• Tidak ada hasil yang ditemukan

S JKR 1005562 Chapter 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S JKR 1005562 Chapter 2"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Hakikat Pendidikan Jasmani a. Pengertian Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani yang

bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan aspek kognitif, afektif dan

psikomotor dalam mencapai tujuan pendidikan. Mengenai hal ini menurut

Mahendra (2008:15) menjelaskan bahwa “Pendidikan jasmani adalah proses

pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga untuk mencapai

tujuan pendidikan.” Lebih lanjut menurut Abduljabar (2008:27) menjelaskan

bahwa pendidikan jasmani adalah “Proses pendidikan yang memiliki tujuan untuk

mengembangkan penampilan manusia melalui media aktivitas jasmani yang

terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan.”

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa pendidikan

jasmani merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani untuk mencapai tujuan

pendidikan.

Meskipun pendidikan jasmani itu merupakan proses pendidikan melalui

aktivitas jasmani dan olahraga, namun tujuan yang hendak dicapai oleh

pendidikan Jasmani bukan hanya aspek fisik, tapi bersifat pedagogis proporsional.

Artinya nilai-nilai pendidikan yang terkait dengan aspek intelektual, moral, sikap,

keterampilan fisik dan kebugaran jasmani, serta estetika dikembangkan secara

selaras, seimbang dan serasi.

b. Tujuan Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan sebuah pendidikan yang sangat unik

karena menekankan pada tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.

(2)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pelajaran lain yang hanya menekankan pada aspek kognitif dan afektif.

Psikomotor disinilah peran penting pendidikan jasmani di dalamnya, melibatkan

berbagai unsur gerak. Dengan demikian abduljabar (2009:7) menyatakan bahwa

“pendidikan jasmani memusatkan diri pada semua bentuk kegiatan aktivitas jasmani yang mengaktifkan otot-otot besar (gross motorik), memusatkan diri pada

gerak fisik dalam permainan, olahraga, dan fungsi dasar tubuh manusia.”

Pendidikan Jasmani mempunyai tujuan yang sangat besar terhadap

pertumbuhan dan perkembanagan siswa. Seperti yang dijelaskan oleh Samsudin

(2008:3) tujuan pendidikan jasmani adalah sebagai berikut:

a. Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani.

b. Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial, dan toleransi.

c. Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis melalui tugas pembelajaran pendidikan jasmani.

d. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis melalui aktivitas jasmani. e. Mengembangkan ketrampilan gerak dan ketrampilan teknik.

f. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat.

g. Mengembangkan ketrampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain.

h. Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat. i. Mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat

rekreatif.

Sedangkan menurut Mahendra (2009:10) mengemukakan bahwa tujuan

pendidikan jasmani adalah:

(3)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk menguasai keterampilan gerak dasar yang akan mendorong partisipasinya dalam aneka aktivitas jasmani.

c. Mendapatkan dan mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang optimal untuk melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dan terkendali.

d. Mengembangkan nilai-nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas jasmani baik secara kelompok maupun perorangan.

e. Berpartisipasi dalam aktivitas jasmani yang dapat mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang.

f. Menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktivitas jasmani, termasuk permainan olahraga.

Salah satu prinsip penting dalam Pendidikan Jasmani adalah partisipasi

siswa secara penuh dan merata. Oleh karena itu guru Pendidikan Jasmani harus

memperhatikan kepentingan setiap siswa. Siswa didorong untuk mendapatkan

pengalaman belajar berupa pengantar yang merujuk pada komponen antisipasi.

Dalam memulai pelajaran, guru mempersiapkan siswa dengan merangsang minat

mereka pada pelajaran tersebut. Dalam mempersiapkan siswa, seorang guru harus

menyampaikan apa yang akan dipelajari dan hubungannya dengan pelajaran

sebelumnya dan aktivitas saat ini atau yang akan datang.

c. Fungsi Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani menurut fungsinya memiliki beberapa aspek, seperti

yang diungkapkan oleh http://pojokpenjas.blogspot.com/2007/12, sebagai berikut:

1. Aspek organik

a. Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat

memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan

untuk pengembangan keterampilan

b. Meningkatkan kekuatan yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan

(4)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. Meningkatkan daya tahan yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk

menahan kerja dalam waktu yang lama

d. Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk

melakukan aktivitas yang berat secara terus menerus dalam waktu relatif

lama

e. Meningkatkan fleksibelitas, yaitu; rentang gerak dalam persendian yang

diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi

cidera.

2. Aspek neuromuskuler

a. meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot

b. mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti; berjalan, berlari,

melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong,

menderap/mencongklang, bergulir, dan menarik

c. mengembangkan keterampilan non-lokomotor, seperti; mengayun,

melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung,

membongkok

d. mengembangkan keterampilan dasar manipulatif, seperti; memukul,

menendang, menangkap, berhenti, melempar, mengubah arah,

memantulkan, bergulir, memvoli

e. mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti; ketepatan, irama, rasa gerak,

power, waktu reaksi, kelincahan

f. mengembangkan keterampilan olahraga, seperti; sepak bola, soft ball, bola

voli, bola basket, baseball, atletik, tenis, beladiri dan lain sebagainya

g. mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti, menjelajah, mendaki,

berkemah, berenang dan lainnya.

