2009 - 2011
Kinerja Dua Tahun
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Menuju
Masyarakat Sehat
yang Mandiri dan
Tim Penyusun
Pelindung:
• dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH. (Menteri Kesehatan RI)
Pengarah:
• Prof. dr. Ali Gufron Mukti, M.Sc, Ph.D (Wakil Menteri Kesehatan RI) • dr. Ratna Rosita, MPHM
(Sekretaris Jenderal)
• dr. Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa, MPH (Inspektur Jenderal)
• Dr. dr. H. Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS, M.Kes
(Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak)
• dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS (Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan) • dra. Sri Indrawaty, Apt, M.Kes
(Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan)
• Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE
(Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan)
• Dr. dr. Trihono, M.Sc.
(Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan)
• dr. Bambang Giatno Rahardjo, MPH (Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan) • dr. Indriyono Tantoro, DTM&H, MPH
(Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Percepatan Pembangunan Kesehatan dan Reformasi Birokrasi)
Penanggung Jawab: • Drg. Murti Utami, MPH
(Kepala Pusat Komunikasi Publik)
Anggota Tim Penulis dan Penyunting: • Anorital, SKM, M.Kes
(Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) • Siti Sundari, MPH, D.Sc
(Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) • Dr. drg. Farida Soetiarto, M.Sc
(Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) • Prof. Dr. Herman Sudiman, SKM
(Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) • Mulyadi, SKM, M.Kes
(Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga, Puskomlik) • Dewi Indah Sari, SE, MM
(Kepala Sub Bidang Hubungan Kementerian dan Lembaga, Puskomlik)
Kredit Foto:
• Tim Dokumentasi Pusat Komunikasi Publik
• Tim Dokumentasi Unit Teknis Terkait
• Fotografer: Aditya Noviansyah, Adhitya Prayoga, Rozie Soehendy, Muh. Syakir, Eko Siswono Toyudho
Kinerja Dua Tahun
Daftar Isi
34 21 26 28
BAB II: KINERJA DUA TAHUN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 - 2011
• Kesehatan Ibu, Bayi dan Balita • Jaminan Persalinan (Jampersal) • Perbaikan Status Gizi Masyarakat
• Pengendalian Penyakit Menular, Penyakit Tidak Menular, dan Penyehatan Lingkungan
a. Penyakit Menular b. Penyakit Tidak Menular
c. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) d. Surveilans Epidemiologi
e. Pemantauan Arus Mudik
f. Penyehatan Lingkungan
7
13
21
KATA PENGANTAR
• Pemberdayaan Masyarakat untuk Hidup Sehat • Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan • Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
• Peningkatan Pelayanan Kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan Terluar (DTPK) dan Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK) • Pengembangan Jaminan Kesehatan
• Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan • Peningkatan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan,
serta Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian dan Alat Kesehatan
• Pengelolaan Anggaran Pembangunan Kesehatan • Reformasi Birokrasi
a. Keterbukaan Informasi Publik
b. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
c. Penataan (Right Sizing) PNS di Kementerian Kesehatan d. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik
(Good Governance)
e. Penguatan Perangkat Perundang-undangan f. Sistem Informasi Kesehatan Nasional • Hubungan Luar Negeri Bidang Kesehatan • Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan • Pelayanan Kesehatan Haji
119 125
135
140
• Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
• Partisipasi Kementerian Kesehatan pada Kegiatan Nasional dan Internasional
BAB III: TANTANGAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
BAB IV: PENUTUP
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal
Kinerja Dua Tahun Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009-2011: menuju masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan,--Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2011 ISBN 978-602-235-033-0
1. Judul I. HEALTH PLANNING
II. HEALTH DEVELOPMENT III. PUBLIC HEALTH IV. HEALTH MANPOWER V. HEALTH POLICY 351.077
PASAR SEHAT
Buku kinerja dua tahun Kementerian Kesehatan ini merupakan gambaran tentang sebagian kinerja pembangunan kesehatan yang dilaksanakan dalam periode 2009–2011, sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Kabinet Indonesia Bersatu II.
Banyak program Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan pada periode 2009-2011, tetapi tentu tidak semuanya dapat ditampilkan. Seperti buku kinerja Kementerian Kesehatan tahun 2010, dalam buku ini yang ditampilkan adalah program strategis yang berperan penting mendukung upaya peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang
bermutu dalam mewujudkan visi Masyarakat Sehat yang Mandiri
dan Berkeadilan.
Selain narasi, gambar, tabel, diagram dan grafik, buku ini juga
menampilkan testimoni masyarakat dan petugas kesehatan tentang pelayanan kesehatan yang diberikan dan program yang dilaksanakan oleh jajaran kesehatan selama tahun 2009-2011.
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan segenap jajaran lintas sektor di Pusat dan Daerah dan peran serta seluruh lapisan masyarakat, termasuk dukungan berbagai organisasi dan dunia usaha.
Terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah berperanserta dalam pembangunan kesehatan di masa yang lalu, sekarang, dan masa mendatang, di seluruh Tanah Air. Apresiasi saya sampaikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan dan penerbitan buku kinerja ini.
Semoga buku ini bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, 12 Desember 2011
MENTERI KESEHATAN RI
BAB I
Foto: Adhitya Prayoga
Foto: Muh. Syakir
Pendahuluan
Pada periode 2010-2014, Pembangunan Kesehatan dilaksanakan sejalan dengan visi Kabinet Indonesia Bersatu II, yaitu
Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan. Untuk mewujudkan visi ini, Kementerian Kesehatan merumuskan visi, misi dan nilai-nilai, strategi, sasaran serta program prioritasnya.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, sasaran Pembangunan Kesehatan dalam periode ini adalah meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun; menurunnya Angka Kematian Bayi dari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup; menurunnya Angka Kematian Ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup; dan menurunnya prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita dari 18,4 persen menjadi 15 persen.
Berkat pelaksanaan Pembangunan Kesehatan selama beberapa dasawarsa maka derajat kesehatan masyarakat Indonesia telah meningkat secara bermakna. Namun disparitas derajat kesehatan masyarakat antar kawasan, antar kelompok masyarakat, dan antar tingkat sosial ekonomi masih dijumpai. Oleh karena itu, visi
Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 adalah Masyarakat Sehat
Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan, dilaksanakan empat misi, yaitu: (1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; (2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin
tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan
berkeadilan; (3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan (4) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik dan berkeadilan. Dalam periode 2010-2014 Kementerian
Kesehatan menerapkan lima nilai yang menjiwai pelaksanaan
programnya, yaitu: pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, danbersih.
Dalam pada itu Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode 2010-2014 menggariskan bahwa Pembangunan Kesehatan
diarahkan pada delapan prioritas, yaitu: (1) Kesehatan ibu, bayi
dan balita; (2) Perbaikan status gizi masyarakat; (3) Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti penyehatan lingkungan; (4) Pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan; (5) Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, serta pembinaan produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan; (6) Pengembangan jaminan kesehatan; (7) Penanggulangan bencana dan krisis kesehatan; (8) Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier.
Langkah mewujudkan visi Kementerian Kesehatan, meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu, melaksanakan delapan prioritas, dan mencapai
sasaran-sasaran Millennium Development Goals (MDG), dilaksanakan
1. Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Dasar dan pemenuhan Bantuan Operasional Kesehatan.
2. Penyediaan, distribusi, dan retensi sumber daya manusia kesehatan di seluruh wilayah Indonesia.
3. Penyediaan, distribusi, dan pemenuhan obat dan alat kesehatan di seluruh fasilitas kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan kesehatan di Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK) serta penanganan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK).
5. Pencapaian Universal Coverage jaminan kesehatan.
6. Reformasi birokrasi kesehatan.
7. Pengembangan world class health care.
Buku Kinerja Dua Tahun Kementerian Kesehatan Periode
2009-2011 mengemukakan tentang pelaksanaan dan pencapaian Pembangunan Kesehatan pada masa dua tahun dimulai Oktober 2009 sampai dengan akhir 2011 yang mengacu pada kebijakan Kementerian Kesehatan tersebut di atas.
