• Tidak ada hasil yang ditemukan

22581159 Sir Basil Henry Lidell Hart Indirect Approach Teori Lainnya Dan Relevansi Masa Kini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "22581159 Sir Basil Henry Lidell Hart Indirect Approach Teori Lainnya Dan Relevansi Masa Kini"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Sir Basil Henry Lidell Hart

Indirect Approach

, Teori Lainnya, dan Relevansi Masa Kini

Analisis Pemikiran Perang – Evolusi Pemikiran Keamanan Internasional

Mengenal Basil Liddell Hart

Sir Basil Henry Liddell Hart (31 Oktober 1895-29 Januari 1970) adalah seorang prajurit,

sejarawan militer, dan teoretikus antarperang ternama di Inggris. Ia dilahirkan di Paris dalam

suatu keluarga Yahudi dan mengenyam pendidikan di Universitas Cambridge, di mana ia

bergabung dengan Tentara Inggris dalam Perang Dunia I. Ia menjadi perwira dalam King’s

Own Yorkshire Light Infantry. Selama perang ia bertugas di Ypres dan Somme. Ia terluka dua

kali ketika menjadi komandan kompi pada akhir perang. Setelah perang, ia menulis suatu

manual pelatihan infantri dan segera menjadi koresponden militer untuk berbagai surat kabar

Inggris. Dari 1937 hingga 1938 ia menjadi penasihat pribadi menteri perang Inggris dan

menganjurkan suatu program reorganisasi dan reformasi yang diadakan sebagian. Dalam

berbagai artikel dan bukunya, Liddell Hart menjadi pendukung utama penggunaan tank

sebagai kekuatan serangan utama untuk membuat penetrasi dalam ke teritori musuh,

memotong tentara musuh dari perbekalan dan komando tinggi. Rommel dan Guderian dari

pihak Jerman mendapat pengaruh dari buku-bukunya dan mengembangkan “Blitzkrieg”.

(Beberapa hal ini akan dibahas berikut ini.) Liddell Hart juga salah seorang sejarawan militer

utama Inggris. Buku-bukunya termasuk The Real Wa r, 1914-1918 (1930), Foch, The Man of

Orleans (1931) dan A History of the World War (1934). Pasca-Perang Dunia II ia

mewawancarai beberapa jenderal terkemuka Jerman, termasuk von Tippelskirch dan Heinrich

untuk mengumpulkan material untuk bukunya The Other Side of the Hill dan German

Generals Talk. Liddell Hart kemudian berhasil meyakinkan keluarga Rommel untuk

mengizinkannya mengedit dokumen-dokumen yang tersisa tentang Marsekal Darat Jerman

tersebut menjadi sebuah buku yang dipublikasikan pada 1953 sebagai suatu pseudomemoar,

The Rommel Papers. Liddell Hart diberi gelar ksatria pada 1966.1

1“Basil Henry Liddell Hart (1895 - 1970) Find A Grave Memorial” diakses dari

(2)

Pentingnya Liddell Hart

Liddell Hart merumuskan berbagai teori, seperti indirect approach, pertahanan elastis,

limited wa r, dan pengaruh teknologi atas kemenangan perang. James Kontribusi Liddell Hart

terhadap seni militer memberi pengaruh terhadap perkembangan peperangan mekanis dan

memengaruhi para jenderal Jerman, yang termanifestasi salah satunya pada Blitzkrieg.

Relevansi teori-teori Liddell Hart mencakup dua area signifikansi, yaitu 1) aspek teknologi

dalam peperangan dan 2) konflik psikopolitik, dua area yang menjadi perhatian utama dan

memiliki signifikansi kunci pada 1970-an. Dalam studi kasus perang sekarang, penulis

menemukan beberapa teori Lidell Hart masih memiliki relevansi, sementara beberapa teori

tidak relevan lagi. Indirect strategy masih relevan dalam strategi perang gerilya dalam Perang

Generasi IV. Teori pertahanan elastis tidak relevan karena tidak mempertimbangkan level

organisasional dan perspektif waktu, serta karakteristik yang diharapkan dan perlindungan

terhadap teritori sendiri. Teori limited war lebih relevan dalam kasus-kasus perang yang

terjadi sekarang, limited wa r lebih relevan. Sementara, keunggulan teknologi tidak relevan

setelah Amerika Serikat mengalami kekalahan dalam Perang Vietnam.