3. Aspek perseptual

a. mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat

b. mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat atau

ruang, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada di: depan, belakang,

(5)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. mengembangkan koordinasi gerak visual, yaitu; kemampuan

mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak yang melibatkan

tangan, tubuh, dan atau kaki

d. mengembangkan keseimbangan tubuh (statis, dinamis), yaitu; kemampuan

mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis

e. mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu; konsistensi dalam

menggunakan tangan atau kaki kanan/kiri dalam melempar atau menendang

f. mengembangkan lateralitas (laterality), yaitu; kemampuan membedakan

antara sisi kanan atau sisi kiri tubuh dan diantara bagian dalam kanan atau

kiri tubuhnya sendiri

g. mengembangkan image tubuh (body image), yaitu kesadaran bagian tubuh

atau seluruh tubuh dan hubungannya dengan tempat atau ruang.

4. Aspek kognitif

a. mengembangkan kemampuan menggali, menemukan sesuatu, memahami,

memperoleh pengetahuan dan membuat keputusan

b. meningkatkan pengetahuan peraturan permainan, keselamatan, dan etika

c. mengembangkan kemampuan penggunaan strategi dan teknik yang terlibat

dalam aktivitas yang terorganisasi

d. meningkatkan pengetahuan bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya

dengan aktivitas jasmani

e. menghargai kinerja tubuh; penggunaan pertimbangan yang berhubungan

dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan

dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya

f. meningkatkan pemahaman tentang memecahkan problem-problem

perkembangan melalui gerakan.

5. Aspek sosial

a. menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan dimana berada

b. mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam

situasi kelompok

(6)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

d. mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi ide dalam

kelompok

e. mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai

anggota masyarakat

f. mengembangkan rasa memiliki dan rasa diterima di masyarakat

g. mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang positif

h. belajar menggunakan waktu luang yang konstruktif

i. mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik.

6. Aspek emosional

a. mengembangkan respon yang sehat terhadap aktivitas jasmani

b. mengembangkan reaksi yang positif sebagai penonton

c. melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat

d. memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreativitas

menghargai pengalaman estetika dari berbagai aktivitas yang relevan

d. Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani

Dalam perkembangannya pendidikan jasmani memiliki ruang lingkup

pengajaran, hal ini dikemukakan oleh Damiri (1994:3), sebagai berikut:

(7)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan pada pemahaman di atas, maka dapat dikatakan bahwa

pendidikan jasmani pada dasarnya memiliki ruang lingkup yang digunakan

sebagai pengembangan keterampilan fisik peserta didik, disamping itu pula dapat

berfungsi sebagai saran dalam pengembangan pengetahuan, pengertian akan

pentingnya kebugaran jasmani, memupuk rasa tanggung jawab, kerja sama,

sportif dan percaya diri pada diri peserta didik. Sehingga dengan demikian

diharapkan seluruh rangkaian tugas yang dihadapi peserta didik dalam proses

belajar mengajar dapat dilaksanakan dengan baik. Lebih jelasnya proses

pendidikan jasmani dapat memberikan perkembangan pada tingkat kognitif,

afektif, serta psikomotor peserta didik.

Berdasarkan pada pemahaman di atas, maka dapat dikatakan bahwa ruang

lingkup dari pendidikan jasmani adalah untuk meningkatkan perkembangan serta

pertumbuhan jasmani anak, menyalurkan bakat serta hasrat yang sesuai dengan

kemampuan anak, membina prilaku anak, serta membentuk prilaku disiplin,

positif serta teratur dalam segala aktivitas.

2. Partisipasi

a. Pengertian Partisipasi

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, menurut Dwiningrum (2011:50)

“Partisipasi adalah perihal turut berperan serta suatu kegiatan atau keikutsertaan

atau peran serta.”

Definisi Partisipasi yang diungkap Poerbakawatja (1981:251) adalah:

“sebagai gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam perencanaan serta pelaksanaan dari segala yang berpusat pada kepentingan dan juga ikut memikul

tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya”.

Partisipasi sebagaimana telah diungkapkan oleh Tilaar, (2009:287) adalah

sebagai “wujud dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses

desentralisasi dan diperlukan perencanaan dari bawah dengan mengikutsertakan

(8)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Partisipasi menurut Huneryear dan Hecman dalam Dwiningrum, (2011:50)

adalah keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang

mendorongnya memberi sumbangan terhadap tujuan kelompok serta membagi

tanggung jawab bersama mereka.

