• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPEMIMPINAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEPEMIMPINAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN. docx"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia. Ia memiliki hubungan fungsional simbiotik dengan ajaran islam. yaitu, dari satu sisi keberadaan pesantren diwarnai oleh corak dan dinamika ajaran islam yang dianut oleh para pendiri dan kiai pesantren yang mengasuhnya. Tidak hanya itu pesantren juga memiliki kedekatan hubungna dengan masyarakat disekitarnya. Yakni dari satu sisi, keberadaan pesantren amat bergantung kepada masyarakat yang ikut memberikan support bagi keberadaannya, sedangkan pada sisi lain pesantren juga harus memberikan jawaban atas masalah atau memenuhi kebutuhan intelektual, spiritual, social, cultural, politik, bahkan medis dan lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat.1

Perkembangan pondok pesantren dewasa ini semakin pesat. Pesantren merupakan penggabungan antara dua sistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam. Pengertian pesantren sekarang ini tidak lagi bersifat tradisional, namun berkembang secara modern serta menyesuaikan kebutuhan. Bahkan sekarang telah berkembang berbagai macam istilah pesantren yang di dalamnya terdapat berbagai macam pelajaran khusus seperti pesantren perbengkelan, pesantren pertanian, pesantren buruh pabrik bahkan pesantren sapi hingga pesantren bisnis dan perdagangan.2

Menurut M. Arifin Pesantren memiliki arti sebagai suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya di bawah kedaulatan dari leadershipseorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.3

Dari pengertian tersebut sudah jelas bahwa pesantren itu adalah suatu lembaga pendidikan Islam, dimana lembaga tidak lepas dari yang kita sebut struktur organisasi. 1 Prof.Dr. H. Abuddin Nata, kapita selekta pendidikan islam, (Jakarta:PT. Raja grafindo, 2012), hlm 311

2 Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 230.

(2)

Dalam struktur organisasi akan ada pembagian-pembagian tugas dan suatu jabatan pada orang-orang yang terpilih untuk terlibat dalam mengurus suatu pesantren. Struktur organisasi ini di buat untuk mempermudah dan mengefektifkan suatu tugas dalam mengelola suatu pesantren.

Struktur Organisasi pesantren sangat erat kaitannya dengan pemimpin dan kepemimpinan di pesantren. Karena dalam struktur organisasi memiliki pemimpin yang dijadikan pusat untuk memberikan intruksi kepada bawahannya. Tentu semua itu tidak lepas dari pola-pola kepemimpinan dan tipe kepemimpinan seorang pemimpin dalam memimpin dan mengelola suatu pesantren. Pemimpin dalam pesantren pun memiliki pola-pola yang berbeda dalam melakukan kepemimpinannya. Berbicara tentang lembaga, organisasi, kepemimpinan pasti ada sesuatu kebijakan yang diambil guna untuk mengembangkan lembaga tersebut.

Istilah pemimpin dan kepemimpinan memiliki mata dasar yang sama, tetapi mempunyai makna yang berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , pemimpin adalah orang yang memberikan bimbingan, menuntun, mengarahkan dan berjalan di depan. Stephen P. Robbins (2006) mengatakan kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.4

Denim dan Suparno (2009), memberikan definisi kepemimpinan sebagai kemampuan mempengaruhi dan member arah yang terkandung di dalam diri pribadi pemimpin. Gibson sebagaimana dikutip Nawawi (2003) mengatakan kepemimpimnan adalah seni menggunakan berbagai jenis pengaruh yang bukan paksaan untuk memotivasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan. 5

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses yang dilakukan untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang untuk bekerja secara bersama tanpa paksaan dalam mencapai tujuan dari suatu organisasi.

Melihat uraian di atas , maka dalam makalah ini penulis akan menjabarkan lebih detail mengenai organisasi, tugas pokok, kepemimpinan serta kebijakan dalam pengembangan pesantren.

(3)

1.2. Rumusan masalah

1.2.1. Apa pengertian pondok pesantren ? 1.2.2. Bagaimana sejarah berdirinya pesantren?

1.2.3. Bagaimana struktur organisasi yang ada di pesantren ? 1.2.4. Apa saja tugas-tugas pokok pesantren ?

1.2.5. Bagaimana sistem kepemimpinan yang ada di pesantren?

1.2.6. Apa saja kebijakan – kebijakan yang di terapkan dalam rangka pengembangan pesantren ?

1.3. Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui pengertian pondok pesantren 1.3.2. Untuk mengetahui berdirinya pesantren

1.3.3. Untuk mengetahui struktur organisasi yang ada di pesantren 1.3.4. Untuk mengetahui tugas-tugas pokok pesantren

1.3.5. Untuk mengetahui sistem kepemimpinan yang ada di pesantren

1.3.6. Untuk mengetahui kebijakan – kebijakan yang di terapkan dalam rangka pengembangan pesantren

BAB II PEMBAHASAN 1.1. Pengertian Pondok Pesantren

(4)

funduq” yang artinya hotel atau asrama.6 Sedangkan “pesantren” berasal dari kata santri

dengan awalan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti tempat tinggal para santri. Prof. Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji.7

Sedangkan menurut istilah Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari-hari.8 Para ahli

mempunyai pendapat yang berbeda-beda dalam memberikandefinisi tentang pondok pesantren, untuk lebih memberikan gambaran yanglebih sempurna di bawah ini akan dikemukakan definisi dari para ahli tentang pengertian pondok pesantren.

