• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Rongga Mulut Pada Atlet Mahasiswa di Lingkungan Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kondisi Rongga Mulut Pada Atlet Mahasiswa di Lingkungan Universitas Sumatera Utara"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Bersama dengan ini saya, Linda, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saat ini. saya sedang mengadakan penelitian sebagai salah satu kegiatan dalam memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Penelitan tersebut berjudul: “Kondisi Rongga Mulut Pada Atlet Mahasiswa di Lingkungan Universitas Sumatera Utara”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi rongga mulut pada atlet mahasiwa di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai kondisi rongga mulut pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini saya lakukan dengan melakukan pemeriksaan keadaan rongga mulut dengan menggunakan probe, kaca mulut, sonde, dan pinset, serta melakukan wawancara untuk pengisian kuesioner. Penelitian ini tidak membahayakan dan tidak mempunyai efek samping. Identitas saudara/i akan disamarkan, sehingga hanya peneliti, dokter pembimbing peneliti, dan anggota komisi etik yang dapat melihat data tersebut. Bila data ini dipublikasikan, kerahasiaan akan tetap dijaga.

(2)

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi, dan kesediaan waktunya, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(3)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama :

Umur : Jenis Kelamin :

Setelah membaca semua keterangan dan penjelasan secara lengkap sebagai subjek penelitian yang berjudul: “Kondisi Rongga Mulut Pada Atlet Mahasiswa di Lingkungan Universitas Sumatera Utara”, saya dengan sadar dan tanpa paksaan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, dengan catatan apabila suatu ketika merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak membatalkan persetujuan ini.

Mahasiswa Peneliti, Medan,……….2016

Peserta Peneliti

………...

(4)

Lampiran 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

KONDISI RONGGA MULUT PADA ATLET MAHASISWA DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS SUMETERA UTARA

No. Kartu :

1. Sudah berapa lama (tahun) anda aktif berolahraga sebagai atlet?

a. 1-2 tahun b. 3-4 tahun c. > 4 tahun 1 2. Berapa lama (jam) anda berolahraga dalam seminggu (durasi olahraga)?

a. 5-6 jam b. 7-8 jam c. > 8 jam 2 Perilaku kebiasaan meminum sports drinks

3. Apakah anda sering mengonsumsi sports drinks (minuman olahraga)?

a.Ya b. Tidak 3

4. Jika ya, jenis minuman yang paling sering anda minum?(boleh lebih dari 1)

a. Minuman berkarbonasi, sebutkan: 4

(contoh: UC1000, red bull, lucozade)

………..

b. Minuman tidak berkarbonasi, sebutkan:

(contoh: powerade, gatorade, pocari sweat, mizone, vitazone, fatigon hydro)

(5)

5.Dalam sehari, berapa kali anda mengonsumsi sports drinks?

a. 1x sehari b. 2x sehari c. > 3x sehari d. Tidak tentu 5

Riwayat trauma 6. Apakah anda pernah mengalami trauma dental? : a. Ya b. Tidak 6

Jika jawaban ya, lanjut ke pertanyaan no. 7 7. Tipe trauma dental yang terjadi: (dapat lebih dari 1) a. Retak mahkota g. Luksasi ekstrusi 7

b. Fraktur enamel yang tidak kompleks i. Luksasi intrusi c. Fraktur enamel-dentin j. Laserasi d. Fraktur mahkota yang kompleks k. Abrasi e. Subluksasi l. Tanpa keterangan f. Luksasi Pemeriksaan klinis 8. Terdapat karies atau tidak a. Ada b. Tidak 8

9. Pemeriksaan Pengalaman Karies Gigi Tetap (Indeks DMFT menurut Klein) 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 D 9

Mi 10

Me 11

F 12

(6)

Kriteria:

D = Gigi dengan karies yang belum ditambal.

Mi = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut. Me = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut. F = Gigi dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.

0 = Gigi tidak ada kelainan/sehat. X = Gigi yang tidak tumbuh. 10. Terdapat erosi atau tidak

a. Ya b. Tidak 14

11. Pemeriksaan Tingkat Keparahan Erosi Gigi (Indeks Eccles)

17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37

Skor 15

Kriteria :

0 = Tidak terdapat erosi gigi

1 = Lesi superfisial, hanya pada permukaan enamel. Terlihat enamel tipis dan berkilat

2 = Lesi terlokalisasi, < 1/3 permukaan dentin. Terdapat lesi yang berbentuk cawan dan lekukan yang dalam pada enamel dan dentin 3 = Lesi general, > 1/3 permukaan dentin, kehilangan banyak jaringan

dentin Kategori Keparahan :

a. Ringan : Min. 1 gigi mendapat skor 1

b. Sedang s/d berat : Min. 1 gigi mendapat skor 2 atau 3

(7)

12. Pemeriksaan skor rata-rata gingivitis (indeks Loe dan Silness)

1 = Peradangan ringan, terlihat perubahan sedikit pada warna gingiva, pembengkakan sedikit, dan tidak ada pendarahan sewaktu probing

2 = Peradangan sedang, terlihat gingiva memerah, mebengkak dan mengilat, terjadi pendarahan sewaktu probing

3 = Peradangan berat, terlihat merah yang jelas, membengkak, adanya ulser, dan kecenderungan terjadi pendarahan spontan

(8)
(9)
(10)
(11)

DAFTAR PUSTAKA

1. Junaidi. Cedera olahraga pada atlet pelatda PON XVIII DKI Jakarta. Fisioterapi 2013; 13(1): 12-6.

2. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional.

3. Soares PV, Tolentino AB, Machado AC, Dias RB, Coto NP. Sports dentistry: a perspective for the future. Rev Bras Educ Fís Esporte 2014; 28(2): 351-8.

4. Azodo CC, Osazuwa O. Dental conditions among competitive university athletes in Nigeria. Trop Dent J 2013; 35: 34-42.

5. Ashley P, Iorio AD, Cole E, Tanday A, Needleman I. Oral health of elite athletes and association with performance: a systematic review. Br J Sports Med 2015; 49: 14-9.

6. Needleman I, Ashley P, Fine P. Consensus statement: oral health and elite sport performance. Br Dent J 2014; 217: 587-90.

7. Needleman I, Ashley P, Petrie A. Oral health and impact on performance of athletes participating in the London 2012 Olympic Games: a cross-sectional study. Br J Sports Med 2013; 47: 1054-8.

8. Gay-Escoda C, Arvedol J, Pruna R. Study of the effect of oral health on physical condition of profesisional soccer player of the Football Club Barcelona. Med Oral Patol Oral Cir Buccal 2011; 16(3): 436-9.

9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar Nasional. 2013: 119.

10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar Nasional. 2007: 142.

11. Schorin MD, Sollid K, Edge MS, Bouchoux A. The Science of Sugars, Part 4. Nutr Today 2012; 00: 1-6.

(12)

13. Mathew T, Casamassimoa PS, Hayesb JR. Relationship between sports drinks and dental erosion in 304 university athletes in Columbus, Ohio, USA. Caries Res 2002; 36: 281-7.

14. Prasetyo EA. Keasaman minuman ringan menurunkan kekerasan permukaan. Maj Ked Gigi 2005; 38(2): 60-3.

15. Gandara B, Truelove EL, Foye RH, Gilmour WH. Diagnosis and management of dental erosion. J Contemporery Dent Practice 1999; 1: 1-17.

16. Comar LP, Salomao PMA, Souza BMd, Magalhaes AC. Dental erosion: an overview on definition, prevalence. Braz Dent Sci 2013; 16(1): 6-17.

17. Tin-Oo MM, Razali R. Sport-related oral injuries and mouthguard use among athletes in Kelantan, Malaysia. Arch Orofac Sci 2012; 7(1): 21-7.

18. Zaleckiene V, Peciuliene V, Brukiene V, Drukteinis S. Traumatic dental injuries: etiology, prevalence and possible outcomes. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal 2014; 16(1): 7-14.

19. Diangelis AJ, Andreasen JO, Ebeleseder KA. International association of dental traumatology guidelines for the management of traumatic dental injuries: 1. fractures and luxations of permanent teeth. Dent Traumatol 2012; 28: 2-12.

20. Pasupuleti MK. Importance of periodontal health in competitive sports. Saudi J Sports Med 2014; 14(1): 5-8.

21. Adeniyi PO. Stress, a major determinant of nutritional and health status. Am J Public Health 2015; 3(1): 15-20.

22. Sharma S. Role of nutrition in coping with stress (review). Indian J Res 2015; 4(9): 348-9.

23. Lula ECO, Ribeiro CCC, Hugo FN, Alves CMC, Silva AAM. Added sugars and periodontal disease in young adults: an analysis of NHANES III data. Am J Clin Nutr 2014; 100: 1182-7.

