• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Organologis Tengtung Buatan Bapak Rosul Damanik Di Desa Sarimatondang I, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Organologis Tengtung Buatan Bapak Rosul Damanik Di Desa Sarimatondang I, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK ROSUL DAMANIK

Bab ini merupakan penjelasan tentang gambaran umum wilayah penelitian dan biografi singkat Bapak Rosul Damanik sebagai seniman musik tradisional Simalungun. Wilayah yang dimaksud adalah bukan hanya lokasi penelitian tetapi lebih terfokus kepada gambaran masyarakat Simalungun khususnya yang ada di Sidamanik secara umum. Namun sebelum membahas topik tersebut. Akan diuraikan lebih dahulu Desa Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun.

2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang penulis teliti berada di Desa Sarimatondang, yang merupakan tempat tinggal sekaligus sebagai tempat pembuatan alat musik

tengtungSimalungunoleh Bapak Rosul Damanik yang bertempat tinggal di jalan besar Sidamanik, desa Sarimatondang I, Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun. Berdasarkan data yang diperoleh letak wilayah Sidamanik terletak 780 m diatas permukaan laut dengan wilayah 9.103 km2. Kecamatan Sidamanik terletak di Simalungun dengan batas-batas letak geografis sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kecamatan Panei/Kecamatan Dolok Pardamean - Sebelah Selatan : Kecamatan Jorlang Hataran

(2)

Sektor pertanian dan perkebunan menjadi komoditi utama yang dihasilkan di Kabupaten Simalungun, Kecamatan Sidamanik tersebut. Hal ini sesuai dengan data yang dirilis dalam artikel “ Profil Kabupaten Simalungun Tahun 2012”. Luas wilayah dan jumlah dusun menurut Badan Pusat Statistika Kabupaten Simalungun dalam website Simalungunkab.bps.go.id

No. Desa Luas(Km2) Jumlah Dusun

1 Sipolha Horison 7.02 4

2 Pem.Tambun Raya 7.12 4

3 Sihaporas 12.24 5

4 Jorlang Huluan 7.20 3

5 Bandar Manik 18.35 5

6 Sait Buttu Saribu 8.17 7

7 Pam. Sidamanik 2.81 5

8 Sarimattin 2.51 3

9 Simattin 18.76 3

10 Gorak 6.85 4

Jumlah 91.03 43

Tabel 2.1 Luas Seluruh Wilayah Sidamanik 2.2 Keadaan Penduduk

(3)

Sekarang Kecamatan Sidamanik terdiri dari 13 Desa/Kelurahan. Salah satunya adalah desa Sarimatondang merupakan salah satu desa yang berada pada Kecamatan Sidamanik. Pada tahun 2002 desa Sarimatondang dimekarkan menjadi dua wilayah pemekaran antara lain keluruhan Sarimatondang dan Nagori Manik Maraja. Nagori Manik Maraja inilah yang menjadi pemekaran desa di Sidamanik. Desa Sarimatondang ini juga mengalami pemekaran dan perkembangan yang sangat baik.

Dahulunya desa Sarimatondang ini berasal dari kata, Sarima Tondong.

Sarima artinya cari dan Tondong artinya keluarga dari pihak Ibu atau istri kita dalam bahasa Simalungun. Sehingga mengartikan carilah keluarga dari pihak Ibu atau bakal dari keluarga istri dengan kata lain cari dan jadikanlah menjadi bagian dari keluarga yang besar dan sebanyak mungkin. Sebutan lain Sarimatondang ini

Kandang Lobbu artinya kandang lembu. Hal ini terkait dari keadaan penduduk Sarimatondang yang dahulunya didatangi oleh seorang Benggali yang memelihara lembu.

(4)

Secara Etimologi kata “Simalungun” dapat dibagi kedalam tiga suku kata yaitu, Si berarti “Orang”, ma sebagai kata sambung berarti “yang” dan lungun

berarti “sunyi, kesepian”. Dengan demikian, Simalungun berarti “ia yang bersedih hati, sunyi dan kesepian.

