• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015 Chapter III VI"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu mengambil data hanya dalam satu saat (one point one time) dimana data variabel dependen dan independen dikumpulkan dalam waktu bersamaan (Sudigdo, 2010 ).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, dengan pertimbangan Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu daerah endemis malaria di Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan tempat di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan berdasarkan alasan :

1. Klinik tersebut berada di pusat Kecamatan Panyabungan Kota yang paling padat penduduknya dan berbatasan/dekat dengan kecamatan-kecamatan lainnya sehingga klinik ini yang paling tinggi frekuensi kunjungan penderita malaria. 2. Tingginya kasus malaria setiap bulannya rerata sebanyak 45 kasus positif.

(2)

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari bulan Desember tahun 2015 sampai Oktober tahun 2016.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien tersangka malaria yang berumur ≥ 15 tahun yang tercatat di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan tahun 2015.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari tersangka penderita malaria pada periode tahun 2015 di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan. Pengambilan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus besar sampel untuk uji hipotesis data proporsi satu populasi, sebagai berikut: (Sastroasmoro, 2010)

(3)

Pa- P0 = Perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi = 0,15

Berdasarkan perhitungan yang diperoleh maka jumlah sampel adalah 118 responden dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer dikumpulkan dengan wawancara kepada responden dan melakukan observasi secara langsung ke rumah responden.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari rekam medis pasien yang berobat di Klinik dr. Martiani Pujiatmika dan instansi terkait lainnya.

3.5.Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Bebas dan Variabel Terikat

1. Variabel bebas yaitu: Perilaku pencegahan malaria (kebiasaan penggunaan anti nyamuk, kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan kelambu, kebiasaan keluar rumah di malam hari), Lingkungan fisik rumah (genangan air, kandang hewan ternak, penggunaan kawat kasa),

(4)

3.5.2. Defenisi Operasional

1. Umur adalah lamanya hidup responden sejak ia dilahirkan sampai saat wawancara.

2. Pendidikan adalah pendidikan terakhir responden yang telah ditamatkan.

3. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan responden untuk menghasilkan uang. 4. Pendapatan adalah hasil yang diperoleh responden dari pekerjaan setiap bulannya. 5. Kebiasaan penggunaan anti nyamuk adalah kegiataan pemakaian anti nyamuk

untuk mengusir nyamuk.

6. Kebiasaan menggantung pakaian adalah kegiatan menggantung pakaian yang dilakukan responden.

7. Kebiasaan penggunaan kelambu adalah pemakaian kelambu saat responden tidur. 8. Kebiasaan keluar rumah di malam hari adalah kegiatan yang dilakukan responden

setiap hari di atas pukul 18.00 wib.

9. Genangan Air adalah keadan air yang tidak bisa mengalir disekitar rumah responden.

10.Kandang hewan adalah keberadaan kandang hewan ternak responden.

11.Penggunaan kawat kasa adalah pemakaian kawat kasa untuk tehindar dari nyamuk.

(5)

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Karakteristik, Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Pengukuran karakteristik, variabel bebas dan terikat menggunakan skala ordinal dan nominal. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi komponen-komponen yang dapat diukur dalam bentuk item pertanyaan. Indikator dibagi dalam beberapa tingkatan dan diberikan skor/nilai. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1. di bawah ini:

Tabel 3.1. Metode Pengukuran Karakteristik, Variabel Bebas dan Variabel Terikat Responden di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan

Kota Kabupaten Mandailing Natal

No Karakteristik Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

1 Umur Wawancara Ordinal 1. < 26 Tahun 2 Pendidikan Wawancara Ordinal

2. > 26 Tahun

Wawancara Ordinal 1. Tidak 2. Ya 4 Kebiasaan keluar rumah

di malam hari

(6)

Tabel 3.1. (Lanjutan)

II Lingkungan Fisik Rumah

Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

1 Genangan air Observasi Ordinal 1. Ada 2. Tidak Ada 2 Kandang hewan Observasi Ordinal 1. Ada

2. Tidak ada 3 Penggunaan kawat kasa Observasi Ordinal 1. Tidak

2. Ya

No Variabel Terikat Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

1 Kejadian malaria Wawancara Nominal 1. Positif 2. Negatif

3.7. Metode Analisis Data

3.7.1. Analisa Univariat

Analisis univariat untuk menggambarkan variabel-variabel penelitian secara tunggal yaitu Karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan), variabel independen yang terdiri dari Perilaku pencegahan malaria (kebiasaan penggunaan anti nyamuk, kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan kelambu, kebiasaan keluar rumah di malam hari), Lingkungan fisik rumah (genangan air, kandang hewan, penggunaan kawat kasa).

3.7.2. Analisis Bivariat

(7)

3.7.3. Analisis Multivariat

(8)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan merupakan salah satu klinik swasta yang berada di Kecamatan Panyabungan Kota. Secara administratif Kecamatan Panyabungan Kota berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Panyabungan Utara, Desa Mompang

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Panyabungan Selatan, Desa Kayu Laut dan Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Desa Purba Baru

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Panyabungan Timur, Desa Huta Baringin

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Panyabungan Barat, Desa Huta Bargot

(9)

Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan memiliki sekitar 5-7 orang tenaga medis, diantaranya akademi perawat, analis laboratorium, pembantu perawat, asisten apoteker.

4.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 118 responden. Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.