Menurut M. Arifin, Pondok Pesantren adalah “suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama atau kampus, di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau Madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari seorang atau beberapa kyai dengan ciri khas yang bersifat kharismatik, serta independent dalam segala hal.9

Sedangkan menurut Mastuhu, sebagaimana dikutip oleh Drs. Hasbullah dalam bukunya “Kapita Selekta Pendidikan Islam”, yaitu pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami,

menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari- hari.10

Dari beberapa definisi di atas, kiranya dapat memberikan gambaran kepada kita tentang pengertian pondok pesantren dan akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud pondok pesantren adalah Lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari ajaran Islam untuk diamalkan dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Pesantren memiliki misi untuk mengembangkan dakwah Islam. Dalam pembelajaran, pondok pesanten memiliki ciri khas yang tidak dipraktekkan di lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya.

1.2. Asal Mula Berdirinya Pondok Pesantren

6 Hanun Asrohah, Pelembagaan Pesantren, Asal-Usul Dan Perkembangan Pesantren Di Jawa, (Jakarta: Depag RI, 2004), hal. 32

7 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta:LP3ES, 1985) hal. 18 8 Jamaluddin Malik, Pemberdayaan Pesantren, Menuju Kemandirian Dan Profesionalisme Santri, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), Cet. Ke-1, h.119

9 Mujamil Qomar, hal. 2

(5)

Syaikh Maulāna Mālik Ibrāhīm atau Sunan Gresik merupakan orang pertama yang membangun lembaga pengajian yang merupakan cikal bakal berdirinya pesantren sebagai tempat mendidik dan menggembleng para santri. Tujuannya adalah agar para santri menjadi juru dakwah yang mahir sebelum mereka diterjunkan langsung di masyarakat luas. Usaha Syaikh menemukan momuntem seiring dengan mulai runtuhnya singgasana kekuasaan Majapahit (1293 – 1478 M). Islam pun berkembang demikian pesat, khususnya di daerah pesisir yang kebetulan menjadi pusat perdagangan antar daerah bahkan antar Negara.11

Hasil penelusuran sejarah ditemukan sejumlah bukti kuat yang menunjukkan bahwa cikal bakal pendirian pesantren pada awal ini terdapat di daerah-daerah sepanjang pantai utara Jawa, seperti Giri (Gresik), Ampel Denta (Surabaya), Bonang (Tuban), Kudus, Lasem, dan Cirebon. Kota-kota tersebut pada waktu itu merupakan kota kosmopolitan yang menjadi jalur penghubung perdagangan dunia, sekaligus tempat persinggahan para pedagang dan

muballig Islam yang datang dari Jazirah Arab seperti Hadramaut, Persia, dan Irak12.

Kiprah pondok pesantren dalam segala zaman nampaknya tidak diragukan lagi, betapa tidak bahwa pesantren sebenarnya memiliki latar belakang histories yang sangat panjang unuk mengalami perkembangan hingga berwujud seperti yang ada kebanyakan saat ini. Dalam catatan sejarah, Pondok Pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman Walisongo. Pengenalan pesantren sebagai sebuah wadah untuk mengkaji ilmu agama Islam, serta kebudayaan Islam yang pada masa selanjutnya mengalami akulturasi dengan budaya lokal. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan disebuah wilayah, tanah perdikan yang diberikan oleh Raja Majapahit kepada Sunan Ampel karena jasanya dalam melakukan pendidikan moral kepada abdi dalem dan masyarakat majapahit pada saat itu, wilayah tersebut kemudian di namakan Ampel Denta yang terletak di kota Surabaya saat ini dan menjadikannya sebagai pusat pendidikan di Jawa.13

Para santri yang belajar kepada Sunan Ampel pun berasal dari berbagai daerah, bahkan anak dan keponakan beliau menjadi tokoh terkemuka setelah menimba ilmu di Ampel Denta, diantaranya adalah Sunan Bonang, Sunan Drajat dan Sunan Giri. Para santri yang berasal dari daerah lainnya di pulau Jawa juga banyak yang datang untuk menuntut ilmu agama, 11 Alwi Shihab, Islam Inklusif (Bandung: Mizan, 2002),Cet1, hal. 23

12 Fatah Syukur, Dinamika Pesantren dan Madrasah ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),Cet1, hal. 248

(6)

diantaranya adalah Batara Kathong dari Ponorogo, Raden Fatah dari Demak yang kemudian menjadi sultan di kerajaan Islam Demak, Sunan Kalijaga dari Kadilangu, wilayah Demak dan masih banyak lainnya, bahkan di antara para santri ada yang berasal dari Gowa dan Talo serta Sulawesi.14

Dengan demikian pesantren Ampel Denta dapat dikatakan sebagai cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren di Tanah Air, hal ini di sebabkan ketika para santri telah menyelesaikan studinya, para santri-santri tersebut merasa berkewajiban mengamalkan ilmunya di daerahnya masing-masing. Maka didirikanlah pondok-pondok pesantren dengan mengikuti pada apa yang mereka dapatkan di Pesantren Ampel Denta, maka munculnya wilayah-wilayah seperti giri kedaton menjadi sesuatu hal yang sangat penting bagi persebaran dan pengembangan pesantren yang telah di contoh kan oleh Sunan Ampel melalui pesantrennya di surabaya.

