• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIAYA MAKAN DAN NILAI GIZI YANG TERBUANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BIAYA MAKAN DAN NILAI GIZI YANG TERBUANG"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BIAYA MAKAN DAN NILAI GIZI YANG TERBUANG AKIBAT SISA MAKANAN

(FOOD WASTE) PASIEN DI RUMAH SAKIT AA DI KOTA MALANG

Oleh : 1) Melinda Anevi*) 2) Bachyar Bakri**)

*) Alumni Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang **) Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

ABSTRAK

Keberhasilan penyelenggaraan makanan di RS salah satunya dapat dikaitkan dengan sisa makanan. Apabila sisa makanan tinggi maka biaya makan yang terbuang juga tinggi mengingat makanan mempunyai nilai 20% - 40% dari anggaran rumah sakit (DepKes, 1991). Rumah sakit AA Malang merupakan rumah sakit tipe C nonpemerintah dengan rata-rata penyajian makanan lunak sebanyak 90 porsi/hari dan sisa makanan lunak masih >20%, serta belum pernah dilakukan penelitian tentang sisa makanan (food Waste) yang dikonversi ke dalam satuan rupiah dan kandungan energi serta zat gizi makro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya makan dan nilai gizi yang terbuang akibat sisa makanan (food waste) lunak di RS AA Malang.

Jenis penelitian ini adalah observational dengan desain Cross Sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pencatatan dari buku status pasien, pengisian formulir-formulir serta penimbangan porsi penyajian dan sisa makanan lunak. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Software CD Menu dan Microsoft Excel.

Sebagian besar pasien (47%) berusia 46-65 tahun, berjenis kelamin perempuan (56,7%), bekerja sebagai sopir, pedagang, tani, dan SPG (23,3%), didiagnosa penyakit dalam (43,3%), dan dirawat di kelas perawatan IIIC (70%). Rata-rata porsi penyajian dibandingkan dengan standar makanan lunak rumah sakit yaitu nasi tim 120%, bubur nasi 133%, lauk hewani 80%, lauk nabati 80%, sayur 35%, dan buah 100%. Rata-rata biaya makan yang disajikan adalah Rp 25.553,6/orang/hari. Rata-rata nilai gizi makanan lunak yang disajikan dibandingkan dengan standar makanan lunak rumah sakit perhari adalah E : 66,7%, P : 117,9%, L : 79,2%, KH : 51,2%. Rata-rata sisa makanan lunak pasien dikatagorikan banyak (≥20%) berturut-turut yaitu sayur, lauk nabati, makanan pokok, dan lauk hewani, sedangkan yang masuk dalam katagori sedikit (<20%) adalah buah. Rata-rata biaya makan yang terbuang akibat sisa makanan lunak dibandingkan biaya makan yang disajikan adalah Rp 4.988,2/hari (19,5%). Rata-rata nilai gizi yang terbuang akibat sisa makanan lunak terbanyak berturut-turut adalah karbohidrat (33,5%), protein (33,2%), energi (32,7%), dan lemak (32,2%).

Disarankan agar dilakukan evaluasi dan perbaikan variasi warna pada menu pagi siklus ke-III, VII, dan VIII, meminimalkan penggunaan bahan makanan sumber karbohidrat sebagai pengganti sayur dan lauk nabati, melakukan penelitian sisa makanan lunak pasien dengan diet khusus, melakukan penelitian sejenis yang berkaitan dengan nilai energi dan zat gizi mikro.

(2)

2 EXPELLED FOOD COST AND NUTRITION VALUE CAUSED BY FOOD WASTE OF

PATIENT IN AA HOSPITAL, MALANG

1) Melinda Anevi*) 2) Bachyar Bakri**)

*) Student of Diploma IV Nutrition, Nutrition Department of Ministry of Health, Malang Health Polytechnic

**) Lecturer of Nutrition Department of Ministry of Health, Malang Health Polytechnic

ABSTRACT

The success of food service in hospitals is related to the food waste. If the food waste is high then the wasted food cost high too considering the food service has a value of 20% - 40% of hospital budgets (MOH, 1991). AA hospital Malang is a nongovernmental type C hospital with an average serving of soft food as much as 90 servings/day and the soft food waste still > 20%, and no research about food waste (Plate Waste) were converted into Indonesian currency unit (Rupiah), calorie, and gram. This study aims to determine the wasted food cost and nutrition value caused by plate waste IIC and IIIC class patient in AA hospital.

