• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN ASPEK EKOLOGI EKONOMI DAN SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN ASPEK EKOLOGI EKONOMI DAN SOSIAL"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

456 Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013

KAJIAN ASPEK EKOLOGI, EKONOMI DAN SOSIAL MODEL-MODEL AGROFORESTRI DI NUSA TENGGARA TIMUR

Eko Pujiono, S.Agung Sri Raharjo, Gerson Njurumana, Budiyanto Dwi Prasetyo dan Heny Rianawati Balai Penelitian Kehutanan Kupang

E-mail: ekopujiono78@gmail.com

ABSTRACT

This study aimed to describe ecology, economic, and social aspects of agroforestry models in Nusa Tenggara Timur Province. Survey method with study literature, field observation, and interview were applied for collecting data. Data were then analyzed by quantitative for economic aspect and descriptive-qualitative for ecology and social aspects. Results showed that the traditional agroforestry models consist of Mamar in Timor Island and Kaliwu in Sumba Island. While modern agroforestry models consisted of settled agricultural garden, sivopasture, and silvofishery. In ecology aspect, in terms of plant biodiversity, traditional agroforestry models have higher species diversity than modern agroforestry models. Related to soil and water conservation, application of terracing and hard-wood planting on high slope lands were found in agroforestry models. In several sites of traditional agroforestry models, there were spring waters which provide water quantity and quality throughout year. For economic aspects, agroforestry systems contributed for 60%-95% of the total income of the farmers. Further, financial feasibility study showed that agroforestry models are feasible to be developed. Analysis of social aspects indicated that the presence of institutional both formal and non-formal, play important roles to resolve various issues related to conflict and to facilitate activities of agroforestry management.

Keywords: ecology, economic, social, agroforestry models, NTT

I. PENDAHULUAN

Perpaduan antara kondisi iklim kering, kurangnya persediaan air dan kondisi fisik lahan yang kurang baik serta rendahnya input teknologi, menjadikan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) seringkali dihadapkan dengan permasalahan rendahnya produktifitas lahan (Arifin et al., 2003) yang berujung kepada kemiskinan dan rawan pangan. Badan Pangan Dunia, World Food Programme (WFP) Indonesia dan Kementerian Kesehatan, melaporkan bahwa NTT adalah salah satu diantara lima provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi dengan 23,36 persen penduduk hidup di bawah garis kemiskinan nasional pada tahun 2011 (Pedoman News, 2013). Pada tahun 2012, Badan Ketahanan Pangan NTT menyatakan bahwa, sebanyak 403 desa yang tersebar di 136 kecamatan di 11 kabupaten di NTT dilanda kekeringan sehingga terancam rawan pangan (Tempo, 2012; Kompas, 2012).

Optimalisasi fungsi agroforestri untuk mendukung ketahanan pangan merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menangani permasalahan kemiskinan dan rawan pangan. Upaya ini layak untuk dilakukan mengingat sejak dahulu NTT dikenal memiliki keragaman model-model agroforestri yang tinggi (Arifin et al., 2003). Banyaknya model agroforestri ini disebabkan oleh keanekaragaman budaya, sosial, ekonomi, dan kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau.

(2)

Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013 457 II. METODE PENELITIAN

Kajian dilaksanakan pada beberapa model agroforestri yang berada di Pulau Timor dan Pulau Sumba pada tahun 2009. Bahan dan peralatan penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah: jenis-jenis tanaman agroforestri, peta administrasi, GPS, kamera, dan alat perekam. Kajian ini menerapkan metode survei (Nazir, 2003). Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan studi-studi pendahuluan dan informasi dari masyarakat. Setelah itu dilakukan stratifikasi berdasarkan ketinggian tempat. Terdapat empat buah kelas (strata) ketinggian tempat dengan interval 200 m. Kemudian diambil sampel lokasi agroforestri secara purposive pada masing-masing strata yang didasarkan pada pertimbangan kemudahan aksesibilitas. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, pengamatan langsung, dan berinteraksi dengan masyarakat melalui teknik wawancara dan Focus Group Discussion (FGD) serta menggunakan alat bantu kuesioner. Data-data aspek ekologi dan ekonomi dianalisis secara deskriptif kuantitatif, sedangkan data aspek sosial dianalisis secara deskriptif kualitatif.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Sistem Agroforestri di NTT