Kesederhanaan pesantren dahulu sangat terlihat, baik segi fisik bangunan, metode, bahan kajian dan perangkat belajar lainnya. Hal itu dilatarbelakangi kondisi masyarakat dan ekonomi yang ada pada waktu itu. Yang menjadi ciri khas dari lembaga ini adalah rasa keikhlasan yang dimiliki para santri dan sang Kyai. Hubungan mereka tidak hanya sekedar sebagai murid dan guru, tapi lebih seperti anak dan orang tua. Tidak heran bila santri merasa kerasan tinggal di pesantren walau dengan segala kesederhanaannya. Bentuk ke-ikhlasan itu terlihat dengan tidak dipungutnya sejumlah bayaran tertentu dari para santri, mereka bersama sama bertani atau berdagang dan hasilnya dipergunakan untuk kebutuhan hidup mereka dan pembiayaan fisik lembaga, seperti lampu, bangku belajar, tinta, tikar dan lain sebagainya.

Materi yang dikaji adalah ilmu-ilmu agama, seperti fiqih, Nahwu, Tafsir, Tauhid, Hadist dan lain- lain. Biasanya mereka mempergunakan rujukan kitab Turost atau yang dikenal dengan kitab kuning. Di antara kajian yang ada, materi Nahwu dan Fiqih mendapat porsi Mayoritas. Hal itu karena mereka memandang bahwa ilmu Nahwu adalah ilmu kunci. Seseorang tidak dapat membaca kitab kuning bila belum menguasai Nahwu. Sedangkan materi fiqih karena dipandang sebagai ilmu yang banyak berhubungan dengan kebutuhan masyarakat (sosiologi). Tidak heran bila sebagian pakar meneybut sistem pendidikan Islam pada pesantren dahulu bersifat “fiqih orientied” atau “nahwu orientied”.

(7)

Masa pendidikan tidak tertentu, yaitu sesuai dengan keinginan santri atau keputusan sang

Kyai bila dipandang santri telah cukup menempuh studi padanya. Biasanya sang Kyai

menganjurkan santri tersebut untuk nyantri di tempat lain atau mengamalkan ilmunya di daerah masing-masing. Para santri yang tekun biasanya diberi “ijazah” dari sang Kyai.

Lokasi pesantren model dahulu tidaklah seperti yang ada kini. Ia lebih menyatu dengan masyarakat, tidak dibatasi pagar (komplek) dan para santri berbaur dengan masyarakat sekitar. Bentuk ini masih banyak ditemukan pada pesantren-pesantren kecil di desa-desa seperti di daerah Banten, Madura dan sebagian Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pesantren dengan metode dan keadaan di atas kini telah mengalami reformasi, meski beberapa materi, metode dan sistem masih dipertahankan. Namun keadaan fisik bangunan dan masa studi telah terjadi pembenahan. Contoh bentuk terakhir ini terdapat pada Pondok Pesantren Tebu Ireng dan Tegalrejo.15

1.3. Struktur Organisasi Pondok Pesantren

Suatu organisasi pasti tidak lepas dengan yang namanya manajemen, sebelum kita berbicara mengenai struktur organisasi yang ada di pondok pesantren, alangkah lebih baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu hakikat manajemen.

Sebagai suatu sistem, hakikat manajemen adalah kemampuan dan keterampilan khusus untuk melakukan kegiatan bersama orang lain atau melalui orang dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut James A. Stoner, management is the process of planning, organizing, leading and controlling the efforts of organizing member and of using all ather oragnizational resourcess to achieve stated organizational goals (1987:24). Di sini Stoner menekankan bahwa manajemen merupakan sebuah proses merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan, serta mengatur dan mendayagunakan semua potensi sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Harold Koontz dan Heich Weinrich (1990:40) bahwa “management is the process designing and maintraining an environment in with

(8)

individuals, working together in group efficiently accomplish selected aims. This basic definition needs to be expanded: 1. As managers, people carry act the managerial function of planning, organizing, staffing, leading and controlling; 2. Management applies to any kind of organization; 3. It applies to managers at all organization; 4. The aim of all managers is the same, to scarred a surplus; and 5. Managing is concerned which productivity, this impulse effectiveness and efficiency.

Sementara itu, Ernest Dale (1973:4) dengan mengutip pendapat beberapa ahli menyimpulkan bahwa manajemen sebagai; 1. mengelola orang-orang; 2. pengambilan keputusan; 3. proses mengorganisasi dan memakai sumber-sumber untuk menye-lesaikan tujuan yang sudah ditentukan. Sedangkan Ricard A. Johnson (1973) secara umum mengatakan bahwa manajemen adalah proses mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem total untuk menyelesaikan suatu tujuan.16

Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan di atas pada prinsipnya manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, manajemen merupakan suatu disiplin ilmu pengetahuan mengenai kemampuan dan keterampilan melakukan kegiatan bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu, terdapat beberapa fungsi manajemen yang secara konseptual memiliki kesamaan yakni Planning (perencanaan), Organizing

(pengorganisasian), Actuating (penggerakkan), dan Controlling (pengawasan) atau sering disingkat dengan POAC.

George R. (1982) mendefinisikan manajamen adalah cara pencapaian tujuan yang ditentukan terlebih dahulu dengan melalui kegiatan orang lain. Haiman (dalam Manulang) mengatakan manajemen adalah fungsi untuk mencapai suatu tujuan melalui kegiatan orang lain, mengawasi usaha – usaha yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan. Selanjutnya Sondang P. (1997) mendefinisikan manajmen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam pencapaian tujuan melalui kegiatan – kegiatan orang lain.17

(9)

Dari pengertian manajemen tersebut, dapat diambil keismpulan bahwa manajmen meliputi adanya proses, adanya tujuan yang akan dicapai, proses melalui pelaksanaan pencapaian tujuan, dan tujuan dicapai melalui pemanfaatan sumber daya yang ada.