This research is a observational studies that observed without treatment with cross sectional design. This research was held in August-October 2015. The data was collected by interviews, recording of patient status book, forms filling and food weighing. Data was processed by using CD Menu and Microsoft Excel.

Most of the patients (47%) were 46-65 years, female (56.7%), driver, merchants, peasants, and Sales Promotion Girl (23.3%), intern disease diagnosed (43.3%), and hospitalization in IIIC class (70%). Servings average compared to hospital food standard that is steamed rice (120%), rice porridge (133%), animal source protein (80%), plant source protein (80%), vegetables (35%), and fruit (100%). Served meal cost average was Rp 25,553.6/patient/day. Nutrition value average of served soft food compared to hospital food standard per day is E : 66.7%, P : 117.9%, L : 79.2%, KH : 51.2%. High categorized plate waste average (≥20%) are vegetables, plant source protein, main food and animal source protein, while fruit was included in the low category (<20%). Expelled food cost average compared to the served food cost is Rp 4,988.2/day (19.5%). Nutrition value average of expelled food consecutive majority are carbohydrates (33.5%), protein (33.2%), energy (32.7%), and fat (32.2%).

It is recommended to evaluation and improvement of color variations on the menu cycle-III, VII, and VII breakfast, minimizing the carbohydrates source to replace the vegetable and plant source protein menu, doing plate waste research with a special diet, doing similar research related to energy value and micronutrients.

(3)
(4)

Pelayanan gizi di rumah sakit (PGRS) adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan kondisi klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit sangat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi pasien yang semakin buruk karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi dari pemberian terapi diet untuk perbaikan organ tubuh. Terapi diet adalah bagian dari perawatan penyakit atau kondisi klinis yang harus diperhatikan agar pemberiannya tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk metabolisme (Kemenkes, 2014).

Makanan selain sebagai terapi diet, juga mempunyai nilai ekonomi yang cukup besar yaitu sebesar 20% - 40% dari anggaran kesehatan rumah sakit (DepKes, 1991). Oleh karena itu, keberhasilan penyelenggaraan makanan dikaitkan dengan adanya sisa makanan yang menunjukkan belum optimalnya suatu penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Sisa makanan selain menyebabkan kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi juga akan menyebabkan ada biaya yang terbuang akibat sisa makanan, hal ini akan merugikan pihak rumah sakit (Djamaluddin, 2005). Apabila jumlah sisa makanan tinggi, maka dapat menyebabkan tingginya biaya yang terbuang dan dapat mengakibatkan anggaran gizi kurang efisien (Mukrie, 1990).

Sisa makanan merupakan indikator penting dari pemanfaatan sumber daya dan persepsi pasien terhadap penyelenggaraan makanan. Data sisa makanan digunakan untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan dan pelayanan makanan, serta kecukupan konsumsi makanan pada kelompok atau perorangan (Allison, 1998 dalam Nida, 2011).

(5)

Rumah Sakit AA Malang merupakan rumah sakit tipe C nonpemerintah yang melakukan penyelenggaraan makan untuk pasien rawat inap dengan penyajian makanan lunak sebanyak 90 porsi/hari. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, diketahui bahwa sisa makanan paling banyak adalah jenis makanan lunak dengan diet Rendah Garam (RG), Rendah Lemak (RL), Diabetes Mellitus (DM), Rendah Serat, Lambung, dan makanan lunak tanpa diet khusus. Sisa makanan lunak di RS AA masih berada diatas SPMRS (2008) yaitu >20% dan belum pernah dilakukan penelitian tentang sisa makanan (plate waste) pasien yang dikonversi ke satuan rupiah dan kalori energi serta gram zat gizi makro.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui biaya makan dan nilai gizi yang terbuang akibat sisa makanan lunak di Rumah Sakit AA Kota Malang.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian Observational yaitu mengamati tanpa memberikan perlakuan dengan desain Cross Sectional, artinya setiap subyek penelitian diobservasi hanya satu kali dan dampak diukur menurut keadaan/status pada saat observasi untuk mengetahui seberapa besar sisa makanan (waste) pada pasien kelas IIC dan IIIC yang mendapat jenis makanan lunak terhadap biaya makan dan zat gizi yang terbuang.