Tabel 4.1. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan Pekerjaan dan Pendapatan di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan

Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal

Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%) Umur

> 26 Tahun 50 42,4

> 26 Tahun 68 57,6

Pendidikan

Pendidikan Rendah 40 33,9

Pendidikan Tinggi 78 66,1

Pekerjaan

(10)

mayoritas pendidikan responden memiliki pendidikan tinggi sebanyak 78 responden (66,1%) dan minoritas memiliki pendidikan rendah sebanyak 40 responden (33,9%). Berdasarkan jenis pekerjaan diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pekerjaan sebanyak 110 responden (93,2%) dan minoritas tidak memiliki pekerjaan sebanyak 8 responden (6,8%). Berdasarkan pendapatan responden diketahui mayoritas memiliki pendapatan <Rp.1.625.000,- per bulan sebanyak 60 responden (50,8%) dan minoritas memiliki pendapatan >Rp.1.625.000,- per bulan sebanyak 58 responden (49,2%).

4.3. Perilaku Pencegahan Malaria

Perilaku pencegahan malaria terdiri dari kebiasaan penggunaan anti nyamuk, kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan kelambu, kebiasaan keluar rumah di malam hari. Distribusi perilaku pencegahan malaria dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2. Distribusi Porporsi Responden Berdasarkan Perilaku Pencegahan Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota

Kabupaten Mandailing Natal

Perilaku Pencegahan Malaria Jumlah (n)

Persentase (%) Kebiasaan penggunaan anti nyamuk

Tidak 87 73,7

Ya 31 26,3

Kebiasaan menggantung Pakaian

Ya 92 78,0

(11)

Tabel 4.2 (Lanjutan)

Penggunaan kelambu Jumlah

(n)

Persentase (%)

Tidak 75 63,6

Ya 43 36,4

Kebiasaan keluar rumah di malam hari

Ya 89 75,4

Tidak 29 24,6

Total 118 100

(12)

4.4. Lingkungan Fisik Rumah

Lingkungan fisik rumah terdiri dari genangan air, kandang hewan dan penggunaan kawat kasa. Distribusi lingkungan fisik dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.3. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Lingkungan Fisik Rumah di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota

Kabupaten Mandailing Natal

Lingkungan Fisik Rumah Jumlah (n) Persentase (%) Genangan air

(13)

genangan air kubangan yaitu sebanyak 2 responden (1,9%). Mayoritas responden memiliki kandang hewan ternak sebanyak 92 responden (78,0%) dan sebanyak 26 responden (22,0%) tidak memiliki kandang hewan ternak. Sebanyak 95 responden (80,5%) tidak menggunakan kawat kasa dan 23 responden (19,5%) menggunakan kawat kasa.

4.5. Kejadian Malaria

Tabel 4.4. Distribusi Proporsi Kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal

Kejadian Malaria Jumlah (n) Persentase (%)

Positif 107 90,7

Negatif 11 9,3

Total 118 100

(14)

4.6. Analisis Bivariat

4.6.1. Hubungan Perilaku Pencegahan Malaria dengan Kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal

Tabel 4.5. Hubungan Perilaku Pencegahan Malaria dengan Kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan Kota Kabupaten

Mandailing Natal

(15)

(5,7%) tidak mengalami malaria. Secara statistik dengan uji Fisher’s Exact dibuktikan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan anti nyamuk dengan kejadian malaria (p=0,036;PR=1,169) dengan CI 95% [(0,976-1,399)] ini menunjukkan bahwa responden yang tidak menggunakan anti nyamuk memiliki peluang lebih besar terkena malaria (1,169 kali lebih besar) dibandingkan dengan responden dengan kebiasaaan menggunakan anti nyamuk. Untuk selang kepercayaannya didapat [(0,976-1,399)] dimana pada selang kepercayaan mengandung nilai prevalen risk <1 sehingga menunjukan bahwa kebiasaan menggunakan anti nyamuk sebagai faktor risiko pencegah kejadian malaria pada taraf signifikansi 95 %. Variabel ini berkandidat untuk diikut sertakan dalam uji Regresi Logistik Ganda (p < 0,25).

(16)

kebiasaan menggantung pakaian sebagai faktor risiko penyebab kejadian malaria pada taraf signifikansi 95 %. Variabel ini berkandidat untuk diikut sertakan dalam uji Regresi Logistik Ganda (p < 0,25).

Hasil analisis hubungan antara kebiasaan menggunakan kelambu dengan kejadian malaria diperoleh bahwa dari 118 responden dengan kebiasaan penggunaan kelambu mayoritas tidak menggunakan kelambu sebanyak 75 responden diantaranya mayoritas mengalami malaria sebanyak 72 responden (96,0%) dan minoritas 3 responden (4,0%) tidak mengalami malaria. Secara statistik dengan uji Fisher’s Exact dibuktikan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggunakan kelambu dengan kejadian malaria (p=0,017;PR=1,179) dengan CI 95% [(1,015-1,371)] ini menunjukkan bahwa responden dengan kebiasaan tidak menggunakan kelambu memiliki peluang lebih besar terkena malaria (1,179 kali lebih besar) dibandingkan dengan responden dengan kebiasaaan menggunakan kelambu. Untuk selang kepercayaannya didapat [(1,015-1,371)] dimana pada selang kepercayaan mengandung nilai prevalen risk >1 sehingga menunjukan bahwa kebiasaan tidak menggunakan kelambu sebagai faktor risiko penyebab kejadian malaria pada taraf signifikansi 95 %. Variabel ini berkandidat untuk diikut sertakan dalam uji Regresi Logistik Ganda (p < 0,25).