Menurut Almond dalam Syamsi (tersedia dalam:

http://newjoesafirablog.blogspot.com), partisipasi didefinisikan “sebagai orang

-orang yang orientasinya justru pada penyusunan dan pemrosesan input serta

melibatkan diri dalam artikulasi dari tuntutan-tuntutan kebutuhan dan dalam

pembuatan keputusan”. Jnanabrota Bhattacharyya dalam Ndraha (tersedia dalam:

http://newjoesafirablog.blogspot.com) mengartikan “partisipasi sebagai

pengambilan bagian dalam kegiatan bersama”.

Jadi dari beberapa pengertian yang telah di uraikan, maka dapat ditarik

kesimpulan partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan

dalam suatu perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut memikul

tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya.

Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental

serta penentuan kebijaksanaan.

b. Faktor Faktor Penyebab Partisipasi

Menurut Uno (2012:198), faktor-faktor penyebab partisipasi siswa

dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu :

a) Aspek fisiologis

Kondisi kesehatan tubuh secara umum memengaruhi semangat dan

konsentrasi belajar siswa dalam mengikuti pelajaran. Selain kebugaran tubuh,

kondisi organ-organ tubuh lainnya perlu mendapat perhatian, karena tingkat

kesehatan indera pendengaran dan penglihatan sangat mempengaruhi kemampuan

siswa dalam menyerap informasi.

b) Aspek psikologis

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas

(9)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1) Tingkat kecerdasan atau intelegensi siswa

2) Sikap siswa

3) Bakat siswa

Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi partisipasi masyarakat yang

dikemukakan oleh Angell (dalam: http://id.wikipedia.org/wiki/Partisipasi) bahwa

“Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, diantaranya adalah pendidikan, usia, jenis kelamin, lamanya

tinggal, pekerjaan dan penghasilan”.

1) Pendidikan

Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.

Pendidikan dianggap dapat memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap

lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan

seluruh masyarakat.

2) Usia

Faktor usia merupakan faktor yang memengaruhi sikap seseorang terhadap

kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia

menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat

yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka

yang dari kelompok usia lainnya.

3) Jenis kelamin

Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan

bahwa pada dasarnya tempat perempuan[ adalah “di dapur” yang berarti bahwa

dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus

rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah

bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang

semakin baik.

(10)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang

akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan

penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong

seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.

Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung

oleh suasana yang mapan perekonomian.

5) Lamanya tinggal

Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya

berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi

seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa

memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang

besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.

Selain faktor-faktor yang telah dikemukakan sebelumnya, terdapat pula

faktor lain yang mempengaruhi derajat partisipasi, antara lain pendidikan,

penghasilan dan pekerjaan anggota masyarakat dalam hal ini orang tua siswa.

Tingkat pendidikan orang tua siswa memiliki hubungan yang positif terhadap

partisipasinya dalam membantu pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan.

Menurut Soemanto R B, dkk. Dalam Khikmawati (1997: 28) mengatakan

bahwa “mereka yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih tinggi derajat partisipasinya dalam pembangunan, hal mana karena dibawa oleh semakin

kesadarannya terhadap pembangunan”. Hal ini berarti semakin tinggi derajat partisipasi terhadap program pemerintah termasuk dalam penyelenggaraan

pendidikan.

Faktor penghasilan merupakan indikator status ekonomi seseorang, faktor

ini mempunyai kecenderungan bahwa seseorang dengan status ekonomi tinggi

pada umumnya status sosialnya tinggi pula. Dengan kondisi semacam ini

mempunyai peranan besar yang dimainkan dalam masyarakat dan ada

kecenderungan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan terutama gejala ini

(11)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kontribusi dalam kegiatan pembangunan ada kecenderungan lebih besar

kontribusi berupa tenaga

Faktor pendidikan juga berpengaruh pada prilaku seseorang dalam

menerima dan menolak suatu perubahan yang dirasakan baru. Masyarakat (orang

tua siswa) yang berpendidikan ada kecenderungan lebih mudah menerima inovasi

jika ditinjau dari segi kemudahan (eccessibility) atau dalam mendapatkan

informasi yang mempengaruhi sikapnya. Seseorang yang mempunyai derajat

pendidikan mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam menjangkau sumber

informasi. Oleh karena itu, orang yang mempunyai pendidikan kuat akan tertanam

rasa ingin tahu sehingga akan selalu berusaha untuk tahu tentang inovasi baru dari

pengalaman-pengalaman belajar selama hidup.

Dalam hubungannya partisipasi orang tua siswa dalam membantu

pengembangan proses pembelajaran pada tahapan pelaksanaan, faktor penghasilan

mempunyai peranan, karena untuk melaksanakan inovasi membutuhkan banyak

modal yang sifatnya lebih intensif.

c. Bentuk Bentuk Partisipasi

Bentuk partisipasi sebenarnya sangatlah beragam, tidak hanya para ahli

dari luar saja yang memaparkannya, banyak pula para ahli dari Indonesia yang

memaparkan bentuk partisipasi itu sendiri. Menurut Effendi yang dikutip oleh

Astuti (2011: 58), partisipasi terbagi atas:

1) Partisipasi Vertikal

Partisipasi vertikal terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan dimana masyarakat berada sebagai status bawahan, pengikut, atau klien.

