BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Tinjauan Pustaka 2.1.1. Nilai Perusahaan
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002 : 7), “Nilai perusahaan
merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila
perusahaan tersebut dijual, semakin tinggi nilai perusahaan semakin besar
pula kemakmuran yang akan diterima oleh pemilik perusahaan”. Nilai
perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tinggilnya kemakmuran
pemegang saham. Semakin tinggi harga saham tinggi pula nilai
perusahaan. Menurut Kondongo dkk. (2014), keinginan para pemilik
perusahaan adalah nilai perusahaan yang tinggi, karena dengan nilai yang
tinggi maka kemakmuran pemegang saham juga akan tinggi.
Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai perusahaan menurut
Weston dan Copeland (2008: 244) yaitu:
1. Price Earning Ratio
Rasio ini menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
2. Price to Book Value
Rasio ini menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi PBV artinya pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut.
3. Rasio Tobin’s Q
Pada penelitian ini rasio yang digunakan untuk mengukur nilai perusahaan
adalah Price to Book Value (PBV). Rasio ini merupakan rasio antara harga
saham terhadap nilai bukunya. Perusahaan yang berjalan dengan baik
umumnya mempunyai rasio PBV di atas satu yang menunjukkan bahwa
nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya (Sari, 2013). PBV
memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut (Kusumajaya, 2011):
a. Nilai buku mempunyai ukuran intutif yang relatif stabil yang dapat diperbandingkan dengan harga pasar. Investor yang kurang percaya dengan metode discounted cash flow dapat menggunakan price book value sebagai perbandingan.
b. Nilai buku memberikan standar akuntansi yang konsisten untuk semua perusahaan. PBV dapat diperbandingkan antara perusahaan – perusahaan yang sama sebagai petunjuk adanya under atau overvaluation.
c. Perusahaan – perusahaan dengan earning negatif, yang tidak bisa dinilai dengan menggunakan price earning ratio (PER) dapat dievaluasi dengan Price to Book Value (PBV).
2.1.2. Struktur Modal
Struktur modal diperlukan untuk meningkatkan nilai perusahaan
karena penetapan struktur modal dalam kebijakan pendanaan perusahaan
menentukan profitabilitas perusahaan. Pemilik struktur modal yang baik
pada perusahaan adalah hal yang penting. Menurut Sartono (2010: 225),
“Struktur modal adalah perimbangan jumlah utang jangka pendek yang
bersifat permanen, utang jangka panjang, saham preferen dan saham
biasa”. Brigham dan Houston (2011:171) menyatakan struktur modal yang
optimal suatu perusahaan adalah struktur yang akan memaksimalkan harga
Menurut Sutrisno (2000:307-308) struktur modal dipengaruhi oleh
beberapa faktor utama, antara lain:
1. Persesuaian atau Suitability
merupakan persesuaian antara cara pemenuhan dana dengan jangka waktu kebutuhannya. Bila yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan berjangka pendek bila dibelanjai dengan utang, obligasi atau dengan mengeluarkan modal sendiri kurang sesuai. Sebaliknya cara pemenuhan dana disesuaikan dengan jangka waktu kebutuhannya, artinya bila kebutuhan dana berjangka pendek maka sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka pendek dan bila kebutuhan dana jangka panjang sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka panjang.
2. Pengawasan atau Control
Pengendalian atau pengawasan perusahaan ada di tangan para pemegang saham. Manajemen perusahaan mengemban tugas untuk menjalankan hasil keputusan pemegang saham. Biasanya sebuah perusahaan dimiliki oleh beberapa pemegang saham sehingga bila diperlukan tambahan dana perlu dipertimbangkan apakah tugas pengawasan dari pemilik lama tidak akan terkurangi. Oleh sebab itu dengan pertimbangan tersebut, biasanya pemilik lama lebih menginginkan mengeluarkan obligasi dibanding dengan menambah saham.
3. Laba/Earning per Share
Memilih sumber dana apakah dari saham atau utang, secara finansial harusnya bisa menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham lebih besar.
4. Tingkat Risiko/Riskness
Utang merupakan sumber dana yang mempunyai risiko tinggi sebab bunganya tetap harus dibayarkan baik pada saat perusahaan mendapatkan laba maupun dalam kondisi merugi. Oleh karena itu semakin besar penggunaan dana dari utang mengindikasikan perusahaan mempunyai tingkat risiko yang lebih besar.
2.1.2.1. Sumber Pendanaan
Berikut ini merupakan sumber utama dari dana yang dapat dipakai
melaksanakan kegiatan perusahaan:
Dana yang berasal dari dalam perusahaan adalah dana atau
funds yang berbentuk atau dihasilkan di dalam perusahaan.