Teori-teori Liddell Hart

Indirect approach

Liddell Hart menganalisis Perang Dunia I untuk menemukan penyebab tingkat korban

yang tinggi dalam perang tersebut. Ia sampai pada sekumpulan prinsip yang dianggapnya

sebagai basis seluruh strategi yang baik, prinsip-prinsip yang, menurut Liddell Hart,

diabaikan oleh hampir seluruh komandan dalam Perang Dunia I. Ia mereduksi kumpulan

prinsip ini menjadi satu frase tunggal: indirect approach (pendekatan tak langsung); dan dua

pokok fundamental:

 Serangan langsung terhadap musuh yang berada pada posisi dengan kuat hampir tidak pernah berhasil dalam percobaan.

 Untuk mengalahkan musuh, keseimbangan musuh harus terlebih dahulu dirusak. Hal ini takkan tercapai dengan serangan utama, namun harus dilakukan sebelum serangan

utama dapat berhasil.

Menurut Alex Danchev (1999), indirect approach lebih berupa sikap pikiran daripada panah di atas peta. “Dari masa ke masa, hasil efektif dalam perang jarang dicapai kecuali pendekatan yang digunakan bersifat tak langsung untuk memastikan bahwa musuh tak siap

(3)

Ketaklangsungan dapat jadi tak disengaja. Ia memiliki beraneka bentuk, berliku-liku.

Normalnya, ia adalah manuver yang diarahkan ke garis belakang musuh.2 Menurut Liddell

Hart,

“Dalam strategi, cara terpanjang dan berputar seringkali adalah cara terpendek; suatu pendekatan langsung terhadap objek akan menghabiskan tenaga sang penyerang

dan memperkeras perlawanan dengan tekanan, sebaliknya suatu pendekatan tak langsung

akan melonggarkan kewaspadaan pihak bertahan dengan merusak keseimbangannya.”

Liddell Hart juga menegaskan bahwa,

“Kebenaran yang dalam dari perang adalah bahwa hasil peperangan ditentukan dalam pikiran para komandan yang saling berperang, bukan dalam tubuh para prajurit mereka.”

Hal ini berarti bahwa keberhasilan perang dicapai dengan membuat musuh ragu-ragu

tentang situasi dan tujuan kita, dan dengan melakukan hal yang tak disangka musuh dan oleh

karena itu tidak dipersiapkan musuh.

Danchev melanjutkan, dalam setiap konflik kecerdasan atau hasrat, garis perlawanan

terkecil adalah garis ekspektasi terkecil. Hal ini adalah basis indirect approach. Bagi Liddell

Hart, dua masalah utama harus dipecahkan: dislokasi dan eksploitasi. Perang bukanlah urusan

posisi, atrisi, dan kelelahan, melainkan analisis, kelumpuhan, dan pemeliharaan maksimal.

Liddell Hart mengumpamakan perang bukan ibarat penggilingan, melainkan gulat atau

ju-jitsu. “Dalam perang, usaha untuk melempar lawan tanpa melepaskan tumpuan tempat

berpijaknya dan merusak keseimbanyannya hanya menghasilkan kelelahan… Pendekatan tak

langsung paling efektif adalah menarik atau mengejutkan lawan dengan gerakan palsu,

sehingga, seperti dalam ju-jitsu, lawan jatuh karena gerakan sendiri.”3

Liddell Hart mempreskripsikan bahwa musuh harus digusarkan sebelum dipatahkan

semangatnya. Strategi indirect approach “tidak mencari pertempuran sebagaimana mencari

situasi strategis yang menguntungkan sehingga apabila situasi tersebut tidak menghasilkan

kemenangan, kelanjutannya dalam pertempuran pasti akan mencapai kemenangan.” Liddell Hart mengungkapkan teori kemenangan tanpa pertempuran, “Strategi memiliki tujuan mereduksi pertempuran hingga proporsi paling kecil yang mungkin… Kesempurnaan strategi

2Alex Danchev, “Liddell Hart and the Indirect Approach” dalam The Journal of Military History,

Vol. 63, No. 2 (Apr., 1999), h. 315

(4)

adalah dengan menghasilkan kemenangan tanpa pertempuran serius.” Hal ini terkait argumen tentang tujuan, cara, dan hasil, “Untuk apa kemenangan desisif dalam pertempuran apabila kita terluka hingga mati sebagai hasilnya?” Pertanyaan ini diajukan dalam artikelnya pada 1924, “The Napoleonic Fallacy” dan Clausewitzia n Fallacy, yang mengkritik perang absolut yang mencari pertempuran desisif melawan kekuatan utama musuh.4

Liddell Hart sampai pada kesimpulan setelah mempelajari para ahli strategi dalam

sejarah, terutama Sun Tzu, Napoleon, dan Belisarius, serta kemenangan mereka. Ia percaya

bahwa indirect approach membentuk unsur-unsur umum dalam karir tokoh-tokoh yang

dipelajarinya.