2) Partisipasi horizontal

Partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya.

(12)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi fisik dan

partisipasi non fisik”. Berikut ini adalah pemaparan dari bentuk partisipasi tersebut:

1) Partisipasi fisik

Partisipasi fisik adalah partisipasi masyarakat (orang tua) dalam bentuk

menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan, seperti mendirikan dan

menyelenggarakan usaha sekolah.

2) Partisipasi non fisik

Partisipasi non fisik adalah partisipasi keikutsertaan masyarakat dalam

menentukan arah dan pendidikan nasional dan meratanya animo masyarakat untuk

menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan, sehingga pemerintah tidak ada

kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah.

3. Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas a. Sekolah Dasar

Jasmani merupakan ilmu berlandaskan pada raga dan jiwa bahkan jasmani

sangat berperan dalam kesehatan seseorang yang menjadikan tantangan di masa

depan semakin berat. Tantangan globalisasi mengharuskan setiap individu

bersaing lebih ketat. Oleh karena itu pembelajaran perlu menyiapkan siswanya

untuk mampu mengahadapi tantangan masa depan. Salah satu cara untuk

membantu siswa dalam membangun keterampilan dalam menghadapi tantangan di

masa depan yaitu memberikan pendidikan melalui pembelajaran jasmani.

Jasmani merupakan ilmu yang sistemastis, materi yang dipelajari akan

saling keterkaitan satu dengan yang lainnya. Materi pembelajaran Jasmani juga

dimulai dari yang hal lebih sederhana kepada hal yang lebih kompleks. Sehingga

siswa perlu membangun fondasi yang kuat agar ia mampu membangun kebugaran

mental dan fisik lebih jauh lagi. Pembelajaran jasmani di SD sebagai fondasi awal

(13)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan paling dasar, seperti yang

dijelaskan (Tersedia dalam: http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_dasar), “Sekolah

dasar (Elementary School) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di

Indonesia.” Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1

sampai kelas 6. Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia,

setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar,

yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau

sederajat) 3 tahun.

Kurikulum 2013 yang berlaku di sekolah dasar, terdiri dari beberapa mata

pelajaran diantaranya : Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam

(hanya kelas 4 s/d 6), Ilmu Pengetahuan Sosial (hanya kelas 4 s/d 6), Seni Budaya

dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.

Berkaitan dengan pembelajaran jasmani di Sekolah Dasar (SD), Guru

dapat menciptakan pembelajaran yang berkaitan dengan pengalaman siswa

sehingga pembelajaran jasmani menyediakan jalan yang terbuka luas bagi siswa

untuk berpendapat dan mengkritisi hal yang berkenaan dengan jasmani. Dengan

begitu siswa memiliki keterampilan-keterampilan yang akan berguna bagi

kehidupannya.

b. Sekolah Menengah Pertama

Sekolah menengah pertama merupakan jenjang pendidikan lanjutan

setelah sekolah dasar. Seperti yang dilansir (Tersedia dalam:

http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_menengah_pertam), “Sekolah menengah

pertama (junior high school) adalah jenjang pendidikan dasar pada pendidikan

formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat).” Sekolah

menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai

kelas 9. Pelajar sekolah menengah pertama umumnya berusia 13-15 tahun. Pada

tahun ajaran 1994/1995 hingga 2003/2004, sekolah ini pernah disebut sekolah

(14)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kurikulum 2013 yang berlaku di sekolah menengah pertama, terdiri dari

bebarapa mata pelajaran diantaranya : Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam,

Ilmu Pengetahuan Sosial, Bahasa Inggris, Seni Budaya dan Keterampilan,

Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Prakarya.

Masa usia sekolah menengah pertama dapat dikatakan sebagai masa usia

remaja awal yaitu antara usia 12 sampai 16 tahun, karena usianya baru belasan

tahun. Istilah adolecence atau remaja berasal dari kata latin yang berarti tumbuh

atau tumbuh menjadi dewasa, istilah adolecence mempunyai arti yang cukup luas

mencakup kematangan emosional, sosial dan fisik. Untuk itu dibawah akan di

bahas tentang hal tersebut.

Keadaan emosi secara tradisional masa remaja di anggap sebagai periode

badai dan tekanan, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat

dari perubahan fisik. Adapun meningginya emosi terutama karena anak laki-laki

dan perempuan berada di bawah tekanan- tekanan sosial dan menghadapi kondisi

yang baru, pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa

kanak-kanak, perbedaannya terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi. Anak

laki-laki sudah di katakan mencapai kematangan bila pada akhir remaja tidak

meledakkan emosinya di depan orang lain, petunjuk kematangan lain adalah

bahwa individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi

secara emosional. Bila remaja ingin mencapai kematangan emosionalnya ia juga

harus belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya.

