BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyebaran infeksi HIV terus berlangsung dan merampas kekayaan setiap
negara karena sumber daya produktifnya menderita. HIV/AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di Atlanta, Amerika Serikat. Infeksi HIV dan AIDS di
Indonesia telah dilaporkan secara resmi sejak tahun 1987 di Bali yaitu pada seorang wisatawan Belanda. Jumlah penderita HIV/AIDS cenderung meningkat dan daerah yang terinfeksi pun cenderung meluas. Penyebaran di Indonesia
terutama sangat dipengaruhi oleh perilaku seksual berisiko dan Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) (Nasution dkk, 2001).
Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam
Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS (Zein, 2006). Infeksi HIV di Indonesia
merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian karena pertambahan jumlah penderita HIV/AIDS semakin meroket. Di Indonesia sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS pada populasi tertentu di
beberapa provinsi yang memang mempunyai prevalensi HIV cukup tinggi. Peningkatan ini terjadi pada kelompok orang berperilaku risiko tinggi tertular HIV
yaitu para penjaja seks komersial dan penyalahgunaan NAPZA suntikan (Kepmenkes RI, 2011).
datang terlambat ke tempat pelayanan kesehatan, dan sebagian besar dari mereka yang datang ke rumah sakit setelah munculnya beberapa infeksi oportunistik yang
harus mendapatkan perawatan lebih lanjut pada fasilitas rawat inap. Hal ini sebenarnya masih dapat dicegah bila masyarakat dapat lebih awal datang ke
tempat pelayanan kesehatan. Dengan pemeriksaan lebih awal terutama pada kelompok masyarakat yang beresiko dalam penularan HIV, maka kejadian infeksi oportunistik pada pasien HIV dapat dicegah angka kejadiannya.
Terapi Antiretroviral (ARV) merupakan satu-satunya pilihan obat yang ada sampai saat ini untuk penderita HIV/AIDS. Meskipun terapi ARV belum
mampu menyembuhkan penyakit, terapi ARV dapat menghambat replikasi virus HIV dan menekan viral load, meningkatkan kualitas hidup Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan meningkatkan harapan masyarakat. Untuk mencegah
semakin meningkatnya kejadian resistensi obat dikalangan ODHA yang sedang menjalani terapi ARV, diperlukan kepatuhan dalam minum obat bagi pasien
ODHA (Kepmenkes RI, 2012).
Efek samping atau toksisitas merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pemberian ARV. Selain itu, efek samping atau toksisitas ini
sering menjadi alasan medis untuk mengganti (substitusi) dan/atau menghentikan pengobatan ARV. Efek samping yang paling lazim muncul saat memulai terapi
ARV seperti sakit kepala, kelelahan, anemia, masalah pencernaan, masalah kulit, lipodistrofi, neuropati dan osteoporosis. Sehingga, dengan adanya efek samping yang dirasakan menyebabkan pasien menghindari penggunaan obat dan akhirnya
Kepatuhan minum obat merupakan kunci keberhasilan dalam proses pengobatan pada pasien ODHA yang dapat memberikan harapan untuk hidup
lebih lama dan lebih baik. Ketika pasien berkeputusan untuk mulai minum ARV maka dia harus siap fisik dan mental untuk minum obat seumur hidupnya. Selain
minum obat ARV, pasien juga harus minum pengobatan pencegahan atau perawatan terhadap infeksi oportunistik (Depkes RI, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Susila (2013) tentang kepatuhan
ODHA dapat dijelaskan bahwa ada hubungan antara pelayanan kesehatan terhadap kepatuhan ODHA dalam menjalani pengobatan dengan ARV dan ada
hubungan antara dukungan sosial terhadap kepatuhan ODHA dalam menjalani pengobatan dengan ARV.
Berbagai kendala dialami ODHA dalam mengakses ARV, diantaranya
keterbatasan pelayanan kesehatan seperti lokasi rumah sakit rujukan yang berada di perkotaan, serta pemeriksaan darah dan konseling secara rutin yang
memerlukan biaya. Selain itu pemakaian jangka panjang menyebabkan timbulnya rasa bosan, kurang disiplin dan kekhawatiran akan timbulnya efek samping. Kemudian perilaku ODHA yang pola hidupnya tidak teratur, serta menghadapi
stigma dan diskriminasi merupakan faktor yang menghambat kepatuhan penggunaan ARV (Yuniar dkk, 2012). Adapun penyebab lain dari ketidakpatuhan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lumbanbatu (2012) tentang kepatuhan ODHA dengan jumlah sampel 59 responden hasil bivariat diketahui
bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang ARV terhadap kepatuhan serta tidak ada hubungan antara persepsi terhadap kepatuhan. Selain itu diketahui
juga bahwa ada hubungan antara dukungan sosial terhadap kepatuhan serta ada hubungan antara pelayanan kesehatan terhadap persepsi ODHA dalam menjalani ARV.
Dari Laporan Situasi Perkembangan HIV & AIDS di Indonesia sampai dengan September 2011 tercatat jumlah ODHA yang mendapatkan terapi ARV
sebanyak 22.843 dari 33 provinsi dan 300 kabupaten/kota, dengan rasio laki-laki dan perempuan 3 : 1, dan persentase tertinggi pada kelompok usia 20-29 tahun. Di Sumatera Utara jumlah ODHA yang mendapat pengobatan ARV sampai dengan
bulan Maret 2011 sebanyak 33.114 orang yaitu 31.682 orang dewasa (96%), dan 1.432 orang anak (4%) (Kepmenkes RI, 2011).
