• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) di Tinjau dari Hasil Belajar Siswa Kelas V SD pada Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) di Tinjau dari Hasil Belajar Siswa Kelas V SD pada Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1.1 Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang telah dilakukan berhasil. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efektivitas sebagai sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna, atau menunjang tujuan. Trianto (2010) menyatakan bahwa keefektifan pembelajaran merupakan hasil guna yang didapatkan setelah melaksanakan proses pembelajaran. Keefektifan mengajar dalam proses belajar dalam kelas adalah segala upaya guru untuk menciptakan pembelajaran yang melibatkan siswa, sehingga proses belajar terjadi dengan baik dengan memanfaatkan fasilitas yang ada dalam ruang kelas. Keefektifan lebih mengarah pada besarnya hasil belajar berdasarkan pada proses pembelajaran yang telah dilakukan.

Dalam hal ini kefektifan adalah proses yang bertujuan untuk melihat hasil belajar siswa dari suatu pembelajaran dengan memanfaatkan atau melakukan kolaborasi dengan model pembelajaran. Berdasarkan pernyataan yang telah dijabarkan tersebut dapat diketahui bahwa keefektifan bertujuan untuk melihat hasil belajar siswa yang berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Supaya tujuan pembelajaran dan hasil belajar terdapat keterkaitan. Efektifitas yang diinginkan pada penelitian ini adalah efektifitas pembelajaran TSTS terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Gugus Ki Hajar Dewantara tahun pelajaran 2017/2018 dengan menggunakan skor postes setelah diterapkan model pembelajaran TSTS.

(2)

juga dari sisi persepsi dan sikap. Tujuan yang dimaksudkan adalah tujuan pembelajaran yang telah dituliskan. Tujuan tersebut yang menjadi acuan dalam melihat apakah siswa tersebut sudah atau belum menuntaskannya

2.1.2 Hasil Belajar

Slameto (2010:2) mengatakan “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Dengan melakukan belajar maka seseorang dapat mendapat pengalaman yang baru serta perubahan tingkah laku pada dirinya. Kejadian yang telah menjadi pengalaman akan membekas dalam diri seseorang. Supaya pengalaman yang dialami dapat diingat terus maka dapat melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Suatu proses pembelajaran dapat dilihat keberhasilannya dari hasil belajar. Menurut Bloom, hasil belajar mencangkup kemampuan kognitif, afektif, psikomotor. Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan, bukan salah satu aspek potensi kemanusiaan saja (suprijono, cooperative learning teori dan aplikasi PAIKEM, 2011). Seseorang belajar tidak hanya mengenai pengetahuan saja, melainkan juga dari segi sikap jugaketerampilan. Jika dengan belajar maka seseorang tersebut dapat terlihat berubahan perilaku yang nyata. Kemudian perubahan dari tidak tahu menjadi tahu kemudian mampu bisa melakukan bahkan mampu menghasilkan sesuatu yang baru.

(3)

guru sebelumnya. Nana Sudjana dan Abdurrahman menyampaikan hal yang sama yaitu tentang kemampuan yang diperoleh oleh seseorang setelah mendapatkan pengalaman dari belajar.

Sedangkan menurut Purwanto (2008, hal 46-47) “hasil belajar merupakan realisasi terapainya tujuan pendidikan sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung pada tujuan pendidikannya”. Belajar mengakibatkan perubahan tingkah laku, sedangkan pembelajaran adalah usaha untuk mendapatkan perubahan tingkah laku dengan melakukan proses belajar pada diri siswa. Menurut Wasliman (2007, hal 158) hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal.

Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi kecerdasan, minat, perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. Faktor eksternal, faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga mempengaruhi hasil belajar siswa. Dari kedua faktor tersebut kedua sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Selain kedua faktor tersebur, faktor lain yang mempengaruhi ialah kemampuan belajar siswa. Contohnya siswa yang memang sejak lahir sudah memiliki kecerdasan yang tinggi maka jika bersekolah di sekolah yang memiliki kualitas terbaik maka hasil belajarnya pun akan tetap memuaskan.

(4)

siswa telah melakukan atau melewati kegiatan belajar sehingga terdapat perubahan sikap yang dapat di ukur dengan alat ukur hasil belajar seperti tes. 2.1.3 Matematika

Istilah matematika berasal dari kata Yunani “mathein” atau “manthenein”, yang artinya “mempelajari”. Matematika sering disebut ilmu pasti, padahal dalam materi-materi matematika banyak yang membahas ketidak-pastian. Misalnya dalam statistika ada pembahasan mengenai probabilitas (Maskur & A.H, 2009). Selain itu dalam matematika terdapat materi yang membahas mengenai theorema yang didalamnya merupakan teori yang harus dibuktikan kebenarannya. Sehingga kurang tepat jika matematika disebut ilmu pasti.

