• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

PREVALENSI TERJADINYA STOMATITIS AFTOSA REKUREN

(SAR) PADA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

YANG BERPENGALAMAN SAR

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

TAHAN HABAKUK PARWIRA BANUAREA NIM : 040600090

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2009

Tahan H.P Banuarea

Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa

Universitas Sumatera UtaraYang Berpengalaman SAR.

xii + 33 halaman

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan suatu penyakit ulang kambuh

pada mukosa mulut yang paling sering terjadi. SAR pada tahap awal umumnya sakit,

dapat sembuh sendiri dalam waktu 10-14 hari tanpa pengobatan dan dapat kambuh

kembali.

Etiologi dan patogenesis SAR belum diketahui pasti. Ulser pada SAR bukan

karena satu faktor saja tetapi terjadi dalam lingkungan yang memungkinkannya

berkembang menjadi ulser. Faktor-faktor ini terdiri dari trauma, stres, hormonal,

genetik, merokok, alergi dan infeksi mikroorganisme atau faktor imunologi.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui distribusi dan frekuensi SAR

pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Populasi pada penelitian ini adalah

mahasiwa Universitas Sumatera Utara yang berusia 18-24 tahun, dengan besar

sampel yang diambil sebanyak 264 orang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian

(3)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

Universitas Sumatera. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara yang

dibantu kuesioner dilakukan untuk mengetahui distribusi dan frekuensi stomatitis

aftosa rekuren.

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi SAR pada mahasiswa Universitas

Sumatera Utara adalah 64,39% dan mahasiswa yang tidak mempunyai pengalaman

SAR adalah 35,61%. Prevalensi tertinggi dijumpai pada mahasiswa FKG yaitu 7,20%

dan faktor pencetus SAR yang terbanyak adalah trauma dan stres. Faktor pencetus

stres dijumpai paling banyak pada mahasiswa FKG yaitu 30,43% terutama pada saat

ujian.

(4)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 29 Juni 2009

Pembimbing : Tanda Tangan

(Syuaibah Lubis, drg NIP: 130 365 329

(5)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 29 Juni 2009

(6)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

KETUA : Syuaibah Lubis, drg

(7)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan

anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga

penulis yang sangat penulis cintai yaitu bapak H.W Banuarea (alm.), mama M. br.

Naibaho, abang-abangku: Ranto Banuarea, Bukti Banuarea dan Bakti Banuarea atas

segala kasih sayang, doa dan dukungan serta bantuan baik berupa moril maupun

materil kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan

pengarahan yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan

kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima

kasih kepada :

1. Syuaibah Lubis, drg., selaku dosen pembimbing skripsi atas kesabaran dan

waktu yang diberikannya untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik.

2. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit

Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas saran dan masukan

(8)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

3. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM selaku koordinator skripsi dan tim penguji

skripsi.

4. Hj. Minasari Nst, drg., selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama menjalani pendidikan di FKG USU.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara.

6. Keluarga besar Banuarea, Keluarga Ambor Sihombing (Boma, Lae Wiliam,

Astrid), Tonga Patar dan Keluarga besar Naibaho, Tulang Nalom Naibaho, Tulang

Togarma Naibaho, Tulang Olopan Naibaho, Aju Radenna, Aju Rumata, Yefta atas

bantuan, kasih sayang, dan doa yang diberikan kepada penulius selama ini.

7. Asniari Pasaribu atas segala kebaikannya kepada penulis.

8. Ramos, Dedi, Zovai, Jery, Alex yang telah membantu dan memotivasi

penulis, teman-teman yang di KKS (Era, B’ Welly, B’ John, B’ Togu, B’ Doar),

teman-teman stambuk 2004 dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan

satu-persatu.

Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan

sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara, bangsa dan Negara Indonesia, pengembangan ilmu dan peningkatan

mutu kesehatan gigi dan mulut masyarakat.

Medan, Juni 2009 Penulis,

(Tahan H.P Banuarea NIM: 040600090

(9)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

(10)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ... 13

3.2 Populasi dan Sampel ... 13

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 14

3.4 Variabel Penelitian ... 14

3.5 Defenisi Operasional ... 14

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.7 Cara Pengumpulan Data ... 16

3.8 Pengolahan Data ... 16

3.9 Analisa Data ... 16

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Responden... 17

4.2 Stomatitis Aftosa Rekuren ... 18

BAB 5 PEMBAHASAN ... 25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 31

6.2 Saran ... 31

(11)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Informasi Gambaran Responden, tahun 2009 ... 17

2. Distribusi dan Frekuensi Stomatitis Aftosa Rekuren Berdasarkan Jenis Kelamin, Riwayat SAR Orangtua, dan Kebiasaan Merokok

pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara, tahun 2009 ... 18

3. Distribusi dan Frekuensi Stomatitis Aftosa Rekuren

Berdasarkan Frekuensi Terjadinya SAR, tahun 2009 ... 19

4. Distribusi dan Frekuensi Stomatitis Aftosa Rekuren

Berdasarkan Kekerapan Terjadinya SAR, tahun 2009 ... 20

5. Distribusi dan Frekuensi Stomatitis Aftosa Rekuren

Berdasarkan Fakultas, tahun 2009 ... 21

6. Distribusi dan Frekuensi Stomatitis Aftosa Rekuren Berdasarkan Faktor Pencetus pada Mahasiswa

Universitas Sumatera Utara, tahun 2009... 21

7. Distribusi dan Frekuensi Stomatitis Aftosa Rekuren Berdasarkan Faktor Pencetus Trauma pada Mahasiswa

Universitas Sumatera Utara, tahun 2009... 22

8. Distribusi dan Frekuensi Stomatitis Aftosa Rekuren Berdasarkan Faktor Pencetus Stres pada Mahasiswa

Universitas Sumatera Utara, tahun 2009... 22

9. Distribusi dan Frekuensi Faktor Pencetus Stres

Berdasarkan Fakultas, tahun 2009 ... 23

10. Distribusi dan Frekuensi Stomatitis Aftosa Rekuren Berdasarkan Lokasi SAR pada Mahasiswa

Universitas Sumatera Utara, tahun 2009... 23

11. Distribusi dan Frekuensi Stomatitis Aftosa Rekuren Berdasarkan Tindakan Perawatan pada Mahasiswa

(12)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

11. Distribusi dan Frekuensi Stomatitis Aftosa Rekuren Berdasarkan Pengobatan Sendiri pada Mahasiswa

(13)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor ... 9

2. Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Mayor ... 10

(14)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) pada

(15)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan suatu penyakit ulang kambuh

pada mukosa mulut yang paling sering terjadi.1 SAR pada tahap awal umumnya sakit,

dapat sembuh sendiri dalam waktu 10-14 hari tanpa pengobatan dan dapat kambuh

kembali.2 Walaupun SAR tidak mengancam kehidupan tetapi dapat mengurangi

kualitas kehidupan karena pada saat makan, menelan atau berbicara akan

menyebabkan rasa sakit.3 Selain itu sifat SAR yang ulang kambuh sangat

mengganggu karena pasien sudah berusaha untuk mencari pengobatan pada beberapa

dokter.1

Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti.