Buku ini dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama
adalah Pendahuluan, bagian kedua berisi tentang capaian kegiatan
(9) Pengembangan jaminan kesehatan; (10) Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan; (11) Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, serta pembinaan produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan; (12) Pengelolaan anggaran pembangunan kesehatan; (13) Reformasi birokrasi; (14) Hubungan luar negeri bidang kesehatan; (15) Penanggulangan bencana dan krisis kesehatan; (16) Pelayanan kesehatan haji; (17) Penelitian dan pengembangan kesehatan; (18)
Partisipasi pada kegiatan nasional dan internasional, dan bagian
ketiga menggambarkan tentang berbagai tantangan dan masalah
yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan serta bagian
BAB II
Kinerja Dua Tahun
Kinerja Dua Tahun
Kinerja Dua Tahun
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2009-2011
1. KESEHATAN IBU, BAYI DAN BALITA
Pemerintah mempunyai komitmen yang sangat kuat dalam peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita. Dalam sewindu terakhir ini, tampak kecenderungan penurunan angka kematian ibu dari waktu ke waktu. Upaya penting dalam peningkatan
kesehatan ibu, bayi dan balita adalah Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Upaya ini dititikberatkan pada pemberdayaan masyarakat dalam mendukung persiapan persalinan dan pencegahan komplikasi. Sampai tahun 2011, pelaksanaan P4K telah mencakup 85% dari 78.198 desa seluruh Indonesia, diperkuat dengan berbagai terobosan seperti di bawah ini.
• Peningkatan kesehatan ibu hamil
Pada tahun 2010-2011, dalam upaya meningkatkan cakupan kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil melalui peningkatan
pengetahuan dan keterampilan ibu, telah dilakukan kegiatan Kelas
KB, perawatan bayi, mitos, penyakit menular, akte kelahiran, dan senam ibu hamil. Pada tahun 2011 terbentuk 2.508 Kelas Ibu Hamil.
• Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
Pada tahun 2009, salah satu upaya peningkatan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Program
Kemitraan Bidan dan Dukun, yaitu bentuk kerja sama antara bidan dan dukun dalam pertolongan persalinan. Pada program ini peran dukun dalam persalinan dialihkan pada aspek perawatan non medis. Tahun 2011 program kemitraan bidan dan dukun meningkat dari 60,5% pada tahun 2010 menjadi 75% pada tahun 2011 dengan jumlah dukun mencapai 114.290 orang di seluruh Indonesia. Sementara itu, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dari tahun ke tahun cenderung meningkat, seperti terlihat pada Diagram 1 berikut.
• Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, kematian bayi baru lahir pada usia 0-6 hari sebesar 78,5% dari total kematian bayi. Dalam upaya menurunkan kematian bayi baru lahir dilakukan kunjungan pertama oleh tenaga kesehatan untuk memberikan perawatan dan pemeriksaan risiko dini bayi. Sampai dengan Desember 2011 cakupan kunjungan pertama pelayanan bayi baru lahir adalah sebesar 4.101.130 (87,3% ).
• Penanganan penyulit pada ibu dan bayi baru lahir
Tantangan utama untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah menyediakan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal. Dalam rangka meningkatkan penanganan penyulit pada ibu dan bayi baru lahir dilaksanakan program Pelayanan Obstetri Neonatal
Diagram 1
Peningkatan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Tahun 1990-2011.
1990 2000 2007 2010 2011
Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit.
Adanya PONED di Puskesmas, penyulit pada ibu dan bayi baru lahir akibat persalinan dapat diatasi. Jika penyulit persalinan tidak dapat diatasi di Puskesmas PONED, ibu atau bayi tersebut dirujuk ke Rumah Sakit PONEK. Masing-masing kabupaten/kota sekurang-kurangnya mempunyai empat Puskesmas PONED. Sampai dengan tahun 2011, jumlah Puskesmas PONED mencapai 1.579 Puskesmas. Sedangkan Rumah Sakit PONEK meningkat dari 358 di tahun 2010 menjadi 378 di tahun 2011.
• Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Dalam rangka pemantauan kesehatan ibu dan anak telah diterbitkan dan disebarluaskan buku KIA. Buku ini dimaksudkan untuk alat bantu keluarga dan tenaga kesehatan dalam memantau kesehatan ibu sewaktu hamil, persalinan, dan nifas, serta memantau kesehatan anak sejak dalam kandungan hingga anak berusia 5 tahun. Pada 2009-2011 Kementerian Kesehatan telah mendistribusikan
Diagram 2
Rumah Sakit PONEK Tahun 2009 - 2011.
buku KIA sebanyak 4,5 juta buku setiap tahun. Berdasarkan hasil penilaian tahun 2011, 80% dari ibu hamil memanfaatkannya melalui kegiatan P4K dan Kelas Ibu Hamil, dan 60% ibu untuk memonitor tumbuh kembang Balita di Posyandu dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Upaya pelayanan kesehatan Balita dilakukan melalui berbagai program baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Antara lain melalui program gizi, imunisasi, pemantauan perkembangan, dan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
• Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Disamping pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan balita, diberikan juga pelayanan kesehatan bagi anak usia sekolah termasuk remaja. Kegiatan UKS mencakup penjaringan dan penyuluhan kesehatan pada murid SD dan sederajat. Kegiatan penjaringan kesehatan adalah pemeriksaan kesehatan yang mencakup pengukuran tinggi badan dan berat badan; pemeriksaan penglihatan, pendengaran, dan gigi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan Puskesmas. Pada tahun 2010 kegiatan penjaringan kesehatan pada murid kelas 1 SD dan sederajat telah menjangkau 88.817 sekolah dasar, data per November tahun 2011 telah menjangkau 79.630 sekolah dasar.
2. JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL)
Upaya Pemerintah untuk menekan angka kematian ibu dan bayi adalah dengan percepatan peningkatan derajat kesehatan ibu dan bayi di Indonesia. Pemerintah berkomitmen untuk mencapai sasaran target MDG nomor 4 dan 5 untuk AKI (Angka Kematian Ibu) adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup, dan AKB (Angka Kematian Bayi) adalah 23 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Persalinan di rumah dan yang ditolong oleh dukun, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masih tingginya AKI di Indonesia. Menurut data Riskesdas 2010, persalinan yang ditolong oleh bidan sebanyak 51,9%. Sedangkan 40,2% ditolong oleh dukun, dan sisanya sebesar 7,9% ditolong oleh dokter. Komitmen Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan terhadap ibu dan bayi ditunjukkan antara lain dengan
meluncurkan program Jaminan Persalinan (Jampersal).
Jampersal diluncurkan pada awal tahun 2011 untuk menjawab tantangan percepatan pencapaian tujuan Pembangunan Kesehatan
Nasional serta MDG.Jampersal adalah bentuk pembiayaan jaminan
kesehatan untuk 4 kali pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, penanganan komplikasi dan rujukannya; 3 kali pelayanan ibu nifas dan bayi baru lahir, pelayanan KB pasca persalinan dan konseling pemberian ASI Eksklusif. Pelaksanaan program Jampersal merupakan bagian integral dari program Jamkesmas.
Program Jampersal ditujukan untuk semua ibu hamil yang belum mempunyai jaminan kesehatan dan yang ingin menggunakan sarana pelayanan kesehatan, antara lain di Puskesmas dan rumah sakit.
Pada tahun 2011 diperkirakan terjadi 4,6 juta angka persalinan di Indonesia. Dari angka tersebut sebanyak 1,7 juta di antaranya dibiayai Pemerintah melalui Jamkesmas. Tahun 2011 disiapkan anggaran Jampersal untuk mencakup 2.850.000 ibu hamil dan melahirkan
3. PERBAIKAN STATUS GIZI MASYARAKAT
Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat, antara lain yaitu melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Upaya perbaikan gizi dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan sesuai dengan pentahapan dan prioritas pembangunan nasional.
Pada tahun 1989 prevalensi gizi kurang sebesar 31%, berhasil diturunkan menjadi 18,4% pada tahun 2007 dan menjadi 17,9% pada tahun 2010 (Riskesdas 2010). Sementara untuk gizi buruk prevalensinya menurun dari 7,2% pada tahun 1990 menjadi 5,4% pada tahun 2007 dan menjadi 4,9% pada tahun 2010 (Riskesdas 2010). Sedangkan target tahun 2014 (RPJMN 2009-2014) prevalensi gizi kurang sebesar 15% dan prevalensi gizi buruk sebesar 3,5% diperkirakan dapat tercapai.