24. Rikawarastuti, Anggreni E, Ngatemi. Diabetes melitus and severity of periodontal tissue. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 2015; 9(3): 277-81.

(13)

26. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008: 4-9,17,25,29,102.

27. Tarigan R. Karies gigi. Jakarta: EGC, 2014: 15-23.

28. Coombes JS. Sports drinks and dental. Am J Dent 2005; 18: 101-4.

29. Oltjen J. Soft drinks, sports drinks, energy drinks, and flavored Waters.

30. Buzalaf MAR, Hannas AR, Kato MT. Saliva and dental erosion. J Appl Oral Sci 2012; 20(5): 493-502.

31. Mehta SB, Banerji S, Millar BJ, Suarez-Feito JM. Current concepts on management of tooth wear: part 1. Assessment, treatment planning and strategies for the prevention and the passive management of tooth wear. Br Dent J 2012; 212(1): 17-27.

32. Cochrane NJ, Yuan Y, Walker GD, dkk. Erosive potential of sports beverages. Aus Dent J 2012; 57: 1-6.

33. Jegier M, Smalc A, Jegier A. Selected dental concerns in sports medicine. Medicina Sportiva 2005; 9(2): 53-9.

34. Mulic A, Tveit AB, Songe D, Sivertsen H, Skaare AB. Dental erosive wear and salivary flow rate in physically active young adults. BMC Oral Health 2012; 12(8): 1-8.

35. Mahoney EK, Kilpatrick NM. Dental erosion: Part 1. aetiology and prevalence of dental erosion. New Zeal Dent J 2003; 2: 33-41.

36. Singhal AC, Chandak S, Chamele J, Jain A, Gupta P, Thakur P. Indices for measuring dental erosion. Chattisgarh Journal of Health Science 2013;1(1): 52-6. 37. Riyanti, E. Penatalaksanaan trauma gigi pada anak. http://pustaka.unpad.ac.id/wpc

ontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdf

38. Association CDH. Putting more bite into injury prevention. Can J Dent Hygiene 2005; 39(6): 1-18.

(14)

39. Tiwari V, Saxena V, Tiwari U, Singh A, Jain M, Goud S. Dental trauma and mouthguard awareness and use among contact and noncontact athletes in central India. J Oral Sci 2014; 56(4): 239-43.

40. Singh G, Garg S, Damle SG, Dhindsa A, Kaur A, Singla S. A study of sports related occurrence of traumatic orodental injuries and associated risk factors in high school students in North India. Asian J Sports Med 2014; 5(3): 1-5.

41. Daliemunthe SH. Periodonsia. Medan: Bagian Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2008: 99,101,109.

42. Wijayanti PM, Setyopranoto I. Hubungan antara periodontitis, aterosklerosis dan stroke iskemik akut. Mutiara Medika 2008; 8: 20-8.

43. Al Jehani YA. Risk factors of periodontal disease: review of the literature. Int J Dent 2014: 1-9.

44. Van Dyke TE, Dave S. Risk factors for periodontitis. J Int Acad Periodontol 2005; 7(1): 3-7.

45. Perunski S, Lang B, Pohl Y, Filippi A. Level of information concerning dental injuries and their prevention in Swiss basketball – a survey among players and coaches. Dent Traumatol 2005; 21: 195-200.

46. Ma W. Basketball players’ experience of dental injury and awareness about mouthguard in China. Dent Traumatol 2008; 24: 430-4.

47. Crozie S. Endurance athletes may be prone to tooth erosion and caries, researches say.

(14 September 2015)

nce-athletes-may-be-prone-to-tooth-erosion-and-caries-researchers-say

48. Dahlan M. Besar sampel dan cara pengambilan sampel. 3rd ed. Jakarta: Salemba Medika, 2013: 42.

(15)

50. Cheng R, Yang H, Shao MY, Hu T, Zhou XD. Dental erosion and severe tooth decay related to soft drinks:a case report and literature review. J Zhejiang Univ Sci B 2009;10(5):395-9.

51. Seow WK, Thong KM. Erosive effects of common beverages on extracted premolar. Aus Dent J 2005;50(3):173-8.

(16)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei deskriptif.

3.2 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di beberapa tempat, sesuai dengan tempat latihan para atlet, antara lain:

a. Gedung dan lapangan olahraga Universitas Sumatera Utara yang terletak di Jl. Dr. T. Mansur No.9-B untuk olahraga basket, bulu tangkis, tenis meja, dan voli.

b. Lapangan fakultas hukum Universitas Sumatera Utara untuk olahraga bela diri.

c. Lapangan tenis stadion Universitas Sumatera Utara yang terletak di Pintu IV Universitas Sumatera Utara untuk olahraga tenis lapangan.

d. Lapangan futsal yang terletak di fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk olahraga futsal.

e. Stadion mini Universitas Sumatera Utara untuk olahraga sepak bola.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh atlet yang tergabung dalam suatu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) olahraga meliputi cabang basket, bela diri, bulu tangkis, futsal, sepak bola, tenis meja, tenis lapangan, dan voli yang seluruhnya berjumlah 314 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

(17)

Kriteria inklusi sampel, yaitu:

a. Terdaftar sebagai anggota UKM dalam salah satu cabang olahraga b. Mengikuti latihan minimal 5 jam/minggu

Kriteria ini berdasarkan penelitian Frese, dkk. yang mana sampel atlet yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah atlet yang menjalankan latihan minimal selama 5 jam/minggu.47

c. Telah mengikuti latihan minimal selama 1 tahun

d. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan dan kooperatif

3.4 Besar Sampel

Besar sampel penelitian ini diperoleh berdasarkan perhitungan menggunakan rumus:48

n = Dimana:

n = besar sampel

Zα = nilai sebaran normal baku, besarnya tergantung tingkat kepercayaan yang mana pada penelitian ini 95% (1,96)

S = simpangan baku variabel yang diteliti d = presisi mutlak ditetapkan sebesar 0,8

n

=

= 101

Dari perhitungan, diperoleh besar sampel sebesar 101 orang. Untuk menghindari adanya drop out maka sampel dilebihkan 10% menjadi 112 orang.

3.5 Variabel Penelitian

(18)

3. Lama menjadi atlet 4. Durasi latihan perminggu

5. Jenis sport drink yang dikonsumsi 6. Frekuensi mengonsumsi sport drink 7. Pengalaman karies

8. Keparahan erosi gigi 9. Tipe trauma dental 10. Skor indeks gingiva

3.6 Definisi Operasional

1. Jenis kelamin adalah laki-laki atau perempuan.

2. Cabang olahraga adalah olahraga dimana responden terdaftar sebagai atlet yaitu cabang basket, bela diri, bulu tangkis, futsal, sepak bola, tenis meja, tenis lapangan, atau bola voli.

3. Lama menjadi atlet adalah lamanya responden terdaftar didalam salah satu cabang olahraga minimal selama 1 tahun.

4. Durasi latihan perminggu adalah lamanya (jam) responden berolahraga sesuai cabang olahraga yang ditekuni dari hari senin sampai dengan hari minggu minimal selama ± 5 jam.

5. Jenis sport drink yang dikonsumsi adalah minuman berkarbonasi atau minuman tidak berkarbonasi.

6. Frekuensi mengonsumsi sport drink adalah seberapa sering atlet mengonsumsi sport drink.

a. 1x sehari b. 2x sehari c. > 3x sehari d. Tidak tentu

(19)

a. D (decay), yaitu gigi tetap dengan satu lesi karies atau lebih yang belum ditambal.

b. M (missing) terdiri dari Mi (missing indicated), yaitu gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut dan Me (missing extracted), yaitu gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut.

c. F (filled), yaitu gigi tetap dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.

Bila pada gigi tidak terdapat kelainan, dimasukkan dalam kategori sehat dan diberi nilai 0, sedangkan apabila gigi terdapat kelainan, dimasukkan dalam kategori D, M, atau F dan diberi nilai 1.

- 1 gigi mempunyai 3 buah tambalan sempurna, gigi tersebut diberi nilai F= 1. - 1 gigi dengan beberapa lubang tetap diberi nilai D = 1.

jumlah seluruh nilai DMF jumlah orang yang diperiksa.

