BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorfi; terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodus, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik ( Wasitaatmadja, 2010 ).
Di Amerika Serikat, 85% dari penduduk usia 12-24 tahun menderita akne vulgaris (Ismail, 2012). Dan data yang hampir serupa didapati pada sebagian besar dunia barat. Di Afrika, menurut Husain (2009) melalui sebuah studi cross
sectional, didapati prevalensi akne vulgaris pada remaja sebesar 90.7%. Di
Indonesia pula, akne vulgaris mempengaruhi 85-100% orang, sedangkan menurut catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia, menunjukkan terdapat 60% penderita akne vulgaris pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007 (Kabau, 2012). Umumnya insidens terjadinya akne vulgaris sekitar umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada pria (Yuindartanto, 2009).
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya akne antara lain genetik, endokrin, faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan kimia yang lainnya (Widjaja, 2013).
Tidur merupakan proses fisiologis yang amat penting untuk manusia dan merupakan kebutuhan yang mesti dipenuhi oleh manusia. Tidur larut malam dapat menyebabkan terjadinya pengurangan waktu tidur normal. Jika durasi tidur yang kurang (< 7 jam per 24 jam) kemungkinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya jerawat secara tidak langsung. Seseorang yang kurang
tidur kemungkinan akan mengalami hal-hal seperti: peningkatan faktor-faktor inflamasi, peningkatan resistensi insulin dan peningkatan level stress. Dimana hal-hal tersebut di atas dapat berpengaruh dalam patogenesis akne vulgaris (Vgontzas, 2004).
Jadi, tidur larut malam menjadi suatu faktor yang berkaitan dengan pencetus akne tidak jelas benar. Namun, suatu studi epidemiologi akne vulgaris dilakukan di Jepang pada tahun 2010 oleh Jepang Journal of Dermatology, dari 859 responden yang disurvei 55.5% menyatakan bahwa kurangnya tidur sebagai salah satu faktor yang memicu timbul dan eksaserbasi akne (Kubota et al., 2010).
Maka durasi tidur malam yang kurang untuk mendapatkan akne vulgaris lebih cenderung meningkat. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti hubungan antara tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris. 1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui angka kejadian akne vulgaris di kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteraan Universitas Sumatera Utara angkatan 2011,2012 dan 2013. 2. Mengetahui jumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara angkatan 2011, 2012 dan 2013 yang tidur larut malam.
3. Mengetahui durasi tidur malam di kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2011, 2012 dan 2013.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1) Sebagai informasi tambahan bagi peneliti, subyek penelitian, dan pembaca mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya akne vulgaris.
2) Membantu memberi informasi tambahan mengenai pencegahan akne vulgaris.
3) Sebagai pembelajaran bagi penelitian-penelitian mengenai akne vulgaris berikutnya secara lebih mendalam.