BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hepar berperan penting dalam kegiatan metabolisme tubuh, karena
merupakan organ detoksifikasi utama. Hepar dapat mengalami kerusakan yang
disebabkan beberapa bahan kimia beracun dan obat-obatan yang menghasilkan
radikal bebas, sehingga merupakan masalah kesehatan yang serius (Vandivu, et
al., 2008). Disamping itu, hepar merupakan organ penting didalam tubuh yang
berfungsi sebagai tempat pembentukan dan sekresi, metabolik, pertahanan tubuh,
dan fungsi vaskuler hati. Oleh sebab itu, fungsi hepar menjadi salah satu faktor
yang menentukan status kesehatan tiap individu (Ibrahim dan Aara, 2008).
Penyakit hepar merupakan masalah global dan penggunan obat-obatan sintetik
dalam mengobati penyakit dipercayai dapat menimbulkan efek samping yang
serius pada sistem biologis tubuh (Arhoghro, et al., 2009). Dari beberapa kasus,
ditemukan bahwa radikal bebas memegang peranan penting dalam patofisiologi
berbagai penyakit, seperti pada penyakit hati dan kanker yang telah banyak
dipelajari. Selain itu radikal bebas juga diketahui sebagai salah satu penyebab
kerusakan dan kematian (Woodhead, et al., 2012).
Parasetamol sebagai antipiretik dan analgetik telah lama digunakan di
masyarakat, padahal dalam penggunaan tertentu parasetamol dapat merusak
hepar. Hepatotoksisitas dari parasetamol diakibatkan oleh pembentukan
metabolitnya yaitu N- acetyl-p-benzo quinoneimine (NAPQI) yang bersifat toksik
dan Bajt, 2006). Berdasarkan fakta ini, para peneliti masih terus melakukan
penelitian untuk menemukan agen-agen hepatoprotektif yang sesuai untuk
mencegah dan mengatasi penyakit hepar yang berasal dari bahan alam
(Hurkadale, et al., 2012). Hepatoprotektif (pelindung hepar) adalah senyawa obat
yang memiliki efek teurapeutik, untuk memulihkan, memelihara, dan mengobati
kerusakan hepar. Beberapa penyakit hepar antara lain hepatitis, sirosis hepar,
ikterus, kolelitiasis, dan kolesistitis. Sampai saat ini belum ada obat yang efektif
sebagai hepatoprotektor, meskipun beberapa tanaman obat yang kini dipasarkan di
Indonesia telah diakui sebagai hepatoprotektor, seperti Hepasil® dari Kalbe
Farma, Hepacomb® dari Sidomuncul, Hepagard®
Pemanfaatan bahan-bahan alam sebagai obat tradisional telah lama
dikembangkan. Hal ini disebabkan masyarakat menyadari efek samping akibat
penggunaan oleh obat-obat sintetik lebih besar dibandingkan obat tradisional,
cepat meramunya dan mudah memperolehnya (Wijayakusuma, dkk.,1996). Oleh
karena itu, obat tradisional merupakan bidang yang masih banyak diminati untuk
diteliti. Hal ini didasari beberapa hal seperti diperlukannya senyawa-senyawa
untuk mengatasi berbagai penyakit seperti AIDS, kanker termasuk sebagai
hepatoprotektif (Armansyah,dkk.,2010). Beberapa tanaman obat yang telah diteliti
dan diakui bersifat sebagai hepatoprotektif adalah kunyit, sambiloto, temulawak,
temu putih, kelopak rosella dan kunyit kuning. Semua tananam tersebut diketahui
mengandung antioksidan yang tinggi, karena antioksidan diperlukan untuk
menangkal radikal bebas yang menjadi salah satu penyebab kerusakan
hepar.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kurkumin dapat mencegah dari Phapros(Hartono,
kerusakan hati yang diinduksi dengan karbon tetraklorida (CCl4) (Tristanti, dkk.,
2013), galaktosamin, dan parasetamol dosis tinggi (Galal, et al., 2012). Aktivitas
antioksidan kurkumin nampaknya memegang peranan penting dalam
kemampuannya sebagai hepatoprotektor (Luft, 1995). Selain tanaman-tanaman
tersebut di atas, masih banyak tanaman obat lain yang ada di Indonesia dan
diketahui mengandung antioksidan, namun efek hepatoprotektifnya belum
dibuktikan secara ilmiah, salah satunya adalah tanaman temu giring.