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit AA Malang pada Agustus - Oktober 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pencatatan dari buku status pasien, pengisian formulir- formulir serta penimbangan porsi penyajian dan sisa makanan lunak. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Software CD Menu dan Microsoft Excel.

Subyek penelitian ini adalah pasien kelas IIC dan IIIC yang mendapat diet makanan lunak dengan maupun tanpa diet khusus, pria dan wanita dewasa berusia 18 - 65 tahun, pasien yang sudah dirawat minimal satu hari di RS dan akan dirawat tiga hari selanjutnya dengan maksud bahwa pasien mendapat siklus menu yang sama dari awal penelitian hingga hari terakhir penelitian. Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 pasien.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Standar Makanan Lunak Rumah Sakit AA

(6)

sayur, pemberian lauk tambahan, dan pembatasan lauk sumber protein nabati.

Diet yang memperhatikan cara pengolahan ditekankan pada diet RL dan DL dengan mengurangi pengolahan dengan cara digoreng dan penggunaan santan kental. Sedangkan diet yang memperhatikan pemberian menu tambahan adalah diet Diabetes Mellitus dengan pemberian makanan selingan (snack) pada pukul 10.00 WIB dan susu pada pukul 20.00 WIB. Hal ini bertujuan untuk menjaga kadar gula darah pasien tetap normal dan stabil mengingat pasien DM di kelas IIC dan IIIC mendapatkan injeksi insulin 15 menit sebelum makanan pasien didistribusikan. Upaya tersebut sesuai dengan salah satu tujuan diet penyakit Diabetes Mellitus yaitu mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin (Almatsier, 2007). Selain itu, diet TKTP juga memperhatikan pemberian menu tambahan berupa ekstra satu porsi lauk hewani pada setiap kali makan. Pembatasan lauk nabati diberikan kepada pasien yang mendapat diet Rendah Protein (RP). Makanan pokok pada makanan lunak diolah menjadi nasi tim dan bubur kasar. Nasi tim dan bubur kasar diberikan kepada pasien post-op, pasien dengan penyakit infeksi seperti Thypus Abdominalis, pasien dengan demam, pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan, serta pasien-pasien lanjut usia.

Standar porsi dan nilai gizi makanan lunak di Rumah Sakit AA Malang dibedakan berdasarkan kelas perawatan. Perbedaan terletak pada pemberian makanan selingan pada sore hari untuk pasien kelas II. Makanan lunak kelas II mengandung energi sebesar 1900 kalori, protein 67,4 gram, lemak 48,3 gram, dan karbohidrat 281 gram, sedangkan makanan lunak kelas III mengandung energi sebesar 1700 kalori, protein 56,5 gram, lemak 45,6 gram, dan karbohidrat 269 gram.

Karakteristik Pasien

Sebagian besar pasien (47%) berusia 46-65 tahun, berjenis kelamin perempuan (56,7%), bekerja sebagai sopir, pedagang, tani, dan Sales Promotion Girl (SPG) sebanyak 23,3%, didiagnosa penyakit dalam (43,3%) seperti Cerebrovascular Accident (CVA), Diabetes Mellitus, Chronic Renal Failure (CRF), Decomp Cordis (DC), dan Infark; serta dirawat di kelas perawatan IIIC (70%).

Porsi Penyajian Makanan Lunak

(7)

menu tidak sepenuhnya menggunakan bahan makanan berupa sayur-sayuran, tetapi sebagian menggunakan bahan makanan pokok seperti kentang, bihun, makaroni, selain itu juga menggunakan bahan makanan sumber protein seperti tahu, kembang tahu, kacang tanah, kacang merah, bakso daging, dan daging sapi sehingga mengurangi porsi sayur.

