1 BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Moringa oleifera Lam (sinonim: Moringa pterygosperma Gaertner) yang
kita kenal dengan nama kelor termasuk dalam famili Moringacae, merupakan tanaman yang berasal dari dataran sekitar Himalayah dan India (Krisnandi, 2013). Tanaman ini juga selain tumbuh di daerah iklim tropis juga tumbuh secara luas di daerah subtropis seperti Afrika, Amerika selatan dan tengah. Kelor termasuk tanaman yang sangat cepat tumbuh, dan dapat bertahan serta menghasilkan dalam kondisi kering sekalipun (Rolloff, dkk., 2009).
Pohon kelor sudah sejak lama digunakan untuk melawan malnutrisi. tanaman ini telah direkomendasikan sebagai tanaman unggulan yang mengandung protein, vitamin, karetinoid, dan mineral yang tinggi sehingga cocok untuk dikonsumsi di bagian dunia yang mengalami kasus malnutrisi yang parah, tercatat sudah ada tiga lembaga non pemerintah yaitu Trees for Life, Church World Service, dan Educational Concern for Hunger Organization yang menetapkan
kelor sebagai “nutrisi alami untuk tropis” dimana daun kelor ini dapat dimakan mentah, dimasak, dan disimpan dalam bentuk serbuk dalam waktu yang lama tanpa perlu dimasukkan ke dalam lemari pendingin, dan dilaporkan tidak menimbulkan penurunan jumlah nutrisi di dalamnya. Tanaman ini dapat hidup di daerah tropis dan kering sehingga dapat dijadikan sumber makanan (Fahey, 2005). Namun, menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), kandungan hara dalam tanaman berbeda-beda tergantung pada jenis hara, jenis tanaman, kesuburan tanah
2
atau jenis tanah dan pengelolaan tanaman, akibat hal inilah kandungan nutrisi terutama mineral akan berbeda di setiap tanaman.
Di Indonesia khususnya di lingkungan perkampungan dan pedesaan, tanaman kelor baru menjadi tanaman pagar hidup, batas tanah ataupun penjalar tanaman lain, tetapi manfaat dari daun, bunga serta buah muda sebagai sayuran sudah sejak lama digunakan (Luthfiyah, 2012). Dari seluruh bagian tanaman kelor daun kelor merupakan bagian yang paling sering digunakan. Sayur kelor ini secara luas diolah dengan cara ditumis, dibuat sayur urap, bahkan hanya dimasak dengan air dengan tambahan garam sedikit, sedangkan pada beberapa belahan dunia lainnya seperti Senegal dan Haiti, daun kelor sebagai sumber vitamin dan mineral selain dimakan mentah dan dimasak dapat juga dikeringkan menjadi serbuk daun (Krisnandi, 2013; Luthfiyah, 2012).
Kelor memiliki kandungan yang sangat tinggi di setiap bagiannya, pada bagian daun yang dikatakan memiliki rasa seperti selada air ini memiliki kandungan tinggi akan protein, mineral, beta karoten, tiamin, riboflavin, dan berbagai vitamin terutama vitamin A dan C (Rolloff, dkk., 2009). Kelor mengandung mineral yang lengkap, yang terdiri dari kalsium, kromium, tembaga, fluorin, besi, mangan, magnesium, molibdenum, fosfor, kalium, natrium, selenium, sulfur, dan zink (Krisnandi, 2013). Menurut Fahey, (2005), daun kelor mengandung vitamin A lebih dibanding wortel, lebih banyak kalsium dibanding susu, lebih banyak besi dibanding bayam, dan lebih banyak vitamin C dibanding jeruk.
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan, juga berperan dalam berbagai tahap
3
metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim, serta menjaga keseimbangan ion-ion tubuh. Mineral digolongkan dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh lebih dari 100 mg sehari seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan fosfor. Sedangkan mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh kurang dari 100 mg sehari seperti tembaga, mangan, besi, zink, dan iodium (Almatsier, 2009).
Mangan dan zink merupakan salah satu mineral konstituen enzim. Mangan berperan sebagai kofaktor berbagai enzim antioksidan alami tubuh superoksid dismutase, juga enzim yang diperlukan dalam proses metabolisme. Angka kecukupan gizi untuk mangan bagi wanita 1,6-1,8 mg dan pria 1,9-2,3 mg per hari (Bender, 2008; Kurniasih, 2013).
Zink berperan dalam kofaktor enzim antioksidan alami tubuh yaitu superoksid dismutase, sehingga berkaitan kritis dengan repon imun, selain itu zink berperan besar dalam metabolisme vitamin A(Linder, 1992).
Pemeriksaan logam tersebut dapat menggunakan beberapa metode lain diantaranya gravimetri, kompleksometri, dan spektrofotometri serapan atom. Penulis memilih metode spektrofotometri serapan atom karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), selektif, dan pelaksanaannya relatif sederhana (Gandjar dan Rohman, 2008; Bassett, dkk., 1994). Berdasarkan uraian di atas, penulis meneliti hendak meneliti kadar kandungan mangan dan zink dari daun kelor kering dan daun kelor rebus.
4 1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat mineral mangan dan zink dalam daun kelor kering dan rebus?
2. Berapa kadar mangan dan zink yang terkandung di dalam daun kelor kering dan rebus?
1.3Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Terdapat mineral mangan dan zink dalam daun kelor kering dan rebus.
2. Kadar mangan dan zink pada daun kelor kering dan rebus terdapat dalam kadar tertentu.
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui adanya mineral mangan dan zink dalam daun kelor kering dan rebus.
2. Mengetahui kadar mangan dan zink yang terkandung dalam daun kelor kering dan rebus.
1.5Manfaat Penelitian
Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan mineral mangan dan zink yang terkandung dalam daun kelor kering dan daun kelor yang direbus sehingga meningkatkan pemanfaatannya sebagai salah satu sumber gizi.