Diagram 3
Prevalensi Gizi Kurang dan Gizi Buruk, 1989-2010 35
Pencapaian status gizi secara nasional merupakan hasil dari berbagai terobosan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan bersama dengan instansi terkait dan masyarakat, antara lain:
• Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan
Kegiatan 1.000 hari pertama kehidupan adalah upaya perbaikan gizi yang difokuskan sejak bayi dalam kandungan hingga anak mencapai usia 24 bulan atau disebut periode emas kehidupan. Kegiatannya berupa perbaikan gizi pada ibu hamil, bayi dan anak sampai usia 24 bulan. Kegiatan ini adalah bagian utama dari
percepatan penanggulangan anak balita pendek (stunting) dan
pencegahan kasus gizi buruk.
Ada 8 upaya penanganan masalah gizi pada periode emas kehidupan. Dimulai dengan pemberian tablet tambah darah sebanyak 90 tablet kepada ibu hamil, pemberian makanan tambahan pada ibu hamil yang mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), pelayanan inisiasi menyusu dini bagi ibu baru melahirkan, konseling menyusui dan konseling pemberian makanan pendamping air susu ibu (ASI), pelaksanaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), penyuluhan bagi seluruh Balita di Posyandu, pemberian kapsul vitamin A kepada seluruh Balita usia 6–60 bulan sebanyak 2 kali setahun, pelaksanaan PMT pemulihan bagi Balita gizi kurang di Puskesmas, dan perawatan bagi Balita gizi buruk
• Ruang Menyusui
Dalam rangka meningkatkan keberhasilan menyusui, khususnya bagi ibu yang bekerja, pada tahun 2009 Kementerian Kesehatan mengeluarkan himbauan melalui surat edaran kepada jajaran kesehatan dan instansi terkait untuk menyediakan ruang menyusui. Surat edaran tersebut merupakan tindak lanjut dengan keluarnya Peraturan Bersama Menteri Kesehatan, Menteri Pemberdayaan Perempuan, serta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu, selama waktu kerja di tempat kerja.
Pada tahun 2010 Menteri Kesehatan telah mengeluarkan surat edaran tentang penguatan pelaksanaan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (10 LMKM) kepada seluruh dinas kesehatan provinsi maupun kabupaten/kota serta rumah sakit pemerintah dan swasta di seluruh Indonesia.
Tujuan penguatan 10 LMKM ini adalah agar seluruh fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai komitmen untuk menetapkan kebijakan tertulis yang mendukung peningkatan pemberian ASI dengan melaksanakan kegiatan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), mendukung ASI Eksklusif dan melaksanakan rawat gabung, tidak
menyediakan susu formula dan tidak memberikan dot atau kempeng
kepada bayi yang diberikan ASI serta mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI.
tahun 2011 meningkat menjadi 2.872 Konselor dan 403 Fasilitator Menyusui, sedangkan jumlah Konselor MP-ASI baru mencapai 333 orang dan 41 orang sebagai Fasilitator MP-ASI.
• Pusat Pemulihan Gizi (PPG)
Komitmen Kementerian Kesehatan untuk memulihkan keadaan gizi kurang dan gizi buruk di masyarakat ditunjukkan dengan
penyediaan Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding
Center (TFC) di Puskesmas. TFC melayani Balita di daerah yang banyak ditemukan gizi kurang akut.
Pusat Pemulihan Gizi (PPG) berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan anak gizi buruk secara intensif di suatu ruangan khusus. Di ruangan khusus ini, ibu atau keluarga terlibat
dalam perawatan anak tersebut.Pada tahun 2010 terdapat 95 PPG
2010 2011
yang tersebar di 14 provinsi dan pada tahun 2011 jumlah PPG meningkat menjadi 153 PPG yang tersebar di 27 provinsi.
• Taburia
Bubuk Taburia diberikan untuk mencegah terjadinya kekurangan vitamin dan mineral pada Balita di atas usia 6 bulan. Untuk menanggulangi masalah kurang zat gizi mikro ini, dilakukan intervensi melalui pemberian bubuk tabur gizi yang diberikan pada Balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi multi mikronutrien lebih efektif jika dibandingkan dengan intervensi
mikronutrien tunggal (single dose).
Taburia dikembangkan oleh peneliti Kementerian Kesehatan pada tahun 2006-2008, kemudian diluncurkan penggunaannya tahun 2010 untuk menekan angka kematian bayi dan Balita, serta menekan prevalensi gizi kurang pada Balita. Pada tahun 2010 Kementerian Kesehatan mendistribusikan Taburia sebanyak 5,5 juta saset ke 6 provinsi dengan sasaran 90.727 Balita. Pada tahun 2011 telah disiapkan Taburia sebanyak 38 juta saset untuk 412.523 Balita gizi kurang yang didistribusikan ke seluruh provinsi di Indonesia.
• Fortifikasi Minyak Goreng
Fortifikasi pangan adalah upaya meningkatkan mutu gizi bahan
makanan dengan menambahkan satu atau lebih zat gizi mikro
tertentu pada bahan makanan atau makanan. Fortifikasi minyak
goreng dengan vitamin A di 75 negara menurunkan 20% prevalensi
kekurangan vitamin A pada Balita (Damage Assessment Report dari
UNICEF dan MI, 2004) dan telah diakui oleh WHO dan Bank Dunia
sebagai suatu strategi perbaikan gizi yang cost-effective. Rintisan
fortifikasi minyak goreng dengan vitamin A di Indonesia dilakukan
berdasarkan studi kelayakan pada tahun 2008-2009 di Makassar. Studi tersebut menunjukkan bahwa vitamin A bersifat stabil pada saat proses penggorengan hingga tiga kali.
Menteri Kesehatan telah mencanangkan Rintisan Fortifikasi
Vitamin A dalam minyak goreng pada tahun 2011 dengan
dilaksanakannya pilot project di beberapa wilayah, dimulai di Jawa
Timur dan Jawa Barat. Pada tahun 2012 studi dilanjutkan dengan
penerapan kewajiban (mandatory) fortifikasi vitamin A dalam minyak
4. PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR, PENYAKIT TIDAK MENULAR, DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
a. Penyakit Menular
• HIV-AIDS
Indonesia adalah negara dengan epidemi rendah HIV-AIDS pada masyarakat umum, tapi terkonsentrasi pada populasi tertentu yang mempunyai faktor risiko penularan, seperti masyarakat yang mempunyai perilaku seks berisiko tidak aman dan masyarakat Penyalahguna Napza Suntik (Penasun). Pemantauan faktor risiko dan masalah HIV dan IMS dilakukan dengan Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) yang dilakukan setiap 2–3 tahun.
Pada tahun 2011, proporsi kasus AIDS tertinggi adalah pada kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 33,2%, kelompok umur 20-29 tahun 30,9%, dan kelompok umur 40-49 tahun 12,9%. Angka
kematian (Case Fatality Rate=CFR) AIDS tahun 2011 menurun
dibandingkan dengan tahun 2010, yaitu dari 3,7% (2010) menjadi 1% (2011). Bila masyarakat ingin mengetahui status HIV-nya, tersedia layanan Konseling dan Tes (KT) HIV. Sampai dengan Desember 2011 terdapat 388 layanan KT, dari jumlah tersebut sebanyak 135 layanan KT dikembangkan pada tahun 2004-2009, dan 253 layanan KT dikembangkan pada 2009-2011 tersebar di 173 kabupaten/kota.
Jumlah orang yang mengikuti KT dari tahun 2004–September 2009 (5 tahun) sebanyak 266.234 atau rata–rata 53.000 orang per tahun. Pada periode Oktober 2009–September 2011 sebanyak 488.506 orang mengikuti KT, atau rata–rata 244.253 orang per
Diagram 5
Jumlah Kasus HIV dan AIDS Menurut Tahun di Indonesia, 2005-2011.
859
Jumlah Kasus HIV Jumlah Kasus AIDS
2005 2006 2007 2008 2009
tahun. Dari jumlah tersebut yang teridentifikasi positif HIV sebanyak
43.177 dan HIV positif yang terdiagnosis sampai dengan September 2011 berjumlah 71.437 kasus.