(17)

responden (3,4%) tidak mengalami malaria. Secara statistik dengan uji Fisher’s Exact dibuktikan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan keluar rumah di malam hari dengan kejadian malaria (p=0,001;PR=1,334) dengan CI 95% [(1,062-1,676)] ini menunjukkan bahwa responden dengan kebiasaan selalu keluar di malam hari memiliki peluang lebih besar terkena malaria (1,334 kali lebih besar) dibandingkan dengan responden dengan kebiasaaan tidak keluar di malam hari. Untuk selang kepercayaannya didapat [(1,062-1,676)] dimana pada selang kepercayaan mengandung nilai prevalen risk >1 sehingga menunjukan bahwa kebiasaan keluar di malam hari faktor risiko penyebab kejadian malaria pada taraf signifikansi 95 %. Variabel ini berkandidat untuk diikut sertakan dalam uji Regresi Logistik Ganda (p < 0,25).

4.6.2. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal

Tabel 4.6. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten

(18)

Berdasarkan tabel 4.6. hasil analisis hubungan antara genangan air dengan kejadian malaria diperoleh bahwa dari 118 responden dengan keberadaan genangan air mayoritas 104 responden ada genangan air diantaranya mayoritas sebanyak 100 responden (96,2%) menderita malaria dan minoritas tidak menderita malaria sebanyak 4 responden (3,8%). Secara statistik dengan uji Fisher’s Exact dibuktikan ada hubungan yang bermakna antara genangan air dengan kejadian malaria (p=<0,001;PR=1,923) dengan CI 95% [(1,137-3,252)] ini menunjukkan bahwa responden dengan ada genangan air memiliki peluang lebih besar terkena malaria (1,923 kali lebih besar) dibandingkan dengan responden dengan tidak ada genangan air. Untuk selang kepercayaannya didapat [(1,137-3,252)] dimana pada selang kepercayaan mengandung nilai prevalen risk >1 sehingga menunjukan bahwa genangan air faktor risiko penyebab kejadian malaria pada taraf signifikansi 95%. Variabel ini berkandidat untuk diikut sertakan dalam uji Regresi Logistik Ganda (p < 0,25).

(19)

dibandingkan dengan responden tidak memiliki kandang ternak. Untuk selang kepercayaannya didapat [(1,079-1,810)] dimana pada selang kepercayaan mengandung nilai prevalen risk >1 sehingga menunjukan bahwa keberadaan kandang ternak faktor risiko penyebab kejadian malaria pada taraf signifikansi 95%. Variabel ini berkandidat untuk diikut sertakan dalam uji Regresi Logistik Ganda (p < 0,25).

Hasil analisis hubungan antara penggunaan kawat kasa dengan kejadian malaria diperoleh bahwa dari 118 responden yang tidak menggunakan kawat kasa sebanyak 95 responden diketahui mayoritas menderita malaria sebanyak 91 responden (95,8%) dan minoritas tidak menderita malaria sebanyak 4 responden (4,2%). Secara statistik dengan uji Fisher’s Exact dibuktikan ada hubungan yang bermakna antara kawat kasa dengan kejadian malaria (p=0,001;PR=1,377) dengan CI 95% [(1,047-1,810)] ini menunjukkan bahwa responden dengan yang tidak memiliki kawat kasa memiliki peluang lebih besar terkena malaria (1,377 kali lebih besar) dibandingkan dengan responden memiliki kawat kasa. Untuk selang kepercayaannya didapat [(1,047-1,810)] dimana pada selang kepercayaan mengandung nilai prevalen risk >1 sehingga menunjukan bahwa kawat kasa faktor risiko penyebab kejadian malaria pada taraf signifikansi 95 %. Variabel ini berkandidat untuk diikut sertakan dalam uji Regresi Logistik Ganda (p < 0,25).

4.7. Analisis Multivariat

(20)

variabel yang dapat diikutsertakan dalam analisis multivariat yaitu variabel kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan kelambu, kebiasaan keluar rumah di malam hari, kebiasaan penggunaan anti nyamuk, genangan air, keberadaan kandang hewan dan penggunaan kawat kasa seperti terlihat pada tabel 4.7 sebagai berikut :

Tabel 4.7. Hasil Analisis Bivariat Variabel Independen yang Berkandidat Masuk dalam Analisis Multivariat

No Faktor Risiko Kategori PR 95% CI P value

1 Kebiasaan Penggunaan Anti Nyamuk

7 Penggunaan Kawat Kasa Tidak Ya

1,377 (1,047-1,810) 0,001

(21)

Pujiatmika Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal. Hasil analisis tersebut terlihat pada tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8. Determinan Kejadian Malaria diKlinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal

Variabel B S.E P value Exp(B) 95% Exp(B)

Kebiasaan

menggantung pakaian

2,323 0,936 ,013 10,204 1,629-63,940

Kebiasaan keluar rumah di malam hari

2,152 0,894 ,016 8,598 1,489-49,636

Genangan air 3,372 0,961 ,000 29,125 4,432-191,374

Constant -13,071 2,965 ,000 ,000

(22)

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Perilaku Pencegahan Malaria dengan Kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal

5.1.1. Kebiasaan Penggunaan Anti Nyamuk

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan penggunaan anti nyamuk dengan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal. Pengendalian vektor secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yakni pemberantasan sarang nyamuk dan pencegahan gigitan nyamuk. Penggunaan obat nyamuk merupakan salah satu perilaku pencegahan terhadap gigitan nyamuk. Selain menggunakan obat nyamuk, penggunaan kelambu dan tidak pergi ke daerah endemis Malaria ialah cara lain yang dapat dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk (Komariah et al., 2010).