Biaya Makan (Food Cost) Makanan Lunak berdasarkan Porsi Penyajian

Rata-rata biaya makan (Food Cost) pasien rawat inap kelas IIC dan IIIC adalah sebesar Rp 25.553,6 perorang perhari dengan biaya perorang perkali makan adalah sebesar Rp 8.517,9. Biaya makan tersebut lebih murah apabila dibandingkan dengan biaya makan (Food Cost) pasien di Rumah Sakit AA Malang sebesar ± Rp 30.000,0. Harga tersebut didasarkan pada perhitungan harga bahan makanan sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang ditentukan oleh rumah sakit. Adanya selisih harga tersebut terjadi karena peneliti menggunakan standar harga pasar di Kota Malang tahun 2015 sedangkan rumah sakit menggunakan harga sesuai kesepakatan dengan supplier meskipun spesifikasi bahan makanan yang digunakan adalah spesifikasi dari rumah sakit.

Biaya makan tersebut lebih mahal apabila dibandingkan dengan biaya makan pasien kelas III Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sebesar Rp. 20.269,22 perhari. Namun, biaya makan masing-masing rumah sakit memang berbeda karena dipengaruhi beberapa faktor yaitu : 1) Peraturan Pemberian Makan Rumah Sakit (PPMRS), 2) Standar nilai gizi, 3) Standar refuse bahan makanan, 4) Standar resep, 5) Standar porsi, dan 6) Harga satuan bahan makanan yang berlaku.

Grafik 1 menyajikan rata-rata biaya makan (Food Cost) makanan lunak berdasarkan porsi penyajian menurut jenis makanan.

(8)

tergolong lebih kecil daripada makanan pokok dan sayur, namun karena biaya bahan makanan lauk hewani paling mahal dari jenis makanan yang lain sehingga biaya lauk hewani menjadi paling mahal.

Berbeda dengan makanan pokok yang mempunyai standar porsi paling tinggi namun biaya makan tergolong yang paling murah. Hal tersebut dikarenakan dari 180 gram nasi tim berasal dari 36 gram beras dengan harga Rp 396,0.

Nilai Energi dan Zat Gizi Makanan Lunak berdasarkan Porsi Penyajian

Rata-rata nilai energi dan zat gizi dari makanan lunak pasien rawat inap kelas IIC dan IIIC Rumah Sakit AA Malang perhari berdasarkan porsi penyajian adalah sebagai berikut : Energi 1.133,5 kalori, Protein 66, 6 gram, Lemak 36,2 gram, Karbohidrat 137,6 gram.

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai energi dan zat gizi tersebut masih berada dibawah nilai energi dan zat gizi makanan lunak rumah sakit dengan nilai E : 1700 Kal, P : 56,5 gram, L : 45,6 gram, dan KH : 269 gram. Sedangkan nilai energi dan zat gizi berdasarkan Almatsier (2007) adalah E: 2097 kalori, P : 78 gram, L : 61 gram, dan KH : 311 gram. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan energi dan zat gizi dari menu standar energi sebesar 54%, protein 85,3%, lemak 59,3%, dan karbohidrat 44,2% serta dapat dikatakan bahwa pemenuhan energi dan zat gizi berdasarkan porsi penyajian rumah sakit masih jauh dibawah standar.

Zat gizi diperlukan untuk membantu proses penyembuhan penyakit bagi pasien. Oleh karena itu, dukungan gizi atau terapi diet dalam upaya penyembuhan pasien memegang peranan penting karena sebagian besar masalah kesehatan pasien dapat diatasi dengan diet yang adekuat baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya (KemenKes, 2014).