Dana yang berasal dari dalam perusahaan terdiri dari berbagai
jenis antara lain:
- Keuntungan yang ditahan
- Penyusutan
- Saham pemilik
- Dan lain-lain
b. Dari luar perusahaan (sumber dana eksternal)
Dana yang berasal dari luar perusahaan terdiri dari 2 golongan,
yaitu:
- Sumber dana jangka pendek
Sumber dana jangka pendek ini diperoleh antara lain dari
kredit dagang, kredit bank, surat-surat berharga, dan
lain-lain.
- Sumber dana jangka panjang
Sumber dana jangka panjang dapat diperoleh dari berbagai
sumber antara lain : • Pinjaman Obligasi
Pinjaman obligasi adalah pinjaman jangka waktu
yang panjang. Jadi, debitor mengeluarkan surat
pengakuan hutang yang mempunyai nilai nominal
tertentu.
• Pinjaman hipotek
Pinjaman hipotek adalah pinjaman jangka panjang.
Disini, kreditor dibeli hak hipotek terhadap suatu
barang tidak bergerak dan apabila debitor tidak
dapat dijual dan hasil penjualan tersebut digunakan
untuk menutup tagihannya.
2.1.2.2. Teori Struktur Modal
Ada dua teori yang menjelaskan pilihan atas struktur modal
(Budiarso, 2013) yaitu:
1. Trade Off Theory
Trade Off Theory menyatakan bahwa dalam mencari hubungan antara struktur modal dan nilai perusahaan terdapat suatu tingkat leverage (debt ratio) yang optimal. Oleh karena itu perusahaan akan selalu berusaha menyesuaikan tingkat leverage ke arah yang optimal. Jadi, tingkat leverage perusahaan bergerak terus dari waktu ke waktu ke arah suatu target yang ingin dicapai.
2. Pecking Order Theory
Teori ini menyatakan bahwa keputusan keuangan mengikuti suatu hierarki dimana sumber pendanaan dari dalam perusahaan lebih didahulukan daripada sumber pendanaan dari luar perusahaan. Dalam hal ini perusahaan menggunakan pendanaan dari luar, pinjaman lebih diutamakan daripada pendanaan dengan tambahan modal dari pemegang saham baru.
3. Signaling Theory
2.1.3. Kinerja Keuangan
Kinerja menurut Mangkunegara (2005:67) “Kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya”. Sedangkan kinerja keuangan menurut Munawir
(1998) adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam
suatu periode tertentu dan tertuang pada laporan keuangan perusahaan
yang bersangkutan.
Pengukuran kinerja keuangan dapat dilakukan dengan penilaian
analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan merupakan dasar untuk
menilai dan menganalisis prestasi operasi perusahaan atau kinerja
perusahaan. Rasio keuangan dirancang untuk mengevaluasi laporan
keuangan, yang isinya adalah data mengenai posisi perusahaan pada suatu
titik dan operasi perusahaan pada masa lalu. “Nilai nyata laporan keuangan
terletak pada fakta bahwa laporan keuangan dapat digunakan untuk
membantu memperkirakan pendapatan dan dividen masa yang akan
datang” (Muliani dkk., 2014).
Rasio keuangan yang merupakan bentuk informasi akuntansi yang
penting bagi perusahaan selama suatu periode tertentu. Berdasarkan rasio
tersebut, dapat dilihat keuangan yang dapat mengungkapkan posisi,
kondisi keuangan, maupun kinerja ekonomis di masa depan atau dengan
Pengukuran kinerja keuangan berdasarkan analisis rasio keuangan
dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis, yaitu: (Lasari, 2012)
1. Rasio Likuiditas
Rasio ini menyatakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka pendek. Rasio likuiditas terdiri dari : Current ratio, Quick ratio, dan Net Working Capital.
2. Rasio Solvabilitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio solvabilitas terdiri dari : Debt ratio, Debt to Equity ratio, Long term debt to Equity ratio, Long term debt to Capitalization ratio, Times Interest Earned, Cash Flow Interest Coverage, Cash Flow to net Income, dan Cash Return on Sales.
3. Rasio Aktivitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahan dalam memanfaatkan harta yang dimilikinya. Rasio aktivitas terdiri dari : Total Asset Turnover, Fixed Asset Turnover, Acoount Receivable Turnver, Inventory Turnover, Average Collection Period, dan Day’s Sales in Inventory.
4. Rasio Profitabilitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rasio profitabilitas terdiri dari: Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return on Assets, Return on Equity dan Operating Ratio.
5. Rasio Pasar
Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahan dan diungkapkan dalam basis per saham. Rasio pasar terdiri dari : Devidend Yield, Devidend per share, Devidend payout ratio, Price Earning ratio, Earning Per Share, Book Value per share, dan Price to Book Value.