Sebelum definisi struktur organisasi lebih baik untuk mengetahui dulu apa itu organisasi. Organisasi merupakan alat atau wadah yang statis.18 Selain itu ada pula definisi lain bahwa

organisasi yaitu sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan diinginkan. Struktur organisasi menggambarkan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur organisasi baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa, jadi ada satu pertanggungjawaban apa yang akan dikerjakan.19

Struktur Organisasi dalam pesantren sudah pasti berbeda-beda bentuknya karena setiap pesantren memiliki perbedaan dalam kepemimpinan dan kepengurusan sesuai kebutuhan pesantren tersebut, karena itu disini kami akan memberikan serta menjelaskan pembagian/ struktur organisasi dari salah satu contoh pesantren. Pembagian struktur organisasi tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Majelis Pengasuh/Dewan Pembina/Kyai

Pengasuh adalah pimpinan tertinggi yang memegang wewenang penuh di Pondok pesantren. Kewenangan tersebut diantaranya adalah mengangkat dan memeberhentikan ketua umu Yayasan, menentukan arah kebijakan pondok pesantren ke dalam dan ke luar, memberikan legalisasi terhadap semua kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pengurus harian.

2. Dewan Pengawas

Dewan pengawas adalah sebuah badan yang berfungsi sebagai pendamping Majelis pengasuh dalam hal memberikan masukan dan melakukan pengawasan terhadap kebijakan, kinerja, dan pelaksanaan program-program yayasan.

3. Pengurus Harian

18 Badrudin, Dasar-Dasar Manajemen, (Bandung: CV Alfabeta, 2013) cet. I, hal. 111. 19 Rynaldi Dwitama, “Pengertian Struktur Organsasi”, diakses dari

(10)

Pengurus adalah pelaksana harian seluruh program-program yayasna yang telah digariskan sekaligus penanggungjawab seluruh kebijakan-kebijakan yang diambil. Pada setiap periode pengurusnya terdiri dari 9 orang dengan struktur organisasi Ketua Umum, Ketua I dan Ketua II, Sekretaris Umum, Skeretaris I dan Sekretaris II, Bendahara Umum, Bendahara I dan Bendahara II.

Dalam tatanan operasinya ketua umum dengan dibantu oleh Sekretaris Umum gai Top Leader, yang bertanggung jawab terhadap semua kebijakan dan program Departemen Pendidikan, Departemen HUMASY, Departemen KAMTIB, dan Departemen Infokom. Sedangkan sekretaris II dengan dibantu oleh Sekretaris II bertanggung jawab terhadap kebijakan dan program Depertemen Wirus, Departemen Sarana Prasarana dan Departemen Layanan Kesehatan dan Olahraga, Departemen Penelola Aset, Departemen Ekonomi dan Koperasi.

4. Pengurus Bidang/Departemen

Pengurus departemen adalah ujung tombak bagi perkembangan yayasan. Selain sebagai pelaksana program yang telah digariskan, pengurus Departemen juga dituntut berkreatifitas dengan daya inovasi yang tinggi guna menentukan berbagai program dan kebijakan yang diharapkan mampu melahirkan terobosan baru bagi pengembangan dan kemajuan masing-masing bidang.dan pengurus departemen ada 9 yang telah disebutkan pada poin ke tiga.20

Proses Pengorganisasian Pesantren

Seperti disinggung pada penjelasan di atas bahwa pada prinsipnya manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengawasi segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dalam rangka mencapai tujuan organisasi itu tidak terlepas dari beberapa unsur atau elemen yang ada dalam manajemen. Menurut Winardi (1990:7) unsur-unsur dasar manajemen yang lazim dipakai sebagai berikut;

1. Manusia (Man);

2. Bahan-bahan (Materials);

(11)

3. Mesin-mesin (Mechines); 4. Metode-metode (Methods); 5. Uang (Money);

6. Pasar (Marker).21

Dengan demikian, untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dalam manajemen, maka keenam “M” ini harus direncanakan, diorganisasikan, digerakkan dan diawasi. Dengan kata lain, semua unsur manajemen ini harus berorientasi pada konsepsi fungsi manajemen yang lazim dinamakan POAC.

Salah satu unsur atau elemen manajemen adalah pengorganisasian. Pengorganisasian merupakan tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerjasama secara efisien untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu.

Dalam hal ini, Ibnu Syamsi (1994:13) mengatakan bahwa organisasi dapat diartikan secara statis dan inamis. Dikatakan statis, organisasi sebagai wadah kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dan dikatakan dinamis, organisasi merupakan suatu sistem atau kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam melakukan aktivitas atau kegiatan, suatu organisasi harus mengacu pada prinsip-prinsip organisasi. Ada beberapa prinsip organisasi, di antaranya; 1). pembagian tugas pekerjaan; 2). kesatuan pengarahan; 3). sentralisasi; dan 4). mata rantai tingkat jenjang organisasi.22

Proses pengorganisasian ini sangat penting sebagai proses pembagian kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil dan sekaligus membebankan tugas-tugas tersebut kepada orang yang sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Selain itu, proses pengorganisasian juga akan membantu mengalokasikan sumber daya dan mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi.