8. Keparahan erosi gigi adalah kerusakan jaringan keras gigi yang terlihat licin dan mengkilat, terjadi pada enamel dengan atau tanpa melibatkan dentin yang diukur menggunakan indeks Eccles. Tingkat keparahan erosi gigi menurut Eccles:

a. Nilai 0: Tidak ada erosi gigi

b. Nilai 1: Lesi superfisial, hanya pada permukaan enamel. Terlihat enamel tipis dan berkilat.

c. Nilai 2: Lesi terlokalisasi, < 1/3 permukaan dentin. Terdapat lesi yang berbentuk cawan dan lekukan yang dalam pada enamel dan dentin.

d. Nilai 3: Lesi general, > 1/3 permukaan dentin, kehilangan banyak jaringan dentin.

Pemeriksaan dilakukan pada semua gigi yang masih ada untuk mendapatkan nilai akhir indeks erosi gigi ringan apabila ada minimal 1 gigi yang mendapat nilai 1 dan erosi gigi sedang/berat apabila ada minimal 1 gigi yang mendapat nilai 2 atau 3.

9. Tipe trauma dental adalah kerusakan atau luka yang mengenai jaringan keras gigi, jaringan periodontal, dan atau jaringan lunak yang dilihat dengan pemeriksaan klinis. Yang termasuk trauma dental yang diperiksa:

(20)

a. Retak mahkota: fraktur yang tidak sempurna (retak) pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal maupun arah vertikal.

b. Fraktur enamel yang tidak kompleks: fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

c. Fraktur enamel-dentin: fraktur mahkota gigi yang mengenai lapisan enamel dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.

d. Fraktur mahkota yang kompleks: fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin, dan pulpa.

e. Subluksasi: kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi. f. Luksasi: perubahan letak gigi ke arah labial, palatal maupun lateral.

g. Luksasi ekstrusi: pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga mahkota gigi terlihat lebih panjang.

h. Luksasi instrusi: pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar sehingga mahkota gigi terlihat lebih pendek.

i. Avulsi: pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya. j. Laserasi: luka terbuka pada jaringan lunak rongga mulut.

k. Abrasi: luka gesekan pada daerah superfisial pada jaringan lunak rongga mulut.

l. Tanpa keterangan: trauma dental yang tidak dapat diidentifikasi lagi (contoh: fraktur gigi akibat trauma yang telah dilakukan penambalan).

10. Skor indeks gingiva adalah keparahan inflamasi gingiva yang dinilai dari tanda-tanda klinis meliputi perdarahan saat probing, perubahan warna, dan perubahan tekstur permukaan. Skor indeks gingiva diukur menggunakan indeks gingiva Löe dan Silness:

a. 0 = Gingiva normal

b. 1 = Peradangan ringan, terlihat perubahan sedikit pada warna gingiva, pembengkakan sedikit, dan tidak ada pendarahan sewaktu probing

(21)

d. 3 = Peradangan berat, terlihat merah yang jelas, membengkak, adanya ulser, dan kecenderungan terjadi pendarahan spontan

Pengukuran dilakukan pada 4 permukaan gingiva (vestibular, mesio-vestibular, disto-mesio-vestibular, dan oral) dari 6 gigi yang diperiksa yaitu: 16, 12, 24, 36, 32, 44.

Cara menghitung skor indeks gingiva:

jumlah skor gingiva masing-masing permukaan 4

jumlah skor gingiva gigi indeks jumlah gigi indeks yang diperiksa

Setelah mendapatkan skor gingiva individual, maka skor tersebut dikategorikan sebagai berikut:

3.7 Cara Pengumpulan Data

1. Penelitian diawali dengan meminta persetujuan melakukan penelitian dengan mengisi lembar persetujuan setelah penjelasan.

2. Kuesioner diisi dengan melakukan wawancara dan pemeriksaan klinis pada atlet.

3. Pemeriksaan klinis dilakukan oleh tim yang terdiri atas pemeriksa dan pencatat. Sebelum penelitian, dilakukan kalibrasi untuk menyamakan persepsi dan mengurangi examiner error.

4. Pemeriksaan DMFT dilakukan dengan menggunakan sonde setengah lingkaran dan kaca mulut dengan diterangi lampu senter.

5. Pemeriksaan erosi gigi dilakukan dengan menggunakan pinset, kapas, kaca mulut, dan senter. Sebelum dilakukan pemeriksaan, gigi dibersihkan dengan

Skor rata-rata gingivitis = a. Skor gingiva gigi indeks =

(22)

berkumur air mineral 100cc, isolasi saliva dengan cotton roll, dan keringkan permukaan gigi dengan chip blower.

6. Pemeriksaan trauma dental dilakukan dengan observasi menggunakan kaca mulut, sonde, dan lampu senter, serta ditanyakan mengenai riwayat trauma pernah terjadi sebelumnya dengan wawancara.

7. Pemeriksaan skor gingivitis dilakukan dengan menggunakan kaca mulut, prob, dan dengan diterangi lampu senter.

3.8 Pengolahan Data

Semua isian data dalam kuesioner diperiksa apakah semua pertanyaan telah terjawab. Selanjutnya semua data yang diperoleh dari kuesioner di edit kemudian di coding, lalu dikonversikan ke tabel. Pengolahan data dilakukan dengan cara

komputerisasi.

3.9 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara menghitung:

1. Persentase gambaran distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, cabang olahraga, lama menjadi atlet, dan durasi latihan perminggu.

2. Persentase frekuensi mengonsumsi sport drink dan jenis sport drink. 3. Prevalensi karies, erosi gigi, trauma dental, dan gingivitis.

4. Rata-rata pengalaman karies gigi (DMFT). 5. Persentase tingkat keparahan erosi gigi. 6. Persentase tipe trauma dental.

(23)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden

Hasil penelitian menunjukkan persentase responden berdasarkan jenis kelamin yaitu responden laki-laki sebanyak 78,57% dan perempuan sebanyak 21,43%. Berdasarkan cabang olahraga, dijumpai atlet dari olahraga futsal paling banyak yaitu 17,85%, diikuti olahraga bulu tangkis 16,96%, olahraga basket 15,17%, olahraga sepak bola dan voli masing-masing 14,29%, olahraga bela diri 9,82%, olahraga tenis lapangan 8,05 %, dan olahraga tenis meja 3,57%. Responden yang aktif berolahraga sebagai atlet selama lebih dari 4 tahun memiliki persentase tertinggi yaitu 52,67%, diikuti selama 1-2 tahun sebanyak 26,79%, dan selama 3-4 tahun sebanyak 20,54%. Berdasarkan durasi olahraga per minggu, durasi yang paling banyak dilakukan atlet adalah 5-6 jam sebanyak 59,82%, diikuti 7-8 jam sebanyak 22,32%, dan lebih dari 8 jam sebanyak 17,86%. (Tabel 1)

Tabel 1. Gambaran responden atlet mahasiswa Universitas Sumatera Utara (n=112)

(24)

Tabel 1. Gambaran responden atlet mahasiswa Universitas Sumatera Utara (n=112) (Lanjutan)

Gambaran Responden n %

Cabang Olahraga

Tenis meja 4 3,57

Lama aktif sebagai atlet (tahun) 1-2

4.2 Kebiasaan Mengonsumsi Sport Drink

Frekuensi mengonsumsi sport drink oleh atlet yang tertinggi adalah tidak tentu sebanyak 83,05%, diikuti 1x sehari sebanyak 12,50%, dan 2x sehari sebanyak 4,45%. Jenis minuman yang paling sering dikonsumsi atlet adalah sport drink tidak berkarbonasi sebanyak 25,89% dan diikuti minuman sport drink berkarbonasi 74,11%. (Tabel 2)

Tabel 2. Persentase kebiasaan mengonsumsi sport drink atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara (n=112)

Kebiasaan Mengonsumsi Sport Drink n %

Frekuensi mengonsumsi sport drink 1x sehari Jenis minuman sport drink yang paling sering dikonsumsi

(25)

4.3 Prevalensi dan Rata-rata Pengalaman Karies (DMFT) Atlet

Mahasiswa di Lingkungan Universitas Sumatera Utara

Prevalensi karies pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah 89,25%. (Tabel 3)

Tabel 3. Prevalensi karies atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara (n=112)

Skor rata-rata DMFT atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah 4,67±2,16. Skor decay (D) rata-rata atlet adalah 3,53±1,94. Skor missing indicated (Mi) rata-rata atlet sebesar 0,21±0,56. Skor missing extracted (Me) rata-rata

atlet adalah 0,40 ±0,82. Skor rata-rata filling (F) atlet adalah 0,53±0,78. (Tabel 4)

Tabel 4. Rata-rata DMFT atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara (n=112)

Pengalaman Karies ± SD

Decay (D)