Secara umum masyarakat Simalungun yang tinggal di wilayah Simalungun maupun di perantauan merupakan suatu pribadi yang pendiam dan tertutup. Menurut Hendrik Kraemer ketika berkunjung ke tanah batak pada bulan februari-april tahun 1930 melaporkan bahwa jika dibandingkan dengan orang Batak Toba, orang Simalungun jelas lebih berwatak halus, lebih suka menyendiri di hutan dan secara alamiah kurang bersemangat dibandingkan dengan orang Batak Toba. Hal yang senada juga dikatakan oleh Walter Lempp tentang tabiat dari pada masyarakat Simalungun yaitu orang Simalungun lebih halus dan tingkah lakunya hormat sekali, tidak pernah keras atau meletus, meskipun sakit hati. Hal itu dimungkinkan karena suku Simalungun satu-satunya yang pernah dijajah oleh suatu kerajaan di Jawa yang berkedudukan di Tanah Jawa.

Hal ini juga dikemukakaan oleh seorang ahli Paul H. Landis, bahwa masyarakat Simalungun yang berada pada kecamatan Sidamanik memiliki ciri-ciri yaitu; mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal, adanya ikatan perasaan yang sama tentang kebiasaan, dan cara berusaha bersifat agraris dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor alam, misalnya iklim, topografi, dan sumber daya alam.

(5)

diatas permukaan laut dengan kemiringan Kecamatan Sidamanik ini 60 - 80 sehingga banyak sekali mata air dan lapisan tanah alluvial sehingga cocok untuk lahan pertanian, sebagian besar lahan tanaman pangan dan perkebunan serta tumbuhnya tanaman bambu yang dimanfaatkan untuk menjadi salah satu kebutuhan hidup masyarakat tersebut dalam pembuatan alat musik, keranjang bahkan bambu dimanfaatkan dalam penyanggah bagunan rumah, kandang dan sebagainya.

Masyarakat Simalungun yang bertempat tinggal di Kecamatan Sidamanik mengenal satu lembaga adat yang disebut Partuha Maujana Simalungun. Lembaga adat ini telah ada mulai dari tingkat Serikat Tolong menolong (STM), Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Pusat. Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Sidamanik, pada umumnya bekerja sebagai Petani, Buruh, Wiraswasta, pegawai BUMN dan pensiunan perkebunan PTP IV Nusantara, dan Pegawai Negeri Sipil.

2.3 Sistem Bahasa

(6)

Sejak berabad-abad yang lampau suku-suku bangsa yang tinggal di berbagai kepulauan di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam pergaulan dan komunikasi antar sesama suku tersebut. Bahasa itu dinamakan sebagai “bahasa daerah” yang disebutkan sesuai dengan suku bangsa yang memiliki bahasa tersebut. Dalam hal ini tergantung dari wilayah/daerah tersebut, seperti; bahasa Batak Toba dipergunakan oleh Batak Toba. Demikian juga dengan bahasa Simalungun. Disamping itu masyarakat Simalungun juga memiliki aksara yang sudah sangat tua usianya.

Menurut seorang peneliti bahasa Dr. P. Voorhoeve, yang menjadi Pejabat Taalambtenaar di Simalungun tahun 1937, mengatakan bahwa bahasa Simalungun merupakan bahasa rumpun austronesia yang lebih dekat dengan bahasa sansekerta yang banyak sekali mempengaruhi bahasa-bahasa di Nusantara.

