57
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
SINOPSIS
Di zaman dahulu ada seorang lelaki jujur dan tulus, dia dikaruniai
seorang anak lelaki cerdas dan fasih berbicara, dia sangat menikmati dan
mensyukuri anugrah ini. Di waktu senggang lelaki itu sering duduk bersama
dengan anaknya. Mereka berbincang-bincang seperti dua sahabat karib,
sama-sama paham dan nyambung dengan apa yang dibicarakan. Seakan-akan tidak
ada perbedaan usia antara ayah dan anak. Perbedaan usia antara keduanya
bagai tirai sutra yang fatamorgana. Mereka berdua pintar, saling memahami,
keduanya punya pandangan ilmiah dan pandangan yang bodoh tentang
hakikat wujud dan esensi sesuatu.
Sang anak bercerita kepada ayahnya tentang Tuhan; kemudian dia
bertanya, apakah saya bisa melihat Allah wahai ayah, perlihatkanlah Allah
kepada saya. Merasa tidak mendapat apa-apa dari mereka, dia pergi putus asa.
Dia berjalan menyesuri jalanan, bersedih dan bertanya pada diri sendiri
‟‟akankah pulang dengan tangan hampa ?‟‟ sampai akhirnya bertemu dengan
seorang kakek. Kakek itu berkata padanya, memberinya saran.
Kemudian dia menyampaikan maksudnya untuk meminta tolong
kepada Zuhud agar dapat memperlihatkan Tuhan kepadanya. Zuhud
mengatakan bahwa Tuhan tidak apat dilihat mata kepala atau panca indra
(secara langsung).
Kata laki-laki (sang ayah) meminta kepada zuhud (sang kakek) untuk
memohonkan kepada Tuhan untuk memberi sebagian cinta-Nya kepada sang
ayah, dia (sang ayah) meminta cinta-Nya yang banyak namun menurut zuhud
(sang kakek) dia hanya manusia tidak akan sanggup menerim cinta-Nya Allah
walaupun sebiji sawi (sebiji atom) , dia (sang kakek) hanya bias mendoakan
agar laki-laki (sang ayah) itu diberi separuh biji atom dari cinta-Nya Allah
kepadanya.
59
dalam perjalanan dia bertemu dengan sekelompok penggembala, sekelompok
penggembala itu bercerita kepada mereka bahwa lelaki yang mereka cari
tampak seperti orang gila dan pergi menuju sebuah gunung. Kemudian
sekelompok penggembala itu mengantar mereka ke gunung itu. Akhirnya
mereka menemukan dia berdiri di padang pasir sedang memandangi langit.
Mereka mengucapkan salam kepadanya, dia tidak menjawab. Sang kakek
mendekatinya. “Ingat aku? Aku yang kamu temui waktu itu….” Lelaki itu sama sekali tidak bergerak. Anaknya menghampirinya dengan perasaan
cemas, kemudian bertanya dengan nada pelan dan penuh kasih sayang.
“Ayah tidak mengenaliku?” Dia masih saja diam. Keluarganya berteriak memanggil-manggil dia, mencoba menyadarkanya. Namun sang zahud
menggeleng-gelengkan kepala putus asa seraya bilang pada mereka:
Percuma berteriak! Bagaimana mungkin orang yang dihatinya
terdapat cinta Tuhan seberat separuh biji atom, bisa mendengar ucapan
manusia?! Demi Tuhan, walau pun kalian memotong-motong tubuhnya
dengan gergaji, dia tidak akan tahu. Anaknya berteriak, “ini salahku! Aku yang memintanya untuk melihat Tuhan. Sang kakek menoleh ke arahnya dan
berkata seakan-akan bicara kepada diri sendiri:
Kamu lihat? Separuh biji atom dari nur Tuhan cukup untuk menghancurkan
struktur tubuh manusia dan merusak jaringan saraf otak!
Kesimpulan cerita ini mengisahkan bahwa cita-cita seorang anak
untuk melihat Tuhan-Nya membuat dia menyerah, karena hal itu penyebab
perpisahannya dengan sang ayah.