Pertahanan elastis

Liddell Hart menjelaskan bahwa strategi kaku yang selalu menggunakan serangan

langsung kuat atau posisi pertahanan yang tetap harus dihindari. Ia lebih menyukai

pertahanan elastis5 yang lebih fluid, di mana suatu kesatuan bergerak dapat bergerak

seperlunya untuk memenuhi kondisi yang diperlukan untuk indirect approach. Ia menyebut

kampanye Afrika Utara Erwin Rommel6 sebagai suatu contoh klasik teorinya.

Liddell Hart meletakkan aksioma bahwa dalam peperangan modern, pertahanan

memiliki keuntungan besar daripada serangan: tak ada serangan yang berhasil kecuali sang

penyerang berhasil melakukan kejutan atau memiliki jumlah yang lebih besar dari yang

diserang dengan rasio 3:1 dalam daya tembak. Menurut Liddell Hart,

“Risiko utama kekalahan perang terdapat pada usaha „memenangkan perang‟ dengan mengejar khayalan kemenangan desisif dalam medan pertempuran… Dalam kondisi sekarang, bodoh bagi Inggris dan Prancis untuk mengusahakan strategi ofensif di

4Alex Danchev, “Liddell Hart and the Indirect Approach, h. 317

5 Pertahanan elastis, atau defence in depth atau deep defence, adalah strategi militer yang

mencoba menunda, daripada mencegah, kemajuan penyerang, mengulur waktu, dan menambah korban dengan memberi jarak. Daripada mengalahkan penyerang dengan garis pertahanan tunggal yang kuat, pertahanan elastis bergantung pada kecenderungan serangan kehilangan momentum dalam suatu periode waktu atau ketika serangan meliputi area yang lebih besar. Seorang prajurit bertahan dapat menyerahkan suatu teritori yang hanya dipertahankan secara ringan untuk memberi tekanan kepada logistik penyerang atau menyebarkan kekuatan

penyerang yang superior dalam hal jumlah. Ketika penyerang kehilangan momentum atau terpaksa menyebar untuk mengamankan area yang lebih besar, serangan balik defensif dapat dilancarkan terhadap titik lemah penyerang untuk menyebabkan perang atrisi atau mengusir kembali penyerang ke posisi awalnya.

6 Kampanye Afrika Utara adalah pertarungan antara Sekutu dan Axis pada Perang Dunia II di

Afrika Utara dari 10 Juni 1940 hingga 16 Mei 1943. Marsekal Darat Erwin Rommel memegang komando Korps Afrika Jerman dalam Operasi Sonnenblume untuk mendukung Tentara

(5)

Barat pada taraf apapun di tingkat permulaan…” “Pertahanan adalah serangan psikologis… Apabila… serangan bertemu serangan, pemerintahan sang penyerang dapat mengonsolidasikan rakyatnya dengan menunjukkan kepada mereka bahwa mereka

bertempur untuk mempertahankan rumah mereka. Penggambaran keliru tersebut menjadi

lebih sulit ditegakkan apabila serangan bertemu dengan pertahanan. Hal ini cenderung melemahkan kehendak rakyat musuh… Keadaan pikiran ini, dan kehilangan semangat, akan terjadi lebih cepat apabila kampanye ofensif tidak menciptakan hasil yang

sebanding dengan biayanya. Tidak ada yang lebih mendemoralisasi tentara daripada

melihat mayat kawan-kawan mereka bertumpuk di depan pertahanan yang tak dapat dipecahkan…”7

Liddell Hart menambahkan ke dalam pertahanan strategis suatu “ofensif mengganggu”: serangan singkat dan tajam berkali-kali dengan unsur kejutan; tembakan artileri dan

pengeboman udara untuk merusak garis perbekalan musuh dan kamp istirahat; seluruhnya

disebut sebagai “perang supergerilya”.8 Ofensif mengganggu dan perang supergerilya adalah

unsur indirect approach yang dipenuhi dalam kondisi pertahanan fluid, dilancarkan ketika

penyerang kehilangan momentum terhadap titik lemah penyerang untuk menyebabkan perang

atrisi.