Aspek-aspek Pengorganisasian Pesantren

21 H. Hendra Zainuddin. S.Ag, M.Pd.I,hal. 3

(12)

Untuk melihat proses pengorganisasian di pondok pesantren diperlukan parameter aspek-aspek pengorganisasian dalam manajemen modern. Amin Wijaya Tunggal (1993:214) mengemukakan delapan (8) aspek pengorganisasian dalam manajemen modern, yakni; 1). struktur organisasi; 2). koordinasi; 3). desain organisasi; 4). wewenang dan kekuasaan; 5). desentralisasi; 6) pendelegasian; 7). budaya dan organisasi; dan 8). inovasi. Sedangkan Sukanto (2000:37-47) mengungkapkan tujuh (7) aspek pengorganisasian, yaitu; a). departementasi; b). pembagian kerja; c). wewenang, tanggung jawab dan pelaporan; d). wewenang garis dan staf; e). pendelegasian dan sentralisasi; f). rentang pengawasan; dan g). perubahan organisasi.

Pendapat di atas dielaborasi menjadi enam (6) aspek pengorganisasian pondok pesantren yang meliputi;

1. Struktur Organisasi. Secara tradisional, struktur organisasi dipandang sebagai suatu jaringan tempat mengalirnya informasi. Dalam hubungannya dengan komunikasi akan terjadi; 1). instruksi dan perintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan dari seseorang kepada orang yang berada di bawah hirarkinya langsung dan 2). laporan, pertanyaan, permohonan, selalu dikomunikasikan ke atas melalui rantai komando dari seseorang kepada atasannya langsung. Pada umumnya pondok pesantren telah memiliki struktur organisasi yang menggambarkan arus interaksi personal serta hubungan satuan pekerjaannya. Bagan struktur umumnya berbentuk piramid, yakni bagan organisasi yang saluran wewenangnya dari pucuk pimpinan sampai dengan satuan organisasi atau pejabat yang terendah disusun dari atas ke bawah, atau sebaliknya. Bagan piramid merupakan bagan yang lazim dipakai berbagai organisasi, sebab sifatnya yang sederhana dan mudah dibuat.

2. Koordinasi. Koordinasi adalah proses mengintegrasikan sasaran-sasaran dan aktivitas dari unit kerja yang terpisah agar dapat merealisasikan sasaran organisasi secara efektif. Di sinilah pentingnya komunikasi sebagai kunci dari koordinasi yang efektif.

(13)

melaksanakan kegiatan-kegiatan. Tanggung jawab tercipta dengan diterimanya tugas tersebut. Namun demikian, baik pimpinan maupun bawahan bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing. Dengan demikian, tanggung jawab pada dasarnya tidak dapat didelegasikan. Selain bertanggung jawab, bawahan juga berkewajiban memberikan laporan terhadap pelaksanaan tugasnya. Pada umumnya, pondok pesantren telah memiliki struktur organisasi yang menggambarkan wewenang dan tanggung jawab bagi personalia organisasi pondok pesantren. Sementara itu, sistem pelaporan dari pelaksanaan tugas dilakukan secara formal melalui rapat berkala maupun infomral dan insidental.

4. Pendelegasian dan Desentralisasi. Delegasi bermakna pelimpahan wewenang formal dan tanggung jawab kepada seseorang atas pelaksanaan aktivitas tertentu. Biasanya pendelegasian ditunjang oleh unsur motivasi dan komunikasi yang baik untuk membantu pimpinan melaksanakan tugas pokoknya. Pendelegasian ini tentunya memerlukan persyaratan, yaitu 1). spesifikasi tugas dan 2). kesamaan fungsi dan rentang manajemen. Pada umumnya di pondok pesantren pendelegasian pada bidang pekerjaan formal relatif jarang dilakukan. Yang sering terjadi adalah pendelegasian untuk urusan-urusan informal, seperti menghadiri undangan dan hal-hal yang bersifat insidental. Selain pendelegasian, terjadi pula desentralisasi wewenang disebabkan; 1). orang cenderung ingin bebas mengambil keputusan; 2). dinamika usaha memerlukan putusan cepat; 3). makin bertambahnya orang yang berkemampuan mengelola organisasi; dan 4). teknik pengawasan berkembang dengan cepat.

5. Pengawasan. Apabila diperhatikan pada struktur organisasi pondok pesantren tergambar rentang atau tingkat pengawasan. Misalnya, masing-masing bidang pekerjaan di kepalai/dikoordinir oleh seseorang dan dibantu beberapa staf. Kepala atau koordinator senantiasa melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan stafnya.

(14)

perubahan persepsi dan pengetahuan baru. Pada umumnya, inovasi yang terjadi di pondok pesantren berkaitan dengan kurikulum. 23

1.4. Tugas Pokok Pondok Pesantren

Sejak berdirinya pada abad yang sama dengan masuknya Islam hingga sekarang, pesantren telah berkumpul dengan masyarakat luas. Pesantren telah berpengalaman menghadapi berbagai corak masyarakat dalam rentang waktu. Pesantren tumbuh atas dukungan masyarakat, bahkan menurut Husni Rahim (2001 : 152), pesantren berdiri didorong permintaan dan kebutuhan masyarakat, sehingga pesantren memiliki fungsi yang jelas. Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai sekarang telah mengalami perkembangan. Visi, posisi dan persepsinya terhadap dunia luar telah berubah. Pesantren pada masa yang paling awal (masa Syaikh Maulana Malik Ibrahim) berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam (Qomar, 2002 : 22).24