(23)

obat anti nyamuk. Nurlette et al. (2012) juga menyatakan bahwa penggunaan obat nyamuk berhubungan dengan kejadian Malaria dengan p.value = 0,000.

Penelitian ini tidak sejalan dengan Nuratikoh (2015) menyatakan Masyarakat di Desa Selakambang yang menderita Malaria sebagian besar (75%) tidak menggunakan obat nyamuk saat tidur dimalam hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat nyamuk tidak berhubungan dengan kejadian Malaria dengan p.value = 1,000. Hal tersebut dapat dikarenakan sebanyak 67% responden yang tidak menggunakan obat nyamuk diketahui juga memiliki kebiasan keluar rumah pada malam hari. Sedangkan sebanyak 61% responden yang tidak menggunakan obat nyamuk diketahui tidak memakai kelambu saat tidur malam hari. Selain itu, sebagian besar (89%) responden yang tidak menggunakan obat nyamuk juga tidak memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah.

5.1.2. Kebiasaan Menggantung Pakaian

(24)

Kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah merupakan kebiasaan yang kurang baik. Di lihat dari karakterisik nyamuk terdapat beberapa golongan nyamuk yang memiliki sifat suka menempel di tempat yang lembab dan redup dalam rumah setelah menghisap darah misalnya menempel di tembok. Bila terdapat banyak pakaian yang menggantung dapat digunakan sebagai tempat persembunyian nyamuk. Hal ini tentu akan meningkatkan potensi nyamuk untuk kontak dengan manusia.

Kebiasaan buruk responden yang peneliti temukan yakni : menggantungkan pakaian di tempat tidur, gantungan di belakang pintu kamar, di jendela, di kursi, di dapur, dan di kamar mandi atau WC. Pakaian - pakaian kotor yang digantungkan di sembarang tempat dan berserakan hampir di seluruh sisi rumah, itulah yang kemudian menjadi sarang nyamuk. Dengan demikian kebiasaan menggantung pakaian merupakan faktor risiko terhadap kejadian malaria bagi responden.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lumolo (2015) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah dengan kejadian malaria, yang ditandai dengn nilai p= 0,018 ; OR= 0,472 (95%CI:0,261-0,851). Jika dilihat dari nilai OR=0,472 maka kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah merupakan faktor risiko terhadap kejadian malaria.

5.1.3. Kebiasaan Penggunaan Kelambu

(25)

Penggunaan kelambu telah diketahui sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjadinya Malaria. Penggunaan kelambu diharapkan dapat melindungi masyarakat dari gigitan nyamuk dimalam hari. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa penggunaan kelambu dapat mencegah terjadinya Malaria sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saikhu et al. (2011) bahwa proporsi yang tidak menggunakan kelambu lebih tinggi pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol. Berdasarkan uji statistik, penggunaan kelambu berinsektisida berhubungan dengan kejadian Malaria.

Bagaray et al. (2015) juga mengatakan bahwa penggunaan kelambu berhubungan dengan kejadian Malaria. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Sagay et al. (2015) bahwa responden yang tidak sering menggunakan kelambu memiliki risiko 2,447 kali menderita Malaria dibandingkan dengan responden yang sering menggunakan kelambu.

Salim et al. (2012), Ristadeli et al. (2013) dan Santy et al. (2014) mendukung hasil penelitian tersebut dengan menyatakan bahwa penggunaan kelambu berhubungan dengan kejadian Malaria. Namun, Imbiri et al. (2012) memiliki hasil penelitian yang berbeda bahwa penggunaan kelambu tidak berhubungan dengan kejadian Malaria di wilayah kerja Puskesmas Sarmi Kota Tahun 2012.

(26)

dibandingkan dengan kelambu biasa. Hasil uji hayati kelambu yang dipakai di masyarakat di daerah Dukuh Lamuk, Desa Kalibening, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Wonosobo menunjukkan bahwa nyamuk uji mati sebanyak 70% pada 30 menit pertama dan meningkat hingga 93,3% setelah 24 jam. Kematian nyamuk uji yang mencapai angka tersebut menunjukkan bahwa kelambu dengan insektisida efektif bahkan hingga 24 jam pemakaian.

Arsin et al. (2013) memperhatikan beberapa hal dalam penelitiannya tentang penggunaan kelambu selain jenis kelambu yang berinsektisida atau tidak. Hal tersebut yakni penggunaan kelambu (dimasukkan kebawah kasur atau tidak), waktu penggunaan kelambu (sebelum atau sesudah pukul 21.00 WIB), frekuensi penggunaan kelambu (sering atau kadang – kadang), perawatan kelambu (dirawat atau tidak) dan bahan kelambu (polyester atau bukan). Penggunaan kelambu, frekuensi penggunaan kelambu dan perawatan kelambu diketahui berhubungan dengan kejadian Malaria. Selain itu kondisi kelambu yang tidak baik seperti ada lubang atau robekan dan jenis dinding serta lantai rumah berupa kayu juga memungkinkan nyamuk untuk masuk (Media et al., 2011).