Layanan KT berfungsi melakukan diagnosis dan setelah seseorang didiagnosis perlu dilakukan perawatan, pemeriksaan, dan pemantauan kapan Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) memerlukan obat Anti Retro Viral (ARV). Untuk layanan pengobatan ARV pada ODHA, Kementerian Kesehatan menyiapkan 304 fasilitas kesehatan di 178 kabupaten/kota dengan subsidi penuh. Perkembangan jumlah fasilitas kesehatan yang melakukan pengobatan ARV terlihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1
Fasilitas Kesehatan yang Melakukan Pengobatan ARV 2005-2011.
PERIODE WAKTU JUMLAH FASILITAS KESEHATAN
2005 - 2009 159
2009 - 2010 34
2010 - 2011 111
TOTAL 304
Jumlah orang yang telah mendapatkan perawatan dan pernah menerima obat ARV dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2
Jumlah ODHA yang Mendapatkan Pengobatan ARV 2005- 2011.
TAHUN
2005-2009 46.070 23.258 13.858
2009-2010 17.248 8.911 2.000
2010-2011 21.350 8.732 7.413
Dari analisis kohor pada ODHA yang menjalani pengobatan ARV terlihat peningkatan kualitas hidup dan angka harapan hidup.
Pada kohor periode 2000-2003 angka bertahan hidup (survival rate)
ODHA setelah 24 bulan mendapatkan pengobatan ARV adalah 50%, pada kohor 2004–2007 meningkat menjadi 63% lalu pada kohor 2008–2010 meningkat menjadi 95%. Kementerian Kesehatan juga melakukan upaya pencegahan dengan:
1. Meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan perubahan perilaku dengan: (a) Kampanye Aku Bangga Aku Tahu (ABAT); (b) Pengembangan media Komunikasi Informasi Edukasi; (c) Kampanye perilaku hidup sehat terkait dengan HIV-AIDS dan IMS, antara lain dengan penggunaan kondom, pengurangan dampak buruk Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (Napza).
2. Pelayanan Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS). Jumlah kasus IMS yang diobati pada tahun 2009-2011 berjumlah 246.448 kasus.
Tabel 3
Jumlah Ibu Hamil Positif HIV yang Mendapatkan Obat Pencegahan Tahun 2009- 2011.
TAHUN JUMLAH IBU HAMIL YANG
MENDAPATKAN PENCEGAHAN
2009 264
2009-2010 376
2010- 2011 693
TOTAL 1.333
4. Program Pengurangan Dampak Buruk pada Penasun dilaksanakan dengan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di 68 lokasi layanan dan Program Layanan Alat Suntik Steril (LASS) di 194 lokasi layanan. Pada tahun 2011, sebanyak 29.000 orang aktif mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon dan atau Layanan Alat Suntik Steril.
• Tuberkulosis (TB)
Menurut Global Report WHO, tahun 2010, Indonesia
menunjukkan prestasi yang membanggakan dalam penurunan angka kematian tuberkulosis. Pada tahun 2007, Indonesia berada di urutan ke-3 di antara negara-negara dengan kasus TB terbanyak. Tahun 2010 sudah berada di urutan ke-4 di bawah India, Cina, dan Afrika Selatan dengan penurunan angka kematian yang tadinya 168.000/ tahun (tahun 1990) menjadi 64.000/tahun (tahun 2010).
penduduk, proporsi kasus TB sebesar 78,3%, dan proporsi keberhasilan pengobatan 91,2%. Dengan demikian target MDG 2015 tersebut sudah tercapai pada tahun 2010. Untuk mempercepat pencapaian MDG pengendalian TB, maka pada tahun 2011 telah diluncurkan Strategi Nasional Pengendalian TB dan Rencana Aksi Nasional Periode 2011-2014 untuk menjadi acuan seluruh provinsi dan kabupaten/ kota di Indonesia.
Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) atau TB
MDR adalah TB yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis yang telah mengalami kekebalan terhadap minimal dua obat anti TB secara bersama-sama atau disertai resisten terhadap obat anti TB lini pertama lainnya. Dewasa ini, di Indonesia terdapat
5 laboratorium TB yang sudah disertifikasi oleh Supra National
Laboratory, IMVS Adelaide, Australia untuk melakukan pemeriksaan MDR-TB.
Dua rumah sakit telah mampu melakukan pengobatan MDR-TB dan pada tahun 2011 dilakukan ekspansi ke 4 rumah sakit. Secara bertahap diharapkan seluruh penduduk Indonesia akan mendapatkan akses terhadap pelayanan pengobatan TB resisten dengan obat yang bermutu dan sesuai dengan standar.
• Malaria dan Penyakit Bersumber Binatang Lainnya
Indonesia telah berhasil menekan Annual Parasite Incidence
(API), yaitu jumlah kasus malaria per 1.000 penduduk, dari 4,96 per 1.000 penduduk tahun 1990 menjadi 1,96 per 1.000 penduduk tahun 2010 dan 1,75 per 1.000 penduduk tahun 2011. Diperkirakan
penduduk akan tercapai. Kementerian Kesehatan menargetkan eliminasi penyakit malaria secara bertahap. Eliminasi artinya suatu
daerah angka API-nya kurang dari 1 per mil (<1 per 1.000 penduduk).
Provinsi DKI Jakarta, khususnya Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi Bali dan Kota Batam, pada tahun 2011 sedang dalam proses memasuki tahap eliminasi malaria. Untuk mencapai eliminasi malaria kegiatan diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang seluruhnya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria.
Pemakaian kelambu adalah salah satu upaya pencegahan penularan penyakit malaria. Selama tahun 2010-2011 telah didistribusikan 7,5 juta kelambu berinsektisida ke wilayah endemis di 26 provinsi. Untuk memastikan ada-tidaknya parasit malaria, dilakukan pemeriksaan sediaan darah mikroskopis atau pemeriksaan
RDT (Rapid Diagnostic Test). Pemeriksaan ada tidaknya parasit malaria
telah dilakukan pada 75,6% (2009), 82% (2010), dan sebesar 85% (2011) dari sasaran penduduk. Obat malaria yang digunakan adalah
ACT (Artemisinin-based Combination Therapy), obat ini menggantikan
chloroquin yang telah resisten. Pada tahun 2010, dari 1,2 juta kasus malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya terdapat 240 ribu yang positif dan seluruhnya telah diobati dengan ACT. Pada tahun 2011, dari 1 juta kasus malaria klinis, terdapat 200 ribu yang positif dan seluruhnya telah diobati.
• Demam Berdarah Dengue (DBD)
2009: 68,2 per 100.000 dan angka tahun 2010: 62,5 per 100.000 penduduk. Angka kematian DBD juga cenderung menurun pada periode 2009-2011, yaitu 0,90% pada 2009, 0,87% pada 2010 dan 0,80% pada 2011. Penurunan ini dicapai berkat upaya Kementerian Kesehatan bersama seluruh jajaran lintas sektor di Pusat dan Daerah yang mencakup upaya penanggulangan DBD dan dukungan alokasi dana di sebagian besar provinsi dan kabupaten/kota. Keberhasilan ini juga dicapai berkat dukungan peran serta seluruh lapisan masyarakat, termasuk kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik).
• Filariasis
Sebanyak 368 kabupaten/kota di Indonesia endemis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah. Eliminasi Filariasis akan dicapai pada tahun 2020 dengan melakukan Pemberian Obat Masal Pencegahan (POMP). Pada tahun 2011 dilaksanakan POMP di 98 kabupaten/ kota yang dimulai sejak tahun 2006. Jumlah yang dicakup POMP tahun 2011 sebanyak 50 juta orang. Kabupaten/kota yang endemis Filariasis akan dilakukan POMP secara bertahap. Pada tahun 2012 akan dilaksanakan POMP di 114 kabupaten/kota.