Voorhoeve mengatakan kedekatan bahasa Simalungun dengan bahasa Sansekerta ditunjukkan dengan huruf penutup suku kata mati yaitu, uy dalam kata

apuy dan babuy, huruf g dalam kata dolog, huruf b dalam kata arbab, huruf d dalam kata bagod, huruf ah dalam kata babah dan sabah, juga ei dalam kata

simbei dan oudalam kata sopou dan lapou. Salah satu ciri masyarakat Simalungun adalah memiliki tingkatan bahasa yang disebut dengan ratting ni hata. Adapun tingkatan tersebut adalah:

1. Lapung ni hata, merupakan bahasa sehari hari yang dipakai oleh masyarakat biasa atau bahasa yang dipakai sehari-hari.

(7)

tertinggi yang digunakan oleh kalangan keturunan raja-raja. Dimana bahasa tersebut adalah bahasa yang sopan hormat, dan berisi nasehat, yang sering disampaikan melalui perumpamaan.Misalnya adalah Simakidop

artinya mata, Jambulan artinya rambut.Simakulsop artinya mulut.

3. Sait ni hata, yaitu bahasa yang dipakai ketika seseorang marah atau menghina seseorang, karena tersinggung atas sesuatu. Sait ni hata

merupakan bahasa yang kasar, karena berisi kata-kata yang pedas, berisikan sindiran sehingga dapat menyakitkan hati orang lain. Misalnya

panjamah (tangan) bahasa kasarnya tiput.

2.4 Sistem Kesenian

Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraningrat, 1980:395-397). Kesenian pada masyarakat Simalungun sangat banyak dan beragam. Taralamsyah Saragih dalam Seminar Kebudayaan Simalungun 1964 mengatakan bahwa kesenian yang ada di Simalungun dapat dibagi atas : seni musik (Gual), seni suara (doding), seni tari (Tortor).

2.4.1 Seni Musik (Gual)

(8)

ensambel dan dapat pula dimainkan secara tunggal. Alat musik yang dimainkan secara ensambel adalah Gonrang Sidua-dua dan Gonrang Sipitu-pitu.

Penggunaan instrumen sarunei dalam ensambel Gonrang Sidua-dua dan

Gonrang Sipitu-pitu sangat penting, diantaranya:

1. Manombah yaitu suatu upacara untuk mendekatkan diri kepada sembahan.

2. Maranggir yaitu upacara untuk membersihkan badan dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan juga membersihkan diri dari gangguan roh-roh jahat.

3. Ondos Hosah yaitu upacara khusus yang dilakukan suatu desa atau keluarga agar terhindar dari mara bahaya.

4. Rondang Bintang yaitu acara tahunan yang diadakan suatu desa karena mendapatkan panen yang baik. Muda-mudi menggunakan kesempatan tersebut untuk mencari jodoh.Adapun alat-alat musik yang dimainkan secara tunggal.Diantaranya Jatjaulul/tengtung, Husapi, Hodong-hodong, Tulila, Ole-ole, Saligung, Sordam dsb.Alat-alat musik tersebut dimainkan untuk hiburan pribadi ketika lelah bekerja di ladang, maupun setelah pulang dari pekerjaan.

2.4.2 Seni Suara (Doding)

Musik vokal Simalungun dikenal dengan istilah doding dan ilah. Doding

(9)

teknik bernyanyi yang disebut inggou. Adapun nyanyian tersebut diantaranya adalah :

1. Taur-taur yaitu nyanyian yang dilagukan oleh sepasang muda-mudi secara bergantian untuk mengungkapkan perasaan satu sama lainnya. 2. Ilah yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok pemuda dan pemudi sambil menepuk tangan sambil membentuk lingkaran.

3. Doding-doding yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok pemuda dan pemudi atau orang tua untuk menyampaikan pujian atau sindiran. Nyanyian ini juga dapat dilagukan untuk mengungkapkan kesedihan dan kesepian.

4. Urdo-urdo atau tihtah yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang Ibu kepada anaknya atau seorang anak perempuan kepada adiknya. Urdo-urdo untuk menidurkan sementara tihtah untuk bermain. 5. Tangis-tangis yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan seorang gadis karena putus asa ataupun karena berpisah dengan keluarga karena akan menikah.

6. Manalunda/Mangmang adalah mantera yang dinyanyikan oleh seorang datu untuk menyembuhkan suatu penyakit ataupun menobatkan seorang raja pada waktu dulu.