(27)

et al., 2013). Artinya, variabel penggunaan kelambu tidak dapat berdiri sendiri dan diperlukan penelitian lebih dalam mengenai penggunaan kelambu.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Andriyanto (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tidur menggunakan kelambu dengan kejadian malaria dengan p= 0,000. Dan responden yang tidak patuh terhadap penggunaan kelambu 2,18 kali menderita malaria dibandingkan responden yang patuh menggunakan kelambu. Penelitian Manaroiinsong (2010) menyatakan terdapat hubungan antara penggunaan kelambu dengan kejadian Malaria di Puskesmas Wolaang.

Hasil penelitian Chamlong (1998) yang menyatakan bahwa penduduk yang tidak teratur menggunakan kelambu mempunyai risiko terkena malaria 1,52 kali dibandingkan penduduk yang tidak teratur menggunakan kelambu saat tidur. Menurut WHO (2005) penggunaan kelambu akan menghindari terjadinya kontak langsung antara nyamuk dengan manusia dan dengan kelambu tersebut diharapkan mass killing dari nyamuk malaria dapat dicegah dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kelambu.

(28)

5.1.4. Kebiasaan Keluar Rumah di Malam Hari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan keluar rumah di malam hari dengan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal.

Perilaku keluar rumah malam hari merupakan salah satu tindakan berisiko yang dapat menyebabkan manusia tergigit oleh nyamuk. Anopheles, sp merupakan vektor yang aktif mencari makan pada malam hari sehingga manusia yang keluar rumah pada malam hari memiliki kemungkinan untuk terkena Malaria (Hiswani, 2004).

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa keluar rumah pada malam hari merupakan faktor risiko kejadian Malaria (Santy et al. (2014), Nurlette et al. (2012), Salim et al. (2012). Asa et al. (2015) mendukung pernyataan tersebut bahwa perilaku keluar rumah pada malam hari berhubungan dengan kejadian Malaria di Desa Lobu dan Lobu II Kecamatan Touluan Kabupaten Minahasa dengan p.value = 0,007. Salim et al. (2012) menjelaskan bahwa masyarakat yang keluar rumah pada malam hari memiliki risiko 7,8 kali lebih besar terkena Malaria dibanding masyarakat yang tidak keluar rumah pada malam hari.

(29)

tergigit nyamuk lebih besar dibanding dengan yang tidak keluar rumah pada malam hari.

Perilaku berisiko tersebut dilakukan salah satunya karena dipengaruhi oleh keaktifan masyarakat keluar rumah pada malam hari. Kegiatan tersebut antara lain seperti kebiasaan duduk di depan teras rumah pada waktu malam hari hanya untuk sekedar bersantai dan bercengekerama bersama anggota keluarga dan teman-teman. Kemudian kebiasaan kaum lelaki keluar pada malam hari untuk berkumpul di warung kopi bersama teman-temannya sambil melakukan permainan kartu. Kegiatan ini dilakukan di warung yang terbuka dan memungkinkan dapat terkena gigitan nyamuk.

Pelaksanaan kegiatan kumpul bersama teman dan tetangga tersebut dilakukan pada pukul 20.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 WIB atau bahkan lebih. Hal tersebut meningkatkan risiko masyarakat untuk tergigit nyamuk. Nyamuk Anopheles, sp terhitung menggigit pada pukul 18.00 dan puncak gigitan nyamuk terjadi pada pukul 22.00 WIB (Friaraiyatini et al. (2006), Samarang et al. (2007), Ikawati et al. (2010)). Pada jam tersebut bukan tidak memungkinkan bahwa masyarakat tergigit nyamuk pada saat perjalanan menuju tempat perkumpulan warga.

(30)

yang mempunyai kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari yaitu adanya golongan eksofilik yaitu golongan nyamuk yang senang tinggal diluar rumah dan golongan eksofagik yaitu golongan nyamuk yang suka menggigit diluar rumah (Arsin, 2012).

Hasil penelitian sesuai dengan hipotesis bahwa perilaku keluar rumah pada malam hari berhubungan dengan kejadian Malaria. Berdasarkan temuan pada saat penelitian, terdapat informasi bahwa perempuan maupun laki – laki dengan umur di atas 26 tahun sering keluar rumah pada malam hari menjelang shubuh. Hal tersebut dikarenakan mereka menjalankan ibadah sholat di masjid setempat. Berbeda pada laki – laki pada umur tersebut, selain keluar rumah pada malam hari karena pergi ke

masjid untuk beribadah mereka juga sering melaksanakan kumpul dengan warga setempat di warung kopi sambil bermain kartu sebagai hiburan karena pada siang hari mereka sibuk dengan rutinitas bekerja.

Kebiasaan beraktifitas diluar saat malam hari memiliki prevalensi yang sama antara responden yang memiliki kebiasaan dan tidak pada kejadian malaria vivax maupun falciparum. Pada umumnya nyamuk anopheles lebih senang menggigit pada malam hari. Biasanya kebiasaan masyarakat keluar rumah adalah untuk bercakap-cakap dengan teman, kegiatan ronda malam, kegiatan keagamaan dan kebanyakan tidak menggunakan lengan panjang saat keluar malam hari sehingga sangat mudah terpapar nyamuk Anopheles.