• Flu Burung
Jumlah kasus Flu Burung pada manusia di Indonesia dari tahun ke tahun terus menurun. Kementerian Kesehatan melakukan berbagai upaya pengendalian Flu Burung, termasuk menetapkan 100 rumah sakit rujukan Flu Burung yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain kegiatan pengendalian Flu Burung dilakukan pula
petugas kesehatan, penguatan kapasitas laboratorium, surveilans
epidemiologi, pengembangan WHO Collaborating Centre Human
Animal Interface di Jakarta, dan penyediaan ruang isolasi di 10
rumah sakit rujukan Flu Burung.
b. Penyakit Tidak Menular
Masalah Penyakit Tidak Menular (PTM) makin meningkat di Indonesia. Kementerian Kesehatan telah menetapkan kebijakan nasional pengendalian PTM sejak tahun 2005. Pencegahan PTM dapat dilakukan dengan menghindari empat perilaku utama berisiko, yaitu konsumsi tembakau (rokok) dan alkohol, kurangnya aktivitas
fisik, diet yang tidak sehat, dan hipertensi.
• Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah mencakup pengembangan pedoman faktor risiko, manajemen kasus dan intervensi berbasis komunitas di pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular (Posbindu PTM). Program skrining faktor risiko juga dilaksanakan di 16 kabupaten di 14 provinsi.
• Kanker
Skrining kanker leher rahim dan kanker payudara adalah kegiatan prioritas. Skrining kanker leher rahim dilakukan dengan
metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan cryotherapy
untuk IVA positif. Program deteksi dini kanker payudara dilakukan
Breast Examination) dan pemeriksaan payudara sendiri (Sadari/ Breast Self Examination). Pada tahun 2011 telah dilatih pelaksana skrining sebanyak 954 orang di 79 Puskemas dan 102 orang dari 17 provinsi.
• Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
Program deteksi dini PPOK dilaksanakan dengan melatih 20 tenaga kesehatan dari 5 provinsi. Deteksi dini dengan pemeriksaan spirometri dilakukan pada masyarakat yang berisiko, seperti pekerja tambang dan perokok. Dilaksanakan pula surveilans epidemiologi PPOK di Puskesmas dan rumah sakit.
• Diabetes Melitus (DM)
Pengendalian diabetes melitus dilaksanakan dengan
mengembangkan pedoman tatalaksana kasus, pelaksanaankontrol
diabetes melitus, pengukuran faktor risiko utama (obesitas, gula
darah, aktivitas fisik, diet sayur buah, hipertensi), pelaksanaan
surveilans epidemiologi, pencegahan DM di Posbindu PTM,
pelatihan Training of Trainer (TOT) untuk deteksi dini, serta
manajemen DM dan penyakit metabolik di 16 provinsi.
c. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Dalam rangka pencapaian 100% Universal Child Immunization
(UCI) desa/kelurahan tahun 2014, dilakukan akselerasi program imunisasi Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional (GAIN-UCI) pada tahun 2010. Pengertian 100% UCI desa/ kelurahan adalah bahwa 100% desa/kelurahan di Indonesia telah mencapai tahap UCI yaitu 80% atau lebih bayi sampai dengan usia 1 tahun di desa/kelurahan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Pada tahun 2009 UCI desa/kelurahan di Indonesia telah
mencapai 69,8% dan pada tahun 2010 naik signifikan menjadi 75,3%.
Pada tahun 2011, jumlah bayi di Indonesia yang harus mendapatkan imunisasi adalah 4,7 juta orang. Dilaksanakan pula kampanye imunisasi tambahan campak dan polio tahun ketiga di 17 provinsi yang mencakup 13.655.803 Balita usia 0-59 bulan (97,8%) untuk polio dan mencakup 11.544.190 Balita 9-59 bulan (97,5%) untuk campak. Tahap pertama imunisasi tambahan Campak dan Polio telah dilakukan pada tahun 2009 dan tahap kedua pada tahun 2010. Kampanye ini dimaksudkan untuk mendukung pencapaian Reduksi Campak dan Eradikasi Polio di Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 2011, Tetanus Maternal dan Neonatal dinyatakan telah mencapai tahap eliminasi oleh WHO di sebagian wilayah Indonesia.
Pada tahun 2010, eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal tercapai di regional Jawa-Bali dan regional Sumatera, tahun 2011 eliminasi tercapai di regional Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara, dan tahun 2012 diharapkan seluruh wilayah Indonesia telah mencapai tahap eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal.
d. Surveilans Epidemiologi
Untuk penguatan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
(SKD-KLB), pada tahun 2011 dikembangkan Early Warning Alert
manusia telah dilakukan pada periode 2009- 2011 dan 99 orang
telah mengikuti S2-Field Epidemiology Training Programme
(FETP). Pada tahun 2011 dilatih 353 Tim Gerak Cepat (TGC) Penanggulangan KLB tingkat kabupaten/kota. Untuk membangun jejaring epidemiologi dan FETP, telah dilaksanakan Konferensi
Internasional Jejaring Kesehatan Masyarakat atau FETP/Training
of Epidemiology and Public Health Networking (TEPHINET) di Bali. Konferensi ini dihadiri 600 peserta dari 30 negara. Pada tahun
2011, implementasi International Health Regulations (IHR) 2005
di Indonesia, diperkuat dengan dibentuknya Komisi Nasional Implementasi IHR yang bertugas mengkoordinasikan implementasi
IHR 2005 di Indonesia. Untuk penguatan kapasitas inti (core
capacities) di pintu masuk negara, pada tahun 2011 dimulai mini
simulasi penanggulangan Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC) di tujuh lokasi dan pendidikan pelatihan karantina kesehatan bagi 40 orang staf kantor kesehatan pelabuhan.
e. Pemantauan Arus Mudik
Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas selama arus mudik
arus mudik dimaksudkan untuk mendukung Decade of Action for Road Safety 2011-2020.
f. Penyehatan Lingkungan
Upaya penyehatan lingkungan adalah kegiatan yang mendukung pengendalian penyakit menular dan tidak menular, sebagai bagian dari pengendalian faktor risiko penyakit dan lingkungan. Salah satu upaya adalah melalui Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu penyediaan sarana air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan pendekatan perubahan perilaku, pemberdayaan masyarakat di desa melibatkan Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat. Kumulatif jumlah desa yang melaksanakan Program STBM sampai Oktober tahun 2011 adalah 5.886 desa.
Hasil Survei BPS triwulan pertama tahun 2011, menunjukkan persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat adalah 55,2%. Sedangkan persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas adalah 43,4%. Laporan provinsi dan berbagai instansi kesehatan sampai dengan Oktober 2011 menunjukkan bahwa persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan adalah 87%. Keberhasilan ini dicapai berkat kerja sama antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri dan berbagai sektor lainnya. Pada tahun 2012 akan dilakukan replikasi dan perluasan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat di 140 desa pada 28 kabupaten di 10 provinsi.
Telah dilaksanakan pula proyek percontohan 10 Pasar Sehat di 9 provinsi. Pasar percontohan tersebut yaitu (1) Pasar Ibuh, Kota Payakumbuh; (2) Pasar Bunder, Kabupaten Sragen; (3) Pasar Gianyar, Kabupaten Gianyar; (4) Pasar Podosugih, Kota Pekalongan; (5) Pasar Cibubur, Kota Jakarta; (6) Pasar Argosari, Kabupaten Gunung Kidul; (7) Pasar Madyopuro, Kota Malang; (8) Pasar Rawa Indah, Kota Bontang; (9) Pasar Margorejo, Kota Metro Lampung; dan (10) Pasar Pengesangan, Kota Mataram. Konsep Pasar Sehat adalah peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat para pedagang dan pengunjung pasar tradisional. Proyek percontohan ini berlangsung 3 tahun (2009-2011). Replikasi Pasar Sehat di daerah lain akan dilakukan tahun 2012.
Kementerian Kesehatan juga mendorong Gerakan Nasional
Kementerian Kesehatan gerakan ini dilaksanakan di rumah sakit, kantor-kantor dan unit pelaksana teknis di seluruh Indonesia.
• Mushola Sehat
Bentuk lain pemberdayaan masyarakat yang berbasis kesehatan adalah melalui program Mushola Sehat yaitu kegiatan masyarakat untuk memperbaiki tempat berwudhu dan sanitasi mushola yang dilaksanakan secara mandiri dengan bantuan dana stimulan dari pemerintah sebesar 5-15 juta rupiah per mushola. Kementerian Kesehatan telah memberikan bantuan program Mushola Sehat secara berturut-turut tahun 2009 sebanyak 154 mushola, tahun 2010 sebanyak 26 mushola dan tahun 2011 sebanyak 29 mushola.