Limited war

Teori limited war Liddell Hart terkait dengan teori indirect approa ch-nya. Ia percaya

bahwa harga luar biasa dari pertempuran atrisi massif adalah pengorbanan yang tak perlu dan

didasarkan atas prinsip yang tak waras. Menggunakan contoh kemenangan Hannibal di Cannae dan kemenangan Moltke di Sedan, Liddell Hart menyatakan bahwa “ada… banyak contoh negatif untuk membuktikan bahwa penaklukan kekuatan utama musuh tak sama dengan kemenangan.” Ia juga mengungkapkan bahwa usaha-usaha untuk mencapai suatu tujuan dapat dengan mudah membawa kepada perang dengan cara-cara tak terbatas, perang “di mana sang pelaku tak mengetahui kapan harus berhenti. Hal ini mengimplikasikan bahwa tujuan dapat dikejar tanpa memperhatikan apa yang terdapat di luar itu. Sang pelaku

mengizinkan insting berperang merampas kuasa akalnya.” Definisi strategi oleh Liddell Hart

menekankan kembali subordinasi jalannya perang di bawah tujuannya, dan ia menyimpulkan

7“World War; Defense Is the Best Attack TIME, diakses dari

http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,762668-1,00.html 20 Oktober 2009 21:06

8“World War; Defense Is the Best Attack TIME, diakses dari

(6)

bahwa prinsip strategi bukan untuk mencari kemenangan dalam pertempuran, di mana

kekuatan perlawanan musuh dapat menjadi yang terbesar, melainkan untuk menyerang

titik-titik yang dapat diserang di mana kekalahan akan menghancurkan kapasitas moral dan fisik

untuk melawan; strategi pelumpuhan melalui dislokasi, bukan penghancuran melalui atrisi.

Prinsip indirect approach dipercaya Liddell Hart dapat menghapuskan pertempuran dalam

pengertian tradisional. Untuk mengurangi tentara wajib militer, Liddell Hart mengusulkan

pembuatan tentara termekanisasi penuh yang terdiri dari seluruh persenjataan tempur namun

terorganisasi dengan konsentrasi besar unit-unit tank, sehingga tentara wajib militer dapat

digantikan dengan tentara profesional yang lebih kecil. Tujuan terakhir Liddell Hart adalah

revolusi teori dan praktik militer yang dirancang untuk memulihkan derajat rasionalitas

dalam perang dan melindungi peradaban.9

Teknologi

Liddell Hart mengungkapkan bahwa teknologi memengaruhi serangan atau pertahanan.

Pemikiran ini menjadi cikal-bakal revolutions in military affairs (RMA). Ia berpendapat

bahwa stalemate (jalan buntu) terjadi karena tidak ada yang mau mengorbankan pasukan

besar dengan melintasi parit di medan peperangan. Dia melihat kehadiran tank mengubah

semua itu, tank mengubah offensive (serangan) menjadi unggul. (Namun, dalam hal ini

Liddell Hart tidak deterministik. Ia beranggapan teknologi harus terserap ke dalam way of

wa rfare atau teknologi tidak akan mengubah offensive-defensive secara signifikan.) Sehingga,

Liddell Hart menjadi pendukung utama penggunaan tank sebagai kekuatan serangan utama

untuk membuat penetrasi dalam ke teritori musuh, memotong tentara musuh dari perbekalan

dan komando tinggi. Rommel dan Guderian dari pihak Jerman mendapat pengaruh dari

buku-bukunya dan mengembangkan “Blitzkrieg”.10

Kontribusi Liddell Hart

James D. Atkinson (1965) menyebutkan berbagai bukti-bukti kontribusi Liddell Hart

terhadap seni militer, seperti Profesor Robin Higham yang percaya bahwa Liddell Hart adalah

salah seorang dari enam intelektual militer terkemuka di Inggris Raya pada periode antara

Perang Dunia I dan II, dan Profesor Theodore Ropp yang menunjukkan pengaruh pengajaran

9Robert H. Larson, “B. H. Liddell Hart: Apostle of Limited War” dalam Military Affairs, Vol. 44,

