sebuah terminal Pangururan.Yang ada hanya hangat. Kobaran semangat itu mengalir dalam hangatnya sangmatahari yang mulai menampakkan dirinya. Diantara jubah para frater (calon biarawan Katolik) dan juga jubah biru sang suster (biarawati Katolik), para amang dan inang
bernyanyi bersamanya. Sang Uskup Pius AG Datubara (Emeritus), yangakrab disebut opung dengan suara lirihnya menyampaikan berkat yang menggetarkan.
Nyanyian penuh semangat kembali terdengar diikuti suara dari amang mantan pj bupati Kabupaten Samosir Wilmar Simanjorang yang memberikan pesan, bahwa perjungan kali ini adalah perjuangan penuh kedamaian. Tidak ada kekerasan dalam perjuangan ini.
Selang beberapa menit kemudian, setelah penjelasan dari koordinator aksi Fernando Sitanggang dan Rohani Manalu, suasana hangat menjadi semakin semarak dan memanas. Semua antusias terhadap aksi damai ini. Persiapan teknis selesai, semua peserta aksi menggunakan tali di lengan kirinya. Semuapeserta aksi mulai memasuki alat transportasinya masingmasing. Terlihat lebih dari 3 truk, mobil bak terbuka dan juga beberapa mobil.
Pemandangan yang menyenangkan, pada rohaniawan berbaur dengan warga masyarakat. Ada truk berisikan alat music gondang yang memainkanmusic sepanjang perjalanan dari terminal ke kantor bupati Samosir. Dalamperjalanan, teriakanteriakan ajakan untuk warga yang melihat arakarakan parapeserta aksi. Meriah dan penuh semangat!
Senin yang sangat panas, matahari terik terasa di kulit.Tetapi semangat peserta aksi tetap tinggi, dikawal oleh amang Mantan Pj Bupati Wilmar Simanjorang dan Uskup Pius AG Datubara (Emeritus). Koordinator aksi mulai melakukan orasinya dan menyampaikan maksud kedatangan mereka kepada aparat kepolisian dan beberapa staf pemda Kabupaten Samosir. Sejenak music gondang terdengar, maka menarilah para peserta aksi dalam teriknya matahari. Suasana damai terasa dalam aksi tersebut. Penuh suka cita, dan semangat untuk memperjuangkan hak mereka akan hutan Tele yang telah menghidupi mereka selama puluhan generasi.
Kepala Dinas Kehutanan hadir dan berbicara langsung kepada para peserta aksi, tetapi jawaban mengecewakan. Dalih bahwa kepala dinas tidakmemiliki wewenang mencabut aturan IPK (Izin Pemanfaatan Kayu kepada PT. Gorga Duma Sari (GDS)seluas 800 hektar. Terjadi kericuhan saat Kadis Kehutanan Kab. Samosir tersebut pergi meninggalkan arena aksi dan koordinator aksi
melarangnya dengan menarik lengan bersangkutan. Warga mulai marah, tibatiba dari arah yang tidak diketahui, ada lemparan batu. Tanpa dikomando, warga yang sudah mulai marah melempari kantor bupati Samosir. Tidak sampai lima menit, aksi itu berhenti dan warga mulai bisa ditenangkan. Mereka akhirnya paham, bahwa ada bentuk provokasi dalam aksi itu, entah oleh siapa.
Kapolres Damanik datang dan berusaha menenangkan peserta aksi. Dengan katakata yang menyejukkan hati, namun melemahkan psikologis massa. Tetapi yang beliau lakukan tidak berhasil, peserta aksi tetap semangat dan tidak bergeming dari tempatnya. Setelah istirahat makan, mereka masih meneruskan aksinya. Bahkan sampai pada proses dorongdorongan dengan satpol PP karena mereka sangat ingin bertemu dengan pejabat Kabupaten Samosir. Di sela proses itu, provokasi tetap berlangsung. Kaca jendela kantor Bupati dipecahkan dengan sengaja oleh staf Kabupaten Samosir yang tertangkap kamera oleh seorang pastor peserta aksi.
Senin, 10 Juni 2013 akan menjadi saksi, bahwa perjuangan warga masyarakat Samosir adalah aksi atas kesadaran akan kehidupan mereka yang akan datang. Demi generasi penenerus, demi
keutuhan ciptaan Tuhan yang sudah mulai rusak digerogoti kerakusan dan ketamakan beberapa gelintir manusia. Mereka melanjutkan aksi dengan menanam bibit pohon di seputar hutan Tele yang sebagian besar sudah gundul ditebangi oleh PT. GDS. Semoga aksi ini menjadi refleksi kita umat beriman, bahwa keutuhan ciptaan Tuhan, mulai dari alam,manusia dan segala macam yang hidup di atas bumi adalah tanggung jawab kita semua. Hormat dan penghargaan yang tinggi untuk
keuskupan Medan, ordo MSF cap, JPIC dan segenap jajaran di gereja Katolik yang dengan setia mendampingi warga masyarakat.Terbersit harapan, gereja Protestan di Tanah Batak juga akan menaruh perhatian yang sama, memberikan pembelaan dan mendukung perjuangan orang terpinggir.