Temu giring merupakan salah satu dari sekian banyak tanaman obat yang
tumbuh di Indonesia. Telah dilakukan beberapa penelitian tentang khasiat temu
giring yaitu sebagai immunodulator (Rahmi, 2011), aktivitas fagositosis (Prasetya,
2011) dan penurun kadar kolesterol darah (Pradita, 2010). Tanaman ini memiliki
kandungan khas kurkumin sebagai antioksidan dan merupakan bahan aktif dalam
rimpang dengan spektrum biologis yang luas, salah satunya adalah
antihepatotoksik melalui mekanisme peningkatan aktivitas glutation
mengkonjugasi (Sujatno, 1997). Tanaman ini dikenal dengan
Berdasarkan kandungan antioksidan kurkumin dalam temu giring yang
dapat meningkatkan aktivitas glutation dan kesamaan famili tumbuhan dengan
temulawak dan kunyit kuning mendorong peneliti untuk melakukan evaluasi
terhadap aktivitas hepatoprotektor ekstrak temu giring terhadap hewan percobaan
dengan mengukur parameter biokimia dan melakukan studi histopatologi hepar
hewan percobaan.
famili
zingiberaceae. Rimpang temulawak dan kunyit kuning yang telah diuji efek
hepatoprotektifnya pada penelitian terdahulu juga termasuk kedalam famili
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah
sebagai berikut:
a. apakah EERTG memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektor?
b. berapakah dosis efektif EERTG yang mempunyai aktivitas hepatoprotektor?
c. apakah EERTG dapat menunjukkan gambaran histologi hepar yang normal
pada tikus yang diinduksi parasetamol?
1.3Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
a. EERTG memiliki aktivitas hepatoprotektor.
b. EERTG dosis tertinggi mempunyai aktivitas hepatoprotektor yang paling baik
dari semua dosis yang diberikan.
c. EERTG dalam semua dosis memberikan gambaran histologi yang normal
terhadap degenerasi hidropik, vena sentralis, sinusoid dan hepatosit pada hepar
tikus putih jantan yang diinduksi parasetamol.
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. aktivitas hepatoprotektor EERTG terhadap tikus putih jantan yang diinduksi
parasetamol.
b. dosis efektif EERTG yang mempunyai aktivitas hepatoprotektor.
c. pengaruh pemberian EERTG terhadap gambaran histologi hepar tikus yang
1.5Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah:
a. pengembangan rimpang temu giring menjadi salah satu sediaan herbal
terstandar dengan efek hepatoptotektor.
b. menambah inventaris tanaman obat yang berkhasiat sebagai hepatoprotektor.
1.6Kerangka Pikir Penelitian
Subjek dalam penelitian adalah tikus jantan putih galur Wistar. Untuk
menginduksi kerusakan hepar diberikan parasetamol dengan dosis 2 g/kg bb,
terdapat 4 variabel bebas yaitu EERTG dosis 5, 25, 125, dan 625 mg/kg bb;
sedangkan CMC Na 0,5% dan katekin 2 mg/kg bb masing-masing adalah sebagai
pembanding kontrol negatif dan positif. Variabel terikat dalam penelitian adalah
karakterisasi simplisia dan ekstrak serta efek hepatoprotektor pada tikus jantan
Variabel bebas Variabel terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Ektrak etanol rimpang
temu giring
larut dalam air 5. Kadar sari
rimpang temu giring dosis 5 mg/kg bb
Ektrak etanol
rimpang temu giring dosis 25 mg/kg bb
Ektrak etanol
rimpang temu giring dosis 125 mg/kg
NaCMC konsentrasi 0,5 % (Kontrol negatif)
Katekin 2 mg/kg bb (Kontrol positif)
1. Aktivitas ALT 2. Aktivitas pada tikus jantan
Tanpa Perlakuan (Normal)
Simplisia rimpang temu giring
Ektrak etanol