Ciri iklim sebagai unsur utama agroekosistem atau agroekologi daerah NTT menghasilkan karakteristik agroforestri yang berbeda dari daerah lain di Indonesia. Savana merupakan ciri khas ekosistem di NTT dimana iklim relatif lebih kering, hujan turun hanya dalam periode waktu 3-4 bulan (Arifin et al., 2003). Ekosistem savana yang ditemukan di kawasan NTT ini dapat disebut sebagai agroforestri alamiah karena terlihat ada pola campuran antara tanaman pohon-pohonan yang terdiri dari spesies legum dan ada rumput yang biasa dijadikan pakan ternak (Arifin et al., 2003). Agroforestri tradisional Mamar di Pulau Timor (Sardjono et al., 2003; Njurumana, 2006; Njurumana

et al., 2008) dan Kaliwu di Pulau Sumba (Njurumana dan Susila, 2006) juga termasuk dalam agroforestri alamiah. Selain agroforestri alamiah ditemukan juga model agroforestri yang diperkenalkan (introduced agroforestry) di Amarasi (Timor) pada tahun 1930-an, di Sikka (Flores) pada tahun 1960-an dan Sumba Timur pada tahun 1980-an (Arifin et al., 2003).

Dalam kajian ini agroforestri tradisional yang dikaji adalah agroforestri Mamar di Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS) dan agroforestri Kaliwu di Sumba. Sedangkan agroforestri modern/introduksi yang dikaji adalah agroforestri-kebun menetap di Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU), Silvopastoral di Oelbubuk, Kabupaten TTS dan agroforestri-Silvofishery di Bipolo, Kabupaten Kupang.

1. Aspek ekologi a. Biodiversitas

Berdasarkan hasil pengamatan pada beberapa sampel lokasi agroforestri di Timor dan Sumba, dapat diperoleh gambaran mengenai biodiversitas jenis tanaman yang diusahakan pada sistem agroforestri:

ƒ Tanaman pertanian meliputi: singkong (Manihot uttilisima), jagung (Zea mays), padi (Oryza sativa), gembili (Discorea esculanta L.), uwi (Dioscorea bulbifera), talas (Caladium bicolor), kacang tanah (Arachis hypogaea), kacang merah (Vigna umbelata), kacang turis (Cajanus cadjan), ubi jalar (Ipomoa sp.), wortel (Daucus carota), ganyong (Canna edulis Kerr), nenas (Ananas comosus) dan sayur-sayuran.

ƒ Tanaman untuk pakan ternak meliputi: rumput raja/kinggrass (Pennisetum purpureophoides), turi (Sesbania grandiflora), lamtoro (Leucaena leucocephala), rumput gajah (Pennisetum purpureum).

(3)

458 Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013

jeruk (Citrus sp.), pisang (Musa paradisiaca), sirsak (Anona muricata), pepaya (Carica papaya), cengkeh (Eugenia aromatica), rambutan (Nephelium lappase), sirih (Piper bettle), mente (Anarcadium occidentale).

ƒ Tanaman kayu-kayuan (kehutanan) meliputi: Mahoni (Swietenia mahagony dan Swietenia machrophylla), jati (Tectona grandis), sengon (Paraserianthes falcataria), nitas (Sterculia foetida), asam (Tamarindus indica), pulai (Alstonia scholaris), suren (Toona sureni), pilang/kabesak (Acacia leucophloea), beringin (Ficus benyamina), johar (Cassia siamea), Melina (Gmelina arborea), kemiri (Aleurites moluccana), lamtoro (Leucaena leucocephala), gamal (Gliricidea sp.), bambu (Bambusa blumuena), bidara (Zyzypus mauritiana), randu (Ceiba petandra), kenanga (Cananga odorata), gewang (Corypha gebanga), kadimbil (Instia bijuga).