Menurut Andi Hakim Nasution matematika adalah ilmu struktur, urutan (order), dan hubungan yang meliputi dasar-dasar perhitungan, pengukuran dan penggambaran bentuk objek. Sedangkan menurut Russenfendi matematika adalah bahasa simbol. Ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secarainduktif,ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dahlil (Heruman, 2010). Ilmu matematika berbeda dengan ilmu yang lain. Matematika memiliki bahasa sendiri berupa simbol dan angka-angka. Dengan kata lain matematika merupakan ilmu yang berbeda dengan ilmu yang lain, yang memiliki bahasa yang berbeda dengan ilmu yang lain. Yakni berupa simbol dan angka. Selain itu matematika merupakan ilmu bukan pasti berdasarkan materi yang terdapat didalamnya.

2.1.4 Model pembelajaran Kooperatif

2.1.4.1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

(5)

melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi satu sama lainnya (Nurulhayati, 2002, hal 25). Pembelajaran kooperatif adalah teknik pembelajaran dan juga filosofi pembelajaran yang mendorong siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan diri sendiri dan pembelajaran dengan teman sejawat dalam satu kelompok (Aniek dkk:2013). Pembelajaran kooperatif adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama yang kemampuan yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lainnya dalam kelompok tersebut (Isjoni, 2013).

Sugiyono (2007, hal 10) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling silih asuh untuk menghadirkan tersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup dimasyarakat. Pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu sesama dalam struktur kerja yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan suatu kelompok dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri (Taniredja dkk: 2011, hal 56). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat diketahui bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang melibatkan perilaku siswa dalam kelompok belajar sehingga dapat tercipta perilaku saling interaksi satu sama lain, bertukar pendapat dengan anggota kelompok, dimana bertukar pendapat dapat membantu siswa dalam memahami pembelajaran yang disampaikan dan dapat menyelesaikan permasalahn yang diberikan secara bersama. Dengan begitu pembelajaran yang tercipta dapat dipahami oleh siswa.

2.1.4.2. Langkah-langkah model kooperatif

(6)

Tabel 2.1 topik yang akan dipelajari dan memotivasi

siswa untuk giat belajar. tentang materi yang telah dipelajari atau

mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.

Tahap 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk mengahrgai baik upaya maupun hasil belajar individu

dan kelompok.

2.1.4.3Kelebihan model pembelajaran kooperatif

(7)

orang lain, menyadari akan segala keterbatasan dan bersedia menerima segala perbedaan. Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam belajar.

2.1.5 Model pembelajaran TSTS

2.1.5.1. Pengertian Model Pembelajaran TSTS

Model pembelajaraan kooperatif tipe TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan. Model pembelajran ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia peserta didik. Metode TSTS merupakan metode dua tinggal dua tamu. Menurut Lie (2008) model pembelajaran TSTS memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Menurut Huda (2013) model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua usia peserta didik. Berdasarkan pendapat para ahli yang telah di jelaskan diatas model pembelajaran TSTS merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja dalam kelompok, serta meberikan kesempatan siswa mengemukakan hasil kerja bersama.

2.1.5.2 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

Struktur TSTS yaitu memberikan kelompok untuk memberikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Terdapat delapan tahapan atau langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe TSTS yaitu :

Tahap 1. Membagi kelompok. Pada tahap ini guru membagi siswa kedalam kelompok dengan jumlah 4 siswa setiap kelompoknya. Namun sebelum pembagian kelompok dilakukan pembelajaran diawali dengan penjelasan mekanisme atau tata cara pembelajaran yang akan dilakukan. Supaya siswa tidak merasakan kebingungan terhadap pembelajaran yang dilakukan.

(8)

yaitu suatu permasalahan yang akan diselesaikan dalam kelompok masing-masing.

Tahap 3. Diskusi Kelompok. Pada tahap yang selanjutnya setelah pembagian amplop diskusi maka tahap diskusi dalam kelompok. Pada tahap ini berperan sebagai pendamping atau fasilitator dalam kerja kelompok setiap kelompok siswa. Hal yang terpenting yang harus dilakukan adalah guru mengawasi jalannya diskusi.

Tahap 4. Kegiatan Two Stay. Selain memiliki siswa yang bertugas untuk berkunjung ke kelompok lain, setiap kelompok memiliki anggota yang bertugas untuk menerima tamu yang akan datang. Tugas dari siswa yang tetap tinggal pada kelompok adalah menjelaskan, berbagi informasi mengenai topik yang telah didiskusi kan.