(31)

nyamuk selalu aktif pada malam hari mulai pukul 18.00 hingga 06.00 dan mencapai puncak pada pukul 24.00-01.00. Namun ada juga nyamuk Anopheles yang aktif ditengah malam sampai menjelang pagi (Suwito, 2005 dan Raharjo, 2003). Pencegahan penyakit malaria secara personal dapat dilakukan dengan penggunaan repellent dan baju lengan panjang yang efektif melindungi gigitan nyamuk malaria saat beraktifitas di luar rumah pada malam hari (Sarumpaet, 2007).

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Syah (2012) di Kota Bitung yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluar rumah dengan proporsi kejadian malaria yaitu p=0,000. Responden yang mempunyai kebiasaan keluar rumah pada malam hari mempunyai risiko 70,33 kali untuk menjadi penderita malaria dibandingkan dengan responden yang tidak mempunyai kebiasaan keluar rumah pada malam hari.

(32)

oleh Santy (2014) hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan responden beraktivitas di luar rumah pada malam hari.

Penelitian ini tidak sejalan dengan Penelitian Hasyim, 2014 yang mengatakan kebiasaan keluar rumah pada malam hari tidak berhubungan bermakna dengan kasus malaria (nilai p=0,439). Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Nuratikoh (2015) dimana perilaku keluar rumah pada malam hari pada masyarakat Desa Selakambang Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga tidak berhubungan dengan kejadian Malaria.

5.2. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal

5.2.1. Genangan Air

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara genangan air dengan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal. Genangan air dalam penelitian ini merupakapan tempat potensial perindukan nyamuk vektor malaria.

(33)

Peneliti menemukan pada genangan air sungai terdapat sampah plastik bekas, rumput kering, semak, potongan kayu dengan kondisi genangan air jernih, keruh terkena sinar matahari langsung atau terbuka serta tidak terdapat hewan air berbadan dan berdasar tanah yang merupakan tempat yang disenangi nyamuk Anopheles untuk meletakan telurnya, hal ini memberikan peluang terjadinya peningkatan populasi densitas larva sepanjang tahun. Sesuai dengan teori dan beberapa peneliti terdahulu menyatakan bahwa nyamuk Anopheles senang memilih genangan air atau tempat berair yang dasarnya tanah, air keruh, sedikit jernih, kondisi air mengalir atau tidak mengalir serta terjadi penetrasi sinar matahari maupun tidak terjadi penetrasi sinar matahari (Kazwani, 2006).

Kondisi lingkungan seperti selokan yang tergenang air dan diperparah dengan perilaku masyarakat yang sering membuang sampah dan sisa bahan dapur yang langsung dialirkan ke selokan sehingga tumpukan sampah membuat selokan tersumbat dan tergenang dan menjadi tempat perindukan nyamuk malaria. Demikian juga halnya dengan sungai yang sering digunakan oleh masyarakat untuk mandi dan mencuci pakaian yang dipenuhi oleh sampah sisa detergen dan bungkus sabun mandi dan pasta gigi karena masyarakat membuangnya begitu saja ke badan sungai sehingga lama-kelamaan sungai tersebut dipenuhi oleh sampah yang menyumbat aliran sungai sehingga air sungai tidak mengalir dengan lancar dan potensial sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria.

(34)

warga yang memanfaatkan sungai tersebut memiliki kontak lebih sering dengan nyamuk yang memungkinkan warga dapat tergigit oleh nyamuk di sekitarnya.

Sesuai dengan teori Prabowo (2004) keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air di hutan, pesawahan, tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat -tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria. Dengan bertambahnya tempat perkembangbiakkan, maka populasi nyamuk Anopheles akan bertambah. Kelembapan yang rendah akan memperpendek umur nyamuk Anopheles, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembapan 60% merupakan batas paling rendah yang memungkinkan untuk nyamuk hidup. Pada kelembapan yang tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.

(35)

5.2.2. Keberadaan Kandang Hewan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keberadaan kandang hewan ternak dengan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal.

Beternak merupakan salah satu kegiatan sampingan yang dilakukan oleh masyarakat di Panyabungan Kota sebagai usaha sampingan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Ternak ayam, bebek kambing dan lembu di belakang rumah sering dilakukan olaeh masyarakat setempat. Sebanyak 450 warga diketahui memiliki ternak dan dari jumlah tersebut ada beberapa rumah yang letaknya berada di sekitar kandang.

Kandang ternak ditemukan sebagai tempat peristirahatan bagi nyamuk Anopheles aconitus dengan presentase jumlah nyamuk mencapai 60% (Handayani and Darwin, 2006). Jika terdapat kandang ternak di sekitar rumah, maka tidak menutup kemungkinan bahwa nyamuk yang mencari makan di kandang juga masuk kedalam rumah.

(36)

kali lebih besar terkena malaria dibandingkan responden yang di sekitar rumahnya tidak ada ternak (Hasyimi, 2012).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Nuratikoh (2015) yang menunjukkan bahwa 75% penderita Malaria terdapat kandang ternak di sekitar rumahnya. Secara statistik, keberadaan kandang ternak ini memiliki hubungan dengan kejadian Malaria di Desa Selakambang Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga.