Dari kelima rasio diatas, ROE (Return on Equity) merupakan
ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham. Salah satu
alasan utama perusahaan beroperasi adalah menghasilkan laba yang
bermanfaat bagi para pemegang saham. Semakin besar ROE
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
yang tinggi bagi pemegang saham. Hal ini berdampak terhadap
bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari modal
sendiri yang digunakan oleh perusahaan.
Menutut Lasari (2012), Return on Equity (ROE) diperoleh dengan
cara membandingkan laba bersih setelah panjak terhadap total modal
sendiri. Dari rumus tersebut maka dapat dikatakan bahwa faktor yang
menentukan tingkat ROE adalah jumlah laba bersih setelah pajak dan
jumlah total modal sendiri. Jika jumlah laba bersih yang didapat
perusahaan tinggi sementara jumlah total modal sendiri perusahaan rendah
maka tingkat Return on Equity (ROE) akan tinggi. Namun sebaliknya
apabila jumlah laba bersih yang didapatkan perusahaan rendah sedangkan
jumlah total modal sendiri perusahaan tersebut tinggi makan tingkat
Return on Equity (ROE) akan rendah.
2.1.4. Keputusan Investasi
Investasi diartikan sebagai penanaman modal perusahaan.
Penanaman modal dapat dilakukan pada aktiva riil ataupun aktiva
finansial. Aktiva riil merupakan aktiva yang bersifat fisik seperti gedung ,
tanah dan bangunan. Sedangkan aktiva finansial berupa surat-surat
berharga. Aktiva – aktiva yang dimiliki perusahaan akan digunakan dalam
operasinya untuk mencapai tujuan perusahaan. Kemampuan perusahaan
laba yang diinginkan. Pengambilan keputusan yang keliru dalam investasi
aktiva tersebut berakibat terganggunya pencapaian tujuan perusahaan.
Keputusan investasi sering dianggap sebagai keputusan terpenting
dalam pengambilan keputusan manajer keuangan perusahaan untuk
mencapai tujuan perusahaan, yaitu memaksimalkan kemakmuran
pemegang saham. Pendapat Prasetyo dkk. (2013) memperjelas bahwa
“Keputusan investasi merupakan langkah awal untuk menentukan jumlah
aktiva yang dibutuhkan perusahaan secara keseluruhan sehingga keputusan
investasi ini merupakan keputusan terpenting yang dibuat oleh
perusahaan.”
Tujuan investasi menurut Fahmi (2012: 3) adalah sebagai berikut :
a. Terciptanya keberlanjutan (contiunity) dalam investasi tersebut.
b. Terciptanya profit yang maksimum atau keuntungan yang diharapkan
(actual profit).
c. Terciptanya kemakmuran bagi pemegang saham.
Dalam penelitian ini rasio yang digunakan dalam mengukur
keputusan investasi adalah Price Earning Ratio (PER), karena rasio ini
pada dasarnya memberikan indikasi tentang jangka waktu yang diperlukan
untuk mengembalikan dana pada suatu periode tertentu. Menurut Brigham
dan Houston (2010: 150), “Price Earning Ratio menunjukkan jumlah
yang rela dibayarkan oleh investor untuk setiap dolar laba yang
dilaporkan.” Sedangkan menurut Sudana (2011: 23), “Price Earning Ratio
dimasa yang akan datang, dan tercermin pada harga saham yang bersedia
dibayar oleh investor untuk setiap rupiah laba yang diperoleh perusahaan.”
Berdasarkan definisi diatas makan dapat disimpulkan bahwa Price
Earning Ratio adalah rasio yang menggambarkan kesedian investor untuk
membayar jumlah tertentu untuk setiap rupiah laba perusahaan. Dalam
penelitian ini akan digunakan Price Earning Ratio (PER) untuk
mengetahui seberapa besar peran keputusan investasi terhadap nilai
perusahaan.
2.2.Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu menjelaskan hubungan dari kajian empiris antar
variabel penelitian berdasarkan pendapat dan hasil penelitian sebelumnya.
Penelitian tersebut dijadikan pedoman untuk melihat hubungan variabel dalam
penelitian ini.
Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan nilai perusahaan, antara
lain:
Tabel 2.1
Penelitian terdahulu
No Peneliti Judul Variabel Hasil
1 Yuliana, Dinnul Alfian
Akbar dan
Rini Aprillia
Pengaruh Struktur Modal dan Return
On Equity (ROE)
Terhadap Nilai
Perusahaan Pada
Perusahaan Sektor
Variabel Independen : Struktur Modal,
Return On Equity (ROE)
Struktur modal dan return on equity (ROE) secara
bersama-samaberpengaruh
Pertanian Di Bursa
Change on Firm
Value: Some
terhadap Firm Value.
dan gcg sebagai
variabel pemoderasi
Impact of capital
structure on firm’s
value : Evidence
from Bangladesh
terhadap Firm Value.