Sisa Makanan Lunak

(9)
(10)

Rata-rata sisa makanan yang paling banyak berturut-turut adalah jenis makanan sayur, kemudian lauk nabati, makanan pokok, dan lauk hewani yang masuk dalam katagori banyak (≥20%), sedangkan buah masuk dalam katagori sisa makanan sedikit (<20%). Meskipun porsi penyajian sayur jauh dibawah standar porsi yang ditetapkan rumah sakit, namun sisa sayur menempati urutan pertama sisa makanan terbanyak. Hal ini dikarenakan adanya bahan makanan lain pada sayur seperti tahu, kacang tanah, kacang merah, kentang, bihun, dan jagung manis yang menggantikan porsi sayur yang pada dasarnya bahan-bahan makanan tersebut adalah sumber protein dan karbohidrat serta merupakan bagian yang paling banyak disisakan oleh pasien

(11)

masuk dalam katagori banyak.

Distribusi pasien berdasarkan sisa makanan menurut jenis makanan lunak seperti makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah disajikan pada tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis hidangan makanan pokok baik nasi tim maupun bubur, lauk nabati dan sayur kurang dapat diterima oleh pasien karena berbagai faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal pasien. Antara lain cara penyajian yang kurang tepat seperti sayur yang ditumis diberi kuah kaldu daging sapi sehingga terlihat seperti sayur berkuah. Selain itu, pemilihan sayur yang mempengaruhi variasi warna sayur menjadi kurang menarik seperti pada menu ke VII waktu makan pagi terdapat menu ayam bumbu laos dan sayur oseng manisa yang mempunyai warna sama yaitu coklat dari bumbu laos dan kecap. Karena menurut Moehyi (1992), betapapun lezatnya makanan, apabila penampilannya tidak menarik pada saat disajikan akan menghilangkan selera pasien untuk mengkonsumsinya.

Biaya Makan yang Terbuang akibat Sisa Makanan Lunak

Rata-rata biaya yang terbuang akibat sisa makanan lunak pasien kelas IIC dan IIIC adalah sebesar Rp 4.988,2 perhari dengan rata-rata perkali makan sebesar Rp 1.662,7 atau sebesar 19,5% dari total biaya perkali makan sebesar Rp.8.517,9. Grafik 4 menunjukkan biaya makan yang terbuang akibat sisa makanan lunak menurut jenis makanan.

(12)

makan rumah sakit akibat sisa makanan lunak sebesar Rp 1.820.693,0 perpasien.

Biaya lauk hewani yang terbuang tetap menjadi biaya paling tinggi meskipun sisa lauk hewani lebih sedikit dari sisa makanan pokok, lauk nabati, dan sayur. Hal ini dikarenakan harga bahan makanan dari lauk hewani seperti daging sapi, ayam, ikan kakap fillet, dan ikan patinjuga lebih mahal dari jenis makanan yang lain. Selain itu, frekuensi penggunaan daging sapi juga termasuk sering dan penggunaan kaldu daging sapi pada setiap menu juga menjadi salah satu faktor penyebab.

Nilai Energi dan Zat Gizi yang Terbuang akibat Sisa Makanan Lunak

(13)

Nilai energi dan zat gizi yang terbuang ini dapat menyebabkan kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi dan tingkat konsumsi pasien di rumah sakit masuk dalam katagori defisit karena tingkat konsumsi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan sebagai upaya mempercepat kesembuhan pasien. Apabila tingkat konsumsi karbohidrat defisit, maka protein yang akan dimetabolisme menjadi sumber energi melalui proses glukoneogenesis (Almatsier, 2001). Sedangkan dari hasil perhitungan, protein juga termasuk zat gizi yang paling banyak terbuang setelah karbohidrat. Apabila keadaan tersebut berlangsung lama akan berpengaruh terhadap proses penyembuhan pasien dan lama hari perawatan sehingga lebih lanjut akan berpengaruh pada status gizi pasien. Menurut Soegih (1998), rata-rata 75% status gizi pasien yang dirawat di rumah sakit menurun apabila dibandingkan dengan status gizi awal masuk rumah sakit. Sedangkan Allison (1998) menyatakan bahwa rata-rata status gizi pasien yang dirawat di rumah sakit menurun sebesar 40% karena perilaku pasien menyisakan makanan selama dirawat di rumah sakit sebesar 30-43% sehingga pemenuhan energi kurang dari kebutuhan gizi yang ditetapkan rumah sakit sesuai dengan kondisi pasien sebesar 1.133,5 kalori/hari (66,7%).