• Kota Sehat
5. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK HIDUP SEHAT
Kementerian Kesehatan mempunyai komitmen kuat untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Upaya yang dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat dengan penekanan pada peningkatan perilaku sehat, kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, upaya promotif dan preventif.
Dalam rangka meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) diperlukan juga komitmen dari seluruh pelaku dan penentu kebijakan. Komitmen pemerintah daerah dalam mendukung program PHBS diwujudkan melalui pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif. Desa/Kelurahan Siaga Aktif adalah suatu kondisi masyarakat tingkat desa yang selalu siap siaga dalam menghadapi masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan. Untuk meningkatkan komitmen para pelaku dan penentu kebijakan, pada tahun 2010 Kementerian Kesehatan bersama Kementerian
Dalam Negeri telah meluncurkan Pedoman Umum Pengembangan
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Pada tahun 2010, peningkatan perilaku sehat di masyarakat telah mencapai 50,1% rumah tangga. Upaya untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dilakukan melalui pengembangan desa siaga aktif. Sampai tahun 2011 telah dikembangkan 43.329 desa/kelurahan siaga aktif.
Salah satu unsur penting dari desa/kelurahan siaga adalah Poskesdes. Poskesdes adalah bentuk UKBM di desa/kelurahan dalam rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa/kelurahan. Bentuk UKBM yang telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)
Poskesdes adalah fasilitas kesehatan desa/kelurahan yang memberikan pelayanan meliputi upaya promotif, preventif, dan pengobatan sederhana; dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama kader.
Upaya Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan pelayanan Poskesdes adalah dengan memberikan Poskesdes Kit sebanyak 200 paket untuk 49 kabupaten/kota di 9 provinsi. Poskesdes Kit berupa
peralatan yang digunakan untuk melakukan kegiatan promotif di desa, seperti kamera digital, pengeras suara, pemutar DVD/VCD,
televisi 21 inci, wireless meeting, dan media promosi kesehatan.
b. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Posyandu memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi, gizi, dan pengendalian diare. Pada tahun 2011 terdapat 266.827 Posyandu di Indonesia. Berdasarkan laporan rutin program per Desember 2011, sejumlah 15.483.264 ibu (80,9%) telah membawa anak Balitanya ke Posyandu.
Dalam meningkatkan pelayanan di Posyandu pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah mendistribusikan Posyandu Kit sebanyak 150 paket untuk 67 kabupaten/kota di 11 provinsi.
Posyandu Kit terdiri dari alat permainan edukatif, flipchart dan
stand, alat masak PMT, food model, pengeras suara, pemutar DVD/VCD, televisi 21 inci, dan media promosi kesehatan.
c. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)
Posbindu PTM merupakan tempat kegiatan monitoring, dan deteksi dini faktor risiko PTM yang dilaksanakan secara terpadu, rutin dan periodik. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk kewaspadaan dini, mengingat hampir semua faktor risiko PTM tidak menunjukkan gejala pada yang mengalaminya. Kegiatan Posbindu PTM diintegrasikan ke kegiatan masyarakat yang dilakukan oleh karang taruna, majelis taklim, klub jantung sehat, klub kesehatan lain, PKK, Dharma Wanita, dan pabrik. Di daerah tertentu Posbindu PTM disebut juga Posyandu Lansia, dan karang werdha.
Sasaran kegiatan Posbindu PTM adalah kelompok masyarakat berusia di atas 10 tahun sampai lanjut usia. Kegiatan Posbindu PTM dibina oleh Puskesmas. Pada tahun 2011 tercatat 3.000 Posbindu PTM di Indonesia. Di masa mendatang kegiatan Posbindu PTM diharapkan dapat berkembang cepat di tengah masyarakat agar penyakit tidak menular terkendali di Indonesia.
d. Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)
Poskestren merupakan UKBM yang memberikan pelayanan promotif dan preventif, kuratif dan rehabilitatif di pondok pesantren.
provinsi. Poskestren Kit berupa peralatan yang digunakan untuk kegiatan promotif di Poskestren dalam penggalakan keteladanan berperilaku hidup bersih dan sehat di kalangan santri/santriwati pondok pesantren dan masyarakat di sekitar pondok pesantren.
e. Pos Malaria Desa (Posmaldes)
Pemberdayaan masyarakat untuk eliminasi malaria dilakukan dengan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam upaya pengendalian malaria. Setelah masyarakat memperoleh pengetahuan yang cukup tentang penyakit malaria dan pencegahannya, diharapkan muncul kegiatan mobilisasi masyarakat untuk melakukan penemuan dini kasus malaria melalui kegiatan Pos Malaria Desa (Posmaldes). Kegiatan Posmaldes mencakup penemuan kasus malaria dan penyuluhan tentang pengendalian
malaria. Dewasa ini terdapat 2.022 Posmaldes di daerah endemis malaria di Indonesia.
f. Peran Serta Masyarakat
Selain bentuk pemberdayaan masyarakat melalui berbagai pos kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menjalin hubungan dengan lembaga masyarakat melalui penandatanganan Nota Kesepahaman dengan 18 organisasi kemasyarakatan. Organisasi kemasyarakatan ini melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat di 23 provinsi, 200 desa, 25 rumah sakit, 200 pondok pesantren sehat,
18 pasramansehat, dan 18 pura sehat. Saat ini jumlah kader ormas/
motivator yang sudah dilatih sebanyak 800 orang.
Selain itu, tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah mengajak dunia usaha untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan. Pada peringatan Hari Kesehatan Nasional di bulan November 2011 yang lalu telah dilakukan penandatanganan Nota
Kesepahaman antara Kementerian Kesehatan dengan 23 Dunia Usaha yang terdiri dari 4 BUMN dan 19 perusahaan swasta nasional dan internasional.
Sepanjang tahun 2011, ada beberapa bentuk pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan terkait dengan kampanye PHBS. Dalam rangka Hari AIDS Sedunia, Kementerian Kesehatan melakukan kampanye “Aku Bangga Aku Tahu”. Kampanye ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan kaum muda usia 15–24 tahun tentang HIV-AIDS. Kampanye diawali dengan penandatanganan kesepakatan mendukung kampanye oleh 10 Gubernur. Pada acara
puncak dilakukan tarian yang disebut “Dance for Life” diikuti oleh
3.000 pelajar SMP dan SMA. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengajak semua elemen berpartisipasi dalam penanggulangan HIV-AIDS. Selanjutnya kampanye juga dilakukan pada 1.000 SMP, 1.000 SMA, 500 Perguruan Tinggi, 1.000 tempat kerja, dan 1.000 organisasi kepemudaan/kemasyarakatan di 100 kabupaten/kota di 10 provinsi.
Dalam rangka edukasi PHBS telah dilakukan berbagai kegiatan bertepatan dengan peringatan hari-hari yang terkait dengan kesehatan. Kegiatan ini melibatkan pemerintah pusat, daerah, masyarakat, swasta, dan dunia usaha, seperti Hari Anak Nasional ditandai dengan menanam 5.000 tanaman tradisional dan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan melakukan cuci tangan masal. Pada kesempatan tersebut, Kementerian Kesehatan telah tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk kategori tari tangan masal yang diikuti oleh 3.100 anak.
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat, Kementerian Kesehatan telah menyelenggarakan berbagai lomba
yaitu lomba poster ASEAN Dengue Day, lomba logo ASEAN Dengue
Day tingkat nasional dan ASEAN, lomba poster tentang jamu, lomba
poster HIV-AIDS, lomba film pendek dan lomba debat Bahasa Inggris
tentang HIV-AIDS.
6. PELAYANAN KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN
Pada tahun 2010-2014 pembangunan kesehatan dititikberatkan pada peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu. Berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan guna meningkatkan akses masyarakat ini.
a. Pelayanan Kesehatan Dasar
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja tertentu dengan penduduk 30.000 jiwa. Fungsi Puskesmas adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi masyarakat di wilayah kerjanya.