4.4 Prevalensi dan Tingkat Keparahan Erosi gigi Atlet Mahasiswa di

Lingkungan Universitas Sumatera Utara

(26)

terdapat erosi gigi klas 2, dan tidak ada atlet yang mengalami erosi gigi klas 3. (Tabel 5)

Tabel 5. Prevalensi dan tingkat keparahan erosi atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara (n=112)

Erosi n %

4.5 Prevalensi dan Tipe Trauma Dental Atlet Mahasiswa di Lingkungan

Universitas Sumatera Utara

(27)

Tabel 6. Prevalensi dan tipe trauma dental atlet mahasiswa di lingkungan

4.6 Prevalensi, Kategori, dan Skor Rata-rata Gingivitis Atlet Mahasiswa

di Lingkungan Universitas Sumatera Utara

(28)

Tabel 7. Prevalensi dan kategori gingivitis atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara (n=112)

Gingivitis n %

Gingivitis (n=112) Ada

Ringan Sedang Berat Tidak ada

65 54 11 0 47

(29)

BAB 5

PEMBAHASAN

Frekuensi atlet mahasiswa yang mengonsumsi sport drink yang paling banyak adalah tidak tentu yaitu sebanyak 83,05%. Hal ini mungkin disebabkan atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara tidak mendapat sponsor dari produsen perusahaan sport drink sehingga konsumsi sport drink tidak dilakukan secara teratur, sedangkan pada penelitian Mathew, dkk. yang dilakukan pada atlet mahasiswa di Ohio State University, USA mungkin mendapat sponsor dari produsen sport drink tertentu sehingga konsumsi sport drink lebih memungkinkan dilakukan

secara teratur.13

Jenis minuman sport drink yang paling sering dikonsumsi pada penelitian ini adalah minuman tidak berkarbonasi sebanyak 74,11% dan minuman berkarbonasi sebanyak 25,89%. Hal ini sesuai dengan anjuran Kannan, dkk., yang mana jenis minuman tidak berkarbonasi lebih dianjurkan daripada minuman berkabonasi.49 Minuman berkabonasi dapat menurunkan kekerasan permukaan enamel dan dentin sehingga laju reaksi pelepasan kalsium dari enamel semakin tinggi menyebabkan demineralisasi akan semakin cepat terjadi.14,50 Hasil penelitian yang dilakukan Kannan, dkk. menunjukkan nilai indeks erosi relatif lebih rendah pada responden yang mengonsumsi minuman tidak berkarbonasi daripada responden yang mengonsumsi minuman berkarbonasi.49 Sport drink berkarbonasi juga berhubungan dengan kehilangan yang parah pada enamel gigi, terutama jika dikonsumsi pada saat laju aliran saliva yang rendah seperti setelah aktivitas olahraga berat.51

(30)

17-24 tahun, sedangkan penelitian Azodo, dkk. jumlah sampel adalah 226 orang dengan usia berkisar antara <20 tahun-<40 tahun.4

Skor rata-rata DMFT atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah 4,67±2,16 dengan decay rata-rata yaitu 3,53±1,94, lebih tinggi daripada missing indicated yaitu 0,21±0,56, missing extracted yaitu 0,40±0,82, dan filling

rata-rata yaitu 0,53±0,78. Tingginya skor decay mungkin disebabkan makanan atau minuman berkarbohidrat yang dikonsumsi para atlet untuk menjaga cadangan karbohidrat atau glikogen dalam tubuh sehingga enamel gigi tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.11,26

Prevalensi erosi gigi pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah sebanyak 16,07%. Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Mathew, dkk. pada atlet mahasiswa di Ohio State University yaitu sebanyak 36,5%.13 Perbedaan ini mungkin disebabkan jumlah sampel dan indeks erosi yang digunakan berbeda. Penelitian ini dilakukan pada 112 atlet mahasiswa dan indeks yang digunakan adalah indeks Ecless, sedangkan penelitian Mathew, dkk. dilakukan pada 304 atlet mahasiswa dan indeks yang digunakan adalah indeks Lussi.13

Tingkat keparahan erosi gigi pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah klas 1 (enamel) sebanyak 15,18% dan klas 2 (<1/3 dentin) sebanyak 0,89%. Keparahan erosi gigi pada atlet sering dipengaruhi oleh laju aliran saliva yang rendah akibat dehidrasi selama berolahraga. Erosi pada dentin dilaporkan lebih sering terjadi pada atlet yang mengalami penurunan laju aliran saliva dibandingkan atlet dengan laju aliran saliva yang normal.34 Penurunan laju aliran saliva akan mengurangi kapasitas saliva untuk menetralisir asam yang umumnya berasal dari minuman sport drink yang dikonsumsi sehingga pH tetap berada dalam keadaan asam untuk periode yang lebih lama.29,34

(31)

berpartisipasi dalam 33 cabang olahraga pada Pan American Games yaitu 49,6%.52 Perbedaan ini mungkin disebabkan usia, jumlah sampel, dan cabang olahraga yang diteliti berbeda. Pada penelitian ini, responden merupakan atlet mahasiswa sehingga usia atlet berkisar antara 17-24 tahun dan jumlah sampel yang diteliti adalah 112 orang dari cabang olahraga basket, bela diri, bulu tangkis, futsal, sepak bola, tenis meja, tenis lapangan, dan voli, sedangkan pada penelitian Andrade, dkk. usia atlet berkisar antara 13-46 tahun dan jumlah sampel yang diteliti adalah 409 orang dari cabang olahraga gulat, tinju, basket, karate, judo, sepak bola, renang, triathlon, team handball, polo air, menyelam, fencing, hockey, baseball, taekwondo, track and field,

rowing, menembak, synchronized swimming, voli, angkat beban, aquatic marathon,

memanah, artistic gymnastic, bulu tangkis, voli pantai, sepeda, figure skating, rafting, rhythmical gymnastics, sailing, squash, tenis meja, tenis, dan ski air.52

Tipe trauma dental yang paling banyak terjadi adalah fraktur enamel tidak kompleks sebanyak 9,82%, diikuti retak mahkota, laserasi, dan tanpa keterangan masing-masing sebanyak 2,69%, fraktur enamel-dentin dan abrasi masing-msing sebanyak 1,77% dan subluksasi sebanyak 0,89%. Hal ini mungkin disebabkan karena atlet terjatuh atau terkena pukulan benda keras dengan kecepatan tinggi berupa peralatan olahraga seperti raket atau bola yang mengenai area wajah ataupun karena terjadi benturan antar atlet.38

Prevalensi gingivitis pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah 58%. Hasil penelitian ini berbeda dengan prevalensi gingivitis yang diteliti oleh Needleman, dkk. yang mana dijumpai gingivitis 76% pada atlet yang berpartisipasi dalam 25 cabang olahraga pada Olympic Games.7 Perbedaan ini mungkin disebabkan karena jumlah sampel dan indeks gingivitis yang digunakan berbeda. Penelitian ini dilakukan pada 112 atlet mahasiswa dengan menggunakan indeks gingivitis Loe dan Silness, sedangkan penelitian Needleman, dkk. dilakukan pada 278 atlet dengan menggunakan indeks basic periodontal examination.7

(32)

adalah tidak tentu sebanyak 83,05%. Apabila konsumsi sport drink tinggi pada penelitian ini, maka skor rata-rata yang diperoleh mungkin akan lebih tinggi. Hal ini disebabkan sport drink mengandung karbohidrat yang tinggi dalam bentuk gula.6 Konsumsi gula yang lebih besar dapat meningkatkan inflamasi yang mengakibatkan pendarahan saat probing, meningkatkan kedalaman probing dan level perlekatan sehingga akan memperparah penyakit periodontal.23

(33)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Prevalensi karies pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah 89,25%. DMFT rata-rata atlet adalah 4,67±2,16, terlihat decay rata-rata yaitu 3,53±1,94, lebih tinggi daripada missing indicated yaitu 0,21±0,56, missing extracted yaitu 0,40±0,82, dan filling rata-rata yaitu 0,53±0,78.

2. Prevalensi erosi pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah 16,07%, dengan erosi klas 1 (ringan) sebanyak 15,18%, diikuti erosi klas 2 (sedang) 0,89%, dan tidak ada atlet yang mengalami erosi gigi klas 3.

3. 22,32% atlet menyatakan pernah mengalami trauma dental dan tipe trauma dental yang paling sering dijumpai pada atlet adalah tipe trauma dental yang paling banyak terjadi adalah fraktur enamel tidak kompleks sebanyak 9,82%, diikuti retak mahkota, laserasi, dan tanpa keterangan masing-masing sebanyak 2,69%, fraktur enamel-dentin dan abrasi masing-masing sebanyak 1,77% dan subluksasi sebanyak 0,89%.