Prevalensi SAR sekitar 20% dari seluruh populasi umum.4 Menurut penelitian Axell

dan Henricsson, SAR mengenai 17,7% penduduk Swedia.5 Di Amerika, prevalensi

tertinggi ditemukan pada mahasiswi keperawatan 60%, mahasiswa kedokteran gigi

56% dan mahasiswa profesi 55%.5 Menurut penelitian Ship, prevalensi SAR 66%

terdapat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan mahasiswa Fakultas Kedokteran

Gigi, dan dijumpai adanya hubungan dengan stres.6,7 Di Universitas Prof. DR.

Moestopo (Beragama), prevalensi SAR periode 2003-2004 dari 101 pasien terdapat

kasus SAR 17,83% (18 pasien).1

Episode pertama SAR sering dimulai pada dekade kedua kehidupan.8

(16)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

sering ditemukan pada masa dewasa muda.3 SAR lebih cenderung pada wanita,

kelompok sosial ekonomi tinggi, penderita stres, atau orang yang mempunyai riwayat

SAR pada keluarganya.2,4

Sehubungan dengan etiologi penyakit ini yang tidak jelas, sukar untuk

menemukan suatu perawatan yang pasti dan perawatan-perawatan yang diarahkan

hanya untuk memperbaiki gejala.9 Karena SAR dapat sembuh sendiri tanpa

pengobatan maka sering pasien mengabaikannya atau mengobati sendiri dengan

obat-obatan yang diketahui dari iklan media massa. Banyak orang cenderung menamakan

semua kelainan dalam mulut, baik yang disertai sakit atau tidak, sebagai SAR

sehingga menyebabkan kekeliruan dan menyesatkan.2 Berdasarkan beberapa laporan

penelitian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi SAR

dan melihat distribusi dan frekuensi faktor pencetus SAR pada mahasiswa

Universitas Sumatera Utara, karena menurut literatur, episode pertama SAR sering

dimulai pada dekade kedua kehidupan yang sesuai dengan usia rata-rata mahasiswa.

1.2 Permasalahan

Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka timbul permasalahan :

1. Berapakah prevalensi SAR pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara?

2. Bagaimana distribusi dan frekuensi faktor pencetus SAR pada mahasiswa

Universitas Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa Universitas

(17)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :

1.Untuk mengetahui prevalensi SAR pada mahasiswa Universitas Sumatera

Utara.

2. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi faktor pencetus terjadinya SAR

pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa Universitas

Sumatera Utara terhadap SAR yang pernah dideritanya.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dapat memberikan gambaran bagi dokter gigi tentang kejadian SAR pada

mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan penyuluhan bagi tenaga kesehatan dalam mengurangi resiko

dan pencegahan terkena SAR.

(18)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Stomatitis Aftosa Rekuren

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan dengan tanda khas

berupa adanya ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya

penyakit lain.1 Ulser mempunyai ukuran yang bervariasi 1-30 mm, tertutup selaput

kuning keabu-abuan, berbatas tegas, dan dikelilingi pinggiran yang eritematus dan

dapat bertahan untuk beberapa hari atau bulan.2,5 Karakteristik ulser yang sakit

terutama terjadi pada mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial,

lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring.1 SAR

dapat membuat frustasi pasien dan dokter gigi dalam merawatnya karena

kadang-kadang sebelum ulser yang lama sembuh ulser baru dapat timbul dalam jumlah yang

lebih banyak.10,11

2.2 Etiologi dan Patogenesis

Etiologi dan patogenesis SAR belum diketahui pasti. Ulser pada SAR bukan

karena satu faktor saja tetapi terjadi dalam lingkungan yang memungkinkannya

berkembang menjadi ulser. Faktor-faktor ini terdiri dari trauma, stres, hormonal,

genetik, merokok, alergi dan infeksi mikroorganisme atau faktor imunologi. Dokter

gigi sebaiknya mempertimbangkan bahwa faktor-faktor tersebut dapat memicu

perkembangan ulser SAR.12,13

Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR,

(19)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

penelitian mengungkapkan bahwa adanya respon imun yang diperantai sel secara

berlebihan pada pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa.15

Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut

dimana pemicunya tidak diketahui.11,14

Beberapa kelompok bakteri dan virus diduga sebagai penyebab SAR tetapi

sampai sekarang belum terbukti dengan benar. Streptococcus diduga sangat

berpengaruh dalam patogenesis SAR baik secara langsung maupun melalui stimulus

antigen yang mungkin melakukan reaksi silang dengan mukosa mulut, tetapi

penelitian menunjukkan bahwa limfosit merespon Streptococcus sanguis dan S. mitis

pada pasien SAR tidak berbeda dengan kelompok kontrol. Beberapa penelitian telah

dilaporkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung teori virus sebagai penyebab

SAR.5,7,16

Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok.

Pasien yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi

dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan

yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti

merokok.7,17

2.2.1 Genetik

Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang

menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah

human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut.

HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel

(20)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien

dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat

dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.7,16

2.2.2 Trauma

Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat

trauma.18 Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok

ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut.19 Umumnya ulser

terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk (bruksism), atau saat

mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman yang terlalu panas.20

Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR

pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor

pendukung.16

2.2.3 Alergi

Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan

(hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen

dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat

bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak bisa membentuk antibodinya sendiri.21

SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan

pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan

gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.21,22 Setelah berkontak dengan

beberapa bahan yang sensitif, mukosa, akan meradang dan edematous. Gejala ini

(21)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil

dan ulser yang kemudian akan berkembang menjadi SAR.21

2.2.4 Stres

Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan

lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi.

Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung

terhadap ulser stomatitis rekuren ini.23 Aktifnya hormon glukokortikoid pada orang

yang mengalami stres dapat menyebabkan meningkatnya katabolisme protein

sehingga sintesis protein menurun. Akibatnya metabolisme sel terganggu sehingga

rentan terhadap rangsangan atau mudah terjadi ulser.16

Menurut penelitian Mcnally, menunjukkan kebanyakan orang yang menderita

ulser mempunyai level stres yang meningkat. Misalnya stres karena kematian anggota

keluarga sangat berperan dalam menyebabkan terjadinya ulser mulut.3

2.2.5 Hormonal

Pada wanita sekelompok SAR sering terlihat di masa pra menstruasi bahkan

banyak yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan

faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan

progesteron.16,18

Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron

secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran

darah sehingga suplai darah utama ke daerah perifer menurun dan terjadinya

gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses

(22)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap

berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut.16

2.3 Gambaran Klinis

Ada tiga tahap perkembangan ulser SAR, yaitu :

1. Tahap pra-ulserasi, meliputi infiltrasi sel mononukleus ke dalam inti

vakuola epitelium. Tahap ini diikuti dengan degenerasi sel epitel suprabasal yang

disertai oleh mononukleus, sebagian besar limfosit masuk ke dalam lamina propria.

2. Tahap ulserasi, meliputi penambahan infiltrasi sel mononukleus pada

jaringan (terutama epitelium). Tahap ini disertai edema yang lebih luas dan

degenerasi dari epitelium, yang berkembang menjadi ulser yang sebenarnya dengan

membran fibrin yang menyelubungi ulser.

3. Tahap penyembuhan, meliputi regenerasi dari epitelium.5,17,22

Tidak semua SAR mempunyai tanda-tanda klinis yang sama. Terlihat adanya

variasi pada ukuran, kedalaman, dan rentang waktu terjadinya ulser. Berdasarkan hal

tersebut SAR dibagi menjadi tiga tipe yaitu stomatitis aftosa rekuren tipe minor,

stomatitis aftosa rekuren tipe mayor, dan stomatitis aftosa rekuren tipe

herpetiformis.16

2.3.1 SAR Tipe Minor

Tipe minor (disebut juga Mikulicz’s aphthae) mengenai sebagian besar pasien

SAR yaitu 75% sampai dengan 85% dari keseluruhan SAR, yang ditandai dengan

adanya ulser berbentuk bulat dan oval, dangkal, dengan diameter 1-10 mm, dan

dikelilingi oleh pinggiran yang eritematous. Ulserasi dari tipe minor cenderung

(23)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

mulut. Ulserasi bisa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas 4-5 ulser dan

akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas jaringan parut.5,17,18

Gambar 1. Stomatitis aftosa rekuren tipe minor

2.3.2 SAR Tipe Mayor

Tipe mayor (Periadenitis mucosa necrotica recurrens atau penyakit Sutton)

diderita 10%-15% dari penderita SAR dan lebih parah dari tipe minor. Ulser biasanya

tunggal, berbentuk oval dan berdiameter sekitar 1-3 cm, berlangsung selama 4

minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut,

termasuk daerah-daerah berkeratin.14,17

Ulser yang besar, dalam serta bertumbuh dengan lambat biasanya terbentuk

dengan bagian tepi yang menonjol serta eritemaous dan mengkilat, yang

menunjukkan bahwa terjadi edema. Selalu meninggalkan jaringan parut setelah

(24)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

Gambar 2. Stomatitis aftosa rekuren tipe mayor

2.3.3 SAR Tipe Herpetiformis

Istilah herpetiformis pada tipe ini dipakai karena bentuk klinisnya (yang dapat

terdiri dari 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis

herpetik primer, tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai peran etiologi pada SAR

tipe herpetiformis. SAR tipe herpetiformis jarang terjadi yaitu sekitar 5%-10% dari

semua kasus SAR. Setiap ulser berbentuk bulat atau oval, mempunyai diameter

0,5-3,0 mm dan bila ulser bergabung bentuknya tidak teratur. Setiap ulser berlangsung

selama satu minggu sampai dua bulan dan tidak akan meninggalkan jaringan parut

ketika sembuh. 17,18,19

(25)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

2.4 Diagnosa

Diagnosis SAR didasarkan pada gambaran klinis dari ulser serta riwayat

penyakitnya. Perhatian khusus harus ditujukan pada umur terjadinya, lokasi, lama

(durasi), serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan faktor hormon, stres, dan

alergi harus dicatat.19 Pemeriksaan tambahan diperlukan seperti pemeriksaan sitologi,

biopsi, dan kultur bila ulser tidak kunjung sembuh. Penderita dan dokter gigi perlu

waspada terhadap kelainan-kelainan lain didalam mulut yang mirip dengan SAR,

misalnya stomatitis herpetika dan kanker mulut. Stomatitis herpetika disebabkan oleh

virus Herpes simpleks tipe 1, lesi awal berbentuk vesikel, lesi matang berbentuk ulser

kecil tanpa pinggiran eritema, lesi berkelompok, lokasinya pada mukosa berkeratin

dan dapat menular ke orang lain.Kanker mulut dapat menyerupai stomatitis aftosa,

hanya pada yang ganas biasanya tidak sakit, dan tak pernah bisa sembuh, disertai

pembesaran kelenjar getah bening. Kelainan ini umumnya pada individu usia lanjut,

perokok berat, atau pecandu alkohol.2,10,22

2.5 Terapi dan Perawatan

Terapi SAR dilakukan secara simtomatik ditujukan untuk mengurangi rasa

sakit, memperpendek masa perjalanan lesi, mengurangi jumlah dan besar ulser atau

mencegah munculnya lesi baru.9,10 Banyak obat-obatan, termasuk vitamin, obat

kumur antiseptik, steroid topikal dan imunomodulator sistemik, dianjurkan sebagai

pengobatan untuk SAR. Untuk kasus ringan, bisa diberikan antiseptik topikal dan

anastesi yang melindungi ulser dari gesekan dalam rongga mulut saat berfungsi dan

melindungi agar tidak berkontak langsung dengan makanan yang asam atau pedas

(26)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

yang mengandung topikal steroid atau obat sistemik bila penderita tidak merespon

terhadap obat topikal.16,18,19

2.7 Kerangka Teori

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)

Minor Mayor Herpetiformis

(27)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis rancangan penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggunakan

metode survei.24

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah mahasiswa yang terdaftar di Universitas Sumatera Utara

Medan (FK, FKG, FKM, F.Psikologi, F.Farmasi, FMIPA, FT, FP, FISIP, FH,

F.Sastra, FE), jumlah mahasiswa sebesar 23.346 orang pada tahun 2008.25

Metode pemilihan sampel adalah stratified random sampling, dimana

pemilihan sekelompok sampel yang ditetapkan adalah mahasiswa yang berumur 18

-24 tahun pada semua fakultas. Sebagai sampel diambil sebagian mahasiswa dari

setiap fakultas yang ada di Universitas Sumatera Utara.