No. 2 (Apr., 1980), h. 70-74

(7)

Liddell Hart dalam peperangan mekanis di luar Inggris dan peran unggulnya sebagai kritik

dan sejarawan militer.11

Liddell Hart dan jenderal Jerman

Brian Bond (1977) menghadirkan bukti bahwa pemikiran Liddell Hart memengaruhi

beberapa jenderal Jerman pada Perang Dunia. Beberapa di antaranya adalah 1) Jenderal

Jerman pro-Nazi Blomberg, yang mengungkapkan bahwa ia terkesan dengan penekanan

Liddell Hart pada kekuatan pertahanan dan mengoreksi obsesi ortodoks terhadap ofensif

dalam pelatihannya ketika memegang komando atas distrik Wehkreis di Prussia Timur. Ia

mengakui bahwa obsesi terhadap ofensif mungkin adalah konsekuensi situasi militer Jerman

serta deduksi dari pengalaman perang Jerman. 2) Kolonel Reichenau menerjemahkan buku Liddell Hart “Foch The Man Of Orleans”. Blomberg dan Reichenau pun bertanggung jawab atas penerjemahan The British Way in Warfare pada 1932 dan menyirkulasikan gagasan

Liddell Hart tentang mekanisasi ke seluruh Reichswehr. 3) Kapten Guderian, spesialis sinyal

tanpa pengalaman dengan kendaraan mekanik, kemudian mengakui pentingnya gagasan

J.F.C. Fuller, Liddell Hart, dan Martel tentang mobilitas yang menyebutkan bahwa lapis baja

dapat digunakan dalam serangan dan harus diorganisasikan sebagai suatu kepala tombak

(pembuka jalan) daripada sebagai kekuatan pengintai ringan maupun senjata pendukung

infantri.12

Relevansi Liddell Hart

James D. Atkinson (1965) menyebutkan dua area signifikansi Liddell Hart, yaitu 1)

aspek teknologi dalam peperangan dan 2) konflik psikopolitik, dua area yang menjadi

perhatian utama dan memiliki signifikansi kunci pada 1970-an.

Aspek teknologi dalam peperangan

Liddell Hart mengungkapkan bahwa, “perkembangan mekanisasi, dalam pengertian paling luas, telah mengurangi pentingnya jumlah.” Hal ini tampak pada 1960-an, ketika kompetisi persenjataan (dan validitas strategi deterrence) sebagian besar bersifat kualitatif,

bukan kuantitatif. Terdapat eksploitasi lingkungan angkasa dan keperluan memikirkan

kembali peran strategis pesawat dalam perkembangan baru kendaraan, sistem propulsi,

senjata, dan peralatan elektronik. Pemikiran Liddell Hart adalah pionir dalam aspek kualitatif

11James D. Atkinson, “Liddell Hart and Warfare of the Future” dalam Military Affairs, Vol. 29,

No. 4 (Winter, 1965-1966), h. 161

12Brian Bond, “Liddell Hart and the German Generals” dalam Military Affairs, Vol. 41, No. 1

(8)

peperangan.13 Senada dengan pemikiran Liddell Hart, Buzan dan Herring (1998)

mengungkapkan bahwa teknologi menegaskan banyak agenda keamanan militer dan suatu

pergolakan teknologi militer, yang disebut tentang revolusi teknologi militer, tengah terjadi.14

Pengaruh pemikiran ini tampaknya akan bertahan lama, karena seluruh revolusi teknologi

militer adalah salah satu unsur terintegrasi dari revolusi yang lebih luas di bidang sains,

teknologi, dan kondisi manusia. Apapun kekuatan penggeraknya, proses kemajuan teknologi

tersebut memiliki momentum yang berakar kuat di masyarakat, dan hal tersebut memiliki

pengaruh yang amat besar dalam seluruh aspek masyarakat, termasuk militer. Buzan dan