4. Prevalensi gingivitis pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah 58%, yang mana 48,21% mengalami gingivitis ringan, 9,79% mengalami gingivitis sedang, dan tidak ada atlet yang mengalami gingivitis berat. Skor rata-rata gingivitis atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah 0,39±0,43.

6.2 Saran

(34)

2. Diharapkan tenaga kesehatan gigi dapat memberikan penyuluhan kesehatan gigi kepada atlet untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran agar dapat meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut atlet.

(35)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Atlet

Atlet menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah olahragawan, terutama yang mengikuti perlombaan atau pertandingan dalam beradu ketangkasan, kecepatan, keterampilan, dan kekuatan.1 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional, olahragawan adalah pengolahraga yang mengikuti pelatihan secara teratur dan kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk mencapai prestasi.2 Menurut Poerwardarminta, atlet merupakan seseorang yang bersungguh-sungguh gemar berolahraga terutama mengenai kekuatan badan, ketangkasan dan kecepatan berlari, berenang, melompat dan lain-lain. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, atlet merupakan individu yang berperan dalam suatu aktivitas dibidang keolahragaan dan bakat, keterampilan, maupun motivasi sangat dibutuhkan pada cabang olahraga tersebut untuk mencapai suatu prestasi yang setinggi-tingginya dan dikumpulkan dalam satu program pelatihan yang lebih khusus dan intensif sesuai dengan cabang olahraga masing-masing.1

2.2 Jenis-jenis Olahraga

Olahraga berdasarkan risiko terjadinya trauma dapat dibagi menjadi tiga:25 1. Contact sport

Contact sport terdiri atas dua kelompok, antara lain collision dan contact

sport. Meskipun tidak ada garis pemisah yang jelas antara dua kelompok tersebut,

collision memberikan risiko cedera yang lebih besar. Dalam collision sport (misalnya

(36)

2. Limited-contact sport

Dalam limited-contact sport (misalnya softball dan voli), kontak dengan atlet lain atau dengan benda mati tidak terlalu sering atau tidak disengaja. Namun, beberapa limited-contact sport (misalnya skateboard) bisa memiliki risiko cedera yang sama dengan collision atau contact sport.

3. Noncontact sport

Dalam noncontact sport (misalnya angkat besi), kontak dengan atlet lain sangat jarang tetapi cedera serius dapat terjadi.

Pembagian yang dilakukan menunjukkan kemungkinan perbandingan bahwa partisipasi dalam olahraga yang berbeda akan menghasilkan risiko cedera yang berbeda.25

2.3 Kondisi Rongga Mulut pada Atlet

Gigi dapat dikatakan sehat bila berfungsi normal, baik sebagai alat pengunyah maupun alat pencernaan. Gigi yang sehat harus didukung oleh jaringan periodontal yang sehat. Penyakit mulut seperti karies dan penyakit periodontal dapat berakibat fatal terhadap kesehatan tubuh secara umum.26 Pada atlet, penyakit mulut yang sering dijumpai adalah karies, erosi gigi, dan penyakit periodontal. Trauma dental pada olahraga yang berisiko juga sering ditemukan.6

2.3.1 Karies

(37)

Terjadinya karies juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: 1. Keturunan dan ras

Dari suatu penelitian terhadap 46 pasang orang tua dengan persentase karies yang tinggi, hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi yang baik, 5 pasang dengan persentase karies sedang, dan 40 pasang dengan persentase karies tinggi. Selain itu, keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan persentase karies yang semakin meningkat atau menurun. Pada ras tertentu dengan rahang yang sempit, gigi geligi pada rahang sering tumbuh tidak teratur. Hal ini akan mempersukar pembersihan gigi dan akan mempertinggi karies pada ras tersebut.27

2. Usia

Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orang tua lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar.26

3. Jenis kelamin

Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral hygiene wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks DMFT.26

4. Sosial ekonomi

Karies dijumpai lebih rendah pada kelompok sosial ekonomi rendah dan sebaliknya. Ada dua faktor sosial ekonomi yang berperan, yaitu pekerjaan dan pendidikan.26

5. Penggunaan fluor

Pemberian fluor yang teratur baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi.26

6. Pengalaman karies

(38)

parameter ini mencapai 60%. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanennya.26

7. Oral higiene

Insiden karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi. Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi secara teratur.26

8. Jumlah bakteri

Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar manusia, yang paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada gigi susunya.26

9. Saliva

Secara kimiawi, dengan adanya unsur Ca dan ion fosfat dalam saliva akan membantu penggantian mineralisasi terhadap email atau menetralisasi keadaan asam.27 Selain mempunyai efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran saliva pada anak-anak meningkat sampai anak tersebut berusia 10 tahun, namun setelah dewasa hanya terjadi peningkatan sedikit. Tidak hanya umur, beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.26

Banyak atlet mengalami dehidrasi yang lama selama latihan dan kompetisi.28 Dehidrasi yang ditimbulkan oleh aktivitas fisik yang berkepanjangan dapat memicu laju aliran saliva yang rendah sehingga dapat menimbulkan kesulitan bagi saliva untuk membersihkan konsentrasi karbohidrat yang tinggi pada gigi. Hal tesebut akan menciptakan lingkungan yang mendukung untuk terjadinya karies.29

10. Pola makan

(39)

enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.26

Pada atlet, banyaknya waktu yang dihabiskan untuk latihan akan banyak menghabiskan energi dan cadangan karbohidrat yang disimpan dalam tubuh. Ahli gizi keolahragaan merekomendasikan para atlet untuk menjaga cadangan karbohidrat atau glikogen dalam tubuh dengan mengonsumsi jumlah karbohidrat yang adekuat. Karbohidrat penting selama latihan berkepanjangan atau berkelanjutan untuk mempertahankan kadar glukosa darah dan menggantikan glikogen otot. Konsumsi karbohidrat disarankan pada waktu sebelum dan setelah latihan. Konsumsi karbohidrat yang adekuat setelah latihan memungkinkan beberapa kegiatan dilakukan dalam satu hari dan memperbaharui cadangan karbohidrat setiap hari. Karbohidrat yang dikonsumsi biasanya gula, baik untuk kemudahan konsumsi dan rasa yang disukai.11

Masalah kesehatan rongga mulut pada atlet mahasiswa di Nigeria dilaporkan sebesar 28,3% dan karies gigi merupakan masalah utama pada responden yaitu sebesar 53,1%.4 Penelitian yang dilakukan oleh Gay-Escoda, dkk. terhadap 30 pemain sepak bola profesional. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa skor rata-rata DMFT bernilai 5,7 ± 4,1.8 Penelitian Rosa, dkk. terhadap 400 pemain sepak bola termasuk 353 pemain amatir dan 47 pemain profesional menunjukkan pemain amatir memiliki karies sebesar 71% dan pada pemain profesional sebesar 68%.3

Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang seperti indeks Klein, indeks WHO dan indeks Significant Caries (SIC).26

2.3.2 Erosi

(40)

Sirimaharaj, dkk. pada anggota tim olahraga University of Melbourne, Australia, dilaporkan bahwa prevalensi erosi gigi adalah 25,4%.4

Erosi gigi pada atlet terutama disebabkan oleh salah satu minuman asam yang sering dikonsumsi para atlet yaitu sport drink. Sport drink atau dikenal juga dengan minuman isotonik adalah minuman dengan tambahan perasa dan gula, mineral, dan elektrolit untuk membantu melengkapi kebutuhan tubuh selama latihan.32 Sport drink juga mengandung konsentrasi asam yang tinggi.29 Keasaman sport drink berkisar antara 2,4 sampai 4,5, sedangkan pH kritis bagi enamel dimana hidroksiapatit dan fluorapatit larut adalah 5,5.33 Laju aliran saliva yang rendah akibat dehidrasi yang dialami para atlet mengakibatkan diperlukannya waktu yang lebih lama untuk membersihkan asam dari makanan maupun minuman tersebut.29 Telah diketahui bahwa hal ini dapat meningkatkan risiko dari erosi gigi disebabkan penurunan laju aliran saliva yang berakibat pada pembilasan yang dilakukan tidak cukup sehingga pH tetap berada dalam keadaan asam untuk periode yang lebih lama dan buffering pada permukaan gigi tidak memadai.28 Penurunan produksi saliva akan mengurangi kapasitas saliva untuk menetralisir asam dari makanan maupun minuman.34 Kapasitas buffering ini umumnya lebih penting daripada pH awal minuman tersebut dalam

potensi menyebabkan erosi.29 Saliva sangat penting untuk memelihara kesehatan rongga mulut dan penurunan laju aliran saliva dapat menyebabkan ketidakseimbangan rongga mulut.34 Saliva berfungsi untuk menyediakan proteksi terhadap erosi asam dengan berbagai cara, yaitu:30

1. Memberikan pengaruh terhadap acquired pellicle.

2. Pembersihan oleh saliva dapat menghilangkan asam melalui penelanan. 3. Saliva menunjukkan kapasitas bufer yang menyebabkan netralisasi asam. 4. Saliva menyediakan kandungan mineral untuk gigi, di antaranya kalsium, fosfat, dan fluoride yang dibutuhkan untuk remineralisasi.