Besar sampel dihitung dengan rumus :

SE = x

Dalam penelitian ini ditentukan :

Confidence level = 95%

Degree of realibility = 5%--- Zc = 1,96

p = proporsi SAR dari populasi umum (20%)

(28)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

Np = besar populasi yaitu 23.346 orang

SE = standard error yang menunjukkan derajat penyebaran data di dalam

sampling distribution of proportion suatu karakteristik yang akan diteliti.

(

SE=

)

n = besarnya sampel yang akan diambil

Dengan menggunakan rumus diatas diperoleh sampel minimum 253 orang.

Pada penelitian ini besar sampel yang diambil sebanyak 264 orang sehingga setiap

fakultas diambil 22 orang sebagai sampel. Rumus dipakai dengan tujuan waktu

penelitian menjadi lebih singkat.

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi :

1. Mahasiswa USU yang berumur 18-24 tahun

2. Mahasiswa yang bersedia diwawancarai

Kriteria eksklusi :

1. Bukan mahasiswa USU yang berumur 18-24 tahun

2. Mahasiswa yang tidak bersedia diwawancarai

3.4 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas yaitu faktor predisposisi SAR

(29)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

3.5 Defenisi Operasional

1. Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu luka yang terasa sakit pada

mukosa mulut yang berbentuk bulat oval, dangkal, dengan ukuran bervariasi 1-30

mm dan dikelilingi pinggiran merah, dapat sembuh sendiri dalam 10-14 hari tanpa

pengobatan dan dapat kambuh lagi.

2. Penderita SAR adalah mahasiswa USU.

3. Faktor predisposisi adalah berupa faktor genetik, trauma, alergi, hormon

dan stres yang memicu terjadinya stomatitis aftosa rekuren.

4. Genetik adalah faktor keturunan dimana ada atau tidak riwayat SAR pada

orangtua atau keluarga lainnya yang diperoleh dari kuesioner.

5. Trauma adalah luka atau cedera yang terjadi pada jaringan mukosa mulut

akibat kontak fisik, kimia dan thermis yang dapat diketahui dari kuesioner.

6. Alergi adalah suatu reaksi hipersensitifitas akibat kontak dengan suatu

bahan tertentu.

7. Gangguan hormonal, misalnya siklus menstruasi.

8. Stres adalah respon fisik, emosional dan mental terhadap

peristiwa-peristiwa yang menganggu kehidupan yang dapat diketahui dari kuesioner.

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di semua fakultas USU yang meliputi Fakultas

Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas

(30)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Sastra dan Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik. Waktu penelitian adalah sampai seluruh jumlah sampel terpenuhi.

3.7 Cara Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan pada mahasiswa USU yang berumur 18-24 tahun

dan diambil di setiap fakultas Universitas Sumatera Utara. Kemudian setiap

mahasiswa diberikan kuesioner untuk dijawab.

3.8 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dan tabulasi.

3.9 Analisa Data

1. Dihitung rata-rata stomatitis aftosa rekuren yang pernah diderita mahasiswa

berdasarkan Fakultas tempat studi mahasiswa.

2. Dihitung rata-rata stomatitis aftosa rekuren yang pernah diderita mahasiswa

berdasarkan jenis kelamin.

3. Dihitung rata-rata stomatitis aftosa rekuren yang pernah diderita mahasiswa

berdasarkan faktor pencetus (genetik, trauma, alergi, stres, hormonal).

4. Dihitung rata-rata tindakan perawatan mahasiswa terhadap stomatitis aftosa

(31)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden

Pada tabel 1 dapat dilihat sampel yang digunakan adalah sebanyak 264 orang

responden yang diambil dari duabelas fakultas Universitas Sumatera Utara yaitu

Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Psikologi, Fakultas Farmasi, Fakultas MIPA, Fakultas Teknik, Fakultas

Pertanian, Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Sastra, Fakultas Ilmu Sosial

dan Politik. Setiap fakultas diambil sampel sebanyak 22 mahasiswa (8,33%). Dari

penelitian ini, sampel dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan jenis kelamin yang

terdiri atas 103 mahasiswa laki-laki dan 161 mahasiswa perempuan.

Tabel 1. INFORMASI GAMBARAN RESPONDEN, TAHUN 2009

(32)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

4.2 Stomatitis Aftosa Rekuren

Dari 264 orang mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berumur 18 24

tahun, 170 mahasiswa yang mempunyai pengalaman SAR yang terdiri dari 52 orang

(19,70%) laki-laki, 118 orang (44,69%) perempuan dan 94 orang tidak mempunyai

pengalaman SAR yang terdiri dari 51 orang (19,32%) laki-laki, 43 orang (16,29%)

perempuan. Dari 225 mahasiswa (85,23%) dengan adanya riwayat SAR pada

orangtua, dijumpai 165 orang (62,50%) mempunyai pengalaman SAR, 60 orang

(22,73%) tidak mempunyai pengalaman SAR dan 39 mahasiswa (14,77%) dengan

riwayat tidak ada SAR pada orangtua terdiri dari 5 orang (1,89%) mempunyai

pengalaman SAR dan 34 orang (12,88%) tidak mempunyai pengalaman SAR. Pada

penelitian ini ditemukan bahwa mahasiswa yang merokok adalah 42 orang (15,91%),

mahasiswa yang tidak merokok adalah 213 orang (80,68%), dan mahasiswa yang

pernah merokok sebanyak 9 orang (3,41%). (Lihat tabel 2)

Tabel 2. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI STOMATITIS AFTOSA REKUREN BERDASARKAN JENIS KELAMIN, RIWAYAT SAR ORANGTUA, DAN KEBIASAAN MEROKOK PADA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, TAHUN 2009

No. Kriteria SAR (+) SAR (-) 2. Riwayat Orangtua

(33)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

Distribusi dan frekuensi SAR berdasarkan frekuensi ulser dijumpai bahwa

mahasiswa yang hanya sekali mengalami ulser adalah 21 orang (7,96%), 2-4 kali

ulser adalah 33 orang (12,50%), lebih dari 5 kali adalah 60 orang (22,72%), dan

sering atau tidak terhitung mengalami ulser adalah 56 orang (21,21%). (Lihat tabel 3)