GLOSARIUM
/ al-masyahada 'ijtima‟ī/ : Latar sosial
ا إ ش
/ 'isyatadda al-'ikhtilāfiyatu : Rising action/ al-masyahadatu zamaniyati/ : latar waktu
/al-masyahadatu makāniyati/ : Latar tempat
أ
/al-musyahadatu ijtima‟iyati/ : latar sosial/al-mauḍū‟u/ : Tema
61
/ Al-waṣayā/ : Wasiyat
أ
أ
/al-uslūb al-'adabī/ : Gaya bahasaا
أ
/
Al-amsālu/ : PerumpamaanGLOSARIUM
Abstrak : Tidak berwujud ; tidak berbentuk
Alur : Rangkaian peristiwa yang direka dan dijalani dengan
seksama dan menggerakkan jalan cerita melalui
kerumitan kearah klimaks penyesaian
Dimensi : Ukuran
Definisi : Kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan proses
atau aktivitas
Ekstrinsik : Unsur yang berada dari luar
Etimologi : Cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata serta
perubahan dalam bentuk makna Imajinasi : Khayalan
Instrinsik : Unsur yang bearada dari luar
Khutbah : Seni berbicara
Kisah : Cerita atau suatu hal yang dibicarakan
Metode :Cara kerja untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang ditentukan
Novel :Prosa yang panjang yang mengandung cerita kehidupan
seseorang
Refrensi : Sumber acuan (rujukan, petunjuk)
Terminologi : Peristilahan; definisi istilah
Tersirat : Tersembunyi atau tidak langsung
Tersurat : Nyata atau secara langsung
UNESCO : (United Nations Educational Scientific and Cultural
Organization) badan PBB khusus pada pengembangan ilmu
63
65
67
LAMPIRAN 3
Perlihatkanlah Tuhan Kepadaku
Di zaman dahulu ada seorang lelaki jujur dan tulus. Dia dikaruniai
seorang anak lelaki cerdas dan fasih berbicara, dia sangat menikmati dan
mensyukuri anugrah ini. Di waktu senggang lelaki itu duduk bersama dengan
anaknya. Mereka berbincang-bincang sepert dua sahabat karib, sama-sama
paham dan nyambung dengan apa yang dibicarakan. Seakan-akan tidak ada
perbedaan usia antara ayah dan anak.
Perbedaan usia antara keduanya bagai tirai sutra yang fatamorgana.
Mereka berdua pintar, saling memahami, keduanya punya pandangan ilmiah
dan pandangan yang bodoh tentang hakikat wujud dan esiensi sesuatu namun
sama-sama tidak mengerti hakikat wujud dan esensi sesuatu.
Pada suatu hari lelaki itu memandangi anaknya.“Kamu adalah anugrah Tuhan, anakku! Puji syukur Tuhan!”
Kemudian anaknya berkata, “Ayah sering kali berbicara tentang Tuhan. Perlihatkan Tuhan kepadaku, ayah!”
“Apa yang kamu bilang, anakku?!” Ucap lelaki itu terperangah dan bingung. Ini permintaan aneh yang dia pun tidak tahu bagaimana memenuhinya. Dia
diam dan berpikir cukup lama. Kemudian berbicara kembali dengan anaknya.
“Kamu ingin aku memperlihatkan Tuhan kepadamu? “Iya, ayah.. Perlihatkan Tuhan kepadaku!”
69
“Bagaimana kalau aku meminta ayah untuk melihat-Nya… Kemudian memperlihatkan-Nya kepadaku?”
“Akan akulakukan, anakku… Akan akulakukan.”
Lelaki itu berdiri, saat itu juga pergi keliling kota. Dia meminta orang-orang
untuk memperlihatkan Tuhan kepada, mereka justru memakinya. Mereka
adalah orang-orang yang melalaikan Tuhan dan lebih mementingkan perkara
dunia. Kemudian lelaki itu mendatangi para pemuka agama dan
menyampaikan keinginannya, mereka justru mendebat dia dengan dalil-dalil
dari kitab suci. Merasa tidak mendapat apa-apa dari mereka, dia pergi putus
asa.
Dia berjalan menyusuri jalanan, bersedih dan bertanya-tanya pada diri
sendiri: “akankah pulang dengan tangan hampa?” Sampai akhirnya bertemu dengan seorang kakek. Kakek itu berkata padanya, memberinya saran.
“Pergilah ke pinggiran kota! Temui seorang zuhud uzur! Doanya selalu dikabulkan oleh Tuhan. Barang kali dia bias menolongmu.”