2.4.3 Seni Tari (Tor-Tor)

(10)

Tor-tor Sombah. Adapun tor-tor yang sering dipertunjukkan pada zaman dahulu antara lain:

1. Tor-Tor Huda-Huda atau Toping-Toping yaitu tarian yang dilakukan untuk menghibur orang yang meninggal sayur matua yaitu orang yang telah berusia lanjut. Tarian ini merupakan tarian yang meniru gerakan kuda dan sebagian permainannya memakai topeng. Pada waktu dulu tarian ini digunakan untuk menghibur keluarga raja yang bersedih karena anaknya meninggal. Tarian ini bertujuan untuk menyambut berbagai kelompok adat (tondong,boru, dan sanina) dan menghibur para tamu undangan, namun mereka juga bertugas mengumpulkan oleh-oleh dari para tamu undangan. Zaman dulu kegiatan tersebut biasa dilakukan dalam pemakaman seorang raja.

(11)

tersebut telah banyak yang ditinggalkan oleh masyarakat karena kurang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun meskipun begitu masih ada sebagian orang yang tetap mempertahankan pengetahuan tersebut seperti seni tenun karena kain yang dihasilkan dari buatan tangan jauh lebih bagus daripada buatan pabrik.

2.5 Sistem Kekerabatan

Menurut M.D. Purba dalam bukunya yang berjudul Adat Perkawinan Simalungun (1985), ada dua cara yang umum yang dipakai untuk menarik garis keturunan, yaitu :

1. Menarik garis keturunan hanya dari satu pihak, yaitu mungkin dari pihak laki-laki dan mungkin pula dari pihak perempuan. Masyarakat demikian dinamakan masyarakat unilateral. Jika masyarakat tersebut menarik garis keturunan dari pihak laki-laki atau Ayah saja, maka keturunan tersebut disebut masyarakat patrilineal. Jika menarik dari garis keturunan perempuan (Ibu) maka disebut matrilineal.

2. Menarik garis keturunan dari kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu, masyarakat demikian disebut masyarakat bilateral atau masyarakat parental.

(12)

baik laki-laki maupun perempuan dengan sendirinya akan mengikuti marga dari ayahnya (1985:108).

Bukti bahwa garis keturunan diambil dari pihak laki-laki adalah dengan adanya marga dalam masyarakat Simalungun. Setiap anak yang lahir dalam satu keluarga di etnis Simalungun, secara otomatis akan memiliki marga yang sama dengan marga si ayah. Susunan masyarakat Simalungun didukung oleh berbagai marga yang mempunyai hubungan tertentu, yang disebabkan oleh hubungan perkawinan.

Hubungan perkawinan antar marga-marga mengakibatkan adanya penggolongan antar tiap-tiap marga. Marga yang satu akan mempunyai kedudukan tertentu terhadap marga lain. Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai Partuturan. Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:

1. Tutur Manorus / Langsung

Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri. Misalnya: Botou

artinya saudara perempuan baik lebih tua atau lebih muda. Mangkela (baca: Makkela) artinya suami dari saudara perempuan dari ayah. Sima-sima artinya anak dari Nono/Nini.

2. Tutur Holmouan / Kelompok

(13)

lahir dipertengahan (bukan paling muda, bukan paling tua). Tondong Bolon artinya pambuatan (orang tua atau saudara laki dari istri/suami).Panogolan artinya kemenakan, anak laki/perempuan dari saudara perempuan.

3. Tutur Natipak / Kehormatan

Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat. Misalnya: Kahadigunakan pada istri dari saudara laki-laki yang lebih tua. Bagi wanita, kaha digunakan untuk memanggil suami boru dari kakak Ibu.Ambia Panggilan seorang laki terhadap laki lain yang seumuran atau bawahan.