Tabel 3. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI STOMATITIS AFTOSA REKUREN BERDASARKAN FREKUENSI TERJADINYA SAR, TAHUN 2009

Fakultas Frekuensi Terjadinya SAR

2-4 Kali

Distribusi dan frekuensi SAR berdasarkan kekerapan terjadinya SAR

dijumpai mahasiswa yang sebulan sekali mengalami SAR adalah 5 orang (1,90%)

dan mahasiswa yang kekerapan terjadinya SAR tidak teratur adalah 46 orang

(34)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

Tabel 4. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI STOMATITIS AFTOSA REKUREN BERDASARKAN KEKERAPAN TERJADINYA SAR, TAHUN 2009

Fakultas Kekerapan Terjadinya SAR

< 1 Bulan Sebulan

Distribusi dan frekuensi SAR berdasarkan fakultas dijumpai bahwa fakultas

yang mahasiswanya mempunyai pengalaman SAR terbanyak adalah FKG dan FK

yaitu 19 orang (7,20%) dan 18 orang (6,81%), sedangkan fakultas yang

mahasiswanya mempunyai pengalaman SAR sedikit adalah F. Teknik dan F.

(35)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

Tabel 5. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI STOMATITIS AFTOSA REKUREN BERDASARKAN FAKULTAS, TAHUN 2009

Fakultas Stomatitis Aftosa Rekuren

Pernah Tidak Pernah

n % n %

Keterangan : n dinyatakan dalam orang

Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada beberapa faktor pencetus terjadinya

stomatitis aftosa rekuren yang terdiri dari trauma 50,27%, hormonal 1,08%, stres

20,54%, penyakit 12,43%, alergi 8,11%, dan lain-lain 7,57%. (Lihat tabel 6)

Tabel 6. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI STOMATITIS AFTOSA REKUREN BERDASARKAN FAKTOR PENCETUS PADA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, TAHUN 2009

No. Faktor Pencetus Stomatitis Aftosa Rekuren (f) %

1. Trauma 93 50,27%

(36)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

Pada penelitian ini ditemukan SAR dengan faktor pencetus trauma pada

mahasiswa Universitas Sumatera Utara, terjadinya trauma akibat tergigit 64,17%,

sikat gigi 14,17%, pesawat orto 8,33%, dan lain-lain 13,33%. (Lihat tabel 7)

Tabel 7. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI STOMATITIS AFTOSA REKUREN BERDASARKAN FAKTOR PENCETUS TRAUMA PADA

MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, TAHUN 2009

No. Trauma Stomatitis Aftosa Rekuren

(f)

Keterangan : f dinyatatakan dalam frekuensi

Pada penelitian ini dijumpai bahwa faktor pencetus stres pada mahasiswa

Universitas Sumatera Utara, akibat masalah keluarga 2,17%, masalah dengan teman

8,70%, masalah pendidikan 56,52%, saat ujian 32,61%. (Lihat tabel 8)

Tabel 8. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI STOMATITIS AFTOSA REKUREN BERDASARKAN FAKTOR PENCETUS STRES PADA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, TAHUN 2009

No. Stres Stomatitis Aftosa Rekuren (f) %

Keterangan : f dinyatatakan dalam frekuensi

Pada penelitian ini dijumpai bahwa faktor pencetus stres dari setiap fakultas,

yang mahasiswanya sering mengalami stres adalah FKG (30,43%), FKM (13,04%),

(37)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

stres adalah F. Ekonomi (2,17%), F.Hukum (2,17%), F, Sastra (2,17%), dan FISIP

(2,17%). (Lihat tabel 9)

Tabel 9. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI FAKTOR PENCETUS STRES BERDASARKAN FAKULTAS, TAHUN 2009

Fakultas Stres

Keterangan : f dinyatatakan dalam frekuensi

Pada penelitian ini dijumpai bahwa lokasi stomatitis aftosa rekuren pada

mahasiswa Universitas Sumatera Utara, pada lidah 22,81%, mukosa bibir 45,25%,

mukosa pipi 19,39%, dasar mulut 8,75%, dan lain-lain 3,80%. (Lihat tabel 10)

Tabel 10. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI STOMATITIS AFTOSAREKUREN BERDASARKAN LOKASI SAR PADA MAHASISWA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, TAHUN 2009

No. Lokasi SAR Stomatitis Aftosa Rekuren

(f)

(38)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

Dari 170 orang mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang mempunyai

pengalaman SAR, dijumpai 57 orang (21,59%) tidak melakukan tindakan perawatan,

104 orang (39,39%) melakukan pengobatan sendiri, 4 orang (1,52%) pergi ke dokter

umum, 5 orang (1,89%) pergi ke dokter gigi. (Lihat tabel 11)

Tabel 11. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI STOMATITIS AFTOSA

REKUREN BERDASARKAN TINDAKAN PERAWATAN PADA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, TAHUN 2009

No. Tindakan Perawatan Stomatitis Aftosa Rekuren

(n)

Keterangan : n dinyatatakan dalam orang

Dari 104 orang mahasiswa yang melakukan pengobatan sendiri, dijumpai 32

orang (12,12%) memakai larutan penyegar, 18 orang (6,82%) memakai obat oles, 10

orang (3,79%) memakai obat kumur, 44 orang (16,66%) memakai vitamin. (Lihat

tabel 12)

Tabel 12. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI STOMATITIS AFTOSA REKUREN BERDASARKAN PENGOBATAN SENDIRI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, TAHUN 2009

No. Pengobatan Sendiri Stomatitis Aftosa Rekuren

(n)