Keparahan erosi tergantung pada beberapa faktor seperti:34,35 1. Gaya hidup dan diet.

(41)

4. Komposisi serta laju aliran saliva.

Ada beberapa indeks yang digunakan untuk mengidentifikasi tahap erosi gigi dengan menggunakan gambaran klinis dan visual, di antaranya adalah indeks menurut Eccles, indeks menurut Smith dan Knight, dan indeks menurut Lussi.36

2.3.3 Trauma Dental

Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma juga diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda. Definisi lain menyebutkan bahwa trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau jaringan periodontal karena sebab mekanis.37

Klasifikasi trauma dental berdasarkan Application of international classification of diseases to dentistry and stomatology oleh WHO, yaitu: trauma pada

jaringan keras gigi dan pulpa, trauma pada jaringan periodontal, trauma pada tulang pendukung, dan trauma pada mukosa mulut atau gingiva.18

Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa:18,37

1. Retak mahkota (enamel infraction) yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna (retak) pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal maupun arah vertikal.

2. Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

3. Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture) yaitu fraktur mahkota gigi yang mengenai lapisan enamel dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.

4. Fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown- root fracture) yaitu fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin, sementum tanpa

melibatkan pulpa.

(42)

6. Fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown- root fracture) yaitu fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin, sementum dan pulpa.

7. Fraktur akar (root fracture) yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa.

Kerusakan pada jaringan periodontal:18,37

1. Konkusi yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi, yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi.

2. Subluksasi yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi dengan adanya kegoyangan dan tanpa perubahan posisi gigi.

3. Luksasi ekstrusi yaitu pergerakan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga gigi terlihat lebih panjang.

4. Luksasi yaitu perubahan letak gigi ke arah labial, palatal maupun lateral yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.

5. Luksasi intrusi yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar yang menyebabkan kerusakan alveolar dan gigi akan terlihat lebih pendek.

6. Avulsi yaitu pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya. Kerusakan pada tulang pendukung:18,37

1. Kerusakan soket alveolar yaitu kerusakan dari soket alveolar, pada kondisi ini dijumpai intrusi.

2. Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual dibatasi oleh bagian fasial atau oral dari dinding soket.

3. Fraktur prosessus alveolaris maksila dan mandibula yaitu fraktur yang mengenai prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.

4. Fraktur tulang alveolar yaitu fraktur tulang alveolar maksila atau mandibula yang melibatkan prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar.

Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut:18,37

(43)

2. Kontusio yaitu memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

3. Abrasi yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah dan lecet.

Setiap jenis olahraga mempunyai faktor risiko terjadinya trauma dental meliputi:25,38

1. Terjatuh

2. Berkontak dengan permukaan keras misalnya lapangan bermain, 3. Benturan antar pemain

4. Terkena pukulan seperti pukulan siku yang mengenai rahang, pukulan tongkat atau bola yang mengenai gigi, pukulan stik pada olahraga hoki, dan yang lainnya.

Berlatih dan berkompetisi yang dilakukan atlet dalam waktu yang lama meningkatkan kemungkinan terjadinya trauma.39 Trauma orofasial terjadi pada 4-18% dari keseluruhan cedera akibat olahraga dan trauma dental adalah trauma yang paling sering di antaranya (>50%).33 Trauma oral dan dental dalam jumlah yang signifikan diakibatkan oleh keikutsertaan dalam contact sport.40 Akan tetapi, tidak hanya contact sports yang berisiko terhadap trauma, tetapi non-contact sports juga dapat berisiko terhadap trauma dental. Andrade, dkk. dalam penelitiannya melaporkan bahwa prevalensi trauma dental pada atlet yang berpartisipasi dalam Pan American Games adalah sebesar 49,6%.17

2.3.4 Penyakit periodontal

(44)

Gingivitis merupakan lesi inflamasi pada gingiva.41 Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal yang ringan, yang secara klinis ditandai dengan gingiva berwarna merah, membengkak, mudah berdarah, perubahan kontur, kehilangan adaptasi terhadap gigi, dan peningkatan jumlah cairan sulkular.26,41 Terjadinya gingivitis akibat adanya plak gigi yang meliputi berbagai macam bakteri dan menginduksi perubahan patologis pada jaringan secara langsung maupun tidak langsung.41

Periodontitis merupakan infeksi yang disebabkan inflamasi kronis yang mengenai jaringan gingiva, tulang penyangga gigi, dan jaringan ikat di sekitar gigi.42 Secara klinis perbedaan periodontitis dan gingivitis adalah pada periodontitis dijumpai adanya kehilangan perlekatan jaringan ikat ke gigi pada keadaan gingiva yang terinflamasi. Juga terjadi kehilangan ligamen periodontal dan terganggunya perlekatannya ke sementum, dan resorpsi tulang alveolar.

Faktor risiko penyakit periodontal dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi atau dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi biasanya berasal dari individu itu sendiri, oleh karena itu tidak mudah diubah, sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi biasanya berupa lingkungan atau perilaku.43,44

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu: 43,44 1. Respons host

Pandangan saat ini didasarkan pada banyaknya bukti bahwa penyakit periodontal adalah hasil dari respons imun yang tidak memadai terhadap infeksi bakteri daripada efek merusak dari bakteri patogen secara langsung. Periodontitis kronis melibatkan interaksi kompleks antara faktor mikroba dan kerentanan host.

2. Osteoporosis

(45)

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi, yaitu:34,43,44 1. Mikroorganisme

Terdapat ratusan spesies bakteri subgingival pada periodontitis dan sejumlah kecil dikaitkan dengan perkembangan penyakit dan dianggap etiologi penting.Dari semua jenis bakteri yang berkolonisasi di mulut, ada tiga spesies yang diyakini terlibat sebagai agen penyebab periodontitis, yaitu Porphyromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, dan Tannerella forsythia.

2. Merokok

Merokok memberikan efek merusak yang cukup besar pada jaringan periodontal dan meningkatkan laju perkembangan penyakit periodontal . Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa nikotin menyebabkan vasokonstriksi lokal, mengurangi aliran darah, edema, dan tanda-tanda klinis peradangan. Reseptor asetilkolin nikotin ditemukan memainkan peran penting dalam pengembangan nikotin terhadap periodontitis.

3. Diabetes melitus

Salah satu manifestasi diabetes di rongga mulut adalah gingivitis dan periodontitis. Pasien dengan diabetes yang tidak terdiagnosis atau tidak terkontrol berada pada risiko tinggi untuk penyakit periodontal. Periodontitis juga berlangsung lebih cepat pada penderita diabetes yang tidak terkontrol.

4. Obat-obatan

Obat dapat menjadi faktor risiko dalam penyakit periodontal. Obat-obatan seperti antikonvulsan dan calcium channel-blocker dapat menginduksi pertumbuhan gingiva yang berlebih.