Herring memberikan berbagai ilustrasi yang menggambarkan kedekatan teknologi sipil dan

militer, seperti metalurgi yang membangkitkan daya tembak juga menghasilkan mesin uap,

serta ilmu kimia yang memproduksi bahan peledak juga mengembangkan industri kimia

seperti pupuk dan obat farmasi. Kesamaan fungsi sektor militer dan sipil berarti banyak

teknologi sipil memiliki aplikasi militer, namun hanya sedikit teknologi militer yang

memiliki aplikasi sipil, sehingga ada argumen bahwa seluruh masyarakat sipil industrial

memiliki potensi militer laten. Namun, kemajuan teknologi menciptakan berbagai pilihan

teknologi, sehingga muncul berbagai cara independen dalam memenuhi tuntutan militer

spesifik. Hal ini memunculkan tekanan konstan atas formulasi strategi militer, sebagaimana

dunia memasuki fase teknologi informasi seperti diklaim Alvin dan Heidi Toffler.15

Konflik psikopolitik

Menurut James D. Atkinson (1965), pada masa Perang Dingin, dunia mengalami

keadaan damai parsial yang tak menenagkan. Jenderal William J. Donovan, kepala Office of

Strategic Services pada masa perang, menggunakan istilah “peperangan tak konvensional”

untuk menggambarkan pola baru yang bukan berupa perang maupun damai, sementara Atkinson mengembangkan istilah “peperangan polyreconic” untuk menggambarkan fenomena metode-metode perang dalam konteks damai, tanpa pelanggaran tajam terhadap

garis antara keadaan formal perang dan damai. Menurut Atkinson, Perang Dingin dicirikan

dengan konflik psikopolitik yang ditandai dengan perusuh dan teroris di Venezuela, gerilyawan di Kongo, serta demonstrator “damai” di London, Paris, Tokyo, atau Washington. Hal ini telah tertuang dalam pemikiran Liddell Hart, yang menulis bahwa “pada manusia terdapat sumber dan dorongan utama seluruh konflik” dan karena itu “tujuan kita dalam

13James D. Atkinson, “Liddell Hart and Warfare of the Future”, h. 162

14Barry Buzan dan Eric Herring, “Revolutions in Military Technology” dalam The Arms Dynamic

in World Politics (Colorado: Lynne Rienner Publishers, Inc., 1998), h. 9-28

(9)

perang hanya dapat dicapai melalui penaklukan kehendak yang berlawanan” (1925). Dalam

buku The Strategy Of Indirect Approach (1928) ia telah memprediksi peperangan psikologis

yang dilangsungkan di seluruh dunia oleh kaum Komunis untuk memutuskan kehendak Amerika Serikat melawan di Vietnam. Ia menulis bahwa “dislokasi keseimbangan psikologis dan fisik musuh menjadi vital mendahului usaha penggulingannya. Dislokasi ini dihasilkan

indirect approach strategis… dapat berupa berbagai bentuk… Dalam perang, hal utama yang

paling tak dapat dikalkulasi adalah kehendak manusia, yang bermanifestasi dalam

perlawanan, yang kemudian terletak pada pemeliharaan taktik. Strategi tidak harus mengatasi

perlawanan, kecuali dari sifat dasarnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi kemungkinan perlawanan…” Menurut Profesor Charles A. Beard, abad kedua puluh menekankan fase aktivitas “political man” (manusia politik), dilambangkan dengan konflik psikopolitik. Peperangan telah menjadi pertempuran semangat, gagasan, dan kehendak manusia. Karena

hal ini, Atkinson menyimpulkan bahwa konsep indirect approach strategis dan konsep

menundukkan kehendak musuh Liddell Hart akan menjadi lebih bermakna seterusnya.16

Aplikasi Teori Liddell Hart

Dalam studi kasus perang sekarang, penulis menemukan beberapa teori Lidell Hart

masih memiliki relevansi, sementara beberapa teori tidak relevan lagi. Berikut ini adalah

penjabaran aplikasi teori-teori tersebut.

Indirect approach dan indirect strategy dalam strategi perang gerilya

Teori indirect approach Liddell Hart, yang aplikatif dalam Perang Generasi II yang

menekankan manuver, ternyata masih memiliki relevansi dengan Perang Generasi IV yang

menekankan ketahanan. Hal ini dapat dilihat dalam teori konflik asimetris yang

dikembangkan Ivan Arreguin-Toft (2001) tentang perang gerilya. Menurutnya, bagi aktor

yang lebih lemah, pertahanan yang akan berhasil baik menghadapi aktor yang lebih kuat

bergantung pada suatu indirect strategy (strategi tak langsung). Indirect strategy didefinisikan