(39)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

BAB 5

PEMBAHASAN

Rancangan penelitian yang dipakai adalah survei deskriptif karena

keterbatasan waktu penelitian dan sampel yang cukup untuk dilakukannya penelitian

ini, sehingga sampel yang dipilih dapat memberikan gambaran stomatitis aftosa

rekuren pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Populasi pada penelitian

ini adalah seluruh mahasiswa USU yang berumur 18 – 24 tahun dari semua fakultas

yang ada di USU. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa episode pertama

stomatitis aftosa rekuren paling sering dimulai pada dekade kedua kehidupan dan

juga sesuai dengan penelitian Axell yang menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi

pada kelompok umur 15-24 tahun.6,9

Menurut literatur prevalensi stomatitis aftosa rekuren pada populasi umum

20%.4 Hasil penelitian ini menunjukkan mahasiswa yang memiliki stomatitis aftosa

rekuren 64,39% dan mahasiswa yang tidak memiliki stomatitis aftosa rekuren

35,61%. Prevalensi tertinggi terdapat pada mahasiswa FKG yaitu 7,20% dari seluruh

penderita SAR pada mahasiswa USU. Menurut penelitian Ship, insidens tertinggi

ditemukan pada mahasiswa keperawatan (60%), mahasiswa kedokteran gigi (56%),

dan mahasiswa profesi (55%).5,17

Penelitian ini dapat terjadi bias, karena jumlah sampel laki-laki dan

perempuan tidak seimbang, sehingga perbandingan stomatitis aftosa rekuren

(40)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

perempuan cenderung terserang stomatitis aftosa rekuren daripada laki-laki dengan

rasio 3:2.8,21

Riwayat adanya stomatitis aftosa rekuren (SAR) pada orangtua mempunyai

peran pada pasien yang menderita SAR.9 Dari 170 orang mahasiswa yang

mempunyai pengalaman stomatitis aftosa rekuren 62,50% mempunyai riwayat SAR

pada orangtua, dan hanya 1,89% tanpa mempunyai riwayat SAR pada orangtua. Data

ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa insiden SAR lebih dari 40%

cenderung terjadi pada orang dimana orangtuanya juga menderita SAR. Menurut

penelitian Ship menyatakan bahwa pasien SAR dengan adanya riwayat SAR pada

orangtua mempunyai kemungkinan terjadinya SAR 90% dibandingkan pasien SAR

tanpa adanya riwayat SAR pada orangtua mempunyai kemungkinan terjadinya SAR

20%.2,9 Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human

leucocyte antigen (HLA) yang menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik

dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus ke epithelium.19

Dari 213 mahasiswa yang tidak merokok, 58,71% mempunyai pengalaman

SAR dan 21,97% tidak mempunyai pengalaman SAR. Dari 42 mahasiswa yang

merokok, 4,17% mempunyai pengalaman SAR dan 11,74% tidak mempunyai

pengalaman SAR. Menurut literatur disebutkan bahwa perokok mempunyai

prevalensi SAR yang lebih rendah daripada bukan perokok.18 Menurunnya insiden

SAR pada perokok diduga berhubungan dengan meningkatnya mekanisme

keratinisasi mukosa mulut akibat rokok. Selain itu nikotin berperan sebagai faktor

protektif. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti

(41)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

Pada penelitian ini dijumpai fakultas yang mahasiswanya mempunyai

pengalaman SAR terbanyak adalah Fakultas Kedokteran Gigi yaitu 7,20% dan

Fakultas Kedokteran yaitu 6,81%. Data ini sesuai dengan litertur yang menyebutkan

bahwa prevalensi SAR tertinggi terdapat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi

dan Fakultas Kedokteran.6 Menurut literatur hal ini disebabkan karena tingkat stres

yang lebih tinggi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas

Kedokteran.7 Sesuai dengan penelitian ini bahwa faktor pencetus stres yang paling

tinggi dijumpai pada mahasiswa FKG yaitu 30,43%. Dalam hal ini mungkin perlu

dilakukan penelitian lanjutan faktor-faktor apa yang menyebabkan mahasiswa FKG

mengalami stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa di fakultas lain.

Sampai saat ini etiologi SAR belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat

beberapa faktor pencetus yang diduga memegang peranan penting dalam terjadinya

SAR antara lain faktor genetik, trauma, stres, infeksi virus dan bakteri, alergi dan

gangguan hormonal.1 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pencetus yang

paling banyak memicu terjadinya SAR adalah trauma yaitu 50,27%. Dari hasil

penelitian ditunjukkan bahwa tergigit dan sikat gigi merupakan jenis trauma yang

paling banyak terjadi yaitu 64,17% dan 14,17%. Menurut literatur disebutkan bahwa

trauma merupakan faktor pencetus yang paling sering menyebabkan terjadinya ulser

pada mulut. Mukosa mulut dapat tergigit saat berbicara, mengunyah atau kebiasaan

buruk (bruksism) sehingga dapat terjadi ulser. Ulser yang terjadi ini memicu

terjadinya SAR.14,22

Pada penelitian ini, dimana stres sebagai faktor pencetus SAR dijumpai

(42)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

banyak terjadi yaitu 56,52% dan 32,61%. Hal ini sesuai dengan literatur yang

menjelaskan bahwa masalah dalam pendidikan dan saat ujian pada mahasiswa

memiliki insidens SAR yang tinggi.3,4 Ini membuktikan bahwa stres berhubungan

dengan SAR dan sesuai dengan penelitian Mcnally.3 Stres sering terjadi pada

mahasiswa Kesehatan seperti FKG, FKM, F. Farmasi, FK dan F. Psikologi. Sesuai

dengan penelitian Harika Ixzarina yang menyatakan bahwa sebagian besar mahasiswa

kesehatan mengalami tingkat stres sedang dan tinggi.26 Hal ini dipengaruhi oleh

faktor umur dan faktor akademis, dimana pada umur 18-25 tahun merupakan masa

penyesuaian diri seseorang terhadap pola-pola kehidupan mereka yang baru dan

merupakan masa peralihan dari masa remaja ke masa dewasa.27 Stres yang

berhubungan dengan pekerjaan atau kehidupan sehari-hari seperti pada mahasiswa

saat mengerjakan tugas dan ujian juga memiliki insidens SAR yang tinggi.21

Pada penelitian ini kekerapan terjadinya SAR yang diketahui dari kuesioner

kebanyakan menyatakan tidak teratur karena responden tidak mengingat kejadian

SAR yang dialaminya dan pada SAR yang faktor predisposisinya siklus menstruasi

mungkin terjadi satu bulan sekali tetapi hal ini pun tidak diingat oleh responden. Pada

penelitian ini, lokasi SAR yang paling sering adalah mukosa bibir yaitu 45,25%

sedangkan lokasi lain-lain seperti gusi merupakan lokasi SAR yang paling sedikit

yaitu 3,80%. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa SAR lebih

sering terkena pada mukosa yang tidak berkeratin seperti mukosa bibir, mukosa pipi

dan lidah dibandingkan mukosa yang berkeratin seperti gusi.1,5 Trauma mekanis

seperti terigigit ketika mengunyah atau berbicara akan menyebabkan ulser pada

(43)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan penyakit mukosa mulut yang

dapat sembuh sendiri dalam waktu 10-14 hari tanpa pengobatan dan dapat kambuh

kembali.2 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 21,59% membiarkan tanpa perawatan

terhadap SAR yang dialami karena dapat sembuh sendiri tanpa perawatan.