Keadaan sosial salah satu tugas perkembangan remaja yang sulit adalah

yang berhubungan dengan penyesuaian sosial, remaja harus menyesuaikan diri

dengan lawan jenis diluar lingkungan keluarga, untuk mencapai pola sosialisasi

dewasa, remaja harus bayak membuat penyesusaian yang baru yang terpenting

dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan menigkatnya pengaruh kelompok

sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru,

nilai-nilai baru dalam dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai-niali baru dalam dukungan dan

(15)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pertumbuhan fisik pada awal remaja ini sebelum sempurna terdapat

pertumbuhan dan perkembangan internal yang lebih menonjol dari pada

perkembangan eksternal, dalam perkembangan fisik juga terdapat perbedaan

individu, meskipun anak laki-laki menilai pertumbuhan pertumbuhannya lebih

lambat dari pada anak perempuan, sehingga saat matang biasanya laki-laki lebih

tinggi dari pada perempuan, perbedaan individu dengan di pengaruhi oleh usia

kematangan, anak yang matangnya terlambat cenderung mempunyai bahu yang

lebar dari pada anak yang matangnya lebih awal, tungkai kaki anak yang

matangnya lebih awal cenderung pendek dan gemuk, tungkai kaki anak yang

matangnya terlambat cenderung ramping. Anak perempuan yang matangnya lebih

awal cenderung lebih berat, lebih gemuk, lebih tinggi di bandingkan dengan anak

perempuan yang matangnya terlambat ( Bimo Walgito, 1992 ).

c. Sekolah Menengah Atas

Sekolah menengah atas merupakan jenjang pendidikan setelah

menyelesaikan sekolah menengah pertama. Seperti yang dilansir (Tersedia dalam:

http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_menengah_atas), “Sekolah menengah atas

(Senior High School), adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan

formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat).”

Sekolah menengah atas ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10

sampai kelas 12.

Kurikulum 2013 yang berlaku di sekolah menengah atas terdiri dari

beberapa mata pelajaran diantaranya : Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Sejarah, Bahasa Inggris,

Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Prakarya,

Peminatan Akademik Kelompok Peminatan (Pilihan) Kelompok Alam :

Matematika, Fisika, Biologi, Kimia. Kelompok Sosial : Sejarah, Geografi,

Ekonomi, Sosiologi. Kelompok Bahasa dan Sastra :Bahasa Indonesia, Bahasa

Inggris, Bahasa Daerah (1 buah;sesuai dengan kebudayaan daerah), Bahasa Asing

(16)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada usia Sekolah Menengah Atas ini merupakan Fase remaja (12-19)

tahun ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu,

usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan

dengan motorik, baik halus maupun kasar yang diantaranya merupakan

gerakan-gerakan dasar fundamental.

Malina(1991), Deuer dan pangrazi (1986), serta kogan (1982) berpendapat

bahwa gerakan gerakan dasar fundamental dibagi atas:

1. Gerakan lokomotor

Gerakan lokomotor adalah gerakan yang menyebabkan terjadinya

perpindahan tempat atau keterampilan yang digunakan memindahkan tubuh dari

satu tempat ke tempat lainnya. Kedalam keterampilan ini termasuk gerakan

gerakan seperti berjalan, berlari, melompat, hop, , berderap, skip, slide, dan

sebagainya.

2. Gerakan Nonlokomotor

Sedangkan gerakan non lokomotor adalah gerakan yang tidak

menyebabkan pelakunya berpindah tempat, seperti menekuk, membengkokan

badan, membungkuk, menarik, mendorong, meregang, memutar, mengayun,

memilin, mengangkat, merentang, merendahkan tubuh, dll.

3. Gerakan Manipulatif

Kemudian gerakan manipulatif biasanya dilukiskan sebagai gerakan yang

mempermainkan obyek tertentu sebagai medianya, atau keterampilan yang

melibatkan kemampuan seseorang dalam menggunakan bagian-bagian tubuhnya

untuk memanipulasi benda di luar dirinya. Menurut Kogan (1982) keterampilan

ini perlu melibatkan koordinasi antara mata-tangan dan koordinasi mata-kaki,

misalnya menangkap, melempar, menendang, memukul dengan pemukul seperti

raket, tongkat, atau bat. Sebagian ahli memasukkan juga gerakan seperti mengetik

dan bermain piano sebagai gerakan manipulatif. Gerakan manipulatif ini

(17)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Gerakan prehension yaitu kombinasi dari beberapa refleks dan koordinasi dengan kemampuan pengamatan dengan kegiatan pengertian. Contoh bayi memegang suatu benda akibad adanya kerja sama antara refleks fleksi, menggenggam, dan refleks inhibiotory.