PENUTUP

Kesimpulan

(14)

akibat sisa makanan lunak pasien kelas IIC dan IIIC adalah Rp 4.988,2/hari (19,5%) dan Rp 1.662,7/kali makan, 8). rata-rata nilai energi dan zat gizi yang terbuang akibat sisa makanan lunak terbanyak berturut-turut pada zat gizi karbohidrat, protein, energi, dan lemak.

Rekomendasi

Bagi Instalasi Gizi Rumah Sakit AA Malang : 1) sebaiknya berat porsi nasi tim dan bubur nasi dibedakan untuk tetap menjaga asupan sumber karbohidrat untuk pasien, 2) evaluasi dan perbaikan variasi warna pada menu pagi siklus III, menu pagi siklus ke-VII, dan menu pagi siklus ke-VIII, c) meminimalkan penggunaan bahan makanan pokok (sumber karbohidrat) sebagai pengganti sayur dan lauk nabati seperti penggunaan kentang, bihun, dan jagung manis agar tidak mengurangi porsi sayur dan lauk nabati, d) pemisahan alat penyajian kuah kaldu daging sapi dengan sayur tumis, oseng, maupun cah. Selanjutnya bagi peneliti lain dianjurkan untuk melakukan penelitian sisa makanan lunak pasien dengan diet khusus, dan melakukan penelitian sejenis yang berkaitan dengan nilai energi dan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral.

DAFTAR PUSTAKA

Allison,S. 1998. Hospital Malnutrition Worldwide in Queens Medical Centre Nottingham. SA Journal of Clinical Nutrition.

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, Sunita. 2007. Penuntun Diet, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Departemen Kesehatan RI. 1991. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Depkes.

Djamaluddin, M., M, Endy P dan Ira

P. 2005. Analisis Zat Gizi dan Biaya Makanan pada Pasien dengan Makanan Biasa di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta. Jakarta: Jurnal Gizi Indonesia (Volume 1, nomor 3, Maret, halaman 108- 112).

Haerani, Yunesti. 2014. Analisis Biaya Sisa Makanan Lunak dan Zat Gizi yang Hilang pada Pasien Dewasa Kelas 3 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jakarta: Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Esa Unggul (UEU).

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: KemenKes RI.

Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhratara.

(15)

Depkes RI.

Mukrie, N. A. 1990., dkk. ManajemenGizi Institusi Lanjut. Jakarta : Proyek Pengembangan Tenaga Gizi Pusat Bekerjasama dengan Akademi Gizi Jakarta Depkes RI.

Nida, Khairun. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum. Skripsi : Stikes Husada Borneo Banjarbaru.

Gambar

Grafik 1 menyajikan rata-rata biaya makan (Food Cost) makanan lunak berdasarkan porsi
Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai energi dan zat gizi tersebut masih berada dibawah nilai
Grafik 3 menunjukkan bahwa dari 30 pasien, lebih banyak pasien (76,7%) yang
Tabel  2  menunjukkan  bahwa   jenis  hidangan  makanan  pokok  baik  nasi  tim
+2

Referensi

Dokumen terkait

(2) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud

Drainase Jalan Raya Limbangan-Leuwigoong (Depan Kantor Kecamatan) Ds... Citajen

BELI SEKARANG JUGA..... BELI

Mana ada orang ngasih hadiah ultah nyuruh ngambil sendiri.&#34;, sambil bergumam sendiri Jari jari Nino membalas mail dari

“Impact of Intellectual Capital on Financial Performance of Bank in Pakistan: Corporate Restructuring and Its Effect on Employee Morale and Performance”,

Secara umum mahasiswa tidak memahami secara baik tentang konsep kerja hidrostatik. Masih bingung kerja yang dilakukan sistem atau lingkungan yang melakukan kerja. Berkaitan

tingkat kepentingan tagihan konsumen (agak (sedikit) mendesak, mendesak atau sangat mendesak) menggunakan metode Fuzzy C-Means, alasan penulis menggunakan metode ini

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Departemen Pendidikan Luar