5.2.3. Penggunaan Kawat Kasa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kawat kasa dengan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal

Kasa anti nyamuk diketahui merupakan salah satu perilaku pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk. Ristadeli et al. (2013) melakukan penelitian dengan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemasangan kasa anti nyamuk dengan kejadian Malaria di Kecamatan Nanga Ella Hilir Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat dengan nilai OR sebesar 10,5. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat yang tidak memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah memiliki risiko 10,5 kali lebih besar terkena Malaria dibandingkan dengan masyarakat yang memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah.

(37)

tidaknya nyamuk masuk kedalam rumah, ventilasi yang tidak menggunakan kasa akan memudahkan nyamuk masuk kedalam rumah (Imbiri et al., 2012).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Pamela (2009) menyatakan bahwa ada hubungan antara penggunaan kawat kasa dengan kejadian malaria di Kabupaten Purworejo dengan nilai p=0,002 dan OR=8,50. Adanya kejadian malaria disebabkan rumah yang tidak terpasang kawat kasa akan mempermudah masuknya nyamuk ke dalam rumah. Kawat kasa merupakan penghalang bila kawat dalam keadaan baik (Lestari, 2007). Namun penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Nuratikoh (2015) menunjukkan bahwa sebagian besar (83,3%) masyarakat yang menderita Malaria dan sebanyak 84,9% masyarakat yang tidak menderita Malaria tidak memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah mereka. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pemasangan kasa anti nyamuk pada ventilasi dengan kejadian Malaria di Desa Selakambang.

5.3. Faktor yang Paling Dominan Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

(38)

pengaruhnya terhadap kejadian di malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kota Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

Dalam perkembangannya, nyamuk sebagai vektor penyakit malaria dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi geografis, cuaca, kelembaban, suhu, waktu, tempat untuk istirahat, tempat untuk mencari makanan, tempat untuk berkembang biak dan atau kondisi lingkungan yang kondusif untuk berkembangnya nyamuk yang termasuk juga sosial budaya masyarakat setempat. Jarak terbang adalah merupakan faktor sangat berpengaruh dalam upaya nyamuk vektor malaria mencari tempat untuk istirahat, tempat untuk mencari makanan, tempat untuk berkembang biak oleh karenanya hal tersebut yang harus diperhatikan apabila pemberantasan penyakit malaria dilaksanakan (Sushanti, 1999).

(39)

berkembang biak, 3. Breeding palces yang terlindung dari sinar matahari disenangi anopheles vagus, anopheles barbumrosis untuk berkembang biak. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk anopheles vagus, indefinitus, leucosphirus untuk tempat berkembang biak, 5. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi anopheles acunitus, vagus, barbirotus, anullaris untuk berkembang biak. Berdasarkan teori tersebut diketahui hubungan genangan air dengan kejadian malaria disebabkan karena banyaknya ditemukan tempat perkembangbiakan nyamuk mulai dari bertelur hingga menjadi nyamuk dewasa dan mencari makan dengan menggigit darah hewan dan manusia. Dengan demikian apabila tempat perindukan nyamuk yaitu genangan air banyak ditemukan maka juga akan berpotensi menghasilkan banyak jumlah nyamuk dewasa yang akan menggigit dan menularkan parasit penyebab malaria kepada manusia.

Berdasarkan hasil observasi genangan air yang ada diketahui jenis genangan air yang paling banyak adalah selokan kemudian kolam dan sungai yang berada di sekitar tempat tinggal responden. Selokan tersebut merupakan tempat yang dijadikan nyamuk sebagai breeding site atau tempat bertelur dan menghasilkan nyamuk dewasa.

(40)

kejadian malaria di Kecamatan Panyabungan Kota. Kondisi genangan air sangat potensial menyebabkan kepadatan nyamuk Anopheles cenderung stabil bahkan meningkat kemudian menularkan parasit penyebab demam malaria melalui gigitan.

Selanjutnya dikaitkan dengan waktu menggigit nyamuk berkaitan dengan kebiasaan responden keluar di malam hari, dimana responden dengan kebiasaan keluar di malam hari akan berisiko terkena gigitan nyamuk anopheles karena nyamuk tersebut aktif menggigit di malam hari di dalam dan diluar rumah. Nyamuk yang menggigit di dalam rumah mempunyai perilaku bila siap menggigit langsung keluar rumah sehingga orang yang berada di luar rumah memiliki risiko yang besar untuk digigit nyamuk anopheles.

Biasanya setelah nyamuk betina menggigit orang/hewan, nyamuk tersebut akan beristirahat selama 2 -3 hari, misalnya pada bagian dalam rumah sedangkan diluar rumah seperti gua, lubang lembab, tempat yang berwarna gelap dan lain lain merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk berisitirahat. Berdasarkan teori tersebut dikaitkan dengan kebiasaan menggantung pakaian dan hubungannya dengan kejadian malaria karena pakaian yang tergantung merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk beristirahat di dalam rumah terutama rumah dengan pencahayaan yang lembab sehingga apabila banyak nyamuk yang beristirahat di dalam rumah maka akan berpotensi menggigit orang yang ada di dalam rumah tersebut dan menularkan parasit penyebab demam malaria.