2. Gerakan dekteritas adalah kemampuan tangan dan jari-jari seperti menyusun dadu, menggambar, dan mempermainkan bola.

Berdasarkan uraian di atas dapat dsimpulkan bahwa anak tingkat sekolah

menengah atas yang termasuk fase remaja sudah bisa melakukan gerakan-gerakan

motorik dengan baik, baik itu motorik halus maupun kasar karena pada fase ini

pertumbuhan fisik serta perkembangan psikis anak beranjak matang sehingga

dengan begitu anak dapat mengkoordinasikan gerakan-gerakannya dengan sangat

baik.

4. Karakteristik Siswa SD, SMP dan SMA a. Karakteristik Siswa SD

Periode ini adalah masa perkembangan yang terentang dari usia sekitar 6

hingga 11 tahun. Masa ini sering juga disebut tahun-tahun sekolah dasar. Anak

pada masa ini sudah menguasai keterampilan dasar membaca, menulis dan

metematika.

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, Yusuf dan Sugandhi

(2012:59) memaparkan mengenai karakteristik perkembangan yang terjadi pada

masa anak usia sekolah, sebagai berikut :

1. Perkembangan Fisik-Motorik

Seiring dengan pertumbuhan fisiknya yang beranjak matang, maka

perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Yusuf dan

Sugandhi (2012:59) menjelaskan bahwa “Fase atau usia sekolah dasar (7-12

tahun) ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah.” Oleh karena itu

usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan

(18)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam perkembangan motorik anak, Yusuf dan Sugandhi (2012:60)

memaparkan perbedaan antara motorik halus dan motorik kasar sebagai berikut :

Tabel 2.1

Perkembangan Motorik Anak

Motorik Halus Motorik Kasar

1. Menulis

2. Menggambar atau melukis 3. Mengetik (komputer)

4. Merupa (seperti membuat kerajinan dari tanah liat)

5. Menjahit

6. Membuat kerajinan dari kertas

1. Baris berbaris

Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu

kelancaran proses belajar. Oleh karena itu, perkembangan motorik sangat

menunjang keberhasilan belajar peserta didik.

2. Perkembangan Intelektual

Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mereaksi rangsangan inteletual,

atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual

atau kempampuan kognitif (seperti membaca, menulis dan menghitung).

Dilihat dari aspek perkembangan kognitif, menurut piaget yang dikutip

oleh Yusuf dan Sugandhi (2012:61) menjelaskan bahwa :

Masa ini berada pada tahap operasi konkret, yang ditandai dengan kemampuan (1) mengklasifikasikan (mengelompokan) banda-benda berdasarkan ciri yang sama; (2) menyusun atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan; dan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.

Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar

diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau

daya nalarnya.

(19)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Menurut Yusuf

dan Sugandhi (2012:62) menjelaskan bahwa “Usia sekolah dasar merupakan masa

berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai pembendaharaan

kata (vocabulary).”

Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan

orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengar cerita yang bersifat kritis.

Pada masa ini tingkat berfikir anak sudah lebih maju.

4. Perkembangan Emosi

Pada usia sekolah (khususnya di kelas-kelas tinggi, kelas 4, 5 dan 6), anak

mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima, atau

tidak disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk

mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya.

Menurut Yusuf dan Sugandhi (2012:64) menjelaskan bahwa karakteristik

emosi anak terbagi menjadi dua, yaitu :

Tabel 2.2

Karakteristik Emosi Anak Karakteristik Emosi Yang Stabil

(sehat)

Karakteristik Emosi Yang Tidak Stabil (Tidak Sehat)

1. Menunjukan wajah yang ceria 2. Mau bergaul dengan teman secara

baik

3. Bergairah dalam belajar

4. Dapat berkonsentrasi dalam belajar 5. Bersikap respek (menghargai)

terhadap diri sendiri dan orng lain

Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam

hubungan atau interaksi sosial. Dapat juga di artikan sebagai proses belajar untuk

menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi, dan moral agama.

Menurut Yusuf dan Sugandhi (2012:66) menjelaskan bahwa

(20)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hubungan, disamping dengan para anggota keluarga, juga dengan teman sebaya

(peer group), sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas.”

Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri

(egosentris) kepada sikap bekerja sama atau sosiosentris (mau memerhatikan

kepentingan orang lain. Anak mulai berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman

sebaya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota

kelompok (gang), dan merasa tidak senang apabila tidak diterima oleh

kelompoknya.

b. Karakteristik Siswa SMP

Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi (dari masa anak ke masa

dewasa) yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat ( Pikunas

dalam Hartinah (2008:201).

Dilihat dari segi usia, siswa SMP termasuk fase atau masa remaja. Fase

remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan siswa. Menurut

konopka dalam Hartinah (2008:201) fase ini meliputi (1) remaja awal : 12-15

tahun, (2) remaja madya :15-18 tahun, (3) remaja akhir : 19-22 tahun. Jka dilihat

dari klasifikasi usia tersebut, maka siswa sekolah pertama termasuk ke dalam

kategori remaja awal.