Penatalaksanaan SAR ditujukan untuk mengurangi rasa sakit, memperpendek masa

perjalanan lesi, atau mencegah munculnya lesi baru.11 Sebanyak 39,39% responden

melakukan perawatan dengan mengobati sendiri, hanya 1,89% pergi ke dokter gigi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan perilaku

kesehatan masyarakat dalam mengobati penyakit mulutnya yaitu dengan mengobati

dirinya sendiri dan jarang pergi ke dokter gigi karena tanpa diobati SAR dapat

sembuh sendiri. Walaupun SAR dapat sembuh sendiri dalam waktu 10-14 hari setelah

timbul, tetapi akan sangat sakit. Tujuan terapi mengurangi inflamasi, dan rasa sakit

serta mempercepat penyembuhan.10

Dari 104 orang yang melakukan perawatan sendiri, responden yang paling

banyak memakai vitamin sebagai pengobatan SAR sebanyak 16,66%, memakai

larutan penyegar, sebanyak 12,12%, obat oles sebanyak 6,82% dan obat kumur

sebanyak 3,79%. Para ahli banyak menganjurkan obat oles dan obat kumur untuk

mengurangi rasa sakit dan kekambuhan dari SAR.11,16 Menurut konsensus antara

American Academy of Oral Medicine dan European Assosiation of Oral Medicine

yang diadakan di Montreal, Kanada pada tahun 2001, berdasarkan percobaan kontrol

random klinis yang dilakukan untuk menentukan pengobatan terbaik SAR

menunjukkan bahwa obat kumur chlorhexidine gluconate dan kortikosteroid topikal

(44)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

juga dapat memberikan efek yang menguntungkan pada penderita yang kekurangan

zat tersebut karena dapat mengurangi rasa sakit SAR dan mengurangi timbulnya

SAR.16 Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku

(45)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan pembahasan dan penelitian yang telah dilakukan, dapat

diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut:

1. Prevalensi mahasiswa yang mempunyai pengalaman SAR adalah 170 orang

(64,39%) dan insidens tertinggi dijumpai pada mahasiswa FKG.

2. Faktor pencetus SAR yang paling banyak adalah trauma dan stres, dan pada

mahasiswa FKG faktor pencetus SAR paling banyak adalah stres

3. Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang menderita SAR tersebut

paling sering mengobati sendiri atau tanpa pengobatan dan hanya sebagian kecil yang

pergi ke dokter gigi untuk mencari pengobatan.

6.2 Saran

Sehubungan dengan insidens tertinggi SAR dijumpai pada mahasiswa FKG

USU dan salah satu faktor pencetus paling sering adalah stres, perlu dilakukan

penelitian lanjutan tentang faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya stres

(46)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan pembahasan dan penelitian yang telah dilakukan, dapat

diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut:

1. Prevalensi mahasiswa yang mempunyai pengalaman SAR adalah 170 orang

(64,39%) dan insidens tertinggi dijumpai pd mahasiswa FKG.

2. Faktor pencetus SAR yang paling banyak adalah trauma dan stres, dan pada

mahasiswa FKG faktor pencetus SAR paling banyak adalah stres

3. Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang menderita SAR tersebut

paling sering mengobati sendiri atau tanpa pengobatan dan hanya sebagian kesil yang

pergi ke dokter gigi untuk mencari pengobatan.

6.2 Saran

1. Perlunya dilakukan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut pada

mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

2. Sehubungan dengan insidens tertinggi SAR dijumpai pada mahasiswa FKG

(47)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

penelitian lanjutan tentang faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya stres

(48)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harahap, A.O. Kesembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor Dengan

Pemberian Daun Pegagan (Centella asiatica). Jakarta: Jurnal Ilmiah dan

Teknologi Kedokteran GigiFKG UPDM, November 2006; 92-95.

2. Hartono, R. Seluk Beluk Sariawan dalam Mulut (Seri Stomatitis I). Jakarta: Dental

Horison, Vol. I. No. 3 April 1999.

3. Mcnally, I.M. Recurrent Aphthous Stomatitis and Perceived Stress: A Preliminary

Study. (http://aphthous.stressstudy.tripod.com)

4. Melamed, F. Aphthous Stomatitis. California: UCLA, 2001.

(http://www.med.ucla.edu/modules/wfsection/article.php?articleid=207)

5. Jurge, S. et al. Mucosal Disease Series; Number VI Recurrent Aphthous Stomatitis.

(www.biomedexperts.com/Abstract.bme/16390463/Mucosal_disease_series_Numb

er_VI_Recurrent_aphthous_stomatitis -)

6. Zein, R.B. Classification, Epidemiology, and Aetiolgy of Oral Recurrent Aphthous

Ulceration/Stomatitis. Annal Den. Univ. Malaya 1999; 6: 35-38

(myais.fsktm.um.edu.my/2076/)

7. Anonym. Cancer Sores (Recurrent Aphthous Stomatitis) Cause and Control.

(http://www.contuiningeducation.com/pharmacy/canker/canker2.html)

8. Burket, L. Oral Medicine, Diagnosis and Treatment. 9th ed. Philadelphia: J.B.

(49)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

9. Fernandes, R. et al. The Best Treatment For Aphthous Ulcers, An Evidence-Based

Study of The Literature.

(www.utoronto.ca/dentistry/newsresources/evidence_based/aphtousulcer.pdf)

10. Zunt, L. Susan. Recurrent Aphthous Ulcers: Prevention And Treatment.

11. Marwati E & Chahya R. Penatalaksanaan Penderita Stomatitis Aftosa Rekuren.

Jakarta: Majalah Kedokteran Gigi, Maret 2004; 28-34.

12. Kilic, S.S. Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) In Children. Jaypee Brothes

Publishers, New Delhi, 2004.

13. Scully, Crispian. Oral And Maxillofacial Medicine. London: Elsevier Science Ltd,

2004; 194-203

14. Anonym. Stomatitis Aphtous Recurrent/SAR (Sariawan).

15. Mirowski, G. Aphthous Stomatitis. New Jersey: Oktober 2003.

(http://emedicine.medscape.com/article/867080-overview)

16. Adhwa. Faktor Predisposisi Recurrent Aphthous Stomatitis (Sariawan).

(50)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

17. Scully, C. et al. Diagnosis and Management of Recurrent Aphthous Stomatitis, A

Consensus Approach. JADA, Vol. 134, Februari 2003.