Tahap 5. Kegiatan Two Stray. Saling bertukar pendapat serta informasi. Pada tahap ini siswa yang mendapatkan tugas pada kelompok untuk melakukan kunjungan atau bertamu dengan kelompok lain. Tujuan dari berkunjung atau bertamu ini adalah untuk mendapat informasi dari kelompok yang menjadi tempat berkunjung. Peran guru dalam tahap ini adalah sebagai pengawas dan pemfasilitator dalam proses tersebut.

Tahap 6. Kembali pada kelompok. Pada tahap ini semua siswa yang bertugas untuk berkunjung pada kelompok lainnya kembali pada kelompok masing-masing kembali. Setelah kembali anggota yang berkunjunga membagikan informasi yang diperoleh dari hasil berkunjung pada kelompok.

Tahap 7. Pencocokkan hasil kerja kelompok. Setelah berbagi informasi yang didapat kemudian dilakuakn pencocokkan hasil diskusi dengan hasil berkujung untuk memperoleh kebenaran bersama.

(9)

pada tahap ini berperan untuk mengatur jalanya presentasi supaya semua siswa dapat memahami. (Isjoni, 2013)

2.1.5.3Kelebihan model pembelajaran TSTS

(10)

hal ini terjadi karena proses pembelajaran TSTS terjadi dengan melibatkan kelompok dalam kelas yang dapat menyelesaikan permasalahan dengan variasi cara serta dengan membuat sebuah komunikasi yang baik antar anggota dalam penyelesaiannya. Selain itu komunikasi antar siswa dapat diciptakan pada saat proses bertamu ke kelompok lain dan pada saat menerima tamu yang datang pada kelompok (Fatmawati, 2015, hal. 29)

Berdasarkan kelebihan serta karakteristik model pembelajaran ini, siswa dapat mempelajari pembelajaran yang diberikan melalui model tersebut, menciptakan komunikasi yang baik antar siswa, serta dapat mengambil konteks kehidupan dari pembelajaran.

2.1.6 Two Stay Two Stray pada pembelajaran Matematika

Kesuksesan pencapaian pembelajaran adalah penggunakan model pembelajaran dalam proses pembelajaran. Penerapan model pembelajaran tidak lah mudah, memerlukan persiapan serta perencanaan yang matang.Perencanaan tersebut meliputi penyusunan pemetaan sintak dan langkah-langkah model pembelajaran TSTS. Adapun pemetaan sintak dan langkah-langkah sebagai berikut:

Tabel 2.2

Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan model TSTS

Kegiatan Guru Sintak Kegiatan Siswa

(11)

meminta siswa untuk yang telah diberikan secara kelompok

(12)

berjalan dengan baik maka diperlukan instrument observasi. Item instrument didasarkan pada kegiatan guru dan kegiatan siswa pada tabel diatas.

Berikut adalah aspek instrument observasi yang dilakukan guru pada aspek penyajian materi meliputi: (1) guru menyampaikan tujuan pembelajaran. (2) guru menyampaikan pokok materi pembelajaran. Aspek pembagian kelompok meliputi, (1) guru membagi siswa ke dalam kelompok, (2) guru menyiapkan bola plastik berukuran sedang yang berwarna-warni. (3) guru meminta siswa untuk maju kedepan untuk mengambil salah satu bola yang telah disiapkan. (4) guru meminta siswa berkelompok berdasarkan warna bola yang sudah ambil tadi. (5) guru membagi lembar kerja siswa kepada masing-masing kelompok. (6) guru membimbing siswa dalam kerja kelompok. Aspek diskusi meliputi : (1) guru meminta perwakilan kelompok untuk menuju kelompok lain sebagai tamu. (2) guru membimbing siswa yang berkunjung serta siswa yang menerima tamu. (3) guru meminta siswa untuk duduk kembali ke tempat semula. (7) guru meminta siswa mencocokkan hasil kerja berkunjung dengan kelompoknya. Aspek presentasi meliputi, (1) guru meminta perwakilan kelompok mempresentasikan hasilnya didepan kelas. (2) guru mengoreksi jawaban setiap kelompok. (3) guru memberikan penguatan atas hasil diskusi.

2.2. Kajian Relevan

(13)

Tedut Sudarmadi (2012) berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar siswa antara siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran TSTS dengan model pembelajaran Learning Together. Dari rataan marginal menunjukkan bahwa rataan hasil belajar siswa pada model pembelajaran TSTS lebih baik daripada hasil belajar dengan model pembelajaran Learning Together.