5 Dimas
Prasetyo,
Zahroh Z.A,
negatif dan tidak
signifikan
negatif dan tidak
2.3.Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan studi dan tinjauan
pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka berikut ini dapat
dikemukakan suatu kerangka konseptual. Dalam penelitian ini, variabel
independen adalah Struktur Modal, Kinerja Keuangan dan Keputusan
Investasi. Sedangkan variabel dependennya adalah Nilai Perusahaan.
Berikut adalah kerangka konseptual yang dimaksud dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
H1
H2 H4
H3
Nilai Perusahaan
(Y) Struktur Modal
(X1)
Kinerja Keuangan
(X2)
Keputusan Investasi
Kerangka konseptual di atas menjelaskan hubungan secara parsial maupun
simultan antara masing masing variable independen dan dependen. Penjelasan
dari gambar kerangka konseptual diatas adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan
Trade-off theory menjelaskan bahwa jika posisi struktur modal berada
dibawah titik optimal maka setiap penambahan hutang akan meningkatkan
nilai perusahaan. Sebaliknya, jika posisi struktur modal berada diatas titik
optimal maka setiap penambahan hutang akan menurunkan nilai
perusahaan. Oleh karena itu, dengan asumsi titik target struktur modal
optimal yang belum tercapai, maka trade-off theory memprediksi adanya
hubungan antara struktur modal terhadap nilai perusahaan. Gayatri dan
Mustanda (2014) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa struktur modal
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
H1 : Struktur Modal berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan
2. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan
Kemampuan perusahaan untuk memberikan keuntungan melalui aset,
ekuitas maupun hutang ditunjukkan dari kinerja perusahaan tersebut.
Kinerja keuangan dapat diukur dengan rasio profitabilitas yang datanya
dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan. Apabila kinerja keuangan
suatu perusahaan bekerja secara optimal, maka keuntungan yang akan
didapat juga akan sangat baik. Keuntungan tersebut yang menjadi dasar
Hadianto (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kinerja keuangan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai perusahaan.
H2 : Kinerja Keuangan berpengaruh positif terhadap Nilai
Perusahaan
3. Pengaruh Keputusan Investasi terhadap Nilai Perusahaan
Investasi adalah pengorbanan terhadap aset yang dimiliki sekarang untuk
mendapatkan aset di masa yang akan datang dengan jumlah yang lebih
besar. Keputusan investasi diukut melalu Price Earning Ratio (PER) yaitu
rasio harga pasar saham terhadap laba per lembar saham. Pada umumnya
perusahaan yang tumbuh lebih cepat atau mempunyai risiko yang lebih
kecil, akan memiliki rasio harga laba yang lebih tinggi daripada
perusahaan yang pertumbuhannya lambat atau perusahaan dengan risiko
lebih besar (Sartono, 2010). Prasetyo dkk. (2013) dalam penelitiannya
menunjukkan pengaruh positif dan signifikan dari keputusan investasi
terhadap nilai perusahaan.
H3: Keputusan Investasi berpengaruh positif terhadap Nilai
Perusahaan
4. Pengaruh Struktur Modal, Kinerja Keuangan dan Keputusan Investasi terhadap Nilai Perusahaan
Struktur modal, kinerja keuangan dan keputusan investasi memiliki
hubungan yang simultan dengan nilai perusahaan. Suatu perusahaan besar
akan lebih memilih untuk menggunakan modal sendiri dalam kegiatan
walaupun memiliki kesempatan yang lebih besar. Hal ini dikarenakan
perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk membayar
bunga dari hutang tersebut. Kinerja perusahaan yang baik akan membuat
nilai perusahaan tersebut mengalami peningkatan. Peningkatan nilai
perusahaan akan menarik para investor untuk berinvestasi di perusahaan
tersebut, karena investor akan lebih memilih perusahaan yang profitable.
H4 : Struktur Modal, Kinerja Keuangan, dan Keputusan Investasi
berpengaruh secara simultan terhadap Nilai Perusahaan.
2.4.Hipotesis
Berdasarkan penjelasan mengenai kerangka konseptual diatas, maka dapat
dinyatakan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Struktur Modal berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan
H2 : Kinerja Keuangan berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan
H3 : Keputusan Investasi berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan
H4 : Struktur Modal, Kinerja Keuangan, dan Keputusan Investasi berpengaruh