Kedua fungsi ini bergerak saling menunjang. Pendidikan dapat dijadikan bekal dalam mengumandangkan dakwah, sedang dakwah bisa dimanfaatkan sebagai sarana dalam membangun sistem pendidikan. Jika ditelusuri akar sejarah berdirinya sebagai kelanjutan dari pengembangan dakwah, sebenarnya fungsi edukatif pesantren adalah sekedar membonceng misi dakwah. Misi dakwah Islamiyah inilah yang mengakibatkan terbangnya sistem pendidikan. Pada masa Walisongo, unsur dakwah lebih dominan dibanding unsur pendidikan. Fungsi pesantren pada kurun Walisongo adalah sebagai pencetak calon ulama dan mubaligh yang mulai dalam meyiarkan agama Islam. Sebagai lembaga dakwah, pesantren berusaha mendekati masyarakat. Pesantren bekerja sama dengan masyarakat dalam mewujudkan pembangunan. Sejak semula pesantren terlibat aktif dalam mobilisasi pembangunan sosial masyarakat desa.

Warga pesantren telah terlatih melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat khususnya, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara santri dan masyrakat, antara kyai dan kepala desa. Oleh karena itu fungsi pesantren semula mencangkup tiga aspek yaitu fungsi religius (diniyyah),fungsi sosial(ijtima`iyyah)dan fungsi

(15)

edukasi (tarbawiyyah).Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga sekarang. Fungsi lain adalah sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga sebagai lembaga pendidikan moral dan kultural. Di samping sebagai pendidikan, pesantren juga sebagai lembaga pembinaan moral dan kultural, baik di kalangan para santri maupun santri dengan masyarakat. Kedudukan ini memberikan isyarat bahwa penyelenggaraan keadilan sosial melalui pesantren lebih banyak menggunakan pendekatan kultural (Qomar, 2002 : 23).25

Sedangkan peran paling menonjol di masa penjajahan adalah dalam menggerakkan, memimpin dan melakukan perjuangan untuk mengusir penjajahan. Kemudian ikut memprakarsai berdirinya negara Republik Indonesia yang tercinta ini. Di samping itu pesantren juga berperan dalam berbagai bidang lainnya secara multidimensional baik berkaitan langsung dengan aktivitas – aktivitas pendidikan maupun di luar wewenang. Dimulai dari upaya mencerdaskan bangsa, hasil berbagai observasi menunjukkan bahwa pesantren tercatat peranan penting dalam sejarah pendidikan di tanah air dan telah banyak memberikan sumbangan dan mencerdaskan rakyat.

Pondok pesantren juga terlibat langsung menaggulangi bahaya narkoba, bahkan pondok pesantren Suryalaya sejak tahun 1972 telah aktif membantu pemerintah dalam masalah narkotika dengan mendirikan lembaga khusus untuk penyembuhan, yang disebut Pondok Remaja Inabah.Dapat disimpulkan pesantren telah terlibat dalam menegakkan negara dan mengisi pembangunan sebagai pusat perhatian pemerintah. Hanya saja dalam kaitan dengan peran tradisionalnya, sering di identifikasikan memiliki tiga peran penting dalam masyarakat Indonesia ; 1) sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu – ilmu Islam tradisional, 2) sebagia penjaga dan pemeliharaan keberlangsungan Islam tradisional, 3) sebagai pusat reproduksi ulama (Qomar, 2002 : 25 – 26).26

1.5. Kepemimpinan Dalam Pondok Pesantren

Pada dasarnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok) dengan kyai sebagai sentra utama serta masjid sebagai pusat lembaganya.27 Kyai disini adalah seorang pemimpin, sama seperti kepala

25 Mujamil Qomar, hal. 23 26 Mujamil Qomar, hal. 25-26

(16)

sekolah tetapi masing-masing punya karakteristik dan pola tersendiri dalam menjalankan kepemimpinannya. Ini dikarenakan tempat (lembaganya) yang berbeda baik sistem dan tujuannya. Keberadaan seorang kyai sebagai pemimpin pesanren, ditinjau dari tugas dan fungsinya dapat dipandang sebagai fenomena kepemimpinan yang unik. Legitimasi kepemimpinan seorang kyai secara langsung diperoleh dari masyarakat yang menilai tidak saja dari segi keahlian ilmu-ilmu agama seorang kyai melainkan dinilai pula dari kewibawaan (kharisma) yang bersumber dari ilmu, kesaktian, sifat pribadi dan seringkali keturunan.

Hal ini tentunya sangat berbeda dengan kepala sekolah yang legitimasi kepemimpinannya diperoleh dari pengangkatan dan bukan dari masyarakat. Sekalipun secara umum keberadaan kyai hanya dipandang sebagai pemimpin informal (informal leader), tetapi kyai dipercayai memiliki keunggulan baik secara moral maupun sebagai seorang alim. Pengaruh kyai diperhitngkan baik oleh pejabat-pejabat Nasional maupun oleh masyarakat umum. Pengaruh mereka (kyai) sepenuhnya ditentukan oleh kualitas kekarismaan mereka. Lebih dari itu kualitas kekarismaan seorang kyai pada gilirannya diyakini oleh masyarakat dapat memancarkan barokah bagi ummat yang dipimpinnya, dimana muncul konsep barokah ini berkaitan dengan kapasitas seorang pemimpin yang sudah dianggap memiliki karomah yaitu suatu kekuatan gaib yang diberikan oleh Tuhan kepada siapa yang dikehendakinya.28

Pola kepemimpinan seorang Kyai di pesantren di dukung oleh watak sosial komunitas di mana ia hidup. Hal itu masih di tambah lagi dengan konsep-konsep kepemimpinan Islam di wilayatul imam dan pengaruh ajaran sufi. Dengan demikian dapat difahami mengapa pola kepemimpinan Kyai dapat menjadi sedemikian rupa sentralnya dalam kehidupan di pesantren, dimana kekuasaan mutlak berada di tangan Kyai.29 sehingga pola

kepemimpinannya cenderung otoriter, ini terjadi secara otomatis mengingat Kyai merupakan sosok atau figur guru besar pesantren yang membawa barokah. Santri yang tidak taat maka ilmunya tidak akan manfaat merupakan suatu kepercayaan tersendiri di kalangan santri.