Ikatan kekerabatan diklasifikasikan dalam suatu sistem yang dalam bahasa Simalungun dikenal Tolu Sahundulan, yaitu :

1. Tondong (Pemberi istri)

2. Anak Boru/Boru (Penerima Istri)

3. Sanina/Sapanganonkon(Sanak-saudara, individu semarga atau pembawa garis keturunan)

Dalam masyarakat Simalungun seorang pria belum dianggap sebagai orang dewasa dan belum dapat berperan serta dalam fungsi-fungsi adat bila yang bersangkutan belum menikah atau sudah menikah tapi belum mempunyai keturunan.

2.5.1 Marga-Marga Simalungun

(14)

1. Sinaga 2. Saragih 3. Damanik 4. Purba

Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (Permusyawaratan besar) antara empat raja besar berjanji untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan, Marsiurupan bani hasunsuhan na legan,

rup mangimbang munsuh, keempat raja tersebut adalah: 1. Raja Nagur bermarga Damanik

Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan

(15)

Raja,Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.

2. Raja Banua Sobou bermarga Saragih

Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, Ragih

berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang. Keturunannya adalah:

• Saragih Garingging yang pernah merantau ke Ajinembah dan

kembali ke Raya. Saragih Garingging kemudian pecah menjadi dua, yaitu: Dasalak, menjadi raja di Padang Badagei, Dajawak merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dan menjadi marga Ginting Jawak.

• Saragih Sumbayak keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan

Bona ni Gonrang. Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada dua keturunan Raja Banua Sobou, pada zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi), yaitu: Turnip, Sidauruk, Simarmata, Sitanggang, Munte, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke, Simanihuruk. Adapula sebagai bagian dari Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini berasal dari daerah Samosir. Rumah Bolon Raja Purba di Pematang Purba, Simalungun.

3. Raja Banua Purba bermarga Purba

Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa

(16)

Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan atau sarjana. Keturunannya adalah: Tambak, Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya.Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di Haranggaol dan mengaku dirinya Purba.Purba keturunan Simamora ini kemudian menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.

4. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga

Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penyebab gempa dan tanah longsor.Keturunannya adalah marga Sinaga di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan.Saat kerajaan Majapahit melakukan ekspansi di Sumatera pada abad ke-14, pasukan dari Jambi yang dipimpin Panglima Bungkuk melarikan diri ke kerajaan Batangiou dan mengaku bahwa dirinya adalah Sinaga.

Menurut Taralamsyah Saragih, nenek moyang mereka ini kemudian menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah ia mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou dalam suatu ritual adu sumpah (Sibijaon). (Tideman,1922).

2.6 Sistem Kepercayaan

(17)

dimuat dalam Buku Sejarah Batak oleh Batara Sangti Simanjuntak, dimana dinyatakan bahwa pada abad ke V sudah ada Kerajaan “Nagur” sebagai satu “Simalungun Batak Frist Kingdom” yang sudah mempunyai hubungan dagang dengan bangsa-bangsa lain terutama dengan Tiongkok (China).

Menurut Hikayat “Parpandanan Na Bolag” (Pustaha Laklak lama Simalungun) bahwa wilayah Kerajaan Parpandanan Na Bolag (Nagur) hampir meliputi seluruh Perca (Sumatera) bagian Utara , yang terbentang luas dari pantai Barat berbatas dengan Lautan Hindia, sampai ke Sebelah Timur dengan Selat Malaka, dari Sebelah Utara berbatas dengan yang disebut Jayu (Aceh sekarang) sampai berbatas dengan Toba di sebelah Selatan.

Agama yang dianut kerajaan Nagur adalah Animisme yang disebut dengan supajuh begu-begu/sipele begu. Sebagai jabatan pendeta disebut Datu, mereka percaya akan adanya sang pencipta alam yang bersemayam di langit tertinggi, dan mengenal adanya tiga Dewa, yaitu :

1. Naibata na I babou/I nagori atas (di Benua Atas) 2. Naibata na I tongah/I nagori tongah (di Benua Tengah) 3. Naibata na I toruh/I nagori toruh (di Benua Bawah)

(18)

Menurut penelitian G.L Tichelman dan P. Voorhoeve seperti dimuat dalam bukunya “Steenplastiek Simaloengoen” terbitan Kohler & Co Medan tahun 1936 bahwa di Simalungun kerajaan Nagur terdapat 156 Panghulubalang (Berhala) yaitu patung-patung batu yang ditempatkan pada tempat yangSinumbah(dikeramatkan) dan ditempat inilah dilakukan upacara pemujaan. Pelaksanaan urusan kepercayaan diserahkan kepada “Datu” yang disebut juga “Guru”. Pimpinan “datu-datu” ini ialah “GURU BOLON”.