Hasil kajian memperlihatkan bahwa agroforestri tradisional memiliki sifat polikultur, dan memberikan manfaat yang beragam bagi masyarakat dibandingkan dengan agroforestri modern yang hanya mengkombinasikan tanaman keras komersial dan tanaman sela (Thaman, 1989). Keragaman jenis tanaman pada komunitas agroforestri merupakan salah satu upaya untuk menghindari kegagalan produksi berbasis komoditi tunggal sekaligus menciptakan keseimbangan lingkungan dan keamanan pangan (security foods). Hasil penelitian Njurumana (2009) melaporkan bahwa pada komunitas agroforestri mamar di Timor memiliki biodiversitas flora yang tinggi mencapai 112 jenis, terdiri dari 33 jenis (29%) untuk tumbuhan bawah meliputi semai dan sapihan dan 79 jenis (71%) untuk tumbuhan atas dengan kategori mulai tingkat tiang sampai tingkat pohon. Selanjutnya berdasarkan pemilahan tingkat pertumbuhan pada tingkat tiang dan pohon, diketahui sebanyak 20 jenis (25%) adalah tumbuhan yang menghasilkan buah-buahan, sedangkan sebanyak 59 jenis (75%) merupakan jenis tumbuhan berkayu.

b. Konservasi Tanah dan Air

Salah satu upaya konservasi tanah dan air yang dilakukan masyarakat dalam pengelolaan agroforestri adalah pembuatan terasering. Terasering dibuat dengan jarak yang bervariasi menyesuaikan dengan keadaan kelerengan. Pada setiap terasering, seperti di Desa Wangga Waiyengu, Sumba Tengah dan Desa Kabu Karudi, Sumba Barat maupun di Kabupaten Timor Tengah Utara dilakukan penanaman beberapa jenis tanaman penguat teras seperti lamtoro (Leucaena leucocephala), talas (Caladium bicolor), nanas (Ananas comosus).

Pada lokasi agroforestri mamar di Desa Benlutu, Kabupaten TTS, dengan kisaran luas sekitar 25 ha dan sudah dibangun sejak tahun 1848, dijumpai jenis-jenis tanaman yang berdiameter sangat besar berkisar antara 100 cm sampai 250 cm. Pada lokasi ini terdapat sumber air yang memang secara khusus dilindungi, karena merupakan simbol sosial bagi keluarga tersebut. Debit air pada lokasi ini adalah 12 liter/detik, sebagian besar digunakan untuk kebutuhan konsumsi masyarakat, perikanan air tawar dan pengairan sawah seluas 15 ha. Hasil penelitian Njurumana (2006) memperlihatkan bahwa lebih dari 70% lokasi mamar dijumpai adanya sumber mata air. Mata air tersebut dapat bertahan sepanjang tahun, namun sebagian besar mengalami sedikit penurunan debit ketika puncak musim kemarau (Njurumana, 2006).

2. Aspek ekonomi

a. Kontribusi agroforestri terhadap pendapatan total

Kontribusi pendapatan dari agroforestri terhadap pendapatan total disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kontribusi pendapatan berbagai model Agroforestri terhadap pendapatan total petani

Pendapatan Model Agroforestri

Kebun menetap Silvopastoral Silvofishery Mamar Kaliwu

Pendapatan Agroforestri (Rp/KK/th)

2.010.359 4.298.750 6.774.000 2.792.964 4.520.863

(4)

Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013 459

Tabel 1. menunjukkan bahwa model agroforestri memberikan kontribusi sebesar 60-95% terhadap pendapatan total petani. Kontribusi tertinggi diberikan oleh model kaliwu, sedangkan model silvofishery memberikan kontribusi terendah. Hasil kajian ini hampir sama dengan hasil kajian oleh Hairiah et al. (2003) yang menyebutkan bahwa sistem agroforestri mampu menyumbang 50-80% pemasukan pertanian melalui produksi langsung maupun tidak langsung melalui pengumpulan, pengolahan, dan pemasaran hasil.

b. Kelayakan finansial beberapa model agroforestri

Kajian finansial model agroforestri bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana kelayakan model agroforestri dari aspek finansial. Indikator yang dipakai adalah perbandingan antara jumlah pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan dalam usaha agroforestri yang dikenal dengan Benefit Cost Ratio (BCR) dan Net Present Value (NPV) (Umar, 1997). Hasil analisa finansial disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelayakan finansial beberapa model Agroforestri di NTT Indikator Kelayakan