5. Stres

(46)

Berdasarkan faktor-faktor diatas, salah satu faktor yang banyak mempengaruhi atlet adalah ketidakseimbangan antara kompetisi olahraga dan kehidupan sehari-hari yang menyebabkan banyak atlet menghadapi stres dan kecemasan yang lebih dari orang lain. Terdapat dua tipe stres yang dialami para atlet: eustress dan distress. Eustress adalah tipe stres yang baik berasal dari tantangan aktivitas yang

menyenangkan (tantangan olahraga). Sebaliknya, distress adalah tipe yang buruk dari stres yang ditimbulkan ketika harus beradaptasi dengan tuntutan yang teralu banyak. Stres berkepanjangan juga dapat dialami oleh atlet ketika mereka bertemu dengan faktor stres secara berkesinambungan dan dalam durasi yang lama. Ketika program pelatihan diperpanjang, mereka akan dihadapkan pada stres dan kecemasan yang berlebih. Stres yang meningkat menghasilkan perubahan dalam diet, nutrisi, dan berpengaruh pada kesehatan gigi dan mulut yang dapat menyebabkan penyakit gingiva dan periodontal.20

Berbagai studi mengindikasikan adanya korelasi antara penyakit periodontal dengan stres. Penyakit gingiva dan periodontal sangat umum terjadi pada atlet apabila stres dan kecemasan telah melewati titik batas maksimum. Ketika tidak ada homeostasis antara jumlah stres dan mekanisme untuk mengatasi stres, hal tersebut akan menghasilkan perubahan mekanisme pertahanan tuan rumah dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit periodontal. Ketika stres berada di luar kemampuan untuk mengatasinya, hormon stres yang mengatur hasil inflamasi gingiva dan penyakit periodontal meningkat. Atlet dengan tingkat kecemasan tinggi pra-kompetisi lebih rentan terhadap penyakit periodontal.20

Penelitian yang dilakukan oleh Needleman, dkk. pada atlet yang berpartisipasi dalam 25 cabang olahraga pada Olympic Games di London pada tahun 2012, diperoleh prevalensi gingivitis sebesar 76% dan periodontitis sebesar 15%.7 Pengamatan yang dilakukan oleh Ashley, dkk. terhadap beberapa hasil studi yang dilakukan pada atlet, melaporkan bahwa prevalensi penyakit periodontal sebesar 15-76%.5

(47)

yang biasa digunakan seperti indeks plak oleh Loe dan Silness, indeks plak O’Leary, indeks oral hygiene dan oral hygiene simplified, indeks plaque formation rate, indeks oral rating, community periodontal index and treatment needs, indeks keparahan

penyakit periodontal oleh Russel dan Ramfjord, dan indeks gingivitis oleh Loe dan Silness.26

2.4 Pencegahan

Penyakit gigi dan mulut pada atlet dapat dicegah walaupun beberapa faktor risiko mungkin sulit untuk dikurangi, misalnya frekuensi asupan karbohidrat selama latihan, tetapi tindakan untuk mengurangi dampak negatif mungkin dapat membantu. Tindakan sederhana dapat memiliki dampak yang besar pada kesehatan mulut. Namun, banyak tindakan ini bergantung pada perilaku kesehatan yang sangat sulit untuk diubah. Sama halnya dengan penyakit gigi dan mulut, cedera traumatis olahraga juga dapat dicegah walaupun beberapa di antaranya tidak dapat dihindari.45 Pencegahan awal terhadap semua penyakit gigi dan mulut dapat dilakukan dengan melakukan promosi kesehatan dan pendidikan dengan pendekatan multilevel termasuk individu (atlet), lokal (tim medis dan dental), dan tingkat tinggi (organisasi olahraga nasional/internasional).6

Beberapa cara pencegahan lain yang juga dapat dilakukan, yaitu:6,31,46 1. Karies

a. Pengurangan kuantitas dan frekuensi asupan karbohidrat dilakukan apabila memungkinkan dan konsumsi sport drink harus sesuai dengan tujuannya yaitu untuk menghilangkan dehidrasi.

b. Menggunakan pasta gigi dengan kandungan fluor.

c. Menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan membersihan plak gigi setiap hari (menyikat gigi dan membersihkan interdental).

2. Erosi gigi

a. Hindari mengulum sport drink.

b. Gunakan sedotan saat mengonsumsi sport drink.

(48)

d. Hindari juga menyikat gigi segera setelah mengonsumsi sport drink.

e. Mengonsumsi keju atau produk lain yang dapat memberikan manfaat untuk meremineralisasi enamel setelah mengonsumsi makanan atau minuman bersifat asam.

3. Trauma dental

Pemakaian mouthguard dapat mengurangi keparahan cedera olahraga pada daerah gigi dan struktur disekitarnya atau bahkan dapat dihindari. Peran mouthguard sebagai pelindung yaitu mencegah laserasi lidah, bibir, dan pipi akibat benturan dengan gigi dan mengurangi risiko cedera gigi anterior disebabkan pukulan frontal. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa pemakaian mouthguard mengarah ke penurunan yang signifikan dalam trauma dental.

4. Penyakit periodontal

a. Deteksi dini

(49)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atlet menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah olahragawan, terutama yang mengikuti perlombaan atau pertandingan dalam beradu ketangkasan, kecepatan, keterampilan, dan kekuatan.1 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional, olahragawan adalah pengolahraga yang mengikuti pelatihan secara teratur dan kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk mencapai prestasi.2 Atlet merupakan individu yang berperan dalam suatu aktivitas dibidang keolahragaan dan dikumpulkan dalam satu program pelatihan yang lebih khusus dan intensif sesuai dengan cabang olahraga masing-masing untuk mencapai suatu prestasi yang setinggi-tingginya.1

Prestasi yang diinginkan seorang atlet dapat dicapai dengan menunjukkan performa yang optimal selama latihan dan pertandingan. Untuk menunjukkan performa tersebut diperlukan tubuh yang sehat secara keseluruhan.3,4 Salah satu bagian penting dari keseluruhan kesehatan tubuh adalah kesehatan rongga mulut.5,6 Walaupun atlet cenderung memiliki tubuh yang lebih sehat dibandingkan dengan orang tanpa kebiasaan berolahraga, akan tetapi para atlet memiliki risiko lebih tinggi untuk memiliki kesehatan rongga mulut yang buruk disebabkan latihan dan kebiasaan yang mereka jalani.6

Kesehatan rongga mulut yang buruk merupakan salah satu masalah penting yang perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan dampak negatif, di antaranya menyebabkan rasa sakit, mengurangi kualitas hidup, serta mempengaruhi performa.6 Oleh karena itu, dokter gigi harus melakukan pemeriksaan mendetail terhadap status kesehatan rongga mulut atlet untuk mendeteksi adanya berbagai perubahan ataupun kondisi patologis yang terjadi.3

(50)

15-75%, prevalensi erosi gigi 36-85%, prevalensi trauma dental dan orofasial sebesar 14-47%, prevalensi penyakit periodontal sebesar 15-76%.5

Penelitian lain yang juga melaporkan buruknya kesehatan rongga mulut atlet yaitu dilakukan oleh Needleman, dkk. pada atlet yang berpartisipasi dalam 25 cabang olahraga pada Olympic Games di London pada tahun 2012, diperoleh prevalensi karies gigi sebesar 55%, prevalensi erosi gigi sebesar 45%, prevalensi trauma dental sebesar 17,6%, prevalensi gingivitis sebesar 76% dan periodontitis sebesar 15%.7

Beberapa penelitian terhadap atlet menunjukkan kesehatan rongga mulut yang buruk.5,7 Salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Gay-Escoda, dkk. terhadap 30 pemain sepak bola profesional. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa skor rata-rata DMFT bernilai 5,7 ± 4,1.8 Penelitian Rosa, dkk. terhadap 400 pemain sepak bola termasuk 353 pemain amatir dan 47 pemain profesional menunjukkan pemain amatir memiliki karies sebesar 71% dan pada pemain profesional sebesar 68%.3 Hasil tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan hasil survei yang dilakukan oleh Riskesdas pada tahun 2013, yang mana rata-rata DMFT pada kelompok umur 15-24 tahun adalah 1,8 dan prevalensi karies penduduk Indonesia berdasarkan Riskesdas tahun 2007 adalah sebesar 43,4%.9,10

Prevalensi karies yang tinggi pada atlet disebabkan oleh kebutuhan karbohidrat para atlet selama dan sesudah latihan untuk mempertahankan kadar gula darah dan menggantikan cadangan glikogen otot.11 Asupan karbohidrat tersebut salah satunya dipenuhi dengan mengonsumsi sport drink.12 Sport drink yang dikonsumsi bukan hanya mengandung karbohidrat yang tinggi, tetapi juga bersifat asam dengan pH dibawah 5,5.3,13 Pada saat enamel berada pada pH di bawah 5,5, demineralisasi pada gigi dapat terjadi.12,14 Oleh karena itu, seringnya penggunaan sport drink oleh atlet berpotensi meningkatkan pengalaman karies dan menyebabkan erosi gigi.12

Penelitian Mathew, dkk. terhadap 304 atlet anggota tim olahraga di Ohio State

University menunjukkan prevalensi erosi gigi sebesar 36,5%.13 dan penelitian

(51)

orang dewasa yang mengalami erosi dentin pada permukaan labial dan 29,9% mengalami erosi dentin pada permukaan oklusal.15 Penelitian Van’t, dkk. melaporkan prevalensi tooth wear pada dewasa meningkat dari 3% pada usia 20 tahun sampai 17% pada usia 70 tahun.16