Menurut Keputusan Menteri No.782/Menkes/SK/IV/2011, Sumatera Utara terdapat sebanyak 18 rumah sakit rujukan untuk perawatan dan pengobatan bagi ODHA dan bersama 278 rumah sakit rujukan lainnya di Indonesia. Dari 18 rumah
sakit tersebut, 5 diantaranya berada di Kota Medan yaitu RSUP. H. Adam Malik, RSU. Dr. Pirngadi, RS. Bhayangkara, RS. Haji Us.Syifa Medan, dan RS. Kesdam
Data dari Puskesmas Teladan Kota Medan diketahui jumlah kumulatif pasien yang dinyatakan positif HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Pasien yang berkunjung ke layanan ims/vct dan mendapatkan ARV sampai periode Januari 2016 sebanyak 78 orang. Pelanggan seks sebanyak 2 orang, IDU’s
sebanyak 1 orang, Lelaki Suka Lelaki (LSL) sebanyak 33 orang, Wanita pria (Waria) sebanyak 16 orang, dan Pasangan Resiko Tinggi sebanyak 10 orang.
Jumlah kumulatif ODHA dengan terapi antiretroviral sampai dengan akhir
bulan April 2016 sebanyak 91 orang antara lain 79 orang laki-laki dan 12 orang perempuan, 3 orang yang berhenti minum obat, 2 orang yang tidak hadir dan
gagal follow-up, 6 orang yang dirujuk keluar (4 orang laki-laki dan 2 orang perempuan) serta 3 orang yang meninggal.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Teladan
Kota Medan pada bulan Maret 2016 bahwa pasien ODHA yang telah mendapatkan terapi antiretroviral diantaranya menyatakan alasan menjalankan
terapi antiretroviral ini karena adanya dukungan keluarga yang kuat (suami/istri/ibu) sehingga mereka semangat untuk sehat kembali, ada juga yang menyatakan dengan alasan adanya niat/motivasi yang besar dari diri sendiri yang
ingin sembuh dari penyakit tersebut dan diantaranya menyatakan alasan bila ada keluhan saja maka mereka kontrol pada petugas.
Penyebab pasien tidak patuh dalam pengambilan obat dikarenakan munculnya efek samping yang ditimbulkan obat, persepsi pasien yang tidak yakin dengan pengobatan ARV dapat menurunkan angka penularan penyakit,
penghambat pasien kurang patuh seperti pasien harus mengambil obat pada pagi hari sedangkan pasien bekerja dan hanya bisa mengambil obat ke puskesmas pada
jam pulang atau sore hari, dan dalam pengambilan obat pasien tidak mau mengambil obat apabila tidak dengan petugas yang biasa dijumpainya karena dia
telah percaya atau merasa terjamin kerahasiaannya pada petugas yang sudah ia kenal.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Faktor- Faktor Yang
Memengaruhi Kepatuhan ODHA Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral di Puskesmas Teladan Tahun 2016”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan
yang dapat diteliti adalah ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi ARV di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan ODHA
temtang terapi ARV) terhadap kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi antiretroviral di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016.
2. Untuk mengetahui pengaruh faktor pendukung (ketersediaan sarana dan fasilitas kesehatan, lingkungan) terhadap kepatuhan dalam menjalani terapi antiretroviral di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016.
3. Untuk mengetahui pengaruh faktor pendorong (interaksi dengan petugas kesehatan, dukungan sosial) terhadap kepatuhan dalam menjalani terapi
antiretroviral di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016.
1.4 Hipotesis Penelitian
a. Ada pengaruh pengetahuan ODHA tentang terapi ARV terhadap
kepatuhan dalam menjalani terapi antiretroviral di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016.
b. Ada pengaruh ketersediaan sarana dan fasilitas kesehatan terhadap
kepatuhan dalam menjalani terapi antiretroviral di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016.
c. Ada pengaruh lingkungan terhadap kepatuhan dalam menjalani terapi antiretroviral di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016.
d. Ada pengaruh interaksi dengan petugas kesehatan terhadap kepatuhan
e. Ada pengaruh dukungan sosial terhadap kepatuhan dalam menjalani terapi antiretroviral di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.5.1 Manfaat bagi ODHA
Meningkatkan kemampuan ODHA dalam memahami dan memelihara kesehatan secara mandiri serta tetap semangat dalam menjalani terapi antiretroviral.
1.5.2 Manfaat bagi Puskesmas Teladan Kota Medan
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak Puskesmas dalam
menganalisa dan merencanakan strategi untuk meningkatkan kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi antiretroviral.
1.5.3 Manfaat bagi Keluarga dan Pendamping
Meningkatkan pengetahuan keluarga dan pendamping lainnya tentang HIV/AIDS dan terapi ARV agar dapat memberikan perhatian, dukungan
dan setia mendampingi pasien dalam menjalani pemeriksaan terapi ARV.
1.5.4 Manfaat bagi Mahasiswa/i