Finansial

Model Agroforestri

Silvofishery Silvopastoral Kebun menetap

NPV (5 th) 2.068.906 2.233.490 19.862.245

NPV/th 413.781 446.698 3.972.449

BCR 1,67 3,26 1,63

Sumber : Hasil wawancara, kuesioner, dan survei lapangan (2009) Keterangan :

- Jangka waktu analisa selama 5 tahun

- Tingkat suku bunga (discount rate) yang dipakai 14%

- Luas pemanfaatan lahan yang dianalisa di model agroforestri TTU dan model silvopastoral 0,25 ha; sedangkan untuk silvofishery luas lahan yang dianalisa 1 ha.

Pada Tabel 2, nilai BCR dan NPV dari semua model agroforestri bernilai positif (>1), hal ini menunjukkan bahwa secara finansial ketiga model ini layak untuk dipertahankan atau dikembangkan.

c. Aspek sosial

Kelembagaan dan budaya lokal merupakan fokus kajian pada aspek sosial. Lembaga sentral yang berfungsi sebagai mesin penggerak bagi petani dalam pengelolaan agroforestri adalah kelompok tani. Diketahui pula bahwa hampir seluruh petani terlibat dalam kelompok tani, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota. Kelompok tani memiliki beberapa fungsi, antara lain peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, seperti memfasilitasi berbagai upaya untuk memajukan petani dalam mengelola agroforestri. Fungsi politik dilakukan untuk memperoleh bantuan baik dari segi pendanaan, pengadaan bibit, pendampingan, serta kerjasama dengan pihak luar.

(5)

460 Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013 Tabel 3. Larangan yang diatur dalam hukum adat

Larangan Konsekuensi Melanggar Sanksi

x Tidak boleh menebang pohon yang berada di sekitar mata air.

x Tidak boleh memetik pinang dan kelapa yang berada di sekitar mata air sebelum bisa dipanen.

x Tidak boleh mencari tali-temali/ijuk dan memotong bambu di hutan pada musim

Sumber : Hasil wawancara, kuesioner, dan survei lapangan (2009)

B. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan agroforestri

Beberapa kendala yang masih dihadapi oleh masyarakat dalam pengelolaan agroforestri adalah input teknologi yang masih terbatas, akses pasar yang masih lemah dan diversifikasi produk pengolahan hasil yang belum maksimal. Hal ini sejalan dengan hasil studi sebelumnya (Arifin et al., 2003) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa isu kunci yang harus diperhatikan dalam pengembangan agroforestri yaitu: pola musim, kondisi lahan, sektor peternakan, diversifikasi tanaman, dan lembaga adat.

Kendala dan isu kunci dalam pengembangan agroforestri di atas dapat diatasi dengan kerjasama yang baik antara pihak pemerintah, swasta, dan petani. Pemerintah dapat berperan dalam hal optimalisasi bimbingan teknis terhadap petani dan jaminan ketersediaan pasar. Swasta dapat dilibatkan sebagai investor atau mitra untuk usaha-usaha agroforestri yang padat modal. Masyarakat petani sebagai pelaku utama harus tetap menjaga semangat dan motivasi kerja serta memperkuat kelembagaan kelompok taninya.

IV. KESIMPULAN

Variasi model agroforestri di NTT dipengaruhi oleh keanekaragaman budaya, sosial, ekonomi, dan kondisi geografis. Dari indikator biodiversitas, konservasi tanah dan air (aspek ekologi), kontribusi terhadap pendapatan total (aspek ekonomi) dan lembaga adat yang dimilikinya (aspek sosial), model agroforestri tradisional memberikan fungsi yang relatif lebih baik daripada model agroforestri introduksi. Namun dalam hal fleksibilitas, agroforestri introduksi yang mengakomodir produk untuk pangan, peternakan, dan kebutuhan kayu bangunan lebih menjanjikan untuk pemenuhan kebutuhan ke depan. Kedua tipe agroforestri tersebut berperan penting baik ditinjau dari aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Optimalisasi peran penting agroforestri yang diimplementasikan dalam bentuk kerjasama yang baik antara pemerintah, swasta, dan petani diharapkan bisa menjawab isu-isu kunci dan kendala yang ada sehingga agroforestri bisa membantu mengatasi permasalahan kemiskinan dan rawan pangan di NTT.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.S., M. A. Sardjono, L. Sundawati, T. Djogo, G. Adolf, Wattimena dan Widianto. 2003. Agroforestri di Indonesia. Bahan Latihan. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor.