(41)

air sebagai tempat perindukan vektor penyebab malaria semakin banyak tempat genangan air maka akan semakin banyak tempat vektor berkembang biak dan jumlah vektor pun semakin meningkat sehingga berpotensi menggigit orang yang berada di luar rumah pada malam hari. Sedangkan orang yang berada di dalam rumah juga berpotensidi gigit nyamuk terkait dengan kebiasaan menggantung pakaian sebagai tempat yang disenangi nyamuk Anopheles untuk beristirahat. Banyaknya baju yang bergantungan maka nyamuk akan banyak beristirahat di dalam rumah dan sewaktu-waktu akan menggigit penghuni rumah tersebut dan menyebabkan penyakit malaria.

(42)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian dan analisa mengenai determinan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungkan Kota Kabupaten Mandailing Natal maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

7) Dari 118 responden bahwa mayoritas responden positif malaria sebanyak 107 responden (90,7%) dan sebanyak 11 responden (9,3%) negatif malaria

8) Distribusi proporsi karakteristik responden di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan umur mayoritas dengan umur > 26 Tahun yaitu 68 orang (57,6%), pendidikan mayoritas pendidikan tinggi sebanyak 78 orang (66,1%), pekerjaan mayoritas dengan kategori bekerja sebanyak 110 orang (93,2%), dan pendapatan mayoritas < Rp. 1.625.000.- yaitu sebanyak 60 orang (50,8%).

(43)

dan kebiasaan keluar rumah di malam hari mayoritas menyatakan ya yaitu sebanyak 89 orang (75,4%)

10) Distribusi proporsi lingkungan fisik rumah responden di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan genangan air mayoritas ada genangan air sebanyak 104 orang (88,1%), kandang hewan mayoritas ada sebanyak 92 orang (78,0%) dan penggunaan kawat kasa mayoritas tidak menggunakan kawat kasa sebanyak 95 orang (80,5%).

11) Determinan perilaku pencegahan malaria yaitu kebiasaan penggunaan anti nyamuk (p=0,036), kebiasaan menggantung pakaian (p=0,002), penggunaan kelambu (p=0,017) dan kebiasaan keluar rumah di malam hari (p=0,001)) berhubungan dengan kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal. 12) Determinan lingkungan fisik rumah responden yaitu genangan air (p=<0.001),

kandang hewan (p=<0,001) dan penggunaan kawat kasa (p=0,001) berhubungan dengan kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal.

(44)

6.2. Saran

6.2.1.Kepada Klinik dr. Martiani Pujiatmika bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal dan instansi terkait sebaiknya mengajak masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan ke selokan dan sungai agar selokan tidak tersumbat yang menyebabkan air selokan tergenang tempat potensial perkembangbiakan nyamuk vektor malaria dan membuat program secara rutin, seperti bergotong royong bersama warga membersihkan selokan dan sungai untuk mencegah perkembangbiakan vektor nyamuk khususnya malaria dan meletakkan poster tentang bahaya malaria di warung dan tempat umum yang sering di kunjungi oleh masyarakat.

6.2.2.Diharapkan agar masyarakat meningkatkan perilaku pencegahan terhadap kejadian malaria dengan tidak membuang sampah dan sisa buangan rumah tangga langsung ke selokan agara selokan tidak tersumbat dan menyebakan air tergenang sehingga menjadi tempat perindukan nyamuk malaria dan tidak membuang sampah bungkus detergen, bungkus sabun dan pasta gigi secara sembarangan ke badan sungai sehingga sungai tidak mengalir dan menjadi tempat potensial untuk perkembangbiakan nyamuk vektor malaria.

(45)

Gambar

Tabel 3.1. Metode Pengukuran Karakteristik, Variabel Bebas dan Variabel Terikat Responden di Klinik dr
Tabel 3.1. (Lanjutan)
Tabel 4.1. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan Pekerjaan dan Pendapatan di Klinik dr
Tabel 4.2. Distribusi Porporsi Responden Berdasarkan Perilaku Pencegahan Malaria di Klinik dr
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kelebihan yang dapat digunakan sebagi tolak ukur keberhasilan tindakan pada pra siklus antara: (a) Materi yang diberikan dapat disajikan lebih terarah dan

Analisis Vegetasi dan Keanekaragaman Ikan di Perairan Kawasan Mangrove Desa Lubuk Kertang Kabupaten Langkat Sumatera Utara.. Dibawah bimbingan HASAN SITORUS dan INDRA

Peserta didik dapat memahami tentang: - pengertian populasi dan sampel - penyajian data dalam tabel, diagram,.

The value identity related to the identity of political parties based on ideology or party platform, the social base of supporters, and the members

Moore, berupa komposisi jajaran kolom-kolom dan balok dengan tampilan berbagai langgam masa lampau yang sudah cukup akrab dikenal masyarakat setempat sebagai ikon suatu era atau

Hasil penelitian menggambarkan bahwa ternyata di dalam berbagai kebudayaan suku Toraja terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat dikontekstualisasikan untuk

APLIKASI PENGARUH ISLAM PADA INTERIOR RUMAH BUBUNGAN TINGGI DI KALIMANTAN SELATAN.. Sriti

- Makna ungkapan pada proses melamar ( fofeena ) terdiri dari pemberitahuan terhadap pihak perempuan bahwa delegasi atau tokoh adat dari pihak laki-laki akan segera tiba, pihak