Kementerian Kesehatan berusaha meningkatkan pelayanan Puskesmas dan jaringannya, baik kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 2010, jumlah Puskesmas tercatat sebanyak 9.005 unit, meningkat pada tahun 2011 menjadi 9.323 unit, terdiri dari Puskesmas Perawatan berjumlah 3.019 unit dan Puskesmas Non Perawatan sebanyak 6.304 unit.
Tabel 4
Peningkatan Jumlah Puskesmas Tahun 2009-2011.
NO JENIS PUSKESMAS TAHUN
2009
TAHUN 2010
TAHUN 2011
1 Puskesmas Perawatan 2.704 2.920 3.019
2 Puskesmas Non Perawatan 6.033 6.085 6.304
b. Pelayanan Kesehatan Rujukan
Pada tahun 2010 terdapat 1.632 rumah sakit di seluruh Indonesia. Terjadi peningkatan bermakna di tahun 2011 sebanyak 89 rumah sakit, dan 18 rumah sakit di antaranya berada di DTPK/DBK di 17 kabupaten/kota.
Tabel. 5
Peningkatan Jumlah Rumah Sakit di Indonesia.
NO PEMILIK RUMAH SAKIT TAHUN2009 TAHUN2010 TAHUN2011 PENAMBAHAN
1 Pemerintah 698 795 827 32
• Kemenkes 31 31 34 3
• Provinsi/
Kabupaten/Kota 477 554 582 28
• TNI/Polri 112 131 134 3
• BUMN/KL* 78 79 77 -2
2 Swasta 673 837 894 57
JUMLAH 1.371 1.632 1.721 89
* KL : Kementerian/Lembaga.
Peta distribusi rumah sakit per provinsi.
: Jumlah rumah sakit sedikit (< 10 rumah sakit per provinsi)
c. Akreditasi Rumah Sakit
UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengamanatkan bahwa upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dilakukan dengan melakukan akreditasi oleh Komite
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) secara berkala setiap3 tahun. Pada
tahun 2011, rumah sakit yang terakreditasi telah mencapai 819 rumah sakit, atau terjadi peningkatan sebanyak 182 dibandingkan
dengantahun 2010 (637 rumah sakit). Terdapat 3 jenis akreditasi
rumah sakit, yaitu akreditasi 5 pelayanan, 12 pelayanan dan 16 pelayanan.
d. Penanganan Kesehatan Jiwa
Salah satu tantangan pembangunan kesehatan adalah tingginya gangguan jiwa berat yang mencapai 4,6 per 1.000 penduduk atau 0.46% dari penduduk Indonesia (Data Riskesdas 2007). Sebagian masyarakat memperlakukan anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa dengan pemasungan. Salah satu program yang
dilaksanakan adalah mewujudkan Indonesia Bebas Pasung.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah peningkatan pengetahuan petugas Puskesmas, peningkatan peran keluarga dan masyarakat,
pembinaan petugas non kesehatan, pelatihan kader kesehatan, dan
pembinaan Desa Siaga Sehat Jiwa.
Dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat sebagai investasi pembangunan kesehatan jiwa, Kementerian Kesehatan menggelar Jambore Kesehatan Jiwa pada
tanggal 8-9 Oktober 2011 di Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
dr. Marzoeki Mahdi Bogor dengan temaInvestasi Kesehatan Jiwa
Kejiwaan (ODMK). Kegiatan jambore meliputi: lomba poster,
malam renungan, berkemah bersama, fun games, lomba olahraga
serta seni dan budaya.
Jambore Kesehatan Jiwa diikuti oleh 24 Rumah Sakit Jiwa dan
Rumah Sakit Ketergantungan Obat dari seluruh Indonesia, serta 2
panti sosial dan Pramuka. Peserta dari rumah sakit dan panti adalah ODMK beserta pendamping (tenaga kesehatan dari rumah sakit terkait), dengan jumlah peserta sebanyak 550 orang.
Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) sedang menunjukkan kebolehannya
membawakan tarian Kuda Lumping pada acara Jambore Kesehatan Jiwayang
e. World Class Health Care
Upaya untuk meningkatkan kualitas rumah sakit menuju
pelayanan kesehatan kelas dunia (World Class Health Care) terus
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Sampai tahun 2011
terdapat 4 rumah sakit swasta yang terakreditasi internasional. Selain itu, 7 rumah sakit pemerintah sedang dalam proses
akreditasi internasional, yaitu RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo,
RSPAD Gatot Soebroto, RSUP Sanglah, RSUP Fatmawati, RSUP H. Adam Malik, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, dan RSUP Dr. Sardjito.
Pada tahun 2011 RSUP Dr. Sardjito telah meraih penghargaan
Patient Safety dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi). Sementara itu dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
di rumah sakit, RSUP Fatmawati dan RS Jantung Harapan Kita
telah mendapat penghargaan dari Bayer- pErdalin: Competition
On ManageMENt of healthcare asSociAted infection controL
7. BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK)
Upaya Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang bermutu dan mempercepat pencapaian
sasaran Millennium Development Goals (MDG) antara lain
dilakukan dengan meluncurkan program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) ke seluruh Puskesmas. Penyaluran dana BOK juga dimaksudkan untuk meningkatkan upaya kesehatan promotif dan preventif. Sebagian pemerintah daerah telah mampu memenuhi kebutuhan biaya operasional Puskesmas di daerahnya. Namun, masih ada pemerintah daerah yang mempunyai keterbatasan dalam alokasi biaya operasional Puskesmas.
Operasional kesehatan untuk Puskesmas dipergunakan untuk mendukung upaya kesehatan promotif dan preventif. Secara garis besar BOK dapat dipergunakan antara lain untuk pendataan sasaran
(ibu hamil, ibu bersalin, kasus risiko tinggi); kegiatan surveilance;
pelayanan Posyandu; kegiatan penemuan kasus, penjaringan, pengambilan spesimen dan pengambilan vaksin; pengendalian dan pemberantasan vektor; kegiatan promosi dan penyuluhan
Tabel 6
Alokasi Dana BOK Tahun 2011 per Regional.
REGIONAL PUSKESMAS ALOKASI TOTAL
Sumatera 2.271 75.000.000 170.325.000.000 Jawa–Bali 3.617 75.000.000 271.275.000.000 Kalimantan 836 100.000.000 83.600.000.000 Sulawesi 1.126 100.000.000 112.600.000.000 Maluku 256 200.000.000 51.200.000.000 Nusa
Tenggara 458 250.000.000 114.500.000.000 Papua 403 250.000.000 100.750.000.000
Tambahan anggaran manajemen di 27 kab/kota 305.000.000
TOTAL 8.967 904.555.000.000
Pada tahun 2011 seluruh Puskesmas yang berjumlah 8.967 di seluruh Indonesia memperoleh BOK. Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah meningkatkan anggaran BOK dari tahun 2010 yang berjumlah Rp.215.262.000.000,00 untuk 17 provinsi menjadi Rp.904.555.000.000,00 untuk 33 provinsi. Dana BOK pada tahun 2011 disalurkan langsung ke seluruh 497 kabupaten/kota dengan perbedaan alokasi anggaran BOK di berbagai regional. Terdapat perbedaan alokasi anggaran per Puskesmas per tahun untuk regional Sumatera-Jawa-Bali sebesar Rp.75juta/Puskesmas/tahun, regional Kalimantan-Sulawesi sebesar Rp.100juta/Puskesmas/ tahun, Maluku Rp.200 juta/Puskesmas/tahun dan regional Nusa Tenggara dan Papua sebesar Rp.250juta/Puskesmas/tahun. Perbedaan alokasi anggaran ini ditentukan antara lain berdasarkan
Sebanyak 490 kabupaten/kota (98,6%), dari 497 kabupaten/
kota telah memanfaatkan dana BOK, sehingga masih ada 7
kabupaten/kota (1,4%) yang belum memanfaatkan dana BOK secara optimal. Pada umumnya daerah Indonesia Timur yang memiliki
kondisi geografis sulit, seperti Papua, Papua Barat, Maluku Utara,
Sulawesi Barat; pemanfaatan BOK-nya cukup besar, dibandingkan dengan daerah lainnya.
“Alhamdulillah, dengan adanya dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK),
Puskesmas kita sangat terbantu, terutama untuk kegiatan Posyandu, pertemuan-pertemuan kader, serta
kegiatan kesehatan sekolah.”