Dalam lembaga pendidikan formal terdapat kepemimpinan kepala sekolah dan dalam lembaga pendidikan nonformal seperti pesantren terdapat kepemimpinan kyai.

(17)

masing punya corak, gaya maupun metode tersendiri dalam menjalankan lembaga yang dipimpinnya. Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya.30 Dari perbedaan cara memimpin, bertindak untuk mempengaruhi anak

buahnya dari seorang Kyai yang memimpin pondok pesantren dan seorang kepala sekolah yang memimpin suatu sekolah tentunya menjadi fenomena tersendiri jika dari kedua unsur tersebut menjadi satu yaitu kepala sekolah dari unsur Kyai pesantren.

Keefektifan kepemimpinan seorang Kyai yang menjadi kepala sekolah bisa dilihat dari kenerjanya dalam pencapaian tujuannya sesuai dengan juklak dan juknis yang sudah ada. Kepala sekolah menjalankan kepemimpinan manajerial karena di sekolah ada sejumlah personel yang berinteraksi dengan kepala sekolah dalam menjalankan tugas-tugas sekolah. Demokratis dan musyawarah untuk mufakat tentunya menjadikan landasan utama bagi seorang manajerial bukan kharismatik dan otoriter yang di jalankan seorang pemimpin.

Sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan dunia pendidikan menuntut dunia pendidikan untuk berusaha memberikan yang terbaik sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat, kini banyak ditemui lembaga pendidikan formal yang dipimpin oleh seorang kyai pesantren. Ini terutama ditemukan di lembaga-lembaga pendidikan swasta, dengan tujuan untuk mencapai baik kuantitas maupun kualitas input sampai output dari lembaga tersebut.

1.6. Kebijakan Pengembangan Pesantren

(18)

dilaksanakan melalui penciptaan kondisi penghayatan keagamaan yang kuat dan indah, sehingga tercipta hubungan hakiki yang terus menerus. Menurut iqbal sebagaimana ditulis abdul hadi W. M, hubungan ini dapat membuat jiwa atau batin kita mekar, mengalami transendensi dan sanggup mengatasi berbagai macam problematika kehidupan yang tampak rumit, dengan pengembangan ini diharapkan nilai-nilai moral dan spiritual itu dapat “dibumikan” dalam kehidupan nyata dalam kebutuhan dunia modern.

Pola pembaharuan kedua yang bisa diupayakan dilakukan dipesantren adalah yang bersifat horizontal. Pembaharuan ini meliputi sistem pendidikan dan sistem manajemen pesantren. A. Sistem Pendidikan

Pembaharuan ini meliputi jenis, jenjang, dan sumber daya pendidikan. Pembaharuan jenis pendidikan adalah dengan memasukan jenis pendidikan lain di samping pendidikan agama seperti pendidikan akademik dan pendidikan keterampilan baik bersifat formal atau non-formal.

B. Sistem Manajemen

Menurut Prof. H.A.R. Tilaar, dalam manajemen pendidikan nasional, ada tiga faktor upaya dalam sistem manajemen yaitu manajemen sebagai faktor upaya, organisasi sebagai faktor sarana, dan administrasi sebagai faktor karsa. Ketiga faktor ini dapat memberikan arah dan perpaduan dalam merumuskan, mengendalikan pelaksanaan, mengawasi serta manilai pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam upaya mencapai satu tujuan.

Bagi pesantren yang menyelenggarakan satuan atau program pendidikan dengan system yang sudah berjalan selama ini tentu tidak menghadapi masalah apa-apa. Namun, bagi pesantren yang tetap ingin nenyelenggarakan ilmu agama murni atau tetap tidak mau ikut sepenuhnya kurikulum Negara, peluangnya terdapat di dua model berikut ini:

(19)

penerimaan masyarakat. Dengan mengecualikan santri diusia 7-15 tahun karena wajib bagi mereka mengikuti program wajar Diknas 9 tahun.

2) Jika pendidikan yang dikembangkan pesantren tidak memenuhi criteria standar nasional pendidikan dan tidak melampau proses akreditasi, akan tetapi pesantrn tersebut mampu menciptakan keluaran pendidikan yang kualitas kompetensinya memadahi. Maka peluang pengakuan pesantren ,masih bisa titempuh ,melalui proses pengakuan akreditasi yang dilakuakan oleh mentri pendidikan nasional dan mentri agama. Pengakuan setara pendidika formal yang akan diperoleh pesantren ini masihjauh lebih memungkinkan dari pengakuan Negara atas penyetaraan yang diperuntukkan pada peserta didik pendidikan non formal dan in formal (UU Sisdiknas).