Lelaki itu segera menemui sang zahud.
“Aku datang padamu karena sesuatu hal, aku berharap tidak pulang dengan kegagalan…”
Sang zuhud mengangkat kepalanya, berkata dengan nada lembut dan serius.
“Sampaikankeinginanmu!”
“Aku ingin engkau memperlihatkan Tuhan kepadaku.”
Sang zuhud termenung sambil mengelus-elus jenggotnya yang putih.
“Kamu sadar dengan apa yang kamu katakan?”
“Ya, aku ingin engkau memperlihatkan Tuhan kepadaku.”
Kemudian sang zuhud melanjutkan perkataannya dengan nada lembut dan
serius.
“Hei! Tuhan tidak bias dilihat dengan mata kita, juga tidak bisa dirasakan keberadaan-Nya dengan organ perasa di tubuh kita. Apa bisa kamu mengukur
kedalaman laut dengan menggunakan jari seperti kamu mengukur kedalaman
cangkir?
“Lantas bagaimana agar aku bisa melihat-Nya?”
“Jika Dia hadir di dalam jiwamu…”
“Kapan Dia bias hadir di dalam jiwaku?”
“Ketika kamu memperoleh cinta-Nya…”
Lelaki itu bersujud dan membentur-benturkan dahi ketanah. Kemudian meraih
tangan sang zuhud dan memohon kepadanya.
“Wahai zuhud yang soleh, mohonkan pada Tuhan agar memberikan sebagian cinta-Nya kepadaku!”
Sang zuhud menarik tangannya.
“Jangan serakah.Minta yang paling sedikit!”
“Kalau begitu aku minta sedirham dari cinta-Nya…”
“Tamak sekali kamu!Itu banyak!”
“Seperempat dirham?”
“Janganserakah… Janganserakah…” “Kalau begitu, sebiji atom dari cinta-Nya..”
“Kamu tidak akan sanggup menerimanya walau pun hanya sebiji atom.”
71
“Barangkalibisa…”
Sang zuhud mendongak keatas, wajahnya menghadap langit, berdoa.
“Tuhan… Berilah dia separuh biji atom dari cinta-Mu!”
Setelah itu lelaki itu berdiri dan pergi. Beberapa hari kemudian
keluarga, anak dan beberapa sahabatnya mendatangi sang zuhud. Mereka
memberitahu sang zahud bahwa dia belum juga kembali sejak kepergiannya
tempo hari, dia menghilang dan tidak ada satu pun yang tahu di mana
keberadaanya. Sang zuhud gelisah. Kemudian bergegas mencarinya bersama
mereka. Di dalam perjalanan bertemu sekelompok penggembala. Sekelompok
penggembala itu bercerita kepada mereka bahwa lelaki yang mereka cari
tampak gila dan pergi menuju sebuah gunung.
Kemudian sekelompok penggembala itu mengantar mereka ke tempat
lelaki itu. Akhirnya mereka menemukan dia berdiri di padang pasir sedang
memandangi langit. Mereka mengucapkan salam kepadanya, dia tidak
menjawab. Sang zuhud mendekatinya.
“Ingataku?Aku yang kamu temui waktu itu….” Lelaki itu sama sekali tidak bergerak. Anaknya menghampirinya dengan perasaan cemas, kemudian
bertanya dengan nada pelan dan penuh kasih sayang.“Ayah tidak
mengenaliku?”
Dia masih saja diam. Keluarganya berteriak memanggil-manggil dia,
mencoba menyadarkanya. Namun sang zuhud menggeleng-gelengkan kepala
putus asa seraya bilang pada mereka:
“Percuma berteriak! Bagaiman mungkin orang yang dihatinya terdapat cinta Tuhan seberat separuh biji atom, bias mendengar ucapan manusia?! Demi
Tuhan, walau pun kalian memotong-motong tubuhnya dengan gergaji, dia
tidak akan tahu.”
Anaknya berteriak, “ini salahku!Aku yang memintanya untuk melihat
Tuhan.”
Sang zuhud menoleh kearahnya dan berkata seakan-akan bicara
kepada diri sendiri:“Kamulihat? Separuh biji atom dari nur Tuhan cukup untuk menghancurkan struktur tubuh manusia dan merusak jaringan saraf