Setiap Datu/Guru mempunyai “Tongkat Sihir” atau “Tungkot Tunggal Panaluan” (yang diperbuat dari kayu tanggulan yang diukir dengan gana-gana

bersambung-sambung untuk mengusir penyakit). Acara kepercayaan itu dipegang penuh oleh Datu, baik di istana maupun di tengah-tengah masyarakat umum. Raja-raja dan kaum bangsawan mereka sebut juga “tuhan” bukan saja disegani tetapi ditakuti masyarakat, tetapi akhirnya sesudah masuknya agama islam dan kristen sebutan tersebut berubah menjadi Tuan. Masuknya agama islam ke Simalungun adalah pada abad ke-15 melalui daerah Asahan dan Bedagai yang dibawa oleh orang-orang dari kerajaan Aceh.

(19)

Kelompok kristen Simalungun yang masuk dari upaya ini pada awalnya hanya sekadar bagian dari Gereja Batak Toba (dinamakan HKBP-S).Namun pada tahun 1964 terjadi pemisahan dan lahirlah organisasi baru yang menamakan diri sebagai Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). Salah satu bagian integral dari proses kristenisasi adalah berupa pendirian gereja-gereja dan sekolah-sekolah. Di sana anak-anak dan orang-orang dewasa dapat belajar membaca dan menulis dalam bahasa mereka sendiri dan kemudian dalam bahasa Indonesia.

2.7 Biografi Singkat Bapak Rosul Damanik

Bapak Rosul Damanik adalah seorang seniman Simalungun yang ahli dalam pemain/pengrajin Gual Simalungun serta berkecimpung dalam pemain/pengrajin sarunei dan seruling bambu. Bapak Rosul Damanik juga sebagai pekerja di pemerintahan NKRI sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Sidamanik, yang spesifik sebagai pemerhati budaya Simalungun. Bapak Rosul Damanik lahir di desa Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, pada tanggal 10 November 1957. Beliau lahir dari keluarga yang mempunyai talenta dalam bermusik dan menganut kepercayaan/agama islam dan suku Simalungun. Ayahnya bernama D. Damanik (Alm) sebagai Wiraswasta dan Pemain/pengrajin sarunei. Ibunya bernama O. Sitio (Alm) sebagai petani.

(20)

perkumpulan di desa Sarimatondang. Beliau mengenal alat musik sarunei dari Ayahnya dan mulai belajar alat musik tersebut dengan cara melihat orang bermain

sarunei pada acara pesta-pesta dan perkumpulan para orangtua di desa Sarimatondang, termasuk alat musik tengtung yang beliau pelajari ketika waktu remaja dengan para orangtua di pematang sawah/ladang.

Dengan keinginan yang besar beliau belajar sendiri memainkan sarunei, lambat laun beliau sudah mahir memainkan sarunei dan pada saat beliau berumur 21 tahun, beliau sudah mahir memainkan sarunei, sordam dan alat musik tiup lainnya. Setelah itu beliau mempelajari alat musik pukul, antara lain:

garantung,gonrang serta tengtung.

Bapak Rosul Damanik menikah dengan Ibu E. Sitanggang, pada tahun 1987. Mereka dikaruniakan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan. Salah satu anak perempuan yang nomor empat mengikuti jejak musisi Bapak Rosul Damanik. Anak perempuannya sebagai penyanyi keyboard Simalungun dalam pesta-pesta Simalungun.