(http://jada.ada.org/cgi/content/full/134/2/200)

18. Lewis, M.A.O. Lamey P.J. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut (Clinical Oral

Medicine). Cetakan I. Alih bahasa Elly Wiriawan. Jakarta: Widya Medika, 1998:

48-49.

19. Gayford, J.J. Penyakit Mulut (Clinical Oral Medicine). Edisi Ke 2. Alih bahasa

Lilian Yuwono. Jakarta: EGC. 1990; 1-11.

20. Houston, Glen, Traumatic Ulcers.

(emedicine.medscape.com/article/1079501-overview)

21. Pratiknyo M. & Hendarmin S. Aspek Klinik dan Penanggulangan Penyakit Alergi

(Clinical Aspect and Treatment of Allergy). Jakarta: Jurnal PDGI, Agustus 2007;

Vol. 57 No. 3; 77-81.

22. Earl, B.J. et al. Aphtous Ulcers.

(www.angelfire.com/punk5/mouthulcers/aphthous_ulcers.htm)

23. Lubis, Syuaibah. Stomatitis Aftosa Rekuren Dan Liken Planus Mulut: Kasus yang

Berhubungan Dengan Stres. Medan: Dentika Dental Journal, Desember 2005; Vol

10, No. 2: 102-107

24. Anonym. Oral Health Surveys, Basic Methods, 4th Edition. England: WHO

Library Cataloguing in Publication Data, 1997.

(51)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

26. Ixzarina, Harika. Hubungan Tingkat Stres Dan Tipe Kepribadian Di Kalangan

Mahasiswa Kesehatan Universitas Sumatera Utara Dengan Terjadinya Stoamtitis

Aftosa Rekuren (SAR). Medan, FKG USU; 2008

27. Qalbinur. Periodisasi Perkembangan Masa Dewasa Awal.

(52)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KUESIONER

PREVALENSI TERJADINYA STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR) PADA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

NO. KARTU

5. Apakah Saudara pernah menderita sakit di mulut?

Stomatitis Aftosa Rekuren

Ya

Tidak

6. Jika jawaban pertanyaan no. 5 ya,

Apakah Saudara pernah menderita sariawan?

Ya

(53)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

7. Jika jawaban pertanyaan no. 6 ya,

Berapa kali Saudara pernah menderita sariawan?

01 2-4 kali

02 Lebih dari 5 kali 03 Sering/Tidak terhitung

8. Jika sering menderita sariawan, kekerapan terjadinya bagaimana?

01 Kurang dari 1 bulan sekali 02 Sebulan sekali

03 Dua bulan sekali

04 Lebih dari 3 bulan sekali 05 Tidak teratur

9. Bila terjadi sariawan, faktor pencetusnya (pemicu) apa? (jawaban bisa lebih dari satu)

(Pertanyaan no. 11-14 berdasarkan pertanyaan no. 9) 10. Jika menjawab 01, trauma apa penyebabnya?

01 Tergigit 02 Sikat gigi

03 Pesawat ortodonti / kawat gigi 04 Tambalan gigi / gigi palsu 05 Lain-lain

11. Jika menjawab 02, kapan terjadinya? 01 pra-menstruasi

02 pasca-menstruasi

12. Jika menjawab 03, stres karena apa? 01.Masalah keluarga

02 Masalah dengan teman 03 Masalah dalam pendidikan 04 Saat ujian

(54)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

13. Jika menjawab 05, alergi terhadap apa?

01 Makanan 02 Obat-obatan 03 Bahan tambalan 04 Pasta gigi 05 Lain-lain

14. Apakah orangtua atau anggota keluarga Saudara pernah menderita sariawan?

Ya

Tidak

15. Dimana saja lokasi sariawan yang pernah anda derita?

01 Lidah

02 Mukosa bibir 03 Mukosa pipi 04 Dasar mulut 05 Lain-lain

16. Apakah saudara merokok?

Ya

Tidak

Pernah

17. Jika ya, sudah berapa lama merokok?

01 Kurang dari 1 tahun 02 Antara 1-3 tahun 03 Lebih dari 5 tahun

18. Jika pernah, sudah berapa lama berhenti merokok?

(55)

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009.

19. Jika saudara menderita sariawan, kemana Saudara berobat?

01 Dibiarkan tanpa obat 02 Mengobati sendiri 03 Ke dokter umum 04 Ke dokter gigi 05 Lain-lain

(Pertanyaan no. 20-21 berdasarkan pertanyaan no. 19) 20. Jika menjawab 01, berapa lama sembuhnya?

01 Kurang dari seminggu 02 Antara 1-2 minggu 03 Lebih dari 2 minggu

21. Jika menjawab 02, dengan apa Saudara mengobatinya?

01 Larutan Penyegar 02 Obat oles

Gambar

Gambar
Gambar 1. Stomatitis aftosa rekuren tipe minor
Gambar 2. Stomatitis aftosa rekuren tipe mayor
Tabel 1. INFORMASI GAMBARAN RESPONDEN, TAHUN 2009 No. Kriteria n  Persentase (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil simulasi dengan berbagai kondisi operasi yg diambil sesuai dengan spesifikasi mesin bubut yang ada di laboratorium, daya pemotongan terbesar adalah 1176 watt (daya mesin

Penggunaan bahan pemanis sintetis yang diizinkan sesuai peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 208/Menkes/Per/ VI/1985 yaitu siklamat dengan jenis bahan makanan es krim

[r]

pada gambar 1 diagram rerata kadar glukosa, hal ini disebabkan oleh flokulan gamma- siklodekstrin yang dapat menjernihkan serum lipemik dengan mengikat molekul lipoprotein.

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MENGIDENTIFIKASI GEJALA PADA PENYAKIT.. HIPERTENSI MENGGUNAKAN METODE

Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak tangkai daun jarak pagar mengandung saponin, tanin, dan flavonoid, namun tidak ditemukan senyawa alkaloid, namun

Kaum wanita pada awal sejarah Jepang memiliki kedudukan sosial dan.. politikyang

b) Dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh setoran hafalan santri dalam satu minggu adalah ¼ juz, satu bulan adalah ¾ juz, dan seterusnya. Santri akan menyelesaikan