Arreguin-Toft sebagai pendekatan strategis yang mencoba menghancurkan kehendak

bertempur musuh: Untuk tujuan ini, suatu strategi perang gerilya akan menargetkan prajurit

musuh. Model perang gerilya menekankan indirect strategic approach. Dan, dalam hal ini,

dalam interaksi dengan pendekatan berbeda (aktor yang lebih kuat menggunakan direct

(10)

strategy sementara aktor yang lebih lemah menggunakan indirect strategy) aktor yang lebih

lemah memiliki kecenderungan menang yang semakin meningkat dari masa ke masa.17

Offensive (serangan) vs defensive (pertahanan)

Teori pertahanan elastis Liddell Hart menganjurkan untuk mengambil strategi pertahanan

elastis atau deep defence dalam setiap peperangan, tanpa pertimbangan lebih lanjut tentang

karakter perang yang diinginkan dan perlindungan terhadap teritori. Padahal, menurut

Wilhelm Agrell, offensive (serangan) versus defensive (pertahanan) bukan hanya perbedaan

mengenai performa sistem teknis, melainkan dua bentuk aktivitas militer yang berbeda.

Perbedaan tersebut dapat diaplikasikan ke dalam berbagai level organisasional, perspektif

waktu, dan campuran yang berbeda. Terdapat berbagai strategi dengan berbagai campuran

offensive dan defensive sebagaimana elemen aktif dan reaktif, sebagaimana dirumuskan

dalam tabel berikut.18

Strategi Karakteristik Hubungan dengan teritori

Preventive war Aktif: menghancurkan cara-cara atau kehendak musuh

sebelum serangan

diluncurkan

Di teritori musuh

Strategic offence Aktif: serangan balik langsung, memaksa musuh bertahan

Area perbatasan dan teritori musuh

Retaliation Reaktif: menghukum musuh dengan menimbulkan

Forward defence Aktif: segera memblokir kemajuan musuh dan serangan balik yang berikut

Area perbatasan dan pantai

Deep defence Reaktif: menunda serangan musuh dan menimbulkan atrisi bertahap diikuti serangan balik di area belakang

Teritori sendiri

Territorial defence Reaktif: menunda serangan musuh dan menimbulkan

Perlindungan terbatas terhadap teritori sendiri

17 Ivan Arreguin-Toft, “How the Weak Win Wars: A Theory of Asymmetric Conflict” dalam

International Security, Vol. 26, No. 1 (Summer, 2001), h. 93-128

18Wilhelm Agrell, “Offensive versus Defensive: Military Strategy and Alternative Defence” dalam

(11)

atrisi bertahap tanpa kemampuan serangan balik Irregular defence Reaktif: menunda kemajuan

musuh dan mengganggunya

Tak ada perlindungan terhadap teritori sendiri Non-military resistance Reaktif: menunda dan

mengganggu kemajuan musuh dan menggunakan area dengan cara-cara nonmiliter

Tak ada perlindungan terhadap teritori sendiri

No resistance Reaktif: menyerah Tak ada perlindungan terhadap teritori sendiri

Argumen utama Agrell dalam artikelnya tersebut adalah bahwa debat offensive versus

defensive seharusnya bukanlah debat “pro” dan “kontra” tanpa menghiraukan pertanyaan

analisis fundamental yang terkait dengan sifat premis-premis bagi implementasi

alternatif-alternatif kebijakan pertahanan berdasarkan teknologi spesifik dengan efek-efek politik dan

strategis yang diharapkan. Perbedaan antara offensive dan defensive dalam perspektif historis

jauh lebih kompleks daripada perdebatan terdahulu.19 Maka, pemilihan antara offensive dan

defensive harus didasarkan pada pertimbangan level organisasional dan perspektif waktu,

serta karakteristik yang diharapkan dan perlindungan terhadap teritori sendiri.

Limited war

Dalam kasus-kasus perang yang terjadi sekarang, limited war lebih relevan. Pertama, sebagaimana kepercayaan Liddell Hart, “pedang tipis dan tajam” tidak hanya kurang destruktif daripada “gada”, namun juga adalah senjata militer yang superior. Kerusakan dua Perang Dunia dan kemungkinan bencana pada perang ketiga menjadikan hal ini pesan yang

tidak dapat dihiraukan. Nuklir sebagai absolute weapon (senjata absolut), yang dapat

menghancurkan center of gravity musuh dalam satu serangan, menjadi satu-satunya senjata

yang terus-menerus dikembangkan pada masa Perang Dingin dan tetap ada hingga sekarang

(walaupun telah mengalami pembatasan jumlah dan reduksi) namun hanya digunakan sekali

dalam sejarah, yaitu pada serangan Amerika Serikat terhadap Hiroshima dan Nagasaki.