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, Hartinah (2008:201)

memaparkan mengenai karakteristik aspek-aspek perkembangan yang terjadi pada

masa remaja, sebagai berikut :

1. Aspek Fisik

Secara fisik, masa remaja ditandai dengan matangnya organ-organ seksual.

Remaja pria mengalami pertumbuhan pada organ testis, penis, pembuluh mani

dan kelenjar prostat. Sementara remaja wanita ditandai dengan tumbuhnya rahim,

vagina dan ovarium. Matangnya organ-organ seksual ini memungkinkan remaja

wanita mengalami menarche (menstruasi/haid pertama).

(21)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Masa remaja sudah mencapai tahap perkembangan berfikir operasional

formal. Tahap ini ditandai dengan kemampuan berfikir abstrak (seperti

memecahkan persamaan aljabar), idelistik (seperti berfikir tentang ciri-ciri ideal

dirinya, orang lain dan masyarakat), dan logis (seperti menyusun rencana untuk

memecahkan masalah).

Pada masa ini terjadi reorganisasi lingkaran syaraf Lobe Frontal yang

berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi, yaitu kemampuan merumuskan

perencanaan dan pengambilan keputusan.

3. Aspek Emosi

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas. Pertumbuhan organ-organ

seksual mempengaruhi emosi atau perasaan-perasaan baru yang belum dialami

sebelumnya, seperti : rasa cinta, rindu dan keinginan untuk berkenalan lebih intim

dengan lawan jenis. Pada usia remaja awal (SMP), perkembangan emosinya

menunjukan sifat yang sensitif dan reaktif (kritis) yang sangat kuat terhadap

berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya sering bersifat negatif dan

tempramental. Kondisi ini terjadi, terutama apabila remaja itu hidup di lingkungan

(terutama keluarga) yang tidak harmonis.

4. Apek Sosial

Pada masa ini perkembangan social cognition, yaitu kemampuan

memahami orang lain. Kemampuan ini mendorong remaja untuk menjalin

hubungan sosial dengan teman sebaya. Masa ini juga ditandai dengan

berkembangnya sikap conformity (konformitas), yaitu kecenderungan untuk

meniru, mengikuti, opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan

orang lain. Perkembangan konformitas ini dapat berdampak positif atau negatif

bagi remaja sendiri, tergantung kepada siapa atau kelompok mana dia melakukan

konformitas.

5. Aspek Kepribadian

Masa remaja merupakan saat berkembangnya self-identity (kesadaran akan

identitas atau jati dirinya). Remaja dihadapkan kepada berbagai pertanyaan : “who

(22)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(masa depan); apa peran saya? (kehidupan sosial); dan mengapa saya harus

beragama? (kehidupan beragama). Apabila remaja berhasil memahami dirinya,

peran-peranya dalam kehidupan sosial, dan memahami makna hidup beragama,

maka dia akan menemukan jati diriya, dalam arti dia akan memiliki kepribadian

yang sehat. Sebaliknya apabila dia gagal, maka dia akan mengalami kebingungan

atau kekacauan, sehingga dia cenderung memiliki kepribadian yang tidak sehat.

c. Karakteristik Siswa SMA

Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi (dari masa anak ke masa

dewasa) yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat ( Pikunas

dalam Hartinah (2008:201).

Masa remaja disebut juga adolescence, yang dalam bahasa latin baerasal

dari kata adolescere, yang berarti “to grow into adulthood”. Adolesen merupakan

periode transisi dari masa anak ke masa dewasa, dalam mana terjadi perubahan

dalam aspek biologis, psikologis dan sosial. Menurut laurence steinberg yang

dikutip oleh Yusuf dan Sugandhi (2012:78) menjelaskan bahwa ada tiga

perubahan fundamental pada masa remaja, yaitu sebagai berikut :

1. Biologis, seperti mulai matangnya alat reproduksi, tumbuhnya buah dada pada anak wanita, dan tumbuhnya kumis pada anak pria.

2. Kognisi, yaitu kemampuan untuk memikirkan konsep-konsep yang abstrak (seperti persaudaraan, demokrasi dan moal), dan mampu berpikir hipotesis ( mampu memikirkan hal-hal yang mungkin terjadi berdasarkan pengalamannya).

3. Sosial, yaitu perubahan dalam status sosial yang memungkinkan remaja (khusunya remaja akhir) masuk ke peranan atau aktivitas-aktivitas baru, seperti bekerja, atau menikah.

Pada usia Sekolah Menengah Atas ini merupakan termasuk Fase remaja

madya (12-19) tahun ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah.

Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan

yang berkaitan dengan motorik, baik halus maupun kasar yang diantaranya

(23)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Secara umum karakteristik usia sekolah menengah atas tidak jauh berbeda

dengan masa usia sekolah menengah pertama. Masa usia remaja madya ini

kelanjutan dari masa remaja awal.