Mayani
8. PENINGKATAN PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH TERTINGGAL, PERBATASAN, DAN KEPULAUAN TERLUAR (DTPK) DAN PENANGGULANGAN DAERAH BERMASALAH KESEHATAN (PDBK)
a. Peningkatan Pelayanan Kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan Terluar
Salah satu tantangan dalam meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu adalah meningkatkan akses masyarakat di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan terluar. Sebagian daerah ini berbatasan dengan negara lain, oleh karena itu peningkatan akses layanan kesehatan di DTPK dimaksudkan juga untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebagai upaya untuk meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu di DTPK, Kementerian Kesehatan melaksanakan upaya: (1) Pemenuhan SDM kesehatan; (2) Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan; (3) Penyediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan di seluruh fasilitas kesehatan; (4) Peningkatan pembiayaan pelayanan kesehatan; dan (5) Pengembangan kebijakan standar pelayanan kesehatan untuk DTPK.
Seluruhnya memerlukan perhatian khusus, agar pelayanan kesehatan menjangkau masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Upaya meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan di DTPK dilakukan dengan:
1. Peningkatan status Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan di DTPK. Pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebanyak 83 Puskesmas Perawatan dibandingkan dengan tahun 2010 yang berjumlah 76 Puskesmas Perawatan. Pembangunan Puskesmas Perawatan di DTPK akan terus dilakukan hingga mencapai target 101 Puskesmas.
2. Pengadaan alat dan sarana penunjang di Puskesmas dan Puskesmas Perawatan. Untuk mendukung pelayanan kesehatan di DTPK, Kementerian Kesehatan juga
menyediakan beberapa sarana penunjang seperti:Rumah
Sakit Bergerak, flying health care, Puskesmas Terapung dan
Puskesmas Keliling Air (Pusling Air).
• Rumah Sakit Bergerak
Rumah Sakit Bergerak merupakan fasilitas kesehatan yang siap guna dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu; serta dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain di daerah tertinggal, terpencil, kepulauan dan daerah perbatasan. Rumah Sakit Bergerak dimaksudkan untuk menyelenggarakan kegiatan upaya kesehatan dengan 10 tempat tidur selama 24 jam, melalui pelayanan rawat inap, rawat jalan, serta gawat darurat/pelayanan darurat.
• Puskemas Terapung
Puskesmas Terapung disiapkan oleh Kementerian Kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan di kabupaten/kota yang memiliki wilayah perairan. Puskesmas Terapung dilengkapi dengan peralatan medis yang memadai sehingga mampu memberikan
pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas di darat, termasuk tindakan operasi.
Sampai dengan tahun 2011 Kementerian Kesehatan bersama pemerintah Daerah menyediakan 15 unit Puskesmas Terapung, yaitu 4 unit di kabupaten perbatasan Papua, 4 unit di kabupaten perbatasan Nusa Tenggara Timur, 2 unit di kabupaten perbatasan Kalimantan Timur dan 5 unit di kabupaten perbatasan Kalimantan Barat.
• Puskesmas Keliling
Untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan di daerah kepulauan dan perairan, Kementerian Kesehatan menyediakan fasilitas Puskesmas Keliling Air (Pusling Air). Pusling Air berbentuk
perahu motor dan dapat dimanfaatkan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan di kabupaten/kota yang memiliki wilayah kepulauan. Sampai dengan tahun 2010, Kementerian Kesehatan mengadakan 908 Pusling Air dan pada tahun 2011 ditambah 17 Pusling Air, sehingga total jumlah Pusling Air sampai 2011 adalah 925 Unit.
Selain Puskesmas Keliling Air, Kementerian Kesehatan pada
tahun 2011 mengadakan 17 Puskesmas Keliling Double Gardan
untuk wilayah yang sulit dijangkau dengan kendaraan biasa.
Pusling Double Gardan tersebut didistribusikan ke Provinsi Papua
4 unit, Nusa Tenggara Timur 4 unit, Kalimantan Timur 3 unit, dan Kalimantan Barat 6 unit.
• Flying Health Care
Flying Health Care (FHC) adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tim kesehatan untuk meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan di DTPK dengan dukungan transportasi udara. Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan mengoperasikan FHC untuk menjangkau daerah terpencil di 8 provinsi yang sulit ditempuh dengan kendaraan darat maupun perairan. Daerah tersebut adalah Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Maluku, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
b. Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan
Salah satu upaya dari reformasi pembangunan kesehatan masyarakat adalah Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK). Penentuan suatu daerah sebagai daerah bermasalah kesehatan didasarkan pada besar-kecilnya Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang dirumuskan dari 24 indikator kesehatan.
Tabel 7
Jumlah Kabupaten/Kota DBK.
KATEGORI JUMLAH
Kabupaten bermasalah kesehatan berat dan miskin 57 Kabupaten bermasalah kesehatan berat tapi non miskin 12
Kabupaten bermasalah kesehatan 40
Jumlah Kabupaten 109
Kota bermasalah kesehatan berat dan miskin 11 Kota bermasalah kesehatan berat tapi non miskin 4
Kota bermasalah kesehatan 6
Jumlah Kota 21
Total Kabupaten/Kota DBK 130
Kabupaten/kota DBK di Indonesia berjumlah 130, terdiri dari 109 kabupaten dan 21 kota. Dari 109 kabupaten yang dikategorikan daerah bermasalah kesehatan, 57 kabupaten di antaranya adalah daerah bermasalah kesehatan berat dan miskin. Sedangkan pada 21 kota, terdapat 11 kota yang dikategorikan bermasalah kesehatan berat dan miskin.
9. PENGEMBANGAN JAMINAN KESEHATAN
Kementerian Kesehatan terus melakukan perbaikan dan
pengembangan jaminan kesehatan menuju Universal Coverage.
Sejak tahun 2008 program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu diberi nama program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Jamkesmas memberikan manfaat pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif, mulai dari pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas sampai pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit.
Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia yang telah memiliki jaminan kesehatan sebesar 59,1%, dan sisanya yang belum memiliki jaminan kesehatan sebesar 41%. Pada tahun 2011 jumlah penduduk yang memiliki jaminan kesehatan menjadi 63,1%, dengan demikian jumlah penduduk yang tidak mempunyai jaminan berkurang menjadi 36,9%. Ditargetkan pada tahun 2014 seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan sebagai pelaksanaan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Diagram 6
Proporsi penduduk yang memiliki jaminan kesehatan.
2010 2011
ASKES PNS, TNI, POLRI
Jamsostek
Jamkes Perusahaan
Asuransi Swasta Memiliki Jamkes
Tidak Memiliki Jamkes
Pada tahun 2011, sasaran Jamkesmas sebesar 76,4 juta jiwa mencakup masyarakat miskin dan tidak mampu, para penghuni panti sosial, penghuni Rutan/Lapas, dan masyarakat miskin akibat korban pasca bencana. Untuk meringankan beban keuangan para penderita
Thalassaemia major, Kementerian Kesehatan juga memberikan
2009 2010 2011
Alokasi Anggaran Jamkesmas 2009-2011.
Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota yang memiliki kemampuan sumber daya yang memadai telah mengembangkan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dengan peserta masyarakat miskin yang tidak dicakup oleh Jamkesmas. Tahun 2011 terdapat 335 kabupaten/kota atau 67,4% dari 497 kabupaten/ kota di Indonesia yang telah melaksanakan program Jamkesda.
Sampai akhir tahun 2011 empat provinsi telah mencapai Universal
Coverage, yaitu Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, dan Aceh. Dua provinsi yang cakupan jaminan kesehatannya besar adalah Kepulauan Riau (88,6%) dan Bangka Belitung (84,9%).
Peningkatan ketersediaan anggaran diikuti dengan peningkatan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan. Pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan telah mempersiapkan 9.133 Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar bagi peserta Jamkesmas dan pelayanan kesehatan rujukan di 1.078 Fasilitas Kesehatan (Faskes) sebagian besar adalah rumah sakit.
Dalam rangka menghadapi Universal Coverage, Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan 200 rumah sakit swasta untuk pelayanan Jamkesmas. Langkah ini kiranya bisa diikuti oleh provinsi yang lain.
Diagram 8
Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rujukan Jamkesmas. Swasta Pemerintah Total Faskes