(6)

Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013 461

Kompas. 2012. NTT Rawan Pangan, sumber:

http://cetak.kompas.com/read/2012/08/15/05004499/ntt.rawan.pangan, diakses 10 Mei 2013.

Nazir, M. 2003. Metode Penelitan. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Njurumana, G. N., 2006. Pendekatan Rehabilitasi Lahan Kritis Melalui Pengembangan Mamar (Studi

Kasus Mamar di Kabupaten TTS). Prosiding Sosialisasi Hasil Hasil Penelitian dan

pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. 14 Februari 2006. Kupang.

Njurumana, G. N., B.A. Victorino dan Pratiwi., 2008. Potensi Pengembangan Mamar Sebagai Model

Hutan Rakyat Dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di Timor Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. V No. 5 Tahun 2008. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Njurumana, G.N. dan Susila I.W. 2006. Kajian Rehabilitasi Lahan Kritis Melalui Pengembangan Hutan Rakyat Berbasis Sistem Kaliwu di Pulau Sumba (Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Volume III Nomor 1 Tahun 2006; ISSN 0216-0439).

Njurumana, G.N., 2009. Pola Pengelompokan Komunitas Mamar di Timor. Thesis pada Program Pasca Sarjana, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Pedoman News, 2013. NTT Fokus Kerja WFP dalam hal Ketahanan Pangan, sumber: http://www.pedomannews.com/green-life-health/20702-ntt-fokus-kerja-wfp-dalam-hal-ketahanan-pangan, diakses 10 Mei 2013.

Sardjono, M.A., T. Djogo, H. S. Arifin dan N. Wijayanto, 2003. Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestry. Bahan Ajaran Agroforestri 2. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor.

Tempo. 2012. 403 Desa di NTT Terancam Rawan Pangan, sumber:

http://www.tempo.co/read/news/2012/08/10/173422590/403-Desa-di-NTT-Terancam-Rawan-Pangan, diakses 10 Mei 2013

Thamman R. 1989. Rainforest Species Management within the Cintex of Existing Agroforestry

System. In Heuveldop J, Homola M, von Maydell HJ and C van Tuyll. (Eds.). 1989. GTZ

Regional Forestry Seminar. GTZ, Suva, Fiji.

Gambar

Tabel 1. Kontribusi pendapatan berbagai model Agroforestri terhadap pendapatan total petani
Tabel 3. Larangan yang diatur dalam hukum adat

Referensi

Dokumen terkait

Jika dilihat selama periode 2009-2010, 2010-2011, dan 2011-2012 lebih banyak jumlah sampel yang mengalami kenaikan pendapatan dan kenaikan biaya dibandingkan dengan jumlah

kalo dilihat dari sisi hukum, sebenernya kalo dalam segi fikih seorang suami untuk poligami itu tidak ada syarat harus izin kepada istri pertama, kalo dilihat dari sisi hukum

atas ambang pintu, maka sepasang kepala naga di Candi Kidal ini adalah bagian dari ragam hias Kāla-Naga , ragam hias yang belum dijumpai pada bangunan Klasik Tua di Jawa

[r]

Sumber data dari penelitian ini adalah masyarakat yang memiliki dan mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan senjata tradisional serta merupakan penutur asli peristilahan

Setiap Pemegang saham public DVLA yang secara tegas memberikan suara tidak setuju atas rencana Penggabungan Usaha pada saat RUPSLB DVLA dan bermaksud untuk menjual saham

KEPALA DINAS SEKRETARIS KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PROGRAM BIDANG PAJAK & RETRIBU SI BIDANG DANA PERIMBANGAN

[r]