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran dibutuhkan sebagai acuan atau pegangan penulis

dalam proses penelitian, dan dijadikan anggapan dasar yang merupakan suatu titik

tolak pendapat dalam melihat suatu bahasa dengan menelusuri gejala yang akan

diamati sebagai titik tolak dari proses yang akan dilakukan dalam penelitian yang

berdasarkan kebenaran yang telah diyakini oleh para peneliti.

Dalam upaya pencapaian pembelajaran yang maksimal, dibutuhkan

beberapa faktor pendukung, diantaranya adalah fasilitas dan perlengkapan yang

memadai serta tenaga pengajar yang profesional. Proses pembelajaran bukan

hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja yang harus di perhatikan, tetapi ada

banyak hal lain yang harus di perhatikan, salah satunya adalah tingkat partisipasi

siswa dalam pembelajaran. Apakah termasuk tinggi, sedang atau rendah.

Setiap jenjang pendidikan sekolah memiliki tingkatan partisipasi yang

berbeda-beda, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama hingga

sekolah menengah atas. Seperti yang diketahui ketika individu memasuki

tingkatan jenjang pendidikan yang lebih tinggi maka secara alamiah perubahan

akan terjadi dalam diri individu tersebut, bisa dikarenakan faktor lingkungan,

faktor psikologis maupun faktor pendidikan. Berkaitan dengan pembelajaran

pendidikan jasmani, faktor tersebut dapat mempengaruhi tingkat keikutsertaan

atau partisipasi siswa dalam pembelajaran. Terlebih lagi perbedaan psikologis

antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan akan terlihat berbeda tatkala saat

mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani disekolah. Siswa laki-laki cenderung

tetap terkadang meningkat dalam keikutsertaan atau partisipasi dan ketertarikan

terhadap pembelajaran pendidikan jasmani disekolah dalam setiap tingkat jenjang

(24)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menurun keikutsertaan atau partisipasinya dalam pembelajaran pendidikan

jasmani di setiap tingkat jenjang pendidikannya.

Berdasarkan penjelasan dan uraian di atas penulis beranggapan bahwa

tingkat partisipasi siswa putri cenderung menurun dalam pembelajaran pendidikan

jasmani di setiap tingkat jenjang pendidikannya.

C. HIPOTESIS

Hipotesis merupakan anggapan dasar seorang peneliti untuk mencari

jawaban atas permasalahan penelitiannya tersebut. Hipotesis ini tentu saja masih

memerlukan suatu pembuktian akan kebenaranya dari sebuah hipotesis, dengan

didukung oleh bukti-bukti.

Berdasarkan dari masalah yang telah diuraikan maka terdapatlah beberapa

hipotesis:

1. Siswa putri Sekolah Dasar memiliki tingkat partisipasi yang tergolong tinggi

terhadap pembelajaran pendidikan jasmani.

2. Siswa putri Sekolah Menengah Pertama memiliki tingkat partisipasi yang

tergolong sedang terhadap pembelajaran pendidikan jasmani.

3. Siswa putri Sekolah Menengah Atas memiliki tingkat partisipasi yang

tergolong rendah terhadap pembelajaran pendidikan jasmani.

4. Terdapat perbedaan tingkat partisipasi siswa putri pada pembelajaran

pendidikan jasmani di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PEND EKATAN SAINTIFIK TERHAD AP KONSENTRASI D AN KEBUGARAN JASMANI PADA PEMBELAJARAN PENJAS D I SD N PAD ASUKA MAND IRI 1 KOTA CIMAHI. Universitas Pendidikan Indonesia

Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Cagar Alam Pulau Dua Di Kelurahan Sawah LuhurA. Kecamatan Kasemen

Atas dasar latar belakang, identifikasi serta rumusan masalah yang telah di uraikan, maka penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan partisipasi

Perbandingan Senam Poco-Poco D engan Line D ance Terhadap Kebugaran Jasmani Siswa Sekolah Menengah PertamaC. (Studi Eksperimen Terhadap Siswa di SMP Negeri

Perbandingan Senam Poco-Poco D engan Line D ance Terhadap Kebugaran Jasmani Siswa Sekolah Menengah Pertama.. (Studi Eksperimen Terhadap Siswa di SMP Negeri

Kemampuan kognitif berdasarkan pendidikan yaitu kemampuan wanita lanjut usia yang mempunyai pendidikan SD, SMP, SMA dan D-II dalam mengulang angka-angka yang diukur menggunakan

PENGARUH SELF REGULATED LEARNING TERHAD AP D ISIPLIN SISWA D ALAM PEMBELAJARAN PEND ID IKAN JASMANI D I SMA ALFACENTAURI BAND UNG.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi guru pendidikan jasmani terhadap Elemen Perubahan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran pendidikan jasmani di SMA Negeri se-Kabupaten