Kritik lain terhadap perang atrisi adalah bahwa seorang komandan memberi perintah

detail terhadap bawahannya, memberitahukan secara persis apa yang ia ingin mereka lakukan

dan para bawahannya melakukannya. Apabila diperintah untuk melakukannya, satu unit

19Wilhelm Agrell, “Offensive versus Defensive: Military Strategy and Alternative Defence”, h. 75

(12)

prajurit akan maju kepada musuh berulang kali, menderita banyak korban, karena perintah.

Hal ini terjadi dalam Operasi Desert Storm dalam Perang Irak, ketika Angkatan Laut AS

memenetrasi perbatasan Irak dan bergerak ke Kuwait City. Untuk kebanyakan bagian, mereka

mengabaikan unit prajurit Irak dan memenetrasi di berbagai area berbeda. Para prajurit Irak

langsung menyadari bahwa terdapat Angkatan Laut di depan dan belakang mereka, merasa

terkepung dan tanpa pertolongan, terutama setelah beberapa minggu bombardir, dan dengan

cepat menyerah. Unit-unit Irak di belakang mendadak berhadapan dengan kekuatan musuh

yang tidak diharapkannya dan merasa terkejut. Angkatan Laut AS melewati sayap Irak

dengan misi memotong Kuwait dan menghancurkan Garda Republik. Namun, karena

koordinasi yang gagal, mereka tidak bergerak cukup cepat. Satu unit melihat Garda Republik

kabur dan memiliki peluang untuk menghancurkannya, namun mereka tidak melakukannya

karena mereka tidak diperintahkan untuk maju, sehingga Garda Republik dapat melarikan

diri.20

Perang Vietnam: kekalahan teknologi

Perang Vietnam (1957-1973) menjadi satu panggung disvalidasi teori Liddell Hart

tentang keunggulan teknologi dalam peperangan. Perang yang secara de facto terjadi antara

Amerika Serikat dan Vietnam Utara ini menjadikan Amerika Serikat, yang memiliki

keunggulan teknologi militer atas Vietnam Utara, menjadi pecundang. Persenjataan dan

strategi yang dimiliki Amerika Serikat berada pada fase yang disebut oleh Alvin dan Heidi

Toffler sebagai fase industrial, sementara Vietnam Utara pada fase agrikultural. Tentara

Amerika Serikat menggunakan berbagai jenis senjata sampai dengan yang paling mutakhir.

Namun, mereka mengadopsi strategi yang salah. Interaksi strategis antara kedua pihak yang

berperang menunjukkan keterbatasan teknologi sebagai kekuatan material relatif di hadapan

gerilyawan Viet Cong. Hal ini sebagaimana diingatkan Buzan dan Herring, bahwa senjata dan

strategi fase informasi belum tentu lebih unggul daripada fase industrial.21

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kelayakan usaha penangkaran Burung Lovebird di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah dari sisi finansial

Kecemasan yang terjadi pada mahasiswa perawat praktek dikarenakan kurangnya penyesuaian diri pada mahasiswa perawat praktek dimana mahasiswa perawat praktek

Untuk membuat model dari jaringan komputer yang akan digunakan bisa dilakukan dengan memanfaatkan area kerja dari Cisco Packet Tracer. Peralatan yang digunakan

Namun yang juga tidak kalah pentingnya, adalah bagaimana cara menyimpan pakaian dengan benar agar tidak berbau yang kurang sedap, serta menjadi awet. Salah satu caranya adalah

bahwa retribusi tempat rekreasi dan olahraga merupakan salah satu jenis Retribusi Jasa Usaha yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah pada saat memberikan

Bahan galian yang dapat dikembangkan di wilayah Kabupaten Sumba Timur adalah : batugamping yang bersama-sama dengan lempung dapat mendukung pendirian industri semen, serta

 Kelompok terbaik pada hari itu diberikan reward oleh guru  Siswa bersama guru mengevaluasi hasil pembelajaran hari ini.. Rincian Kegiatan

Tepi luka merup merupakan aspek akan aspek yang paling sering diabaikan dalam yang paling sering diabaikan dalam perawa perawatan luka, tan luka,  padahal tepi luka