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan Uwaina Fardha yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan berbantu model pembelajaran TSTS dipadukan dengan media pembelajaran Macromedia Flash berhasil membuat peserta didik menjadi lebih aktif, lebih mudah menguasai materi yang diberikan, sehingga hasil belajar pun dapat meningkat. Hal ini berdasarkan dari rata-rata kelas yang diperoleh setelah diberikan perlakuan. Penelitian yang lainnya dilakukan oleh Alex Boy Triantony Silalahi, Rusgianto H. S, (2016) yang menjelaskan bahwa model pembelajaran TSTS dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa hal ini didasarkan pada uji kesamaan rata-rata diperoleh bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama. Maka dari itu, uji keefektifan terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan data nilai posttest. Hasil analisis menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe TS-TS lebih efektif daripada pembelajaran menggunakan model konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini berdasarkan nilai signifikansi sebesar 0,030 < α = 0,05 yang menyatakan H0 ditolak.

(14)

alternatif dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa, sehingga diharapkan dapat meminimalisasi miskonsepsi.

Berdasarkan analisis judul penelitain Tedut sudarmadi, herawati, uwaina Fardha, dan Alex Boy Triantony Silalahi, Rusgianto H. S yang pernah digunakan maka penulis menggunakan penelitian model pembelajaran kooperatif tipe TSTS yang membuktikan hasil belajar siswa dapat meningkat. Tidak hanya meningkatkan hasil belajar, melainkan juga mampu meningkatkan keaktifan serta kemampuan komunikasi. Metode ceramah yang biasa digunakan oleh guru dalam kelas tidak menjamin keberhasilan hasil belajar siswa. Kemudian dimunculkan model TSTS yang mengajak siswa aktif dalam berdiskusi kelompok sejawat dapat menjamin keberhasilan hasil belajar siswa. Peneliti memilih empat penelitian tersebut karena sangat relevan untuk penelitian selanjutnya dilingkungan yang berbeda. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar pada siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TSTS yang sebelumnya hanya menggunakan model konvensional. Oleh karena itu, peneliti yakin dan optimis bahwa pada penelitian ini juga akan berhasil untuk perbedaan hasil belajar pembelajaran Matematika kelas V di SDN Sugihan 01 dan SDN Sugihan 04 pada semester genap tahun 2017/2018.

2.3. Kerangka Pikir

(15)

berpendapat dalam kelompok, munculnya rasa toleransi terhadap pembagian kelompok yang dilakukan secara acak oleh guru, karena siswa SD terbiasa saling memilih dan memilih untuk berteman. Pembagian sub topik permasalahan untuk bahan diskusi, pada fase ini memunculkan dampak bagi siswa yaitumeningkat kecapan dalam berfikir untuk menemukan solusi dari permasalahan, menumbuhkan rasa kerjasama dalam penyelesaian tugas. Fase ketiga adalah kegiatan berkunjung, pada fase ini dapat memunculkan rasa tanggung jawab terhadap tugas yang telah diberikan, kemudian terdapat sikap kerjasama yang baik terhadap sesama anggota kelompok. Muncul rasa saling menghargai setiap pendapat anggota kelompok, munculnya rasa saling percaya terhadap anggota kelompok ketika salah satu anggota kelompok dipilih untuk menjadi tamu atau menerima tamu serta memiliki dampak saling membantu terhadap anggota kelompok yang belum memahami materi yang disampaikan, supaya setiap anggota kelompok dapat memahami dengan baik. Diskusi mencocokan, pada fase ini menuntut siswa untuk berfikir kritis dan teliti, supaya cermat dalam mencocokan. Presentasi, pada fase ini menuntut siswa untuk percaya diri dalam penyampaian hasil diskusinya, menguasai hasil diskusi.

2.4. Hipotesis Penelitian

Dari uraian kerangka pikir diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Kooperatif
Tabel 2.2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan model TSTS

Referensi

Dokumen terkait

The objective of this research is to find out if there is any significant difference of English speaking ability between boarding and non-boarding school of the

Hal ini menunjukkan bahwa bank pemerintah mampu memenuhi kewajiban jangka pendek kepada nasabah yang telah menanamkan dananya dengan cara mengandalkan kredit dapat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan memori kerja pada tikus putih ( Rattus norvegicus ) jantan galur S prague dawley setelah dipaparkan

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti dapatkan diketahui dari tabel 2 kebiasaan tindakan cuci tangan yang dilakukan berdasakan waktu sebelum makan pada anak didik diperoleh

 Untuk mengetahui bahan yang di gunakan dalam analisis fisik dan analisis kimia besi (Fe), Mangan (Mn), Aluminium (Al), dan Kesadahan pada sampel air bersih...  Untuk

Dengan demikian ciri dari pertanyaan atau penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan dalam materi tugas atau soal, (2) masalah tidak dapat diselesaikan

Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kegiatan melipat kertas dengan kreativitas anak terbukti adanya peningkatan dari minggu pertama sampai minggu keenam dalam semua aspek

Dalam rangka memecahkan perilaku yang menyimpang dari para aktor pemegang peran baik itu lembaga pelaksana aturan, pengelola parkir, petugas parkir dan pengguna jasa