Risiko lain yang sering dihadapi para atlet adalah trauma. Partisipasi dalam kegiatan olahraga meningkatkan risiko terjadinya trauma. Trauma dental merupakan kondisi yang umum ditemukan pada atlet, tidak hanya pada olahraga kontak yang berisiko tinggi terhadap trauma. Andrade, dkk. dalam penelitiannya melaporkan bahwa prevalensi trauma dental pada atlet yang berpartisipasi dalam Pan American Games adalah sebesar 49,6%.17 Hasil ini lebih tinggi dibandingkan remaja berusia 15-19 tahun, yang mana prevalensi trauma dental sebesar 24,7% dan pada dewasa sebesar 33% dilaporkan pernah mengalami trauma pada gigi permanen.18,19

Penyakit periodontal juga merupakan kondisi lain yang ditemukan pada atlet.5,6 Latihan yang panjang pada atlet akan meningkatkan rasa stres dan cemas. Peningkatan stres akan mempengaruhi diet dan nutrisi yang dapat menyebabkan penyakit gusi dan periodontal.20 Stres dapat mengakibatkan makan yang berlebihan atau mengurangi nafsu makan tergantung pada jenis stres, keparahan stress, dan individu itu sendiri.21 Stres juga dapat membuat tubuh menginginkan makanan yang tinggi gula.22 Konsumsi gula tambahan dapat memicu kondisi hyper inflammatory dan dapat mengakibatkan dislipidemia dan resistensi insulin. Kondisi ini merupakan faktor risiko untuk penyakit periodontal. Beberapa penelitian telah dilakukan dengan tujuan memeriksa hubungan antara konsumsi gula dengan penyakit periodontal dan menunjukkan bahwa konsumsi gula yang lebih besar dapat meningkatkan inflamasi yang mengakibatkan perdarahan saat probing, kedalaman probing, dan level perlekatan.23 Bedasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRT) yang dilaporkan Kementrian Kesehatan RI tahun 2011, penyakit periodontal penduduk Indonesia mencapai 60%.24

(52)

tergabung dalam suatu unit kegiatan mahasiswa (UKM). UKM olahraga merupakan suatu sarana untuk membina kemampuan, minat, dan bakat dalam berolahraga. Ada delapan cabang olahraga yang tersedia, yaitu: basket, bela diri, bulu tangkis, futsal, sepak bola, tenis meja, tenis lapangan, dan bola voli.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana kondisi rongga mulut pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum:

Untuk mengetahui kondisi rongga mulut pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

Tujuan khusus :

1. Untuk mengetahui prevalensi karies gigi pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui rata-rata pengalaman karies (DMFT) pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui prevalensi dan tingkat keparahan erosi gigi pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui prevalensi dan tipe trauma dental pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

5. Untuk mengetahui prevalensi, kategori, dan skor rata-rata gingivitis pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat penelitian ini adalah:

(53)

2. Sebagai masukan dalam hal perencanaan program kesehatan gigi masyarakat, khususnya pada atlet, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut ke arah yang lebih baik.

(54)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Tahun 2016

Linda

Kondisi rongga mulut pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

ix + 38 halaman

(55)

0,40±0,82, dan filling rata-rata yaitu 0,53±0,78. Prevalensi erosi adalah 16,07%, dengan erosi klas 1 sebanyak 15,18%, erosi klas 2 sebanyak 0,89%, dan tidak ada yang mengalami erosi gigi klas 3. Prevalensi trauma dental sebanyak 22,32% dan tipe trauma dental yang paling sering dijumpai adalah fraktur enamel tidak kompleks sebanyak 9,82%, diikuti retak mahkota, laserasi, dan tanpa keterangan masing-masing sebanyak 2,69%, fraktur enamel-dentin dan abrasi masing-masing sebanyak 1,77% dan subluksasi sebanyak 0,89%. Prevalensi gingivitis adalah 58%, dengan 48,21% gingivitis ringan, 9,79% gingivitis sedang, dan tidak ada yang mengalami gingivitis berat. Skor rata-rata gingivitis atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah 0,39±0,43. Perlu diberikan informasi kepada atlet tentang faktor-faktor risiko yang menyebabkan atlet dapat memiliki kesehatan rongga mulut yang buruk dan diharapkan tenaga kesehatan gigi dapat memberikan penyuluhan kesehatan gigi kepada atlet untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran agar dapat meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut atlet.

(56)

KONDISI RONGGA MULUT PADA ATLET MAHASISWA

DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: LINDA NIM: 120600122

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(57)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Tahun 2016

Linda

Kondisi rongga mulut pada atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

ix + 38 halaman

(58)

0,40±0,82, dan filling rata-rata yaitu 0,53±0,78. Prevalensi erosi adalah 16,07%, dengan erosi klas 1 sebanyak 15,18%, erosi klas 2 sebanyak 0,89%, dan tidak ada yang mengalami erosi gigi klas 3. Prevalensi trauma dental sebanyak 22,32% dan tipe trauma dental yang paling sering dijumpai adalah fraktur enamel tidak kompleks sebanyak 9,82%, diikuti retak mahkota, laserasi, dan tanpa keterangan masing-masing sebanyak 2,69%, fraktur enamel-dentin dan abrasi masing-masing sebanyak 1,77% dan subluksasi sebanyak 0,89%. Prevalensi gingivitis adalah 58%, dengan 48,21% gingivitis ringan, 9,79% gingivitis sedang, dan tidak ada yang mengalami gingivitis berat. Skor rata-rata gingivitis atlet mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah 0,39±0,43. Perlu diberikan informasi kepada atlet tentang faktor-faktor risiko yang menyebabkan atlet dapat memiliki kesehatan rongga mulut yang buruk dan diharapkan tenaga kesehatan gigi dapat memberikan penyuluhan kesehatan gigi kepada atlet untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran agar dapat meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut atlet.

(59)

KONDISI RONGGA MULUT PADA ATLET MAHASISWA

DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: LINDA NIM: 120600122

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(60)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji

Medan, 16 Mei 2016

Pembimbing: Tanda tangan

Gema Nazri Yanti, drg., M. Kes ……….

(61)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 20 Mei 2016

TIM PENGUJI

KETUA : Gema Nazri Yanti, drg., M. Kes ANGGOTA : Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM

(62)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Kondisi Rongga Mulut Pada Atlet Mahasiswa di Lingkungan Universitas Sumatera Utara” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan saran-saran, serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., Sp. Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat.

3. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM dan Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku dosen penguji yang memberikan masukan dan bantuan sehingga skripsi ini berjalan dengan lancar.

5. Yati Roesnawi, drg. dan Ami Angela Hrp, drg., Sp. KGA selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan kepada penulis sejak awal semester kuliah di FKG USU.

6. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik penelitian di bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan penelitian ini.

Gambar

Gambaran Responden
Tabel   2.   Persentase   kebiasaan   mengonsumsi   sport   drink   atlet   mahasiswa  di        lingkungan Universitas Sumatera Utara (n=112)
Tabel  3.  Prevalensi   karies   atlet  mahasiswa  di  lingkungan  Universitas  Sumatera   Utara (n=112)
Tabel   5.  Prevalensi  dan  tingkat  keparahan  erosi  atlet  mahasiswa  di  lingkungan     Universitas Sumatera Utara (n=112)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Persipda Salatiga memiliki banyak fasilitas, salah satunya yaitu ruang multimedia. Ruang digunakan sebagai tempat pertemuan yang dilengkapi dengan layanan audio visual.

Thus, online reviews of fuzz pedals work with certain themes that reveal textual context related to the fuzz pedal reviewer discourse community, while also

Mengenal huruf alfabet merupakan ilmu yang harus diajarkan sejak dini sebagai bekal dalan dunia pendidikan dan juga berkomunikasi. Salah satu upaya untuk menarik

The categories consisted of subject-verb agreement, parallel structure, comparative and superlative, the use of the verbs, the forms of the verbs, passive verbs,

Adapun tujuan dari penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak bubuk batang talas jika ditambahkan ke dalam adonan bakso, akan mampu mengawetkan bakso atau memperpanjang masa simpan

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh dunia pendidikan untuk mampu berkompetisi di era globalisasi adalah dengan mengintegrasikan TIK ke dalam proses belajar.Salah satu

Hasil penelitian ini konsisten dengan Merdiyat, Ahmad, dan Putri, 2012 serta Septia, 2015 yang menunjukkan hasil bahwa kebijakan dividentidak berpengaruh signifikan

LD.1 HASIL UJI FT-IR BAHAN BAKU ASAM PALMITAT. Gambar D.1 Hasil Uji FT-IR Bahan Baku