(21)

sampai tahun sekarang. Pada tahun 1996 beliau membangun sebuah grup musik sendiri dengan nama “Riah Madear” yang artinya mufakat yang baik. Beliau masih berkarya di dalam musik pada tahun 2007 salah satu acara penting yang diikuti olehnya yaitu acara “Pesta Rondang Bintang ke XXII” pada tanggal 24-26 agustus 2007.

Pada tahun 2007-2008 beliau mendapat piagam penghargaan dari “Program Revitalisasi Musik Tradisi Sumatera Utara dengan kerjasama dengan Universitas Sumatera Utara dan The Ford Foundation Jakarta”. Pada tahun 2011 beliau juga ikut dalam “perkenalan/promosi kebudayaan Simalungun di Kualalumpur”. Beliau juga ikut serta dalam “Festival Tor-tor dan Gondang

Sumatera Utara” pada tahun 2012 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara.Beliau juga diresmikan menjadi “pengrajin/pemain Gual Simalungun oleh Bupati Simalungun oleh Bapak Dr.J.R.Saragih,SH,MM” dan mendapatkan banyak penghargaan dari pemerintah.

Dari hasil wawancara penulis dengan masyarakat setempat bahwa bunyi suara alat musik yang di mainkan Bapak Rosul Damanik memiliki ciri khas yang sangat indah. Sehingga beliau banyak diminati dalam permainan acara pesta kebudayaan Simalungun di desa Sarimatondang tersebut. Pemusik adalah pekerjaan kedua Bapak Rosul Damanik. Namun dalam mencukupi kebutuhan keluarga dan menghidupi anak serta istri dalam keseharian dari hasil bekerja sebagai pemusik sekitar 80 persen.

(22)

kepada murid-muridnya. Beliau juga termasuk guru yang bersertifikasi dari desa Sarimatondang. Beliau tidak hanya sebagai guru formal disekolah namun dia juga guru tidak formal pada wilayah permukimannya. Hal ini terbukti dari dilakukannya pelatihan bermain musik kepada masyarakat yang berada di desa Sarimatondang tersebut secara gratis. Kegiataan ini dilakukannya karena ingin memajukan kebudayaan Simalungun, dan memberikan ilmunya dalam bermusik agar ada generasi-generasi yang akan mengikuti jejaknya kelak. Sehingga suatu kebudayaan itu tidak hilang oleh perkembangan masa atau zaman.

Bapak Rosul Damanik mempelajari alat musik tengtung ketika berusia remaja, beliau sering mendengarkan permainan alat musik tengtung ini dipematangan sawah/ladang ketika para pekerja/petani sedang beristirahat. Kemudian beliau mempelajarinya dengan para petani-petani yang sangat mahir dalam membuat dan memainkan alat musik tengtung tersebut. Secara lambat-laun beliau juga mampu memahami dan membuat serta memainkan alat musik

Gambar

Tabel 2.1 Luas Seluruh Wilayah Sidamanik

Referensi

Dokumen terkait

artinya ada hubungan yang signifikan antara Pola Makan Seimbang dengan Produksi ASI Ibu Menyusui di RW 01 Tlogo Indah Kecamatan Lowokwaru Malang. Pada pengujian

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan yang termuat dalam SPSE [memiliki SBU SI.003, klasifikasi kecil minimal K1,

Paket Pelelangan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan yang termuat dalam SPSE[memiliki SBU SI.003,klasifikasi kecil minimal K

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan [Surat Ijin untuk menjalankan kegiatan / usaha di bidang perbaikaan kapal/ pengadaan suku

Sehingga itulah mengapa bakat dan kreatifitas remaja harus dikembangkan, karena dengan adanya konsep kreatifitas dan keberbakatan tersebut para remaja di minta

Adapun indikator yang belum mencapai target, yaitu indikator jumlah penduduk yang menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)/Kartu

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak hanya diri sendiri yang memiliki peran penting pada pengembangan bakat dan kreatifitas yang dimiliki tetapi juga peran orang tua