3) Kaum santri pada umumnya kini sudah mendengar bahwa UU Sisdiknas baru, telah mengadopsi model pesantren sebagai bagian integral dalam system pendidikan nasional. Ini bisa dimaknai angin segar bagi model pendidikan yang merasa terpinggirkan seperti pesantren selama ini.31

Setelah kita mengetahui apa dan bagaimana kita harus menyikapi hal-hal yang menyangkut system pendidikan pesantren, kini kita harus berpikir kembali untuk terus mengembangkan dan memperbahuri system pendidikan pesantren kita agar tidak ketinggalan dan membukitikan bahwa kaum muslim juga mampu menjadi cendekia dalam bidang ilmu pendidikan, baik agama maupun umum. Karena bagaimanapun pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan agama islam yang memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lain, selain itu peran pesantren dalam sejarah Indonesia sangat berpengaruh, sehingga eksistensi dan kiprahnya harus terus dijaga.

(20)

BAB III PENUTUP 1.1. KESIMPULAN

Istilah pondok berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang terbuat dari bambu, atau kata “pondok” berasal dari bahasa Arab “funduq” yang artinya hotel atau asrama. Sedangkan “pesantren” berasal dari kata santri dengan awalan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti tempat tinggal para santri. Prof. Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji.

Struktur Organisasi dalam pesantren sudah pasti berbeda-beda bentuknya karena setiap pesantren memiliki perbedaan dalam kepemimpinan dan kepengurusan sesuai kebutuhan pesantren tersebut, karena itu disini kami akan memberikan serta menjelaskan pembagian/ struktur organisasi dari salah satu contoh pesantren.

Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai sekarang telah mengalami perkembangan. Visi, posisi dan persepsinya terhadap dunia luar telah berubah. Pesantren pada masa yang paling awal (masa Syaikh Maulana Malik Ibrahim) berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam.

(21)

fenomena kepemimpinan yang unik. Legitimasi kepemimpinan seorang kyai secara langsung diperoleh dari masyarakat yang menilai tidak saja dari segi keahlian ilmu-ilmu agama seorang kyai melainkan dinilai pula dari kewibawaan (kharisma) yang bersumber dari ilmu, kesaktian, sifat pribadi dan seringkali keturunan.

1.2. SARAN

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Andang M.Pd. ,2014, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Yogyakarta:ARR-RUZZ MEDIA

Arifin, Imron, 1993, Kepemimpinan Kyai (Kasus Pondok Pesantren Tebuireng),

Malang:Kalimasada Press

Asrohah, Hanun , 2004, Pelembagaan Pesantren, Asal-Usul Dan Perkembangan Pesantren Di Jawa, Jakarta: Depag RI

Badrudin, 2013, Dasar-Dasar Manajemen, Bandung: CV Alfabeta

Basri, Hasan dan Beni Ahmad Saebani,2010, Ilmu Pendidikan Islam Bandung: Pustaka Setia Dhofier, Zamakhsyari, 1985, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,

Jakarta:LP3ES, 1985

Hasbullah,1996Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Remaja Grafindo Persada

Hielmy, Irfan , 1999, Pesan Moral dari Pesantren: Menigkatkan Kualitas Umat, Menjaga Ukhuwah, Bandung: Nuansa

Malik, Jamaluddin,2005, Pemberdayaan Pesantren, Menuju Kemandirian Dan Profesionalisme Santri, Yogyakarta: Pustaka Pesantren

Mulyasa,2003, Manajemen Berbasis Sekolah ( Konsep, Strategi dan Implementasi), Bandung : Rosda Karya

Nata, Abuddin, 2012, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta:PT. Raja grafindo Shihab, Alwi , 2002, Islam Inklusif , Bandung: Mizan

(23)

Syukur, Fatah, 2002, Dinamika Pesantren dan Madrasah , Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Qodir Djaelani, Abdul , 1994, Peran Ulama dan Santri dalam perjuangan Politik Islam di Indonesia, Surabaya : PT Bina Ilmu

Qomar, Mujamil, 2009, Pesantren Dari Transpormasi Metodologi Menuju Demokrarisasi Institusi, Jakarta: Erlangga

Perkembangan Pesantren Dan Madrasah dalam seonuno.blogspot.co.id/2013/07.html

Rynaldi Dwitama, “Pengertian Struktur Organsasi”, diakses dari http://rynaldi-dwitama.blogspot.com/2012/05/pengertian-struktur-organisasi.html

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pengeringan terhadap sifat fisik dan kimia tepung umbi uwi ungu, uwi kuning dan uwi putih yang dihasilkan,

Activity diagram log out berfungsi untuk menjelaskan cara keluar dari sistem pendukung keputusan seleksi calon kepala sekolah menggunakan metode AHP dan

Meskipun pada akhirnya Allah membela Ayub di hadapan teman-temannya, dengan berkata kepada Elifas dan dua sahabat Ayub yang lain, bahwa merekalah yang harus bertobat (42:7),

[r]

Puji dan syukur atas segala anugerah dan berkat yang diberikan Tuhan YME kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan laporan berjudul SKRINING DAN ISOLASI

Gambar 5 Dari hasil pengamatan foto mikro menunjukkan bahwa butiran yang terdapat pada spesimen aluminium dan alumunium dengan menggunakan filler alusol

Gedung walet yang dibangun tidak semuanya pasti selalu berhasil. Resiko kegagalan dalam usaha ini sangat besar karena jika salah dalam pemilihan tempat dan cara pembudidayaan maka

Dari studi karakter 2 jenis pompa yang telah diulas dalam teori, akan dilakukan pemilihan jenis pompa dengan mempertimbangkan syarat yang dibutuhkan sistim untuk mengalirkan